Anjani melongo melihat Leona panik. Ia bingung apa yang hendak dilakukan. "Tuan Antony pasti marah lihat aku ada di sini?" ucap Leona gugup. Anjani baru paham dengan cepat ia membuka kolong tempat tidur yang terbuat dari kayu. "Masuklah di sini!" Tanpa pikir panjang Leona masuk ke dalam kolong tempat tidur, Anjani. Anjani menutupinya dengan seprei yang terpasang menggantung.Masih terdengar suara ketukan pintu kamar dengan memanggil nama Leona serta Anjani. Anjani berlari kecil membuka pintu kamar, berpura- pura seperti orang baru bangun tidur mengucek ke dua matanya dan sesekali mengedipkan matanya seolah masih keadaan mengantuk. "Maaf Tuan, saya tertidur dan ngantuk berat,"Tanpa menjawab pertanyaan Anjani, Antony langsung masuk ke dalam kamar Anjani dengan memanggil Leona. "Aku tau Leona tadi masuk ke kamar ini, waktu aku masih menemui tamu," ucap emosi Antony dengan mata melihat sudut ruang kamar Anjani. Antony melangkah ke arah lemari, dengan cepat ia membuka lemari pa
Anjani lega melihat jeep berwarna hitam terus membuntuti mobil yang ia tumpangi. Anjani melirik sopir yang ada didepannya, ia amati sopir itu dengan teliti. Tapi bagaimana juga ia tak begitu bisa mencermati sopir itu, sebab wajahnya tertutup masker. Klunthing ... Terdengar suara ponsel Anjani berbunyi tanda chat masuk. Anjani dengan cepat membuka tas kecilnya yang sejak tadi ada di dekapannya dan meraih ponsel yang terselip di sela-sela dompetnya. Anjani mematikan loudspeaker nya, agar sang sopir tak mencurigainya. Sebab ia yakin Leona yang mengirim chat itu dan tertulis dengan kata-kata singkat. SAMPAI KETEMU NANTI. Anjani mengamati nomor yang tertera dalam ponselnya, nomor yang asing buat Anjani. "Ini bukan nomor Leona, nomor siapa ini?" Anjani terus mengutak atik ponselnya, siapa tau tertera jejak nama dalam ponsel yang mana Anjani tak menyimpannya. TNamun Anjani tak menemukan siapa yang punya nomor itu. Dengan berbagai pertanyaan hingga dalam otaknya, Anjani hanya bisa mem
"Bawa dia masuk ke dalam, panggil Suster Maria untuk merawatnya," suara laki-lak yang tengah berdiri, disampingnya dua orang laki- laki tegap dengan memakai seragam hitam. Dua orang yang mengangkat tubuh Anjani segera membawa Anjani masuk ke sebuah kamar dan membaringkan Anjani di ranjang. Tak lama seorang wanita berpakaian putih mendekati Anjani, dan melepas sepatu Anjani. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh Anjani. Serta duduk di samping ranjang menghadap Anjani. Wanita yang berusia sekitar tiga puluh lima tahun, membuka sebuah kotak kecil, mengambil benda kecil dengan menuangkan isi cairan ke telunjuk jarinya serta mengoleskan ke dekat lubang hidung Anjani. Hanya butuh waktu tiga menit, Anjani menggerak-gerakkan kepalanya, dan membuka matanya. Anjani menyipitkan pelupuk matanya dengan sedikit memandang sekeliling. Pandangan samar Anjani melihat sosok suster yang ada di sampingnya. Anjani berusaha menekan pelupuk matanya dan membukanya kembali, ia ingin memperjelas siapa
Ke empat orang mengambil kursi sendiri- sendiri. Dan menyimak apa yang hendak di katakan Marwan. Marwan mulai angkat bicara dengan setengah berbisik, takutnya tuan Barata datang, atau ada yang mendengarkan dengan sembunyi- sembunyi. Marwan menyarankan pada mereka, kalau harus pesan boneka yang wajahnya mirip Anjani, serta mereka main sandiwara dengan pura- pura mengekskusi. Serta melaporkan kalau Anjani sudah di larung ke laut. Andi manggut- manggut setuju ide Marwan. Namun salah satu dari mereka yang bernama Leo, kurang setuju, terlalu lama untuk bikin boneka. Leo menyarankan fto wajah Anjani di perbesar dan di tempel ke wajah boneka.Mereka sepakat, dan udin sebagai ketua geng membagi tugas masing- masing. Dan sandiwara itu akan di laksanakan malam hari. Tiba-tiba mereka di kejutkan dengan suara deru mobil masuk ke halaman markas geng mereka. "Tuan Barata?" ucap Udin kaget, dengan memandang ke arah keluar. Mereka saling memandang, dari wajah mereka tampak kepanikan yang luar b
Anjani tetap duduk di jogja mobil ketika Abilawa mengajak Anjani masuk ke rumah. "Ayo cepat turun Anjani."Anjani diam sejenak, hanya sepintas melirik Abilawa dan menundukkan kepalanya dengan jari jemari mempermainkan tissu. Anjani menggelengkan kepalanya. "Maaf Tuan, saya masih ingin hidup. Siapa yang membiayai hidup keluarga saya?"Abilawa menyipitkan matanya, dan segera meraih tangan Anjani serta menggenggamnya. "Yakinlah, aku tak akan menyakitimu, tapi janji, kamu harus turuti apa perintahku. Jangan menanyakan apapun jika kamu ingin selamat." Abilawa menarik tangan Anjani, dan mengajak Anjani keluar dari mobil. Anjani terpaksa mengikutinya. Walau langkahnya ragu.Abilawa berhenti sejenak, merenggangkan lengannya, menyuruh Anjani menggandeng lengan Abilawa. Anjani bingung tak tau apa maksud Abilawa melakukan hal itu. "Menurutlah kataku, jangan bikin malu aku," bisik Abilawa. "Ingat pesanku tadi."Anjani mengangguk pelan, jari jemarinya memegang lembut lengan Abilawa. "Silahk
Perlahan Anjani mlangkah mendekati Abilawa. Anjani berdiri mematung dengan menundukkan kepalanya. Ia belum juga memenuhi perintah Abilawa. "Kenapa? Nggak usah takut. Biasalah kamu kan sudah jadi istriku." "Tapi tuan, kenapa Tuan harus menikahi saya? Bukankah saya tak pantas jika harus menjadi istri Tuan, saya ... Saya.""Sudah, aku tau yang ada dalam pikiranmu. Cepatlah lakukan apa yang kuperintahkan."Anjani perlahan duduk disisi ranjang dekat Abilawa berbaring. Mulailah jari jemari Anjani menari- nari di atas permukaan tubuh Abilawa. "Settt, agak ke atas dikit Loli," desah Abilawa dengan memegang tangan Anjani dan di letakkan di permukaan bagian tubuh Abilawa yang menonjol. Anjani terdiam sesaat memandang wajah Abilawa yang sudah dirasuki hawa nafsu yang memuncak. Abilawa tak bisa menguasai libidonya, dengan gerakan cepat ia menarik tubuh Anjani, hingga Anjani jatuh menindih dada Abilawa. "Kau sudah istriku, Loli, layani aku." panggilan Abilawa yang sudah memanggil Anjani Lol
Tante Bety menggelengkan kepalanya tanda tak setuju ide Antony. "Itu ide bodoh Antony, aku tak bakal melakukannya, aku berpikir siapa tau kelak anak Anjani bisa merawatasa tuaku."Mendengar perkataan tante Bety Antony tertawa ngakak. Ia merentangkan kedua tangannya ke sandaran kursi, dan mengangkat salah satu kakinya bertumpu pada kaki satunya. "Sayangku cintaku, jangan berpikir jadul, panti jompo di gelar, kalau Tante membesarkan anak Anjani, tentu Tante memfasilitasi kehidupan anak itu, dari sekolah sampai warisan, tapi dia kalau sudah pintar, pasti ingin mencari keberadaan orang tuanya," alasan Antony. Antony mempunyai inisiatif seperti itu. Agar tante Bety tidak terus mengingat Anjani yang menurut pikiran Antony Anjani sudah di bunuh Barata. Tante Bety memandang Antony tajam, ia berpikir sejenak. Setelah itu ia kembali manggut- manggut. "Ya Antony, benar apa katamu. Tumben saran kamu mengena, biasanya saranmu ngawur," sindir tante Bety yang membuat mata Antony mendelik menat
Tante Bety kesal terhadap suster Mila. Yang mana ia harus menebus Ain dengan jumlah uang yang cukup banyak melebihi target Anjani dengan alasan hampir lima bulan tante Bety tidak memberi uang kebutuhan suster Mila. Adu mulut terjadi antara tante Bety dengan suster Mila. "Tante bisa membawa Ain, asal tante memberikan saya uang sebesar lima ratus juta!" ungkap suster Mila yang mana tante Bety sudah berada di rumah orang tua suster Mila di Bogor. Bak disambar petir wajah tante Bety mendengar perkataan suster Mila. Padahal tante Bety sudah mengirim uang tiap bulan sebesar lima juta. Tiga juta untuk bayar suster Mila sebagai jasa pengasuh, yang dua juta untuk biaya kehidupan Ain. Tapi suster Mila mengatakan selama tiga bulan tante Bety lupa mengirim uang pada Ain, dan pada waktu itu Ain juga sakit butuh biaya banyak selama satu minggu di rumah sakit. "Lho, kamu ini bagaimana Suster, Ain sakit ngapain kamu nggak kabari aku, harusnya kau kasih tau aku. Itu nggak benar, jangan bohongi T