"Kita cerai!!" serunya.
Terdengar sebuah teriakan dari balik pintu. Kedua anak perempuan tersebut menutup kedua telinganya. Yang pasti, sang Kakak lebih melindungi adiknya. Dia memeluk sang adik sangat erat, ketika terdengar sebuah pertengkaran di luar sana.
Adu mulut terdengar sangat jelas di telinga keduanya. Benar-benar membuat mental down, jika tidak kuat mendengar pertengkaran itu.
"Kau minta cerai, hah!"
Suara seorang pria dengar sangat lantangnya memecahkan suasana malam itu. Ya, suasana malam yang di luar rumah sana dalam keadaan mendung, rintik hujan sudah mulai turun membasahi semua, serta kilatan-kilatan petir yang menyambar. Semua itu tidak menyurutkan keegoisan kedua pasang suami istri yang kerap bertengkar.
"Kenapa kalau aku minta cerai!? Bukankah itu yang kau mau?!"
Suara wanita itu tak kalah lantang dari sang pria. Keluarga Shanelly memang akhir-akhir ini retak, karena hubungan mereka memang sudah tidak lagi harmonis. Anthony Shanelly, pria yang terkenal sangat egois. Sedangkan Amanda Shanelly, wanita yang sangat pendiam dan penurut. Namun, malam ini wanita itu benar-benar meluapkan kemarahannya. Kesabarannya mungkin telah habis. Dia sudah tidak kuat dengan kelakuan suaminya.
"Baiklah, kalau itu maumu. Akan aku kabulkan!" teriaknya.
Dia terlihat sangat geram dan emosi. Tangannya meraih vas bunga yang ada di atas meja, membantingnya di lantai.
PYAARRR!!!
Vas bunga itu hancur berkeping-keping. Amanda tersentak kaget. Kedua pasang mata itu beradu kembali.
"Inilah yang aku tidak suka dari sikapmu. Kau selalu ingin menang sendiri, tidak mau disalahkan, dan temperamental!"
"Kalau kau memang sudah bertekad bulat untuk bercerai. Okay, aku kabulkan!"
Pertengkaran sengit terjadi lagi, perceraian yang selalu diperdebatkan. Karena sudah tidak tahan, Elying keluar dari kamarnya. Elying yang saat itu baru menginjak umur 15 tahun keluar dari kamarnya, dia membawa sebuah pemukul kasti kayu. Lalu mengangkat pemukul kayu itu, dan mengayunkannya.
PYAAAARR!!!!
Elying memecahkan meja kaca yang ada di ruang tengah. Hal itu membuat kedua orang tuanya seketika menoleh dan menatap ke arahnya.
"Apa kalian puas setiap hari bertengkar terus? Apa ini pekerjaan kalian jika bertemu? Apa kalian pernah memikirkan perasaan anak kalian? Perasaan aku dan Evelyn?!" seru Elying meluapkan amarahnya saat itu.
Elying menatap wajah kedua orang tuanya, kemudian dia menatap wajah adiknya yang menangis sesenggukan. Sungguh pemandangan yang sangat miris. Evelyn yang baru berumur 10 tahun harus menerima fakta bahwa kedua orang tuanya akan bercerai.
"Cobalah kalian lihat Evelyn!" Elying kembali bicara dengan suara lantang. "Apa kalian tidak kasian? Kalian berdua sama-sama egois!" Elying menunjuk adiknya sendiri.
Amanda kembali menangis, dia tak kuasa menahan semuanya. Namun, mau bagaimana lagi? Pernikahannya dengan Anthony tidak bisa lagi dipertahankan. Dia pun sudah sekuat tenaga mempertahankan pernikahan itu, tapi Anthony-lah yang tidak bisa diajak berdamai.
"El-Elying, bu-bukan maksud Ibu untuk melukai hati kalian. Sebenarnya Ibu juga tidak ingin ini terjadi, tapi Ayahmu-lah yang--"
"Yang tidak berguna begitu maksudmu?!" sela Anthony lantang menatap Amanda.
Anthony mengalihkan pandangannya, pria itu kemudian menatap Elying putri pertamanya.
"Elying, kau dengar sendiri 'kan apa kata Ibumu tadi? Ibumu yang menginginkan perceraian ini!"
Elying membalas tatapan Ayahnya.
"Tidak!!!" tegasnya menatap sang Ayah. "Bukan Ibu yang menginginkan. Ibu juga tidak ingin pernikahan ini hancur, tapi--" Elying menghentikan ucapannya. Sorot matanya tajam menatap Anthony, Ayahnya. "Ayahlah penyebab dari ini semua! Ayahlah penyebab Ibu ingin cerai! Ayahlah yang tidak bisa menjaga pernikahan ini!" lanjutnya.
Entah belajar dari mana, Elying meluapkan emosinya. Tak seharusnya orang tua bertengkar dihadapan anak-anaknya yang belum cukup umur.
"Lancang kau bicara!" bentak Anthony. "Siapa yang mengajarimu bicara seperti itu? Ibumu 'kah?"
"Tidak ada yang mengajariku. Justru di sini, aku belajar dari Ayah!" jawabnya. "Aku sama sekali tidak mengenal Ayah. Ayah bukanlah Ayahku lagi!"
Mendengar hal itu, Anthony naik pitam. Pria itu mendekati Elying. Namun, langkahnya terhenti saat sebuah tangan memeluknya dari belakang.
"Sudah cukup! Jangan kau lukai putrimu sendiri!" Amanda mencoba menahan amarah Anthony.
Anthony melepaskan tangan Amanda dengan kasar. Lalu dia menatap wajah Amanda.
"Akan aku urus surat perceraiannya besok pagi!" tegasnya menatap Amanda.
Tatapannya beralih pada putrinya, Elying.
"Setelah Ayah dan Ibu cerai. Kalian akan ikut siapa?"
Elying diam dengan tatapan tajamnya, dia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Ayahnya. Elying melangkah mendekati Evelyn adiknya yang berdiri di ambang pintu dengan mata basah. Matanya terlihat sembab, mungkin juga hatinya hancur. Di usianya yang masih belia, dia harus menerima kenyataan itu.
"Kau mau ke mana? Ayah bertanya padamu!" Anthony kembali berteriak lantang.
Kali ini Elying tidak menggubrisnya. Dia menarik tangan Evelyn untuk masuk ke dalam kamar. Ditutupnya pintu dengan kasar hingga membuat bingkai foto yang terpasang di samping pintu tersebut jatuh. Sebuah foto keluarga jatuh dan bingkai kacanya pecah.
"Kau lihat anak-anakmu? Bagaimana caramu sebagai Ibu mendidiknya?! Apakah pantas kau ini dipanggil Ibu?" ejek Anthony.
Ejekan Anthony membuat Amanda naik pitam. Wanita itu melangkah mendekati pria yang sudah memberinya dua orang putri. Namun, selama itu dia selalu di bohongi. Hingga akhirnya Amanda benar-benar memergokinya.
Amanda menatap Anthony, lalu tersenyum mengejek. Dia benar-benar merasa heran dengan pria yang sedang berdiri di depannya ini.
"Apa kau sadar dengan ucapan mu itu? Kau bahkan tidak pantas disebut sebagai Ayah. Seorang Ayah seharusnya menjadi panutan untuk anak-anaknya. Apakah kau sudah menjadi panutan untuk anak-anakmu? Aku rasa kau belum sempurna untuk menjadi seorang suami, apalagi seorang Ayah!" tutur Amanda.
Amanda tampak merapikan jas yang masih di kenakan oleh Anthony. Sebelum pertengkaran itu terjadi, Anthony memang baru pulang dari kantornya.
"Aku akan mengurus mereka berdua!" kata Anthony membuat Amanda menghentikan aktivitasnya.
"Kau pikir, apa kau akan mendapatkan hak asuh mereka?" Amanda menatap Anthony.
"Aku berpikir kalau aku akan memenangkan hak asuh mereka berdua!" balasnya. "Kau tidak akan menang dariku, Amanda. Pengacaraku akan mengurus semuanya, dan aku pastikan kau akan kalah!" Anthony berbisik di telinga Amanda.
Anthony melangkahkan kakinya meninggalkan Amanda yang masih berdiri membelakanginya.
"Aku akan tidur di ruang tamu!" ucapnya.
"Bukankah memang seperti itu tiap malam!" balasnya. "Sudah ada jarang di antara kita." imbuhnya.
Keduanya sama-sama terdiam. Gemuruh suara hujan begitu sangat terdengar dengan jelas, suasana yang dibumbui dengan suara petir menggelegar saat itu, seolah langit pun merasakan apa yang dirasakan oleh keluarga Shanely.
Kecanggungan di antara mereka membuat mereka tampak semakin jauh. Keadaan memang sudah berbeda. Apa yang telah retak tidak akan kembali seperti semula, bahkan hati, kertas, dan kepercayaan.
Kepercayaan, jika sudah dikhianati, dia tak lagi akan mempercayainya dan itu akan terjadi seterusnya. Ibarat kata kertas yang masih halus, jika dia diremas, dia akan menjadi kusut dan tidak lagi halus.
Disaat kita diberi kepercayaan sama orang lain, maka kita pun harus percaya pada mereka. Kepercayaan harus dilandasi kejujuran. Ketika seseorang itu jujur, maka dia akan bisa dipercaya dan menjaga kepercayan dari orang lain, tapi itu tidak terjadi pada Anthony dan Amanda. Kedua orang ini tidak saling jujur, terutama Anthony. Itulah yang menyebabkan rumah tangga mereka tidak bisa dipertahankan.
Kepercayaan merupakan sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan. Tanpanya, hidup manusia hanya akan dipenuhi dengan kecurigaan. Karena kepercayaan adalah kunci keharmonisan dalam sebuah hubungan.
To be continue,
Beberapa hari setelah resmi cerai, Amanda membawa kedua putrinya kembali ke rumah mereka yang dulu. Ya, rumah yang sangat kecil dan sederhana. Elying dan Evelyn pun tidak masalah tinggal di rumah yang berukuran sedang. Amanda pun kembali bekerja di kantornya dulu. Wanita itu memang sudah diminta untuk kembali bekerja di kantor tersebut. Atasan yang meminta untuk kembali bekerja. Richie Hart, atasan Amanda memang sangat memperhatikan keadaan keluarganya, apalagi sebelum Amanda menikah. Elying dan Evelyn kembali bersekolah seperti biasa. Beberapa bulan setelah itu, semua berjalan seperti semula. Namun, sedikit ada yang berbeda dari Evelyn. Evelyn sering terlihat murung dan melamun. Setiap pulang dari sekolah dia kerap sekali langsung masuk ke dalam kamar dan mengurung diri. Entah apa yang terjadi padanya. Hal ini sering membuat Amanda khawatir. Sang Ibu, Amanda memang sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai seorang wanita karier yang mulai meniti kariern
Hari itu, Amanda membawa Evelyn dan juga Elying ke rumah Neneknya. Dalam perjalanan, Evelyn hanya berdiam diri. Berbeda dengan Elying yang tampak sibuk membaca sebuah buku. Sesekali Amanda menatapnya dari kaca spion tengah broadway. Amanda menghela napas. Kejadian akhir-akhir ini memang membuat wanita yang baru genap berumur 35 tahun itu hampir frustasi. Namun, Amanda tergolong wanita yang kuat. Ya, sekuat apapun dia bertahan pasti ada titik di mana dia harus merasakan jenuh. Perjalanan kurang lebih dari 1 jam yang harus Amanda tempuh. Kington Surrey kota yang Amanda tuju. Dalam perjalanan semua hanya terdiam, bahkan Flying dan Evelyn tertidur. Sedangkan Amanda fokus sibuk menyetir. Sesampai di rumah Sang Ibu, Amanda memarkirkan mobilnya di garasi sebelah rumah. Tampak seorang wanita tua, sekitar umur 70 tahun keluar dari dalam rumah. Wanita tua tersebut tersenyum melihat kedatangan putri semata wayangnya, Amanda beserta kedua cucu kesayangannya. Aman
"Apa! Ayah akan menikah lagi?!" Enam bulan telah berlalu, belum sembuh rasa trauma yang dirasa Evelyn. Kini Evelyn harus mendengarkan kabar buruk. Kabar buruk yang disampaikan oleh Ibunya sendiri tentang sang Ayah. Amanda mengangguk pelan, "iya, sayang. Ayahmu akan menikah lagi." "Lalu, kenapa Ibu memberitahuku akan hal itu?!" "Ayahmu meminta Ibu untuk memberitahukan padamu juga Kakakmu, Elying. Ayahmu menyuruhmu untuk datang ke acara pernikahannya," jelas Amanda. "Tidak!!!" teriak Evelyn, "aku tidak akan pernah datang ke acara pernikahan dia!" lanjut Evelyn. Evelyn benar-benar menolak tawaran untuk hadir di acara pernikahan Ayahnya. Dia masih enggan untuk bertemu dengan Ayahnya ataupun bertatap muka langsung. Ya, Evelyn masih merasakan rasa sakit di hatinya. Dia benar-benar muak dengan Ayahnya sendiri. Amanda pun tidak bisa memaksakan kehendak kedua anaknya tersebut. Elying pun menolak undangan tersebut, dan sekarang gilirannya untuk
Setelah Anthony menikah lagi, pria tersebut langsung menghilang bak ditelan bumi, sama sekali tak ada kabar. Namun, 7 tahun kemudian Anthony muncul lagi. Pria itu berdiri di depan gerbang sekolah Evelyn. Evelyn yang hari itu tampak lesu, dikarenakan dia habis kena tegur wali kelasnya. Kesalahan Evelyn saat itu adalah dia ketahuan menyontek. Evelyn yang dulu terkenal sebagai murid yang rajin dan pandai. Cuaca hari itu begitu sangat mendung. Gulungan awan hitam mampu mengusir sinar matahari yang menyengat. Ya, hamparan awan hitam terus bergerak menutupi awan putih. Sesaat terdengar suara gemuruh petir yang menandakan hujan akan segera turun. Gadis berambut blondy dengan manik mata berwarna biru melangkah menuju gerbang sekolah. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Sorot matanya tajam menatap seseorang. Anthony yang sadar akan kedatangan Evelyn segera memposisikan dirinya berdiri tegap dari sandarannya di mobil. Evelyn memasang muka tidak suka aka
Sekolah Evelyn SMA Kingston kedatangan murid pindahan. Murid laki-laki ini langsung menjadi sorotan di sekolah barunya. Terutama murid-murid perempuan. "Ayo masuk!" Ajak anak laki-laki itu. Evelyn pun menurutinya masuk ke dalam gerbang sekolah. Untung mereka berdua tidak telat sampai di sekolah. Anak laki-laki yang berperawakan tegap, tampan, maskulin, dan murah senyum itu ternyata adalah seorang murid baru. Anak laki-laki yang sama. Evelyn terus menatap punggung anak laki-laki yang ada di depannya. Evelyn tersadar ketika ada seseorang memanggilnya dari kejauhan. "Eveee!! Kau mau masuk kelas senior?" "A-apa? Ke-kelas senior?" Evelyn terlihat kaget. Ternyata dia tak sadar mengikuti anak laki-laki tersebut. "Kau mau ikut masuk ke dalam?" tanyanya. Evelyn tersenyum malu, dia langsung membalikkan badannya meninggalkan anak laki-laki tersebut. Evelyn berlari masuk ke dalam kelasnya, dan disambut riuh oleh teman-teman sekelasnya. Evelyn meng
Menjalani kehidupan bukanlah suatu yang mudah. Ada saja masalah atau persoalan hidup yang harus dihadapi, terlepas itu berat atau tidak setiap orang pernah mengalami sulitnya hidup. Hidup memang selalu membutuhkan semangat agar tidak mudah putus asa dan selalu optimis bahwa hari esok akan menjadi hari yang membahagiakan. Layaknya roda, kehidupan terus berputar, terkadang kita sering merasa masalah yang kita hadapi berat dan membuat kita berpikir bahwa masalah tersebut tidak akan berlalu. Namun, percayalah semua hal di dunia ini tidak ada yang permanen dan suatu saat akan berlalu termasuk masalah kita. Smangat hidup sangat dibutuhkan oleh semua orang, hal ini lantaran semangat akan membuat kita tak pernah berhenti berjuang untuk setiap kebaikan. Sebagai manusia kita juga harus selalu berpikir positif bahwa setiap masalah yang dihadapi merupakan cara agar kita bisa baik satu tingkat lebih baik. Namun, ada kalanya orang-orang terdekat juga bisa membuat kita kembali pada titik keterpuru
Acara pesta ulang tahun yang diadakan oleh Amanda untuk anaknya yang bernama Evelyn telah berakhir. Para undangan satu persatu pulang meninggalkan tempat tersebut. Tersisa hanya Alice, Sabrina, dan Nicholas. Amanda mendekati ketiga sahabat dari anaknya, Evelyn. Amanda tersenyum sumringah menatap ketiganya. "Terima kasih, kalian sudah datang ke acara ini. Hanya sebuah acara pesta ulang tahun kecil-kecilan, tapi ini mungkin akan sangat berarti untuk Evelyn," terlihat sangat jelas mata Amanda berkaca-kaca. "Sama-sama, Aunty. Kami pun sangat senang bisa berada disini, terlebih berada di sekitar Evelyn," ujar Alice. Amanda terlihat sangat bahagia. Ternyata di lingkungan Eve yang baru, Eve di kelilingi orang-orang yang sangat peduli dengannya. Amanda menatap Nicholas, wanita itu terlihat sangat asing dengan wajah anak laki-laki itu. Nicholas menunduk dan tersenyum. "Ini siapa?" Amanda menanyakan pada Alice. "Nicholas, Aunty. Panggil saja Nic
Evelyn melangkah lesu menyusuri trotoar. Hari itu masih pagi, baru sekitar jam 6 pagi, tapi Evelyn sudah tampak tak semangat dan terlihat tidak bersemangat. Dalam hati dia terus menerus mengomel-ngomel. Hingga akhirnya dia menabrak seseorang dijalan. "Awww!!" pekiknya. "Kalau jalan itu mata lihat ke depan, bukan menunduk, semua orang jadi kau hormati!" "Lagi pula kenapa kau berhenti di tengah jalan!" Evelyn ketus. "Tengah jalan? Ini pinggir jalan. Itu di depan zebra-cross, tempat pejalan kaki menyeberang!" Evelyn memiringkan kepalanya, menghindari tubuh yang sedang berdiri di depannya, lalu dia mendongak ke atas menatap rambu lalu lintas. "Oppz—sorry!" cicitnya. Saat lampu merah menyala, dengan reflek anak laki-laki itu menarik tangan Evelyn dan segera membawanya untuk menyeberang. Evelyn menurut saja saat tangannya ditarik olehnya. Setelah