Seorang gadis kecil berlari dengan riang mengikuti langkah kaki dua kembarannya yang sedang asik bermain kejar-kejaran ke sana-kemari. Gadis kecil itu mengenakan gaun merah lembut dengan rambut diikat ke atas memperlihatkan leher putih miliknya. Ia juga memakai sendal berwarna senada dengan gaun yang ia kenakan, sekilas dia terlihat manis dan menarik.
Si kecil tampak bersemangat dengan senyuman lebar di bibirnya sembari melangkah menuju ke sekitar ruangan tempatnya berada saat ini. Ia pantang menyerah meski sering ketinggalan oleh kedua kembarannya, kaki kecilnya yang pendek tanpa henti terus berusaha mengejar kembarannya yang terus berada di posisi depan.
"Sayang! Sini peluk Daddy!" Gabriel berteriak dengan suara lantang berharap dapat mengalihkan Arletta kecil dari kegiatan yang sedang dikerjakannya saat ini.
Arletta yang dipanggil bahkan tidak menoleh ke arah Gabriel, ia masih sibuk dengan kegiatan yang tengah ia lakukan meski sering jatuh tersandung. Tampaknya, tidak ada yang lebih menarik dari kegiatan yang dia lakukan saat ini, mendapatkan tatapan tidak menyenangkan dari dua saudara kembarnya, gadis kecil menggerutu dengan kepala menoleh ke arah Gabriel.
"Tidak mau!" tolak Arletta lebih lantang yang menyebabkan wajah tampan Gabriel langsung berubah cemberut.
Penolakan yang sering diberikan Arletta padanya menyebabkan Gabriel mengalami patah hati, padahal ia juga ingin menikmati perasaan seperti yang dialami teman-temannya yang memiliki anak perempuan. Di mana kata mereka cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya.
"Kau anak siapa sih sebenarnya? Sama sekali tidak mau menuruti apa yang Daddy katakan," ujar Gabriel dengan suara yang terdengar lelah.
Arletta dan dua kakak kembarnya saat ini masih berusia sekitar 3 tahun. Ke-tiganya begitu aktif dengan hobi yang sudah terlihat sekarang. Ketiganya memang tidak terlalu dekat pada Gabriel yang sibuk bekerja mencari nafkah untuk mereka, Gabriel jarang berada di rumah, dia selalu pulang malam ketika mereka bertiga sudah tertidur nyenyak.
Algriel Wijaya anak pertama Gabriel memiliki kesan wajah datar sama seperti Gabriel. Alfred anak ke-duanya memiliki sisi menyenangkan dan humoris walau terkadang dia lebih sering memperlihatkan wajah datarnya di luar rumah, keduanya dari kecil sudah tampak menuruni sikap dan watak ayah mereka.
Sedangkan Arletta, gadis kecil itu entah menuruni sifat siapa. Arletta sangat keras kepala dan pantang menyerah, apa yang diinginkannya akan berusaha dia dapatkan sendiri tanpa mau menerima bantuan orang lain.
Jika ia mengalami kesulitan Arletta akan berusaha memecahkan masalah itu sendirian. Kalau lelah, ia akan berhenti sejenak dan mengerjakan hal lain terlebih dahulu yang menurutnya lebih mudah diselesaikan.
Sifat inilah yang menjadi bahan pertanyaan untuk Gabriel karena Alexa benar-benar tidak memiliki sifat seperti ini. Dirinya pun juga tidak seperti Arletta yang keras kepala, Gabriel merasa putrinya tertukar padahal Alexa melahirkan di rumah sesuai dengan keinginan Gabriel dan keluarganya.
"Itu sifat Paman Arekha yang diturunkan padanya!" jelas Alexa yang muncul dari belakang Gabriel.
"Mom mengatakan kalau Paman seperti itu sejak kecil. Dia tidak akan mau meminta bantuan siapapun sebelum dia benar-benar tidak sanggup lagi." Alexa memilih duduk di sebelah kanan Gabriel dan memperhatikan anak-anaknya yang tengah bermain dengan gembira.
Alexa merasa bahagia saat melihat buah hatinya aktif, energi dan juga penuh semangat. Ketiganya jarang mengalami sakit juga tidak rewel seperti bayi umumnya yang memudahkan Alexa merawat mereka tanpa bantuan pengasuh.
Bahkan Alexa sendiri tidak mengira kalau ketiga anaknya akan tumbuh secepat ini, mereka sangat berprilaku baik seolah mereka mengerti dengan keadaan ibu mereka. Hal ini yang menyebabkan cinta Alexa semakin meluap-luap untuk ketiga buah hatinya.
"Aku ingin satu anak perempuan lagi," bisik Gabriel di telinga Alexa.
Tangannya langsung menyentuh pinggang ramping Alexa yang masih terlihat sangat bagus dan sempurna. Jika tidak diperhatikan maka orang-orang akan menganggap Alexa sama seperti gadis yang belum menikah, Gabriel sendiri merasa sakit kepala memikirkan tubuh isterinya ini.
"Bukan kita yang menentukan semua itu tapi Tuhan. Kita hanya bisa membuat rencana dan Tuhan lah yang memastikan semua itu terjadi." Alexa memutar matanya malas melihat sifat mesum suaminya yang semakin menjadi-jadi setelah dia melahirkan.
Padahal Alexa berharap, setelah melahirkan ke-tiga anaknya Gabriel akan berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Namun apa yang diharapkan Alexa hanyalah angan belaka sebab suaminya semakin menjadi-jadi setiap hari, tingkah mesum dan genitnya bahkan semakin tidak tahu tempat dan keadaan.
"Aku ingin anak perempuan kita memiliki sifat sepertimu, agar aku bisa merasakan benar-benar memiliki anak perempuan. Kau lihat anakku itu," tunjuk Gabriel pada Arletta yang tengah sibuk bermain sendiri.
"Dia makan sendiri, mandi sendiri, apa-apa sendiri bahkan mengalahkan kakak-kakak kembarnya juga bisa sendiri." Gabriel mengeluh dengan wajah menyedihkan.
Padahal Gabriel ingin anak perempuan yang bergantung padanya, anak perempuan yang akan mengadu atas apa yang tidak bisa dia lakukan. Anak perempuan yang akan menangis bila tidak mendapatkan apa yang dia inginkan dan anak perempuan yang akan mencuri perhatian ayahnya.
"Astaga, kau bisa mengatakan hal itu pada anakmu bukan padaku. Kalau misalnya aku hamil dan bukan anak perempuan yang lahir, apakah kau akan menyuruh diriku hamil lagi?" tanya Alexa sembari memutar matanya malas.
Bibirnya mencebik tidak suka dengan senyum penuh kecurigaan seolah-olah menuduh. Alexa memahami apa yang ada dipikiran Gabriel hingga langsung menolak ide gila Gabriel cepat, dia tidak sanggup memaksakan keinginan karena hal yang tidak mungkin terjadi tidak akan pernah terjadi.
"Tidak masalah, 12 anak pun juga bagus agar kita bisa membuat tim sepakbola sendiri tanpa mencari anggota lain ke luar." Gabriel menjawab dengan begitu tidak peduli menyebabkan Alexa benar-benar tidak mampu untuk menghadapinya.
Alexa memilih berdiri dan melangkah ke sisi Arletta dan duduk di samping putrinya itu. Saat ini Arletta tengah duduk sambil menghirup napas akibat lelah berlari mengejar Algriel dan Alfred yang seakan tidak pernah lelah.
"Hmm, Sayang! Arletta kalau sudah besar mau jadi apa, Nak?" tanya Alexa lembut sembari membelai rambut panjang Arletta.
"Aku ingin menjadi wanita karir yang sukses, Mom!" jawab Arletta kecil dengan cepat.
Arletta tersenyum senang, dia terlihat berpikir dengan tangan menyentuh dagunya.
"Tapi menjadi hacker seperti Tante Kelly juga bagus. Letta masih bingung, Mom!" jawabnya lagi kemudian dengan wajah diselimuti keraguan.
"Letta ingin jadi hacker?" tanya Alexa dengan wajah penasaran.
Alexa berpikir putrinya mungkin hanya tertarik sekaligus kagum dengan gerakan tangan Kelly dalam bermain komputer dan tidak menaruh hati pada ucapan Arletta.
"Iya, Letta senang melihat tangan Tante Kelly di laptopnya." Letta nampak bersemangat saat mengucapkan kata-kata itu.
"Kenapa dengan tangan Tante Kelly?" tanya Alexa penasaran."Lincah, cepat dan sangat cantik kelihatannya." Arletta menjawab dengan senyuman.Arletta memang sering diantar ke tempat Kelly, Arletta juga akan menginap di sana selama beberapa hari hanya untuk mengagumi kelincahan jemari Kelly dalam bekerja di depan komputer miliknya.Apalagi saat Kelly bermain game, Arletta akan dengan gembira menjadi penyemangat Kelly sebagai pemandu sorak. Arletta lebih dekat kepada Kelly dibandingkan dengan dirinya dan Gabriel.Hal itu sering menimbulkan kecemburuan di hati Alexa hingga sering bertengkar dengan Kelly demi memperebutkan hak bermalam Arletta.Wajah cantiknya yang bahagia membuat dia terlihat lebih indah dari biasanya.***"Letta! Di mana kau?" teriak Alfred keras saat dia tidak kunjung menemukan keberadaan Arletta yang katanya akan ikut bersama di SM Algriel ke kantor."Ada apa, Kak?" Suara malas yang terdengar dari balik dapur me
Siang menjelang, mentari sudah naik tinggi di peraduan. Terik sinarnya membuat beberapa orang memilih untuk bersantai di tempat teduh maupun di rumah.Alfred yang saat ini tengah berkumpul bersama teman-temannya di luar tampak menikmati sinar mentari yang menerjang seisi dunia. Mereka tengah duduk ditepi pantai menikmati cuaca dengan sebuah kelapa muda dan juga minuman lainnya."Apakah kau tahu kelakuan kembaranmu yang perempuan?" Seseorang bertanya pada Alfred yang tengah menikmati kelapa muda miliknya.Alfred menaikkan sebelah alisnya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh temannya itu."Memangnya dia melakukan apa?" tanya Alfred santai seolah-olah dia tidak tahu hal apa yang dilakukan oleh Arletta."Dia menolak anak pengusaha kaya lagi. Apakah dia itu tidak normal? Banyak laki-laki yang mengejar dan rela melakukan apa saja demi dirinya tapi dia? Dia sedikitpun tidak menaruh perhatian dan hanya bermain-main saja. Apa dia tidak takut mend
"Siapa yang menyuruhmu berdiri di depanku?" tanya Arletta dengan nada sangat tidak ramah, Arletta menatap dua orang di depannya dengan pandangan tidak suka serta tatapan peringatan, dia benar-benar benci diganggu saat sedang bekerja seperti ini."Bisakah Anda ikut kami sebentar, Nona?" tanya dua orang itu dengan senyuman yang dipaksakan. Semua itu terlihat jelas dari bibir mereka yang tersenyum tapi pipi dan mata mereka tidak menunjukkan hal itu sama sekali."Tahukah kalian tentang sebuah pepatah? Jangan menganggu harimau yang sedang tidur!" bentak Arletta kesal.Arletta paling benci ada orang yang menganggu kesenangannya. Dan dia benar-benar tidak suka ada orang yang sedang menghentikan dirinya memotret bahkan jika orang itu adalah keluarganya sendiri."Jangan banyak bicara! Kita tinggal menarik dan memaksanya saja untuk ikut bersama kita." Pria lain berbicara keras pada temannya, hanya satu tujuannya berkata seperti itu, ialah untuk mengancam Arletta ik
"Aku kejam katamu? Siapa yang paling kejam dan tidak berperasaan sekarang? Aku atau kalian berdua, kalian adalah kekasih dan sahabatku. Semua orang tahu akan itu dan kita bahkan akan bertunangan dalam beberapa hari lagi, sekarang kau mengatakan dia hamil di depanku tanpa rasa bersalah sama sekali." Wanita itu berhenti sejenak untuk mengambil napas, senyum jahat yang tercetak jelas di bibirnya membuat ke-dua orang di depannya ketakutan bukan main."Tapi kau tidak berhak melakukan semua itu, kau bisa menghancurkan karir yang selama ini telah dibangun oleh Stella dengan baik. Dia hanya ingin bersama dengan lelaki yang dicintainya, apa itu salah?" tanya pria itu dengan nada suara meninggi."Apa? Aku sudah membantu dirinya sejak awal dia memasuki dunia hiburan, aku memohon pada kakakku untuk memasukkan dia ke dalam perusahaan manajemen aktris miliknya tapi ini balasan yang dia berikan padaku. Sekarang, aku hanya mengambil apa yang telah aku berikan sebagai teman padanya, ka
Arletta benar-benar bingung dengan pria di depannya. Melihat Arletta benar-benar sudah melupakan dirinya, pria tampan itu berjalan mendekat dan menunduk ke arah Arletta yang masih belum sepenuhnya sadar."Kau harus ingat, saat kau di bawah pengaruh obat perangsang waktu itu, kau mengambil keuntungan dariku dan mengambil keperjakaan milikku. Kau juga meninggalkan aku setelah paginya kau terbangun." Pria tampan itu bergerak semakin dekat membuat Arletta benar-benar tidak berkutik."Apa yang kau mau? Aku juga menderita kehilangan saat itu," keluh Arletta dengan wajah menyedihkan.Arletta akhirnya ingat, saat itu setelah bangun dan waktunya sangat mendesak dengan kedatangan kedua kembarannya. Arletta pergi meninggalkan pria yang menjadi penolongnya malam itu."Kau tahu, aku belum pernah disentuh oleh siapapun sampai saat kau mengambil keuntungan dariku. Aku juga sudah kehilangan banyak dan berusaha menca
Arletta benar-benar bingung dengan tindakan apa yang harus diambilnya sekarang, dia juga tidak mengerti kenapa ada yang bisa memasuki rumahnya dan mendapatkan keuntungan darinya seperti ini begitu saja.Arletta bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju ke kamar mandi. Langkah kakinya yang anggun membuat dia terlihat cantik dan menambah gairah si pria."Cantik dan menarik, semakin lama aku semakin ingin memiliki Arletta. Sekian lama mencari akhirnya aku menemukanmu dan aku tidak akan melepasmu sekalipun." Pria tampan itu berbisik lembut dengan tangan di bibirnya.Arletta melepas semua pakaiannya dan mandi di bawah shower, setelah membilas bersih tubuhnya Arletta ke luar dari kamar mandi dengan handuk mandi melilit di tubuhnya rampingnya."Kau masih di sini?" tanya Arletta bingung dan juga heran. Arletta melipat tangannya di dada dan masih bertahan berdiri di depan kamar mandi, rambut panjang Arlet
"Ya, aku mendengar dari mulut ke mulut kalau anak perempuan Gabriel adalah perusak kepercayaan laki-laki. Aku juga mendengar bahwa ia mengganti kekasihnya layaknya ia mengganti pakaian sehari-hari." Pria itu mengangguk dengan tenang tapi wajahnya menyunggingkan senyuman yang membuat bulu kuduk Arletta berdiri."Lalu ... apa kau masih ingin tinggal bersamaku?" tanya Arletta usil dengan wajah penuh kepercayaan diri.Arletta yakin dengan nama buruk yang disandangnya maka tidak akan ada pria yang ingin bersamanya secara serius, dia benar-benar tidak ingin ada pria di sampingnya. "Tentu saja aku masih mau, sebab aku tahu kalau yang pernah memasuki dirimu dan berada di dalamnya sangat lama hanyalah diriku." Pria tampan itu tersenyum dengan penuh kebahagiaan.Dia sudah menyuruh orang untuk mencari keberadaan dari semua mantan Arletta dan semuanya mengatakan jika bersama Arletta mereka hanya bisa sekedar memegang tangan di keramaian. Bahkan kontak lebih dengan Arletta hanyalah sekedar memelu
Arletta melepaskan diri dari Albert dengan cepat, perasaan berbahaya yang diberikan Albert padanya membuat Arletta harus memikirkan cara lain. Arletta belum siap untuk tindakan lebih, bayangan luka yang diterima neneknya serta rasa sakit yang ditanggung ibunya membuat Arletta tidak ingin terjebak dalam sebuah hubungan tidak pasti.Arletta tidak ingin semua hal buruk itu memasuki hidupnya dan menghancurkan dirinya tanpa sisa. Arletta tidak akan memberikan kesempatan untuk pria melukainya dan hanya dia yang bisa melukai pria manapun sesuka hatinya."Aku lapar, buatkan aku makanan sesuai dengan yang kau janjikan!" Arletta melangkah menjauh dan memilih melihat pemandangan membosankan di jendela."Baiklah, kau harus ingat hal ini Arletta! Jika kau ingin aku menjadi budakmu maka kau harus memberikan aku sesuatu yang aku inginkan. Aku tidak sama dengan laki-lakimu yang lain. Aku Berbeda," tegas Albert dengan senyuman sebelum membalik badannya melangkah ke luar kamar Arletta."Huh, dia pikir a