Beberapa hari setelah resmi cerai, Amanda membawa kedua putrinya kembali ke rumah mereka yang dulu. Ya, rumah yang sangat kecil dan sederhana. Elying dan Evelyn pun tidak masalah tinggal di rumah yang berukuran sedang.
Amanda pun kembali bekerja di kantornya dulu. Wanita itu memang sudah diminta untuk kembali bekerja di kantor tersebut. Atasan yang meminta untuk kembali bekerja. Richie Hart, atasan Amanda memang sangat memperhatikan keadaan keluarganya, apalagi sebelum Amanda menikah. Elying dan Evelyn kembali bersekolah seperti biasa.
Beberapa bulan setelah itu, semua berjalan seperti semula. Namun, sedikit ada yang berbeda dari Evelyn. Evelyn sering terlihat murung dan melamun. Setiap pulang dari sekolah dia kerap sekali langsung masuk ke dalam kamar dan mengurung diri. Entah apa yang terjadi padanya. Hal ini sering membuat Amanda khawatir.
Sang Ibu, Amanda memang sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai seorang wanita karier yang mulai meniti kariernya dari awal. Dia ingin mengulangi apa yang belum dia capai dulu sebelum menjadi menikah.
Perubahan dari Evelyn membuat Elying curiga. Gadis yang sedang beranjak dewasa itu terus memantau sang adik, Evelyn. Disaat Ibunya mulai sibuk dengan dunianya. Disini peran Elying mulai terlihat. Evelyn yang mulai sedikit aneh membuat sang Kakak mulai sedikit mencari tahu.
Pagi itu Evelyn tampak duduk termenung di sebuah bangku kayu yang ada di sekolahnya. Pandangannya kosong, entah dia yang dia pikirkan. Dia tampak seperti orang linglung. Sesaat setelah itu, seorang murid perempuan mendekatinya dan duduk di samping Evelyn.
"Eve ..." panggilnya. Evelyn hanya menoleh sebentar, setelah itu dia kembali lagi menatap ke depan.
"Bagaimana?" tanya anak perempuan yang bernama Marion, "Apakah enak menjadi anak broken home?" imbuhnya bertanya.
Evelyn kembali menatap Marion. Tatapannya sungguh membuat Mario bergidik ngeri. Tiba-tiba, tangan Evelyn menarik rambut Marion sangat kuat. Evelyn menariknya hingga Marion berteriak histeris. Seketika sekolah pagi itu gempar karena teriakan Marion. Para murid pun berusaha memisahkan mereka berdua, bahkan sampai para guru ikut turun tangan.
Akhirnya setelah mereka dapat dipisahkan, Evelyn dan Marion dibawa ke ruang kepala sekolah. Saat itu, Marion berusaha membela dirinya sendiri, sedangkan Evelyn tampak diam tak bersuara sedikit pun. Hukuman pun diberikan pada mereka berdua. Terlebih pada Evelyn. Evelyn saat itu sama sekali tak membela dirinya sendiri, bahkan sampai hukuman diberikan pada Evelyn, dia pun tetap diam seribu bahasa.
Kabar hukuman skor dari sekolah untuk Evelyn sampai juga di telinga Amanda, Ibunya. Sepulang dari kantor, Amanda yang melihat Evelyn duduk dengan pandangan kosong menatap jendela. Amanda mendekati Evelyn, membelai rambutnya. Evelyn hanya diam tidak merespon.
"Eve, Ibu minta maaf jika akhir-akhir ini sangat sibuk. Sampai Ibu tidak memperhatikanmu juga Elying," jelas Amanda.
Evelyn tidak merespon sama sekali, dia masih sama, hanya diam seribu bahasa. Amanda semakin dibuat khawatir olehnya, wanita itu takut jika Evelyn depresi.
"Eve, bicaralah pada Ibu. Kenapa kau diam terus? Jangan membuat Ibumu takut dan khawatir!"
Amanda, memegang bahu Evelyn dan menarik menghadapkan tubuh Evelyn berhadapan dengan dia. Kedua tangan Amanda menangkup wajah Evelyn.
"Kenapa kau diam? Lihatlah mata Ibu, Eve!" seru Amanda.
Evelyn menatap manik mata sang Ibu. Terlihat sangat berbeda tatapan itu.
"Aku ingin tinggal bersama dengan Nenek!" ujar Evelyn.
"A-apa?!"
"Aku ingin tinggal bersama dengan Nenek!" Evelyn mengulang ucapannya. Amanda terdiam.
"Ibu mendengarnya 'kan. Aku ingin tinggal bersama dengan Nenek!"
Kembali Evelyn mengulang dan menekan kata-kata tersebut. Tangannya melepaskan tangkupan tangan sang Ibu. Lalu, dia beranjak pergi meninggalkan Ibunya. Bersamaan dengan itu, Elying yang baru pulang melihat sebagian adegan tersebut.
"Ibu ...." panggilnya.
Amanda menoleh ke arah Elying, kemudian duduk kembali ke sofa. Sesaat setelah itu tangan kanannya memijit-mijit pelipisnya. Elying melangkahkan kakinya mendekati sang Ibu, lalu dia duduk di samping Ibunya.
"Ibu, aku rasa Evelyn dalam keadaan tertekan. Dia belum pernah bertindak kasar seperti itu, apalagi sampai menjambak rambut," jelas Elying.
Amanda menoleh menatap putri sulungnya. Dia merasa sangat bersalah pada kedua putrinya. Sejak resmi bercerai dengan Anthony, Amanda memang banyak menyibukkan dirinya dengan pekerjaan di kantor.
"Evelyn menjadi bahan ejekan di sekolahnya. Yang aku dengar hari ini, dia menjambak teman sekelasnya, karena kesalahannya itu Evelyn mendapatkan hukuman!" papar Elying. Elying bangkit dari duduknya.
"Aku rasa lebih baik Ibu mengantarkan Evelyn ke tempat Nenek. Aku tidak masalah hidup terpisah dengan Eve, mungkin dengan seperti itu Evelyn bisa kembali seperti semula," tambah Elying.
"Ta-tapi I-ibu--"
"Kalau Ibu sayang denganku atau Eve, Ibu pasti tahu apa yang terbaik buat kami!" Elying pergi meninggalkan Ibunya.
Semua berjalan begitu saja. Bukan masalah apa, tapi tiap anak-anak itu mempunyai mental yang berbeda-beda. Tidak ada seorang anak yang menginginkan orang tuanya bercerai. Tapi jika memang hal itu tidak bisa dipertahankan lagi, jalan satu-satunya memang berpisah. Namun, terkadang perubahan sikap yang dialami oleh anak yang berasal dari keluarga broken home disebabkan oleh kurangnya kasih sayang dari salah satu orang tua.
Dampak psikologis. Setiap keluarga yang mengalami broken home biasanya akan berdampak pada anak-anaknya. Orang Tua tidak pernah memikirkan konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Dampak paling utama yang akan melekat sampai anak tersebut dewasa adalah dampak psikologis. Seorang anak dapat berkembang dengan baik jika kebutuhan psikologisnya juga baik. Anak yang mengalami broken home memiliki ketakutan yang berlebihan, tidak mau berinteraksi dengan sesama, menutup diri dari lingkungan, emosional, sensitif, temperamen tinggi, dan labil.
Mungkin itulah yang terjadi pada Evelyn sekarang. Anak yang baru berusia 10 tahun harus melihat Ayah dan Ibunya berpisah, dan dia harus mengalami bullyan di sekolahnya. Hal ini sangat berpengaruh besar pada mental seorang anak, Evelyn menjadi sangat malas dan tidak ada semangat. Mengakibatkan dia tidak mempunyai minat berprestasi.
Keadaan seperti itu bisa merusak jiwa anak, sehingga dalam proses pembelajaran di sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin, selalu membuat keonaran dan kerusuhan, hal ini dilakukan karena anak-anak itu cuma ingin mencari simpati pada teman-temannya atau pada para guru. Suasana dan keadaan keluarga itu sendiri yang mau tidak mau menentukan bagaimana dan sampai dimana hal yang dialami dan dicapai oleh anak-anak.
Broken home adalah kurangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang orang tua, sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal, dan susah diatur.
Amanda menatap Elying sampai dia hilang dibalik pintu kamarnya. Setelah itu dia merenung kembali.
Apakah aku salah mengambil langkah ini? Tapi aku benar-benar sudah tidak kuat jika harus terus bertahan. Aku benar-benar sakit hati dan kepercayaan-ku pada Anthony sudah benar-benar hilang! Batinnya dalam hati.
Tak terasa air matanya kembali mengalir membasahi pipinya. Antara dia merasa sangat bersalah pada anak-anaknya, dan dirinya yang sudah tidak kuat menjalani rumah tangga dengan Anthony. Satu-satunya jalan, mungkin harus membawa Evelyn pada Neneknya. Mungkin dengan begitu, Evelyn akan kembali seperti semula. Kini, Amanda memang tak punya pilihan lain lagi, sepertinya memang dia harus menitipkan Evelyn pada Neneknya.
Semua keputusan yang dia ambil semuanya memang sudah dia pikirkan matang-matang, termasuk perpisahannya dengan Anthony dan juga kembalinya dia bekerja sebagai wanita karier. Satu-satunya yang ada dalam pikiran Amanda adalah membesarkan kedua anak-anaknya, agar mereka bisa lebih baik dari dirinya. Akan tetapi, mungkin seterusnya Elying-lah yang akan dia utamakan, karena Evelyn akan tinggal dengan Neneknya. Tapi bukan berarti Amanda lepas tanggung jawab pada Evelyn. Ini hanya untuk sementara sampai Evelyn kembali seperti semula.
"Saat ini mungkin Eve sangat tertekan hidup denganku. Mungkin dengan dia tinggal dengan Neneknya, dia bisa melupakan sedikit demi sedikit."
Amanda mengusap air matanya, lalu dia meraih tasnya dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Menutup kamarnya dan menyandarkan tubuhnya di pintu kamarnya. Rasa sakit itu kembali wanita itu rasakan.
Sepertinya tidak begitu ngefeel 😅 see ya on next chapter.
To be continue,
Hari itu, Amanda membawa Evelyn dan juga Elying ke rumah Neneknya. Dalam perjalanan, Evelyn hanya berdiam diri. Berbeda dengan Elying yang tampak sibuk membaca sebuah buku. Sesekali Amanda menatapnya dari kaca spion tengah broadway. Amanda menghela napas. Kejadian akhir-akhir ini memang membuat wanita yang baru genap berumur 35 tahun itu hampir frustasi. Namun, Amanda tergolong wanita yang kuat. Ya, sekuat apapun dia bertahan pasti ada titik di mana dia harus merasakan jenuh. Perjalanan kurang lebih dari 1 jam yang harus Amanda tempuh. Kington Surrey kota yang Amanda tuju. Dalam perjalanan semua hanya terdiam, bahkan Flying dan Evelyn tertidur. Sedangkan Amanda fokus sibuk menyetir. Sesampai di rumah Sang Ibu, Amanda memarkirkan mobilnya di garasi sebelah rumah. Tampak seorang wanita tua, sekitar umur 70 tahun keluar dari dalam rumah. Wanita tua tersebut tersenyum melihat kedatangan putri semata wayangnya, Amanda beserta kedua cucu kesayangannya. Aman
"Apa! Ayah akan menikah lagi?!" Enam bulan telah berlalu, belum sembuh rasa trauma yang dirasa Evelyn. Kini Evelyn harus mendengarkan kabar buruk. Kabar buruk yang disampaikan oleh Ibunya sendiri tentang sang Ayah. Amanda mengangguk pelan, "iya, sayang. Ayahmu akan menikah lagi." "Lalu, kenapa Ibu memberitahuku akan hal itu?!" "Ayahmu meminta Ibu untuk memberitahukan padamu juga Kakakmu, Elying. Ayahmu menyuruhmu untuk datang ke acara pernikahannya," jelas Amanda. "Tidak!!!" teriak Evelyn, "aku tidak akan pernah datang ke acara pernikahan dia!" lanjut Evelyn. Evelyn benar-benar menolak tawaran untuk hadir di acara pernikahan Ayahnya. Dia masih enggan untuk bertemu dengan Ayahnya ataupun bertatap muka langsung. Ya, Evelyn masih merasakan rasa sakit di hatinya. Dia benar-benar muak dengan Ayahnya sendiri. Amanda pun tidak bisa memaksakan kehendak kedua anaknya tersebut. Elying pun menolak undangan tersebut, dan sekarang gilirannya untuk
Setelah Anthony menikah lagi, pria tersebut langsung menghilang bak ditelan bumi, sama sekali tak ada kabar. Namun, 7 tahun kemudian Anthony muncul lagi. Pria itu berdiri di depan gerbang sekolah Evelyn. Evelyn yang hari itu tampak lesu, dikarenakan dia habis kena tegur wali kelasnya. Kesalahan Evelyn saat itu adalah dia ketahuan menyontek. Evelyn yang dulu terkenal sebagai murid yang rajin dan pandai. Cuaca hari itu begitu sangat mendung. Gulungan awan hitam mampu mengusir sinar matahari yang menyengat. Ya, hamparan awan hitam terus bergerak menutupi awan putih. Sesaat terdengar suara gemuruh petir yang menandakan hujan akan segera turun. Gadis berambut blondy dengan manik mata berwarna biru melangkah menuju gerbang sekolah. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Sorot matanya tajam menatap seseorang. Anthony yang sadar akan kedatangan Evelyn segera memposisikan dirinya berdiri tegap dari sandarannya di mobil. Evelyn memasang muka tidak suka aka
Sekolah Evelyn SMA Kingston kedatangan murid pindahan. Murid laki-laki ini langsung menjadi sorotan di sekolah barunya. Terutama murid-murid perempuan. "Ayo masuk!" Ajak anak laki-laki itu. Evelyn pun menurutinya masuk ke dalam gerbang sekolah. Untung mereka berdua tidak telat sampai di sekolah. Anak laki-laki yang berperawakan tegap, tampan, maskulin, dan murah senyum itu ternyata adalah seorang murid baru. Anak laki-laki yang sama. Evelyn terus menatap punggung anak laki-laki yang ada di depannya. Evelyn tersadar ketika ada seseorang memanggilnya dari kejauhan. "Eveee!! Kau mau masuk kelas senior?" "A-apa? Ke-kelas senior?" Evelyn terlihat kaget. Ternyata dia tak sadar mengikuti anak laki-laki tersebut. "Kau mau ikut masuk ke dalam?" tanyanya. Evelyn tersenyum malu, dia langsung membalikkan badannya meninggalkan anak laki-laki tersebut. Evelyn berlari masuk ke dalam kelasnya, dan disambut riuh oleh teman-teman sekelasnya. Evelyn meng
Menjalani kehidupan bukanlah suatu yang mudah. Ada saja masalah atau persoalan hidup yang harus dihadapi, terlepas itu berat atau tidak setiap orang pernah mengalami sulitnya hidup. Hidup memang selalu membutuhkan semangat agar tidak mudah putus asa dan selalu optimis bahwa hari esok akan menjadi hari yang membahagiakan. Layaknya roda, kehidupan terus berputar, terkadang kita sering merasa masalah yang kita hadapi berat dan membuat kita berpikir bahwa masalah tersebut tidak akan berlalu. Namun, percayalah semua hal di dunia ini tidak ada yang permanen dan suatu saat akan berlalu termasuk masalah kita. Smangat hidup sangat dibutuhkan oleh semua orang, hal ini lantaran semangat akan membuat kita tak pernah berhenti berjuang untuk setiap kebaikan. Sebagai manusia kita juga harus selalu berpikir positif bahwa setiap masalah yang dihadapi merupakan cara agar kita bisa baik satu tingkat lebih baik. Namun, ada kalanya orang-orang terdekat juga bisa membuat kita kembali pada titik keterpuru
Acara pesta ulang tahun yang diadakan oleh Amanda untuk anaknya yang bernama Evelyn telah berakhir. Para undangan satu persatu pulang meninggalkan tempat tersebut. Tersisa hanya Alice, Sabrina, dan Nicholas. Amanda mendekati ketiga sahabat dari anaknya, Evelyn. Amanda tersenyum sumringah menatap ketiganya. "Terima kasih, kalian sudah datang ke acara ini. Hanya sebuah acara pesta ulang tahun kecil-kecilan, tapi ini mungkin akan sangat berarti untuk Evelyn," terlihat sangat jelas mata Amanda berkaca-kaca. "Sama-sama, Aunty. Kami pun sangat senang bisa berada disini, terlebih berada di sekitar Evelyn," ujar Alice. Amanda terlihat sangat bahagia. Ternyata di lingkungan Eve yang baru, Eve di kelilingi orang-orang yang sangat peduli dengannya. Amanda menatap Nicholas, wanita itu terlihat sangat asing dengan wajah anak laki-laki itu. Nicholas menunduk dan tersenyum. "Ini siapa?" Amanda menanyakan pada Alice. "Nicholas, Aunty. Panggil saja Nic
Evelyn melangkah lesu menyusuri trotoar. Hari itu masih pagi, baru sekitar jam 6 pagi, tapi Evelyn sudah tampak tak semangat dan terlihat tidak bersemangat. Dalam hati dia terus menerus mengomel-ngomel. Hingga akhirnya dia menabrak seseorang dijalan. "Awww!!" pekiknya. "Kalau jalan itu mata lihat ke depan, bukan menunduk, semua orang jadi kau hormati!" "Lagi pula kenapa kau berhenti di tengah jalan!" Evelyn ketus. "Tengah jalan? Ini pinggir jalan. Itu di depan zebra-cross, tempat pejalan kaki menyeberang!" Evelyn memiringkan kepalanya, menghindari tubuh yang sedang berdiri di depannya, lalu dia mendongak ke atas menatap rambu lalu lintas. "Oppz—sorry!" cicitnya. Saat lampu merah menyala, dengan reflek anak laki-laki itu menarik tangan Evelyn dan segera membawanya untuk menyeberang. Evelyn menurut saja saat tangannya ditarik olehnya. Setelah
Evelyn merenung duduk di sisi ranjang. Dia memegang kalung yang melingkar manis di lehernya. Kalung silver berliontin lumba-lumba itu terlihat sangat cocok terpasang di lehernya. "Cantik!" celetuk Evelyn. Senyuman mengembang di bibirnya. Namun, setelah itu mendadak sirna. Kembali dia teringat wajah pria brengsek itu. Evelyn mendongak, menatap jam yang menempel di dinding kamarnya. Hari sudah mulai beranjak senja. Tak lama setelah itu, terdengar sebuah teriakan memanggil namanya. "Eveeee!" "Yaaa!" "Ayo makan!" Evelyn melangkah mendekati pintu kamarnya. Namun, dia urungkan niatnya. Tangannya yang terulur, kembali dia tarik. Bukan tak mau bergabung untuk makan malam, tapi karena Evelyn mendengar ada suara pria brengsek itu. "Kenapa dia ada disini? Apa Ibu yang mengundangnya?" Eve melangkah kembali duduk di sisi ranjang. Dia benar-benar tidak ingin bertemu dengan pria itu. Eve menghembaskan tubuhnya. Dia
Setelah setahun Evelyn bergelut di dunia kumbangan hitam. Biaya hidupnya pun terpenuhi secara financial. Bahkan dia sampai lupa dengan orang-orang terdekatnya dan dia pun selalu beralasan jika ibunya akan berkunjung untuk menemuinya. Saat Evelyn menunggu pelanggannya justru dia malah dikejutkan dengan kedatangan sang ayah. Pria itu berdiri di depan Evelyn dan memanggilnya. Evelyn sempat senang dan lega karena jemputannya sudah datang setelah 30 menit dia menunggu. Namun, kejutan yang dia dapat malam itu. "Ayah!" Evelyn berdiri dan terkejut. Begitu pula dengan Anthony. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Anthony. "Aku sedang menunggu seseorang. Ayah sendiri kenapa ada di sini?" Evelyn bertanya balik pada Anthony. "Ayah ke sini untuk menjemput seseorang," jawabnya. Mendengar itu, Evelyn mengerutkan alis dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Pikir
"Kau mau ini, Eve?" Irene mengangkat bungkusan."Kembalikan itu!" teriak Evelyn."Kenapa?" tanya Irene. "Kau mau memberikan ini pada Ronan?" kata Irene memancing. Evelyn menatap kaget pada Irene. Dia mengerutkan kedua alisnya. "Kenapa reaksimu seperti itu? Apa kau terkejut mendengarnya? Apa kau kaget kenapa aku menyebut nama Ronan?" Kau pasti penasaran, kan?"Evelyn segera membayar Mulata tersebut dan tanpa aba-aba Evelyn menarik tangan Irene kasar."Wow ... wow, kenapa kau menarik tanganku dengan kasar?" Irene tertawa.Evelyn menarik Irene dan melepaskan tangan itu di sebuah gang kecil yang sepi. Tanpa ekspresi Evelyn menatap sengit pada Irene."Santai dong, Eve. Kenapa kau menatapku dengan tatapan sengit?""Kau——""Ah, kau ingin tahu dari mana aku mengenal Ronan?" Irene melangkah mendekati Irene dan memasukkan bungkus
Sudah jelas dan sudah dipastikan jika Christine akan malu bertemu dengan Nicholas. Ya, Christine memang belum mengungkapkan perasaannya, akan tetapi Nicholas sudah lebih dulu menjelaskannya bahkan kata-kata itu tajam dan menusuk ke hati Christine.Sempat kesal, tapi Christine mulai sadar bahwa apa yang dia lakukan memang salah. Christine teringat akan kata-kata Nicholas.Flashback on,"Aku membawamu kemarin karena aku ingin membuka matamu, bahwa apa yang kau lakukan salah. Kau menjadikan dirimu sendiri sebagai bahan taruhan? Kenapa aku menyetujuinya?" Nicholas berdecak heran dengan apa yang dia tahu.Christine sendiri juga terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar dari Nicholas. Christine bingung dari mana Nicholas bisa mengetahui akan hal itu.Christine hanya diam membisu, dia menunduk dan tidak mampu menatap Nicholas. Malu, kesal, dan marah. Mungkin itu yang cocok dan sedang dirasakan oleh Christine."Coba kau pikir
Melihat tatapan Nicky yang begitu dalam dari kejauhan, Christine mengira jika Nicky mulai menyukainya. Christine terbawa oleh perasaan sendiri dan membuatnya semakin percaya diri jika dia bisa menaklukkan hati Nicholas.Diam-diam Christine selalu mencuri-curi pandang saat dia sedang menikmati makan siangnya. Hal itu terus berlanjut hingga tiga hari.Nicky juga kadang menatap Christine dari tempat duduknya. Tatapannya tetap dingin, datar, dan tanpa ekspresi. Akan tetapi tidak merubah visual ketampanan wajahnya. Semakin Nicky terlihat cuek, wajah tampannya semakin bersinar."Apa kau menyukainya?" Deren menepuk bahu Nicky. Pemuda itu menoleh dan tersenyum miring. "Gadis itu bernama Christine. Dia jurusan bahasa setahuku dan dia adalah idola di kampus ini. Sama sepertimu." Deren tertawa.Nicky menghela napas panjang dan mengambil brokoli dengan menggunakan garpu."Kalau kau ingin mengenalnya lebih dekat. Aku bisa membantumu. Lagi pula sudah banyak gadi
Nicholas melangkahkan kakinya di koridor kampus. Tiba-tiba seorang gadis cantik berlari dan menghampiri Nicky. Dia memberikan sebuah kado dan langsung pergi begitu saja.Pesona Nicky semakin hari tidak perlu diragukan lagi. Dia benar-benar menjadi idola di kampusnya. Nicky menerima kado itu dan membukanya. Di dalam bungkusan kado itu ada coklat dan secarik kertas bertuliskan 'I like you. Will be my boyfriend?'.Nicky kembali menutup bungkusan kado itu dan melangkah ke kerumunan anak laki-laki yang sedang duduk di kursi. Nicky pun ikut bergabung dan memberikan bungkusan itu kepada mereka."Ada yang mau coklat?" ucap Nicky.Sontak semuanya menjawab dengan jawaban yang sama dan mereka memakai coklat itu sampai habis."Wah, ada yang mengutarakan isi hatinya lagi padamu?" tanya Angger dengan membaca tulisan di kertas tersebut."Siapa?" ucap yang lain dengan rasa penasaran. Nicky
Enam bulan telah berlalu. Semua berjalan seperti bagaimana mestinya dan Evelyn pun sudah mendekati jenjang terakhir. Bahkan dia sendiri lupa akan Nicholas karena tempat Nicky sudah diisi oleh Ronan.Eve pun memilih untuk tinggal seorang diri dengan menyewa sebuah kamar dengan ukuran kecil. Alasan Eve untuk keluar dari rumah adalah fokus dalam hasil akhir, tapi sebenarnya bukanlah itu.Ada alasan lain yang tidak bisa Evelyn katakan pada siapapun. Keras kepala Evelyn untuk kali ini tidak bisa ditentang oleh Nenek, Ibu, dan juga Kakaknya. Pernah Ibunya menentang Evelyn hingga menampar pipi gadis itu dan membuat Evelyn kabur dari rumah selama satu minggu.Satu minggu itu pula Ibu dan Kakaknya mencari Evelyn kemana-mana. Pada akhirnya Evelyn kembali ke rumah karena bujukan dari Ronan dan ternyata selama kabur itupun Evelyn tinggal di rumah Ronan. Setelah kejadian itu Evelyn memutuskan hidup sendiri.Tak hanya itu saja, h
Ternyata Irene justru lebih dulu mengutarakan maksudnya pada Ella dan Beatric. Entah sebenarnya mereka bertiga ada ikatan batin atau tidak, tapi yang jelas semua bisa kebetulan sama.Ella dan Beatric yang bingung bagaimana cara menyampaikan maksudnya pada Irene soal kemauan si bos besar itu, tapi justru Irene sendiri yang langsung mengutarakan isi hatinya tanpa basa-basi yang tidak jelas. Itulah yang membuat Ella dan Beatric mendadak terserang batuk-batuk."Apa kau yakin soal itu, Irene?" Ella belum mau bicara jujur. Dia takut salah dalam berucap. Beatric pun sudah memberi kode dengan menyenggol lengannya dan lucunya lagi. Beatruc berbicara dengan Ella menggunakan aplikasi percakapan, padahal mereka berdua duduk berdampingan sangat dekat. Hal itu mereka lakukan untuk menghindari jika sampai Irene salah menangkap pembicaraan mereka dan akhirnya marah.Oleh sebab itu mereka mengobrol lewat aplikasi chatting di ponsel mereka. Benar-benar sangat aneh dan Irene pun t
Masa depanku telah hancur. Aku harus bagaimana? Apa aku harus bicara jujur pada nenek? Ah ... tidak-tidak. Aku tidak boleh bicara pada nenek, tapi aku pun tidak bisa bicara dengan ibu dan kakak. Mereka pasti akan marah besar atau bisa jadi jika nenek mendengar ini---Evelyn benar-benar dalam posisi bingung. Dia tidak bisa berpikir jernih. Evelyn menyandarkan tubuhnya di dinding dan perlahan tubuhnya melorot ke bawah dan jatuh ke lantai. Dalam hatinya dia benar-benar bingung bercampur takut. Evelyn tidak bisa memendamnya sendiri. Dia ingin mengeluarkan keluh kesahnya, tapi dengan siapa? Nicholas sudah pindah. Sedangkan Alice dan Sabrina sudah menjauh darinya. Ronan? Apalagi dengan pemuda itu, dengan Ronan justru Evelyn tidak bisa berbuat apa-apa. Dialah yang memulai semuanya, tapi entah kenapa Eve juga nyaman jika sedang bersama dengan Ronan. Amanda dan Elying tidak pernah memperhatikan Evelyn, Pamela sendiri sudah tua. Ap
"Darah?" Irene melempar celananya ke dalam ember. "Kalau begini bagaimana bisa aku menggertak Ronan?" Irene mengacak-acak rambutnya sendiri. Tubuhnya menyandar pada dinding kamar mandi dan menengadahkan kepalanya. Irene justru merasa frustrasi. Di mana-mana jika melakukan hubungan terlarang dan tidak hamil justru dia akan senang, tapi tidak dengan Irene. Melihat kenyataan bahwa dirinya telah datang bulan membuat Irene marah besar. "Ini semua gara-gara Evelyn. Aku harus membuat perhitungan denganmu, Eve!" Irene terlihat sangat geram. Irene terdiam sesaat, terlintas sesuatu di dalam benaknya. Mungkin itu yang terbaik. Apa salahnya untuk mencobanya, tapi mereka kemarin——Irene membalikkan badannya, dia tampak terkejut saat sang ibu masuk ke dalam kamar mandi. "Kau tidak mendengar, ya?" tanyanya. "Apa? Mendengar apa?" kata Irene. "Hukumanmu itu b