Mexico city
"Bos, mau kemana?"
"Jalan-jalan, kamu tidak perlu menemani ku. Aku ingin sendiri di kota ini."
"Tapi Bos, bagaimana nanti kalau ada musuh yang mengetahui kedatangan Bos yang sedang jalan-jalan tanpa penjagaan dari siapapun? Aku tidak mau ambil resiko sebesar itu Bos," ujar Ace asisten pribadi Allen Clarck.
Allen Clarck adalah boss mafia yang paling ditakuti dinegara adidaya Amerika Serikat, yang berpusat di Kota Miami Florida.
Hari ini setelah bertemu dengan salah satu bandar narkoba di kota ini untuk membicarakan bisnis, Allen memutuskan untuk menikmati waktu sendirinya sebelum mereka kembali ke Miami nanti malam.
"Jangan khawatir, aku bisa menjaga diri aku sendiri Ace. Kau juga bisa menikmati waktumu sebentar disini tanpa perlu menemani dan menjagaku," ujar Allen yang minta diturunkan disebuah tempat makan kaki lima yang menjual beraneka macam jajanan khas Mexico.
"Hubungi aku jika ada apa-apa Bos, aku tidak akan pergi jauh dari sini," sahut Ace sebelum bos besarnya turun dari mobil.
Allen turun memakai kemeja hitam yang tangannya dia gulung keatas, dengan topi berwarna senada untuk menyamarkan wajahnya dari orang lain.
Lelaki berjambang dengan manik mata biru itu berjalan disekitar jajanan kaki lima sambil sesekali membeli makanan yang dijual disana.
Seakan penasaran dengan apa saja yang dijual disana, Allen akan memberikan tip yang banyak bagi para penjual yang dagangan mereka sepi.
Meski kejam dan berhati dingin tapi Allen senang berbagi dengan orang lain yang dirasanya layak dan pantas untuk mendapatkan bantuan dalam hal uang darinya.
"Terima kasih Tuan, semoga Tuhan memberkatimu selalu ...."
Begitulah para penjual makanan kaki lima selalu berucap padanya, jika Allen memberikan mereka tips yang banyak.
Allen hanya tersenyum dan mengangguk sambil menikmati makanan yang dia beli di tangan.
Allen benar-benar menikmati waktu sendirinya dikota Meksiko tanpa pengawalan dari anggota Mafia Blue Fire, yang biasa mengawal dia kemana-mana.
Sebagai Bos Mafia yang ditakuti dan disegani, Allen punya banyak musuh yang ingin membunuhnya agar posisi sebagai Ketua Mafia paling ditakuti dinegara mereka dapat diambil alih.
Banyak keuntungan menjadi salah satu mafia yang ditakuti, salah satunya adalah mereka bebas membayar pajak. Selain itu, bisnis akan terus berjalan dengan lancar tanpa takut diketahui pihak berwajib, yang mereka bayar untuk biaya tutup mulut.
Dan jika ada yang berani melaporkan bisnis dan kegiatan ilegalnya, taruhan nyawa dia maupun keluarganya akan ikut melayang karenanya.
Meski begitu, untuk bisa sampai di posisinya seperti sekarang ini. Sudah banyak pertumpahan darah dan perebutan kekuasaan yang harus Allen lewati, bersama dengan Ace asistennya lelaki itu berhasil menumbangkan beberapa lawan dan musuhnya selama hampir sepuluh tahun ini.
Puas menjelajah aneka jajanan kaki lima, Allen berjalan menuju sebuah cafe kecil dimana disana setiap malamnya akan ada live music dan tarian khas negara ini.
Untuk bisa sampai kesana, Allen harus melewati sebuah gang sempit dan kotor yang berjarak beberapa meter.
Memasuki gang itu, Allen diikuti oleh tiga orang berpakaian serba hitam dan memakai topeng dengan pistol dikedua tangan.
Allen yang sadar dirinya tengah diikuti, menarik satu buah pistol yang dia selipkan didalam kemeja dan dengan cepat berbalik menembakkan satu timah panas yang tepat mengenai kepala satu orang musuh.
Salah satu alasan kenapa Allen menjadi Bos Mafia paling ditakuti, karena dia bisa membidik musuh hanya dari mendengar suara langkah kaki mereka saja.
Kedua orang musuh yang mengikuti Allen sontak bersembunyi diantara banyaknya barang yang berserakan di gang itu.
Dari arah depan muncul tiga orang lain yang dengan membabi buta melepaskan timah panas dari masing-masing pistol mereka.
"Shit!" maki Allen yang terjebak ditengah gang.
Allen yang selalu siap kapanpun dengan senjata rahasia yang dia simpan hampir disetiap jengkal tubuhnya, mengeluarkan shuriken (cakram berbentuk bintang yang biasa dipakai ninja Jepang) dan menargetkan dua orang yang semakin dekat mendekati dia yang sedang bersembunyi.
"Aaa...!" teriak dua orang yang berhasil dilumpuhkan oleh Allen.
Allen lalu dengan cepat menekan tombol red code di jam tangannya yang terhubung langsung dengan Ace untuk meminta bantuan, dia tidak mau mati sia-sia di gang sempit dan kotor ini.
Dorrrr
Bunyi tembakan dilepaskan seseorang yang tidak sempat Allen lihat mengenai perutnya. Darah segar merembes keluar membasahi kemeja hitam dia.
"Shit!"
Allen yang kaget terduduk di tanah memegangi perutnya yang berdenyut karena timah panas itu.
Mata birunya memandang jauh ke depan, memecah cahaya remang di dalam gang itu. Musuh yang menembaki dia ternyata sedang bersembunyi beberapa langkah dari dia, Allen membidik tepat kearah mata kiri musuh yang memakai topeng itu.
Dorrr
Bunyi tembakan yang dilepaskan Allen kembali tepat sasaran. Musuh itu menggelepar di atas tanah dan berteriak kesakitan.
Allen yang penasaran siapa musuh yang malam ini berani mengganggunya, merobek paksa baju hitam yang dipakai salah satu musuh, dan melihat stempel tato Kuda di dadanya.
"Sial! Orang ini lagi!" kesal Allen saat melihat stempel tato tersebut.
Sudah dua tahun belakangan ini Allen selalu diteror oleh sekelompok penyerang berstempel tato Kuda ini.
Sampai sekarang dia tidak mengetahui apa motif dan siapa ketua kelompok penyerangnya, mereka sangat pandai menghilangkan jejak dan bersembunyi hingga Allen tidak bisa menemukan keberadaan mereka.
Allen menunduk dan berlari ke depan untuk bisa keluar dari gang ini, baru beberapa langkah dia kembali mendapatkan timah panas yang kini mengenai paha kanannya.
"Aaa ...," rintih Allen menyeret kakinya bersembunyi dibalik tong besar di dekat situ.
Sepertinya ada orang yang sedang membidik dia dari jauh sekarang, Allen menatap sekelilingnya dan mendapati ada satu orang yang sedang berdiri diatas atap antara gedung di dekat gang ini.
Damn, aku harus mendekat kesana agar tembakanku bisa mengenai bajingan itu batin Allen.
Ditengah rasa sakit menahan nyeri dibagian paha dan perutnya, Allen berlari cepat mendekat kearah penembak jitu yang menembak dia tadi.
Ada sekitar sepuluh musuh yang kini berada dalam gang bersama Allen saat ini, mereka sontak menembakkan peluru pistol ke arahnya ketika melihat lelaki itu berlari.
Dorrrr
Satu tembakan tepat sasaran mengenai penembak jitu yang berada diatas atap gedung.
Allen menembak benda keramat di antara pangkal paha musuh itu, yang kemudian jatuh dari atas atap ke tanah didekatnya.
Melihat anggota mereka semakin banyak yang mati, sepuluh musuh yang tersisa menyerbu Allen bersama.
Lelaki itu ikut membalas tembakan yang dilepaskan dari musuh, yang semakin mendekat ke arahnya.
Meski tembakannya selalu tepat sasaran, tapi Allen ikut terkena timah panas dari musuh. Dua tangan yang menggenggam pistol bahkan tidak mampu menumbangkan mereka yang semakin gencar menembaki dia.
"Aaa...!" luka tembakan ketujuh mengenai bahu Allen.
Tubuhnya semakin terasa lemah karena kehilangan banyak darah. Allen terduduk di tanah tidak mampu menopang tubuhnya lagi.
Satu orang musuh yang tersisa mendekat dan mengarahkan pistol tepat di wajah sang boss mafia. "Your last words please ...," katanya dari balik topeng.
Belum sempat menembakkan satu peluru di pistolnya, tiba-tiba datang seorang dari arah belakang musuh yang menendang kuat tubuh pria bertopeng itu, hingga pistol yang dipegang jatuh terlempar beberapa meter darinya.
Seorang wanita dengan rambut panjang yang digerai tengah memasang kuda-kuda untuk melawan musuh yang ingin membunuh Allen sang Bos Mafia.
Allen sempat terpaku menatap wanita pemberani yang entah datang darimana sedang beradu kuat dengan musuh dia untuk membantunya.
Wanita itu terlihat sangat tangguh dan beberapa kali berhasil menumbangkan tubuh kekar musuh tersebut, meski dia jauh lebih kecil dibanding pria bertopeng itu.
Dia terlihat sangat lincah dan mampu menemukan titik-titik lemah musuh, sehingga musuh yang tersisa satu orang itu pun berhasil dilumpuhkan dan pingsan tergeletak di tanah.
"Hei ... are you okay?"
Suara wanita yang menolongnya dengan manik mata biru seperti Allen, sedang menatap dia dengan khawatir.
Wanita itu sempat melihat ke sekeliling mereka untuk memastikan apa yang baru saja terjadi di gang kecil sempit dan kotor ini.
"Astaga, sepertinya baru saja terjadi baku tembak disini," ujar wanita itu lagi.
Allen menatap dengan seksama wajah cantik dengan bibir merah merekah dan hidung mancung, wanita yang kini sedang mengambil telepon di tasnya untuk menghubungi ambulance.
"Ja-jangan," ujar Allen terbata.
"Apa Tuan?" tanya wanita itu mendekatkan telinganya ke mulut Allen.
Wangi bunga rose langsung menyeruak masuk ke indera penciuman Allen, wangi sekali wanita ini pikirnya.
"Jangan menghubungi siapa-siapa, sebentar lagi akan ada yang datang. Kamu cukup temani aku disini sampai mereka datang," jawab Allen berbisik di telinga wanita itu.
"Tapi kau sudah kehilangan banyak darah Tuan, apa perlu aku melakukan sesuatu untuk menghentikan pendarahan Tuan?" tanyanya bingung kenapa lelaki ini tidak mau dibawa kerumah sakit.
Allen menggeleng lemah, ada terlalu banyak luka tembak di tubuhnya. Tidak akan ada gunanya wanita ini melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan dia dari kondisi Allen yang sudah mulai memasuki fase kritis, karena kehilangan banyak darah.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu Tuan? Apa kamu baru saja dirampok?" tanya wanita yang memakai jaket jeans dengan celana panjang berbahan sama.
Dia sengaja mengajak Allen berbicara agar lelaki ini tidak pingsan dan sampai tidak sadarkan diri.
Allen menggeleng lagi, wanita asing itu sudah duduk disamping dia dan mulai berbicara panjang lebar entah tentang apa. Tapi yang pasti suara lembut wanita ini bisa menenangkan hati Allen.
Walaupun dia tidak selamat malam ini, setidaknya dia bisa bertemu dengan wanita bak malaikat yang diutus Tuhan untuk menemani dia di sela nafas terakhirnya.
Sekilas wanita yang sudah menolong dia memperkenalkan namanya yang samar masih sempat didengar oleh Allen.
"Namaku Rose…."
"
Manik mata biru itu perlahan mulai terbuka, Allen memicingkan mata saat cahaya lampu rumah sakit memancar tepat diatas kepalanya. "Bos ...." Suara Ace asisten pribadinya membuat Allen menyadari kalau dia ternyata masih diberikan kesempatan untuk hidup. "Sebentar aku panggilkan dokter Bos." Ace berlalu keluar ruangan dimana Allen dirawat, tidak sampai lima menit dia kembali bersama seorang lelaki bertubuh tinggi dengan jubah putih yang menunjukkan identitasnya sebagai dokter. "Bagaimana perasaanmu Bos?" tanya dokter Liam. "Buruk!" jawab Allen singkat. Bos Mafia ini tidak pernah berucap baik jika diberi pertanyaan seperti itu, bagi Allen hidup dia selalu buruk dan tidak pernah ada kata baik sejak dia kecil. Liam terkekeh dan menggelengkan kepala. "Kau selalu kuat seperti biasa Al, untung saja tidak ada p
"Bos, biar aku gantikan perban ditubuhmu," tawar Ace yang duduk disamping Allen.Keduanya berhasil take off meninggalkan Bandar Udara Internasional Benito Juárez Mexico, setelah mengecoh pihak musuh dengan cara berganti mobil saat mereka mengambil rute lain.Mobil yang dikejar oleh pihak musuh hanya terdapat anggota Blue Fire yang rela mati demi bisa menyelamatkan bos mereka.Untuk bisa menjadi salah satu anggota Mafia Blue Fire, mereka akan melewati beberapa ritual dengan kontrak menggunakan darah.Dan setelah bergabung dengan mafia yang paling ditakuti ini, mereka harus menyerahkan sepenuhnya hidup dan mati mereka demi sang bos yang mereka layani.Dengan bantuan biaya hidup yang tinggi serta kehidupan keluarga mereka yang terjamin, banyak yang tergoda ingin ikut bergabung dengan Blue Fire milik Allen Clarck sekalipun nyawa mereka yang menjadi taruhan.
Seorang wanita cantik memakai dress putih berbahan satin menjuntai kebawah sampai pada pahanya yang berkulit eksotis, berjalan dengan anggun menuruni tangga apartemen mewah milik Allen Clarck. Dengan rambutnya yang cokelat dan manik mata yang berwarna senada, wanita itu tersenyum bahagia melihat sosok seorang pria yang selama hampir lima tahun ini menjadi kekasihnya. Bukan, lebih tepatnya wanita ini yang beranggapan kalau mereka adalah sepasang kekasih. Allen tidak pernah menggangap hubungan keduanya lebih dari sekedar pemuas nafsunya belaka. Mereka masih bersama hingga sekarang hanya karena saling menguntungkan saja. "I'm miss you so much Al." ujarnya memeluk tubuh atletis sang bos mafia. "Kau sudah menyiapkan air untuk aku mandi?" tanya Allen masih dalam dekapan wanita yang malam ini sengaja berpenampilan seksi dan wangi demi memuaskan lelaki penuh nafsu ini.
Dua tahun kemudian"Good morning Bos!" sapa seluruh karyawan A, Corp setiap kali bertemu dengan pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.Allen yang selalu dingin dengan orang lain hanya mengangguk tanpa membalas sapaan karyawannya."Hari ini berkas lamaran untuk sekretaris baru Bos sudah ada diatas meja," ujar Ace sebelum membuka pintu masuk ruangan Allen.Satu buah meja kerja bersama tempat duduk nyaman berwarna hitam dan satu stel kursi sofa berwarna abu-abu mengisi ruangan sang Bos Mafia di perusahaan ini.Setumpuk berkas sudah tersusun rapi disamping kiri meja dan segelas kopi hitam yang masih mengepul berada disamping kanannya."Kamu mau kemana Ace?" tanya Allen saat melihat asistennya akan menutup pintu dan keluar dari ruangan dia."Aku akan pergi kebagian keuangan bos, laporan bulan lalu ada sedikit masalah. Aku harus mengeceknya
"Dad...!""Iya Nak, Dady ada dibelakang!" sahut seorang pria yang tahun ini sudah genap berumur lima puluh tiga tahun dengan rambut yang mulai beruban.Dia adalah Alex White, ayah kandung dari Rose White.Mereka pindah ke Miami tepat dua tahun lalu, saat ibu Rose meninggal dunia karena sakit kanker yang dideritanya.Rose yang saat itu baru setahun menjalani kuliah di salah satu universitas ternama di kota Mexico, terpaksa harus mengikuti ayahnya Alex kembali ke kota asal dia demi bisa menyambung hidup.Segala kepunyaan keluarga mereka dikota kelahiran ibunya harus habis terjual demi pengobatan wanita itu yang memakan biaya hingga ratusan juta dollar.Di kota Miami Florida, Alex membuka usaha toko bunga yang sejauh ini cukup ramai dan memiliki pelanggan tetap.Melalui usaha dia ini, Alex berhasil menguliahkan anak mereka satu-satunya
"Gimana Dad?""Perfect!"Rose sedang mematut dirinya didepan cermin saat ayahnya Alex keluar dari dalam kamar."Jam berapa kamu mau ke kantor Rose?" tanya Alex dari arah dapur.Jarak dari dapur dengan kamar mereka hanya berbatas dinding.Rose sedang berdiri di depan kamar dia, dimana terdapat cermin berukuran satu badan peninggalan ibunya dulu.Ibu Rose memang senang berlama-lama di depan cermin seperti kebanyakan wanita pada umumnya."Sebelum jam delapan aku harus sudah tiba disana Dad." sahut Rose sambil memakai heels lima centi berwarna hitam miliknya."Kalau begitu kamu sarapan dulu, Dady buatkan omelette mau?""Boleh ... tapi jangan lama-lama Dad."Alex dengan sigap mengambil tiga butir telur dari dalam lemari pendingin, dan mulai meracik bumbu untuk sarapan omelette mere
Pagi-pagi sekali Allen sudah bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan A, Corp miliknya. Ace bahkan diminta untuk menjemput dia pukul tujuh tepat di Mansion. Memakai setelan jas berwarna hitam dengan sepatu berwarna senada yang mengkilat, Allen turun dari tangga melingkar dengan gagahnya. "Good morning Bos!" sapa Ace membungkuk memberi hormat Allen mengangguk dan keluar mendahului Ace menuju mobil mewah yang sudah terparkir di depan pintu kebaya mansionnya. "Silahkan Bos...." ujar salah seorang penjaga membukakan pintu mobil untuk bos mereka. "Apa kau sudah mengatur apa yang aku minta kemarin Ace?" tanya Allen saat mobil yang membawanya meluncur meninggalkan halaman mansion. "Sudah Bos. Semua sudah aku atur sesuai dengan perintah Bos!" sahut Ace melirik sekilas bosnya dari kaca spion di depan. Dia duduk dikursi kemudi denga
Sebulan sudah Rose bekerja di perusahaan A,Corp sebagai seorang sekretaris. Kini dia semakin lincah dan gesit dalam bekerja.Semalam Ace menghubungi dia untuk pagi ini sebelum jam tujuh, dia sudah harus datang ke sebuah alamat yang Ace kirimkan melalui pesan singkat semalam pada Rose.Dan disinilah dia sekarang, berdiri di depan sebuah cottage mewah pinggir kota dengan perasaan bingung.Untuk apa Ace memintanya kesini? Asisten bos mereka itu tidak mengatakan secara detail apa yang harus dia lakukan pagi ini setelah tiba di alamat yang dia kirimkan."Selamat pagi nona...," sapa seorang wanita paruh baya memakai seragam rapi."Pagi...," sapa Rose kembali."Mari nona, ikut saya kedalam." ajaknya dan berlalu masuk kedalam cottage.Dengan langkah pelan dan pikiran yang dipenuhi tanda tanya, Rose pun melangkah mengikuti wanita itu dari be
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more ❤️By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"Daddy…." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja