Share

Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!
Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!
Penulis: Fiska Aimma

Salam Dari Papa

Penulis: Fiska Aimma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-05 14:23:35

Hari Senin.

"Bu Guru! Ada salam, dari Papah!"

Aku hanya tersenyum lalu mengelus pipi bakpau anak itu, kemudian berlalu setelah memeluknya.

Hari Selasa.

"Bu Guru, Papah titip salam!"

Aku bengong menatap mata bening Gio yang enggak berdosa.

Lagi, anak itu melakukannya.

"Dan ini buat Bu Guru dari Gio, ini permen kesukaan Gio, Papah yang membelikannya, sekarang jadi milik Bu Guru!"

"Eh, Gio tapi kan ini milik Gio, masa buat Ibu?"

"Gak apa-apa, pokoknya ini buat Ibu ayo terima Bu!"

Gio kali ini memaksaku untuk menerima permennya, dengan ragu aku mengangguk sambil mengucapkan terimakasih pada Gio, bukan pada papanya.

Hari itu jujur aku berdoa agar ucapan salam dari orang tua muridku itu berhenti, karena guru-guru di SD tempatku mengajar sudah mulai menggodaku. Namun, ternyata sayang, doaku belum terkabul.

Hari-hari berikutnya, Gio selalu datang menemuiku, baik di ruang kelas maupun di ruang guru hanya untuk sekedar menyampaikan salam dari papanya yang duda tersebut secara terus-menerus.

Hingga aku lelah dan bingung bagaimana menjelaskan pada Gio, kalau aku tidak mau menerima salam dari papanya yang telah mengkhianatiku di masa lalu.

Semua ini terjadi karena beberapa waktu yang lalu aku, Gio dan papanya yang ternyata Dewa yang juga mantan kekasihku, tanpa sengaja bertemu di supermarket tempat biasa aku berbelanja kebutuhan sehari-hari.

*****

"Bu Guru, ada salam dari Papah, katanya makasih udah jadi guru Gio!"

Seperti biasanya, Gio menghampiriku saat aku sudah selesai memberikan PR dan hendak beranjak meninggalkan ruangan kelas.

"Salam balik Gio, tapi bilangin sama Papah ya? Kalau Bu Guru sudah cukup nerima salamnya," ujarku lembut. Aku membungkuk untuk menyamakan tinggi dengan tubuhnya yang mungil.

"Kenapa Bu?" tanya Gio sambil mengerucutkan bibirnya yang menggemaskan. Kedua pipi bakpaunya mengembung lucu.

"Karena kalau kebanyakan salam nanti bingung jawabnya," ujarku asal. Kucubit hidungnya gemas, padahal ini salah satu cara untuk menetralkan hati yang kian berdenyut.

Anak itu tertawa geli sampai pipinya yang putih memerah.

"Iya, sama-sama Bu Guru, kalau gitu Gio mau istirahat dulu, ya? Nanti Gio bilangin ke Papah, biar dia gak hanya kirim salam!" ujar Gio iseng lalu berlari keluar kelas.

Aku menghela nafas sambil berdiri memandang tubuh Gio yang perlahan menghilang di balik pintu.

Jika dipikir-pikir Gio itu memang jail, niatnya untuk menjadikanku Ibu kedua setelah Ibunya meninggal karena melahirkannya belum surut juga, walaupun aku sudah coba menelaskan secara perlahan dengan menggunakan bahasanya.

Gio masih anak kelas satu SD, dia salah satu anak yang baik dan penurut di kelas yang aku ampu, sayang dia memiliki seorang Ayah yang mendengar namanya saja aku benci dialah Dewangga Prasetya.

Kehadiran Gio sebagai anak Dewa dan Yuli membuatku teringat lagi akan kejadian masa lalu yang kelam.

Tidak heran, ketika pertama kali melihat Gio aku sudah terpaku pada sosok anak itu, karena dari segi manapun Gio tampan seperti Dewa. Hidungnya mancung dengan mata hazel yang bening mirip dengan Dewa.

Sejujurnya, aku ingin menyesalkan kala aku sadar, bahwa kini aku sedang terjebak dalam situasi tak mengenakan ini.

Setelah susah payah, aku keluar dari zona kesakitan karena Dewa bahkan akhirnya aku bisa keluar dari situ dan memutuskan akan menikah dengan Dimas, dengan serta-merta aku merasa kini pertahanan hatiku kembali diuji. Semua hanya karena kehadiran orang yang aku benci di dunia ini.

(***)

"Jangan lupa PR-nya dikerjakan ya anak-anak? Ingat loh, habis pulang sekolah jangan kemana-mana lagi ya? Langsung Pulang oke?" Aku mengakhiri aktivitas ngajar Matematika di kelas satu hari ini.

Selayaknya anak SD, mereka membuatku kehabisan tenaga, maka tak jarang sehabis mengajar, aku sangat kelelahan namun aku tetap menyenangi mereka.

Anak-anak muridku mengangguk ceria, mereka berebut menyalamiku satu persatu, tidak jarang ada yang saling senggol karena gak sabar keluar kelas. Kecuali Gio, anak itu seperti biasanya berbaris paling belakang.

"Bu guru, ada salam dari Papah terus aku disuruh Papak kasih ini ... katanya buat Bu Guru!"

"Apa ini Gio?"  Mataku membulat ketika tangan kecil Gio memberikan setangkai bunga mawar merah.

Apalagi yang diperbuat Dewa kali ini? Sungguh aku mulai tidak nyaman menerimanya. Orang itu kebangetan, dia memperalat Gio untuk mendekatiku? Dasar gak gentleman.

"Ini bunga mawar buat Bu Guru. Kata Papah kasih ke Ibu," jawab Gio polos.  Aku berjongkok, kembali mensejajarkan diri dengan Gio.

"Gio, apa pesan Bu Guru udah Gio sampein ke Papah?" tanyaku lembut tanpa ada kesan menuduh anak itu.

Gio mengangguk, "Udah," jawabnya.

"Terus kenapa Papah Gio masih mengirim salam? Dan bunga ini? Kenapa bunga ini dikasih ke Bu Guru?" Aku mengambil setangkai bunga itu.

"Karena Papah bilang, Bu Guru cantik sama kaya bunga ini. Gio pingin Bu Guru jadi istri Papah!"

Degh!

"Gio?"- Aku menatap wajah Gio lamat-lamat anak sekecil itu berpikir mencarikan istri untuk papanya? Apa saja yang diceritakan Dewa pada Gio? Aku harus menemuinya.

"Bu Guru, jangan nikah sama Om itu ya!"

"Om yang mana Gio?"

"Om yang ketemu sama Gio waktu Om itu jemput Bu Guru!"

Astaghfirullah! Aku menatap Gio terkejut lalu gak berapa lama tubuhku refleks memeluk Gio. Sekarang, aku tersergap rasa bingung karena tanpa sadar aku sedih mendengar permintaannya.

Bab terkait

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   We Meet Again

    Hari ini, hari libur.Aku sudah ada janji dengan butik untuk fitting baju pengantin. Dimas pun katanya mengusahakan hadir dan aku berharap itu benar, bukan hoax karena aku lelah disuapi oleh janji palsunya yang suka diingkari.Gontai. Aku menaiki tangga eskalator sambil mendekap tasku, aku memikirkan semua persiapan pernikahanku dengan Dimas. Akhir-akhir ini calonku itu agak aneh, dia jarang menghubungiku. Ada saja yang ia jadikan alasan jika aku mengajaknya bertemu padahal waktu pernikahan kami tinggal sebulan lagi.Aku jadi ragu apakah sebenarnya Dimas mau menikah denganku atau tidak? Tapi, perkenalan kami yang terbilang cepat membuatku tak bisa menanyakan keseriusannya lebih dalam. Dimas orang yang sangat tertutup, berbeda dengan Dewa.Agh, Dewa lagi!Seandainya dulu, Dewa tidak mengkhianatiku mungkin aku akan menjadi Nyonya Dewa sekarang tak perlu menunggu umurku kritis seperti sekarang untuk menikah.Setelah sampai di lantai tiga, aku arahkan kakiku menuju tempat butik Marion ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Ikhlas?

    Meriah. Satu kata yang dapat menggambarkan keriuhan suasana pernikahanku hari ini yang mengusung adat sunda, adat sunda dipilih oleh Ayah karena itu tanah kelahirannya sekalipun kami tinggal kini bukan di daerah Jawa Barat. Wajah semua orang nampak bersuka cita, terlebih rona bahagia jelas terlihat di wajah keluargaku, mungkin mereka merasa sudah lega karena satu-satunya anak perempuan tanggungan Ayah akan melepaskan diri juga.Aku menatap wajahku di kaca yang sudah siap dengan segala macam asesoris khas pengantin sunda.Sedari subuh, kubiarkan mukaku yang kuyu karena habis bergadang dalam tangis diberikan tambahan riasan oleh Mbak Dina tukang rias kami sehingga terlihat cantik. Namun, tetap saja bagiku wajah yang kupandangi sekarang tak lebih dari sekedar kedok untuk menutupi hatiku yang risau."Jangan deg-degan ya, tenang Mas nya pasti datang kok!" ujar Dina sebelum dia dan timnya pergi kemudian meninggalkanku sendiri dalam kamar yang sudah dihias. Aku hanya tersenyum tipis menjawab

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Terpenjara

    Ibu dan Bibi membawaku menuju ke tempat akad. Mereka mengamit lenganku dengan hati-hati, seakan takut aku akan terluka. Semua mata memandangku penuh takjub, satu sama lain berbisik seakan hari ini bukan hanya milikku dan akupun berdoa semoga Dewa merasakan yang sama.Ketika tiba di masjid, pertama kali yang kulihat adalah Dimas. Calon suamiku yang sedang duduk di depan penghulu, kedua keluarga sepakat merendengkan kedua calon mempelai saat akad terucap. Harus kuakui, Dimas sungguh tampan dengan baju pengantin sunda yang tampak pas di tubuhnya. Dimas menatapku tanpa ekspresi, menelusup rasa aneh pada dadaku saat Dimas malah mengalihkan pandangan.Memang seminggu menjelang pernikahan kemarin Dimas mulai jarang menghubungiku, bahkan malam tadi pun dia hanya menelepon sekedar basa-basi, aku berdoa ini bukan pertanda buruk. Mataku aktif mengedar ke sekeliling melihat suasana masjid, semua keluarga nampak lengkap hadir tapi sebenarnya bukan mereka yang aku cari.Aku menghela nafas mengambil

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Kangen

    "Assalammu'alaikum. Semuanya! Gimana kangen gak sama Bu Guru?" Aku menunjukan wajah ceria di depan murid-muridku. Entah kenapa aku selalu merasa awet muda kalau kembali ke aktivitas mengajarku."Wa'alaikumsalam. Kangen banget Bu Guru!" jawab mereka kompak. Aku tersenyum sumringah, alhamdullilah pagi hari ini, aku bersyukur bisa melihat wajah mereka lagi."Semuanya pada sehat kan?" tanyaku lagi."Sehat Bu, kami seneng Bu Guru kembali lagi!" cengir Helen menunjukan deretan giginya yang bolong-bolong."Iya, Bu Guru liburnya Kelamaan sih!" Diani protes, mulutnya manyun lucu."Iya, bener tuh!" Koar semua anak.Aku tertawa geli mendengar serangan para muridku yang sangat menggemaskan, mulut-mulut kecil mereka berebut bertanya ini dan itu karena sebulan sudah aku tak menyapa mereka. Judulnya hari ini mungkin aku lagi menikmati masa kangen dengan mereka."Iya, sekarang kan Bu Guru ada di sini, coba Bu Guru absen ya?" Aku mengambil daftar absen yang ada di meja. Kebiasaanku sebelum menyebutkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Cemburu?

    Bagaimana bisa aku hampir kesiangan? Seharusnya aku berada di sekolah lebih cepat dari pada murid-muridku. Ini sih namanya bukan guru teladan tapi guru telatan. Aku langsung memarkirkan Yolanda si motor beath di parkiran, dengan perjuangan sengit melewati kemacetan akhirnya aku sampai ke sekolah bertepatan dengan lonceng bel berbunyi. Untunglah... aku mengelus dadaku, paling tidak aku gak kena damprat Bu Welly Wakasek kurikulum yang kadang suka menyindir tajam apabila ada guru yang telat masuk. Aku merapihkan baju batikku bersiap masuk ke dalam ruang kelasku. Baru saja 5 langkah aku meninggalkan lapangan parkir sebuah suara yang sangat aku kenal menyapa."Bu Guruuu!"Aku langsung menghentikan langkah. Tubuhku berputar 180 derajat dengan gemetar mendengar suara khas itu, suara yang aku rindukan."Gioooo!"Aku berteriak senang melihat sosok Gio berlari ke arahku. Ya Allah! Akhirnya dia kembali.Buk! Tubuh itu seperti biasa menubrukku, aku lepaskan semua keeinduan pada Gio. Tubuhku spon

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Kenangan

    Jakarta memang banyak memberikan arti bagiku. Ibu kota ini memiliki arti lebih karena sebuah janji dan pertemuan yang menyimpan perih.Janji untuk tidak menyesali keputusan yang diambil dan pertemuan yang merubah kata 'harapan' menjadi kata 'ikhlas'.Rentetan kejadian yang mengejutkan tentang kembalinya Dewa dengan membawa Maura, layaknya ucapan Cinta pada Rangga. Betul! Yang dia lakukan padaku itu jahat.Sejahat ban motor yang tiba-tiba bocor, eh, bukan! Lebih jahat Dewa sebenarnya.Ya, pagi ini aku mengalami kejadian sial yaitu ban bocor padahal aku sedang terburu-buru ke sekolah. Aku memicingkan mata, sejauh mata memandang aku tak melihat bengkel sama sekali.Aku menghela nafas berat, setelah Dewa mengabaikanku sekarang motor ini juga mengabaikanku.Jam di tanganku menunjukan pukul tujuh pagi. Itu berarti setengah jam lagi kegiatan KBM akan dimulai, aku berdiri gelisah jika tak cepat kuselesaikan masalah ban bocor ini mungkin bisa jadi aku akan telat dan mendapat nyanyian dari Bu W

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12
  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Jahil

    "Selamat pagi beranjak siang anak-anak!"Bukan.Itu bukan suaraku itu suara Dewa. Aku terkejut melihat dia mampir ke kelasku, padahal sudah aku sampaikan lewat nomornya yang baru untuk menitipkan kunci pada Pak Satpam saja."Ih, ada Papahnya Giooooo!" Koar anak-anak kompak. Aku langsung melotot melihat Dewa yang masih tersenyum lebar tanpa dosa ke semua anak."Papah!" Melihat Dewa diambang pintu kelas, anak itu langsung menyambut papahnya."Hey, jagoan! Gimana sekolahnya seneng gak?" Dewa mengacak rambut anaknya seolah sudah lama mereka berpisah padahal baru sejam.Gio mengangguk antusias. "Seneng Papah, Bu Nia ngajarnya enak.""Wah, itu baru bagus!" Sebelum kelas lebih gaduh lagi, dengan tergesa aku menghampiri Dewa, berdiri tepat di depannya hingga pria itu menyunggingkan senyum."Ngapain masuk? Kan, saya udah bilang jangan ke kelas," bisikku kesal."Pak Satpamnya lagi sibuk ngupil, saya kasihan. Jadi saya masuk aja ke sini," jawab Dewa asal.Dewa selalu seperti ini, bertindak seen

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12
  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Hadiah

    "Bu Nia, Bu Annisa Zania maaf saya memanggil Bu Nia ke ruangan, saya mendapat laporan dari Bu Welly katanya pagi tadi Bu Nia malah mengobrol dengan Pak Dewa bukannya mengajar?"Aku terhenyak menerima pertanyaan tiba-tiba itu dari Bu Tia, beliau adalah Kepsek di tempatku mengajar. Selepas mengajar tadi aku tiba-tiba dipanggil ke ruangannya, ternyata untuk mempermasalahkan hal yang terjadi tadi pagi."Maaf Bu, kabar itu tak sepenuhnya benar, saya memang mengobrol tapi tidak lama karena Pak Dewa hanya membantu saya mengganti ban motor saya yang bocor. Maaf jika hal itu membuat ketidaknyamanan, tapi saya berjanji hal itu tidak akan terulang lagi." Aku memandang Bu Tia meminta pemakluman.Sebenarnya aku heran, kenapa Bu Welly Wakasek begitu sensitif jika berkenaan denganku? Hal ini terjadi semenjak Dewa selalu mengirim salam lewat Gio dan kabar aku nggak jadi menikah memperburuk sikapnya.Bu Tia mengangguk, kemudian memandangku dengan tatapan perhatian, Bu Tia itu pemimpin yang bijak dia c

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12

Bab terbaru

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Keluarga Cemara (Tamat)

    Sebagai wanita yang baru merasakan kehamilan kedua yang kembar, aku melewatinya dengan susah payah, belum lagi akhir-akhir ini Gio minta perhatian lebih. Namun, meski agak memusingkan, sebagai Mamah idaman baginya aku harus bisa membagi perhatianku secara adil. Kalau kata Mamahku Gio berbuat begitu karena tahu dia mau punya adik. Jadi agak manja, tak seperti Mamah yang kian hari kian menerima keberadaan Dewa setelah aku hamil tentunya. Melihat Dewa yang begitu menyayangiku, Mamah yang semula meragukan akhirnya luruh. Namun, sebaliknya aku yang lebih suka emosian pada Dewa. Selain karena perubahan moodku juga sikap Gio, kurasa ada yang berbeda juga pada Dewa. Entah mengapa sekarang dia lebih posesif dan hal itu membuat aku pun lebih merasa dimanjakan dan dilindungi.Maklumlah sebelumnya dia kan sibuk, ada aja yang ia kerjakan saking banyaknya job yang ia ambil tapi semenjak aku hamil dia mulai mengurangi aktivitas. Dewa lebih sering bersamaku meski sesekali sibuk sama urusan klinik.

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Hamil (Versi Ramadhan)

    Malam itu, sepulangnya menitipkan Gio ke Rena, Dewa bukannya mengajakku pulang ke rumah untuk meeting seperti rencana. Dia malah membelokkan mobilnya ke arah bandara, seakan berada dalam penculikan aku bertanya macam-macam pada Dewa takut kalau Gio mencari kami kalau kami ke luar kota atau ke luar negeri sekarang ini. "Udah gak apa-apa, namanya juga bulan madu jangan khawatir oke?" jawab Dewa ketika aku terus bertanya akan dibawa kemana. "Tapi kan gimana kalau Gio nyariin?" cecarku tak puas. Dewa tidak menjawab, dia hanya tersenyum penuh misteri membuatku malas bertanya lagi. Takutnya, nanti aku malah diturunin di tengah jalan lagi, padahal masih pengantin baru. Sampai di Bandara, barulah Dewa menjelaskan maksudnya mengajakku ke Bandara adalah karena kami akan ke Bali. Kebetulan, ada temannya yang mengundang kami datang ke nikahan mereka sekalian katanya ini adalah moment yang pas untuk kami berbulan madu. Mendengar penjelasannya, hatiku diam-diam bersorak bahagia. Sepanjang perj

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Bulan Madu

    Bulan madu bagi pengantin baru itu, sebenarnya keniscayaan. Semenjak kami memiliki Beby Sitter cadangan yaitu Rena dan suaminya, kami bisa lebih sering menghabiskan waktu bersama.Saat itu, malam minggu hampir tengah malam. Setelah perjalanan jauh mengeliling kota Yogya. Dewa sudah semangat menebar senyuman bahagia, kali ini kami benar-benar berniat beribadah. Masih ada waktu sebelum subuh tiba. Aku lebih dulu masuk ke kamar mandi, bukan karena aku tidak bisa menahan diri untuk melakukan hal istimewa itu tapi rasanya sepanjang hari ini badanku lengket, sehingga aku tak sabar untuk mandi. Aku sengaja memakai sampo terbaik yang aku punya, semata-mata agar Dewa merasa bahagia apabila nanti kami bersentuhan. Senyum merekah setiap aku memulaskan sampo dan conditioner. Inilah saatnya, perjanjian langit dan bumi beradu dalam tatap dan sentuhan halal. Di antara aktivitasku yang sedang membersihkan diri, tiba-tiba aku mendengar pintu kamar mandi diketuk. Kubuka selot kamar mandi lalu me

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Malam Pertama

    Layaknya orang bodoh. Aku memastikan pintu kamar tertutup sempurna. Sengaja aku mendahului Dewa untuk pergi ke kamar pengantin lebih dulu.Entah kenapa sepanjang resepsi aku berasa sangat gerah dan tubuhku rasanya sangat berat. Sepertinya aku mulai merasa pikiran dan hatiku mulai tidak konsen.Aneh. Setiap melihat ke arah Dewa seolah waktu berhenti dan semua gerakan tubuhnya menjadi provokasi untukku. Ya Salam! Aku mengambil wudhu untuk menenangkan hatiku yang tak tenang. Apakah ini efek malam pertama? Jika iya, mungkin aku sedang terkena syndromnya.Cukup lama aku melakukan bersih-bersih di dalam kamar mandi. Semua tak ada yang terlewat aku bersihkan, dari mulai tubuh sampai rambut hingga akhirnya selesai Aku pun keluar setelah berganti baju dengan piyama. Karena rambutku masih basah, kuputuskan untuk mengeringkan rambut sambil menikmati suasana pemandangan malam di balkon hotel.Harus kuakui selera Dewa memang sama denganku, kami sama-sama suka hotel yang berada di ketinggian. L

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Nikah

    "Saya terima nikah dan kawinnya Annisa Zania binti Raihan Akbari dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!""Bagaimana sah?""Sah!"Alhamdullilah. Aku menyusut air mata yang mengalir dari sudut pipi.Kalimat perjanjian dunia-akhirat itu akhirnya terucap lancar dari mulut Dewa. Haru, syahdu dan mendebarkan.Suara-suara doa serempak terdengar memenuhi ruangan tempat akad dilaksanakan. Perlahan aku menoleh ke arah Ibu yang tengah menatap datar dengan rona yang sulit dibaca. Aku tahu Ibu masih belum ikhlas melihat aku menikah dengan Dewa tapi dikarenakan Dewa berjanji tidak akan mengecewakanku dan memohon demi kesehatan Gio, akhirnya Mamah menyerah. Mungkin mereka tak menyangka akhirnya bisa mengantarkan anaknya ke jenjang perkawinan. Satu beban yang paling berat pun teralih sudah. "Papa! Bunda!"Gio yang kini telah sehat langsung berlari ke arahku dan Dewa. Kedua tangan mungilnya dengan bahagia memeluk kami berdua. Kurasa tiada yang lebih indah dari ini, menyaksikan Dewa dan Gio berada

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Keputusan Terbaik

    Pandangan taman rumah sakit di hadapan kami sore ini sama sekali tak menolong aku dan Dewa yang terjebak dalam hening. Pria itu terus menatapku, saat aku dan dia tengah duduk dengan posisi saling menyerong di kursi panjang yang tepat berada di bawah pohon akasia nan rindang ini.Tatapan Dewa seakan ingin menghitung setiap inci wajahku, saking lamanya dia memandang tanpa berbicara. Tanpa ada suara, hanya matanya yang mengatakan satu kata, 'cemas'. Begitulah yang kutangkap, sebuah rasa yang sama dengan yang aku punya.Akhirnya aku pura-pura jengah, jika hanya saling terdiam. "Jika Mas tidak mau menjelaskan kenapa tadi tiba-tiba melamar saya? Lebih baik saya langsung ke kamar rawat Gio karena itulah tujuan saya ke sini," ucapku menekannya karena bingung mengapa dia mencegah aku menemui Gio. Aku hampir saja beranjak ketika suara Dewa terdengar."Semua karena Gio, Nia," potongnya cepat untuk menahan tubuhku beranjak dari kursi. Aku berdecak sambil membuang muka ke arah lain. Hening

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Syok

    Aku berbicara dengan Dimas ketika Bu Naya sudah pergi keluar sekolah. Selesai mengucapkan terima kasih, tinggallah aku dengan Dimas yang masih menunggu di samping ruang guru.Dengan langkah gontai aku terus mendekat ke arah Dimas. Jujur, aku lagi malas banget ngobrol sama Dimas, terlebih pas dia bilang kangen di depan Bu Naya yang notabene berpihak pada Dewa.Bagaimana jika Bu Naya bilang sama Dewa? Kan kacau balau."Sebenarnya apa maksud kamu datang ke sini?" tanyaku to the point. Tak kuduga semalam ini aku melihat mantan lelaki yang akan menikahiku itu sekarang tengah berdiri dengan wajah sayu, memandangku.Dimas menengokkan kepala untuk melihatku."Sudah kubilang kan, aku kangen," ucap Dimas seraya berdiri dan lalu menghampiriku. "Sudah lama, ya kita gak ketemu, kalau kamu kangen gak?" godanya menyebalkan. Aku lihat wajah Dimas begitu kacau seolah dia memiliki persoalan yang berat. Melihatnya begini, aku jadi ingat ucapan Bu Tia dan diam-diam jadi merasa bersalah tapi hatiku tak b

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Overthingking

    Esok harinya, aku berangkat kerja dengan perasaan tak menentu, terlebih kepalaku rasanya berat sekali seolah ada bata yang ditimpakan ke atasnya. Mungkin ini terjadi akibat semalam aku benar-benar gak bisa tidur, pertemuan dengan Dewa di sore hari dan rasa bersalah padanya telah membuatku overthingking."Nia, sekarang saya hanya bisa memberi kamu waktu untuk kembali percaya sama saya. Saya tahu kamu mungkin belum sepenuhnya memaafkan dan saya juga tidak perduli kamu menolak atau tidak. Tapi, ada hal yang kamu harus tahu. Tidak ada lelaki yang bisa mencintai kamu sedalam dan sekuat saya."Sekali lagi, ucapan Dewa sebelum aku pergi dari ruangannya terngiang di benak. Lelaki itu mengatakan hal tersebut dengan nada penuh penekanan membuatku semakin merasa bersalah. "Ya Allah." Aku mendesah sambil terus menatap kosong ke arah lorong sekolah yang menuju ruang guru. Akibat memikirkan hal itu, aku jadi lama berjalan. Beruntung, hari ini kelas gak banyak jadi aku bisa bersantai dulu karena j

  • Bu Guru, Ada Salam Dari Papa!   Perasaan

    Dari : Pipit [Bu Nia, kamu dipanggil lagi ke ruangan Bu Tia?] Dari : Lea [Bu Nia, gak nyangka ternyata kamu nolak Pak Dewa, ya ampun! Sungguh terlalu tapi gak apa-apa bagus biar saya ada peluang. ] Fr: Silvi [Iya bener, aku juga mau dong ngantri. Biar Bu Nia mah sama Pak Dimas aja gakgakgak.] "Astaghfirullah!"Aku beristighfar melihat tiga chat yang mampir ke ponselku sore ini. Benar-benar ya gosip di kalangan para guru dan wali murid SD itu menakutkan. Jujur, aku tidak paham dari mana mereka tahu perihal aku yang menolak Dewa, sebab perasaan kemarin malam gak ada siapa-siapa.Apa mungkin Dewa yang melakukannya? Ah, tidak mungkin, Dewa bukan tipe orang yang suka membocorkan masalah pribadi."Oh, ya Allah! Tolong!" Aku mendesah lelah. Sore ini sesuai janjiku pada Bu Tia, dengan semangat 45 aku mendatangi kantor Dewa dan beruntungnya menurut sekretaris Dewa, katanya Dewa masih ada di dalam ruangannya. Lalu, di sinilah aku, berdiri dengan dada yang berdebar dan perasaan yang tak

DMCA.com Protection Status