Anjani tetap duduk di jogja mobil ketika Abilawa mengajak Anjani masuk ke rumah. "Ayo cepat turun Anjani."Anjani diam sejenak, hanya sepintas melirik Abilawa dan menundukkan kepalanya dengan jari jemari mempermainkan tissu. Anjani menggelengkan kepalanya. "Maaf Tuan, saya masih ingin hidup. Siapa yang membiayai hidup keluarga saya?"Abilawa menyipitkan matanya, dan segera meraih tangan Anjani serta menggenggamnya. "Yakinlah, aku tak akan menyakitimu, tapi janji, kamu harus turuti apa perintahku. Jangan menanyakan apapun jika kamu ingin selamat." Abilawa menarik tangan Anjani, dan mengajak Anjani keluar dari mobil. Anjani terpaksa mengikutinya. Walau langkahnya ragu.Abilawa berhenti sejenak, merenggangkan lengannya, menyuruh Anjani menggandeng lengan Abilawa. Anjani bingung tak tau apa maksud Abilawa melakukan hal itu. "Menurutlah kataku, jangan bikin malu aku," bisik Abilawa. "Ingat pesanku tadi."Anjani mengangguk pelan, jari jemarinya memegang lembut lengan Abilawa. "Silahk
Perlahan Anjani mlangkah mendekati Abilawa. Anjani berdiri mematung dengan menundukkan kepalanya. Ia belum juga memenuhi perintah Abilawa. "Kenapa? Nggak usah takut. Biasalah kamu kan sudah jadi istriku." "Tapi tuan, kenapa Tuan harus menikahi saya? Bukankah saya tak pantas jika harus menjadi istri Tuan, saya ... Saya.""Sudah, aku tau yang ada dalam pikiranmu. Cepatlah lakukan apa yang kuperintahkan."Anjani perlahan duduk disisi ranjang dekat Abilawa berbaring. Mulailah jari jemari Anjani menari- nari di atas permukaan tubuh Abilawa. "Settt, agak ke atas dikit Loli," desah Abilawa dengan memegang tangan Anjani dan di letakkan di permukaan bagian tubuh Abilawa yang menonjol. Anjani terdiam sesaat memandang wajah Abilawa yang sudah dirasuki hawa nafsu yang memuncak. Abilawa tak bisa menguasai libidonya, dengan gerakan cepat ia menarik tubuh Anjani, hingga Anjani jatuh menindih dada Abilawa. "Kau sudah istriku, Loli, layani aku." panggilan Abilawa yang sudah memanggil Anjani Lol
Tante Bety menggelengkan kepalanya tanda tak setuju ide Antony. "Itu ide bodoh Antony, aku tak bakal melakukannya, aku berpikir siapa tau kelak anak Anjani bisa merawatasa tuaku."Mendengar perkataan tante Bety Antony tertawa ngakak. Ia merentangkan kedua tangannya ke sandaran kursi, dan mengangkat salah satu kakinya bertumpu pada kaki satunya. "Sayangku cintaku, jangan berpikir jadul, panti jompo di gelar, kalau Tante membesarkan anak Anjani, tentu Tante memfasilitasi kehidupan anak itu, dari sekolah sampai warisan, tapi dia kalau sudah pintar, pasti ingin mencari keberadaan orang tuanya," alasan Antony. Antony mempunyai inisiatif seperti itu. Agar tante Bety tidak terus mengingat Anjani yang menurut pikiran Antony Anjani sudah di bunuh Barata. Tante Bety memandang Antony tajam, ia berpikir sejenak. Setelah itu ia kembali manggut- manggut. "Ya Antony, benar apa katamu. Tumben saran kamu mengena, biasanya saranmu ngawur," sindir tante Bety yang membuat mata Antony mendelik menat
Tante Bety kesal terhadap suster Mila. Yang mana ia harus menebus Ain dengan jumlah uang yang cukup banyak melebihi target Anjani dengan alasan hampir lima bulan tante Bety tidak memberi uang kebutuhan suster Mila. Adu mulut terjadi antara tante Bety dengan suster Mila. "Tante bisa membawa Ain, asal tante memberikan saya uang sebesar lima ratus juta!" ungkap suster Mila yang mana tante Bety sudah berada di rumah orang tua suster Mila di Bogor. Bak disambar petir wajah tante Bety mendengar perkataan suster Mila. Padahal tante Bety sudah mengirim uang tiap bulan sebesar lima juta. Tiga juta untuk bayar suster Mila sebagai jasa pengasuh, yang dua juta untuk biaya kehidupan Ain. Tapi suster Mila mengatakan selama tiga bulan tante Bety lupa mengirim uang pada Ain, dan pada waktu itu Ain juga sakit butuh biaya banyak selama satu minggu di rumah sakit. "Lho, kamu ini bagaimana Suster, Ain sakit ngapain kamu nggak kabari aku, harusnya kau kasih tau aku. Itu nggak benar, jangan bohongi T
Tante Bety mendongakkan kepala mengarah ke wajah Antony yang sudah duduk di dekatnya. "Katakan apa idemu?""Bagaimana kalau Ain tak usah di urusi."Mata tante Bety seketika membulat, seperti mau jatuh."Bodoh ...!" ucapnya tante Bety ketus. Antony mengkerutkan keningnya. "Kenapa? bukankah uang lima ratus juta itu banyak Tante, kalau hanya untuk ngelabuhi Ain percuma kan Tante."Tante Bety terlonjak dengan cepat ia berdiri."Dasar tolol, bodoh, laki- laki macam apa kau ini? Laki- laki yang bisanya mendompleng wanita. Otak kamu itu isinya apa sih Antony? Karuan Ain itu aset- aset keberuntungan yang bisa terjual mahal!" suara emosi Tante Bety. Yang mana kata- kata itu sudah sering terdengar di telinga Antony. Bahkan Antony sudah kebal telinganya.Kata kata ini menurut Antony masih mendingan, dibanding biasanya. Biasanya keluar kata kotor yang menyebut nama hewan, itu yang membuat Antony kadang kesal. Ingin rasanya meninggalkan Tante Bety. Tapi bagaimana lagi Antony butuh pekerjaan, apa
Dewi membalikkan tubuhnya menghadap Abilawa, emosinya semakin memuncak. Matanya tajam mengarah ke arah Abilawa. Dan giginya gemelutuk. "Aku tak akan tinggal diam, aku akan hajar wanita simpananmu itu." Dewi meraih tas branded berlogo Hermes yang harganya hampir senada dengan harga sepuluh gram emas. Ia melangkah keluar kamar Abilawa meninggalkan Abilawa yang diam memandang Dewi. Namun baru beberapa menit Abilawa mendengar teriakan Dewi dari lantai dasar. Abilawa tersentak, ia tau kalau itu suara Dewi yang marah- marah. Tanpa berpikir panjang Abilawa berlari kecil keluar kamar. Ia takut jika Dewi menemukan kamar Anjani. Dan membuka paksa kamar Anjani. Abilawa melihat Dewi berteriak teriak. "Mana wanita yang bersembunyi disini? Ha!" bentak Dewi pada Denis. Denis hanya diam pandangannya lurus menatap anak tangga, berharap Abilawa segera membawa perempuan ini ke luar. Denis hendak bertindak sendiri tapi tak berani, sebab wanita yang didepannya istri Abilawa, kalau Deni
Abilawa yang berdiri di depan kasir dengan cepat membalikkan tubuhnya mengarah suara yang memanggil. Begitu juga Anjani. Mata Anjani seketika terbelalak dan darahnya berdesir melihat siapa yang berdiri di belakang Abilawa. "Tuan Barata?" gumam Anjani dalam hati. Dengan cepat pandangannya beralih ke Abilawa. Ia ingin tau bagaimana ekspresi Abilawa melihat Barata ada di depannya bersama Anjani. Namun Abilawa tersenyum dan menyalami Barata beserta Ayudya istrinya. "Kenalkan ini istri saya, yang kemarin aku nikahi."Anjani tersenyum dengan menyalami Ayudya dan Barata."Lolita ... " ucap Anjani pelan dan suaranya agak di pelankan agar mereka tak mengenali suara Anjani.Namun Anjani tak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ketakutan tetap merajai dirinya. Takut jika Ayudya ataupun Barata mengenali suaranya. "Ayudya," balas Ayudya dengan memandang tajam Anjani. Anjani berusaha tidak kikuk berhadapan dengan mantan juragannya dulu. Ia harus biasa. Pernah Abilawa memberi saran pada Anj
Barata tak menghiraukan pertanyaan Ayudya, ia keluar dari mobil, diikuti Ayudya, setelah sampai di halaman rumah. Serta memberikan kunci pada Parman agar Parman memasukkan mobilnya ke garasi. "Kenapa Papa diam? Berarti benarkan Papa sering ke rumah germo itu?" Barata tetap diam dengan berjalan cepat menaiki anak tangga dan masuk kamar, tetap fi ikuti Ayudya dari belakang. Braaakk ... dengan kasar Ayudya menutup pintu kamar. Dan melangkah hendak ke kamar mandi. Namun pintu kamar mandi tertutup. Ayudya menatap sekeliling kamar, ia tak menemukan Barata ada di ruangan. Ia mengurungkan diri masuk ke kamar mandi, tau kalau Barata ada di kamar mandi. Ia hempaskan tubuhnya di pinggiran ranjang, rasa kesal hinggap dalam hatinya. Pikiran negatif terus bersarang di otaknya. "Barata pasti, sering ke Motel itu untuk menemui Anjani, aku yakin itu? Dasar laki-laki, di rumah ada istri yang cantik masih saja tergoda sama wanita murah," gumam lirih Ayudya. Ayudya merasakan omongan Barata tadi