Dua tahun kemudian
"Good morning Bos!" sapa seluruh karyawan A, Corp setiap kali bertemu dengan pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.
Allen yang selalu dingin dengan orang lain hanya mengangguk tanpa membalas sapaan karyawannya.
"Hari ini berkas lamaran untuk sekretaris baru Bos sudah ada diatas meja," ujar Ace sebelum membuka pintu masuk ruangan Allen.
Satu buah meja kerja bersama tempat duduk nyaman berwarna hitam dan satu stel kursi sofa berwarna abu-abu mengisi ruangan sang Bos Mafia di perusahaan ini.
Setumpuk berkas sudah tersusun rapi disamping kiri meja dan segelas kopi hitam yang masih mengepul berada disamping kanannya.
"Kamu mau kemana Ace?" tanya Allen saat melihat asistennya akan menutup pintu dan keluar dari ruangan dia.
"Aku akan pergi kebagian keuangan bos, laporan bulan lalu ada sedikit masalah. Aku harus mengeceknya langsung disana," sahut Ace.
"Ya sudah, kamu bisa pergi. Tapi nanti begitu kamu kembali darisana, jangan lupa untuk mengecek berkas-berkas itu untukku!" tunjuk Allen dan duduk dikursi kebesarannya.
"Tapi Bos, aku mungkin akan sedikit lama disana! Dan bukannya Bos sendiri yang mengatakan ingin memilih sendiri siapa yang akan menjadi sekretaris Bos kali ini?" sahut Ace mengingatkan perkataan Allen seminggu yang lalu padanya.
Allen menghembuskan nafas panjang, ternyata dia yang lupa akan apa yang dia ucapkan sendiri pada Ace.
Sekretaris Allen sebelumnya tidak ada satupun yang benar, mereka sengaja melamar disini hanya untuk bisa dekat dengan dia, ataupun menjadi kaki tangan musuh yang ingin menumbangkan dia melalui perusahaan yang Allen punya.
"Baiklah, kamu bisa pergi sekarang."
"Baik bos, saya permisi." Ace membungkuk memberi hormat dan menutup pintu tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Sebelum larut dalam dokumen lamaran untuk posisi sekretarisnya diatas meja, Allen terlebih dahulu menyeruput kopi hitam didalam gelas hingga tandas.
Kebiasaan lelaki itu sebelum memulai segala aktifitas dia dikantor, Allen akan lebih dulu menikmati cairan berwarna hitam pekat dengan satu sendok teh gula sebagai pemanisnya.
Ada sekitar dua puluh lima berkas lamaran yang diberikan pihak HRD setelah melalui tahapan pemeriksaan yang ketat dari mereka.
Untuk menjadi sekretaris seorang Allen Clarck diperusahaan ini, setidaknya para pelamar minimal harus bisa menguasai dua bahasa asing serta memiliki skill dan akademik yang tinggi.
Meski dia memiliki Ace sebagai asistennya, namun Allen ingin sekretaris dia juga bisa diandalkan dalam perusahaan dan terlebih dapat dipercaya.
Saat membuka berkas yang kesepuluh, Allen tersentak saat melihat foto close up seorang wanita yang selama dua tahun ini dia cari.
Wanita itu sedang tersenyum menampilkan giginya yang putih dan rapi dengan rambut yang diikat ponytail, serta memakai kemeja putih berlatar merah.
Allen seketika tersenyum sumringah dan menjadi bersemangat, dia membuka lembaran demi lembaran berkas lamaran wanita cantik bernama Rose White.
"Jadi namanya adalah Rose, pantas saja dia sangat wangi...," gumam Allen membayangkan wajah serta bau tubuh Rose waktu itu.
Bos mafia itu mengecek berulang kali berkas lamaran pekerjaan Rose dengan teliti dan hati yang membuncah.
Entah kenapa dia jadi sebahagia ini hanya karena satu wanita yang tidak bisa dia temukan.
Seminggu setelah kejadian penyerangan di gang dua tahun lalu, Ace atas perintah Allen bosnya mengecek cctv di dekat sana namun nihil.
Sama sekali tidak ada jejak apapun yang tertinggal saat kejadian itu, karena cctv yang ada disekitar sana sengaja dirusak oleh musuh agar Allen tidak bisa menemukan keberadaan mereka.
Karena alasan itu jugalah sampai Ace maupun Allen tidak dapat menemukan wanita yang sempat menemani dan mengajak bos mafia itu berbicara, ditengah kondisi dia yang semakin lemah karena kehilangan banyak darah.
Allen bahkan sampai harus menurunkan orang kepercayaannya untuk mencari sosok wanita yang tidak dia ketahui namanya waktu itu.
Dan kini, saat pencarian yang dilakukan Allen sudah dia hentikan. Rose malah muncul secara tiba-tiba dan melamar menjadi sekretarisnya.
Allen seketika penasaran dengan Rose yang masih mengingat dia atau tidak.
Lelaki berjambang yang sedang bahagia luar biasa ini, mengambil ponsel disaku jasnya lalu menghubungi Ace dengan cepat.
"Halo Bos."
"Kesini sekarang!" perintah Allen dan menutup sepihak panggilan teleponnya.
Allen lalu berdiri sambil memegang berkas lamaran Rose ditangan, dan berbalik menatap pemandangan laut dari kaca jendela transparan ruang kantornya.
Gedung kantor berlantai dua puluh itu berada dikawasan South Beach yang bersebelahan dengan gedung hotel mewah milik Allen Clarck.
Tidak sampai lima menit, Ace tiba diruangan bosnya dengan langkah cepat.
"Ada apa Bos?" tanya Ace khawatir.
"Ini." Allen memberikan berkas lamaran pekerjaan Rose kehadapan asistennya.
"Apa ini bos?" tanya Ace lagi tidak mengerti.
"Itu wanita yang kita cari selama dua tahun ini Ace." tunjuk Allen pada foto close up Rose.
Ace seketika terbelalak tidak percaya melihat sosok wanita dalam foto yang telah membuat bosnya uring-uringan semenjak bertemu dengan wanita itu.
"Dia-"
"Dia yang akan menjadi sekretarisku Ace," ucap Allen cepat. "Kau segera hubungi dia dan suruh dia datang kemari besok pagi!" sambungnya lagi.
Ace mengangguk mengerti dan membaca sekilas biodata wanita bernama Rose White tersebut, lalu melangkah keluar dari ruangan Allen.
"Mau kemana lagi kamu Ace?"
Ace berbalik dan berujar. "Tadi Bos bilang hubungi nona ini."
"Iya, lalu?"
"Yah aku mau menghubungi dia dulu Bos." sahut Ace menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Telpon dia dari sini saja! Pakai nomor telepon ruanganku." tunjuk Allen pada telepon kantor yang berada diatas meja kerjanya. "Hubungkan kespeaker agar aku bisa mendengarnya!" sambung Allen lagi dan duduk dikursi sofa.
Ace hanya bisa mengangguk dan berjalan mendekati meja kerja sang Bos lalu mulai menekan nomor ponsel Rose, yang tertulis dalam CV nya.
Dalam bunyi sambungan kelima, panggilan telepon itupun diangkat.
"Halo...," suara lembut Rose terdengar dari telepon kantor ruangan Allen dan membuat lelaki itu tersenyum tipis.
"Halo selamat siang, apa benar ini dengan nona Rose White?" tanya Ace memastikan.
Allen sedang duduk didepannya dan mendengarkan dengan seksama pembicaraan Ace dan Rose ditelepon.
"Iya benar, ini darimana?" sahut Rose lagi dari seberang sana.
"Saya dari bagian HRD perusahaan A, Corp ingin mengonfirmasikan kalau nona diterima bekerja diperusahaan ini sesuai dengan posisi yang nona lamar sebagai sekretaris. Nona bisa datang besok pagi pukul delapan untuk bicara lebih lanjut mengenai kontrak kerja dengan perusahaan kami."
"Apa? Benarkah? Oh astaga," pekik Rose bahagia antara percaya dan tidak percaya dengan kabar yang baru saja dia dengar.
Allen dan Ace yang mendengar suara melengking antusias Rose tersenyum geli. Sepertinya sosok wanita yang akan menjadi sekretaris bos mafia paling ditakuti ini, akan membuat kehidupan datar keduanya menjadi lebih menarik.
"Ehemmm...!" Ace sengaja berdehem karena Rose sepertinya tidak sadar kalau panggilan telepon itu masih tersambung.
"Eh ya ampun ... maaf, maaf pak" sahut Rose tidak enak saat mendengar suara Ace dari ponselnya. "Baik pak, saya akan datang kesana besok pagi jam delapan. Terima kasih banyak pak!"
Tuuttt.. tuutt.. tuuuttt...
Rose menutup panggilan itu tanpa menunggu jawaban dari Ace, yang notabene akan menjadi atasan dia dikantor.
"Astaga, kenapa malah wanita ini yang menutup teleponnya?" ujar Ace menggelengkan kepala dan meletakkan gagang telepon kembali pada tempatnya.
Ace lalu berjalan mendekati Allen yang duduk diam dikursi sofa.
Lelaki itu sedang melamun hanyut dalam pikirannya sendiri tentang sosok yang akan dia temui lagi besok, setelah dua tahun lamanya mencari keberadaan wanita bernama Rose White.
"Aku ingin kamu mengatur satu meja baru untukku di dalam sini!"
"Apa Bos?" tanya Ace memastikan lagi perintah bosnya yang duduk dikursi single sampingnya.
"Apa kau sudah tuli sekarang Ace!" sentak Allen menatap tajam asistennya.
Ace tersenyum salah tingkah dan mengangguk. "Baik Bos, besok pagi meja yang Bos minta akan ada disini."
"Bagus, pilihkan kursi yang paling bagus dan nyaman untuk Rose. Aku ingin dia betah bekerja denganku nantinya."
"Oh jadi untuk nona Rose yah...," gumam Ace menatap menyelidik bosnya.
"Tidak perlu menatapku seperti itu Ace! Keluarlah, kembali ke tempatmu dan lanjutkan pekerjaanmu!"
Ace tersenyum tertahan merasa Bos Mafia ini pasti ingin Rose satu ruangan dengan dia mulai besok.
"Baik Bos," sahutnya dan berdiri meninggalkan ruangan Allen sambil bersiul-siul pelan untuk menggoda lelaki dingin itu.
"Dad...!""Iya Nak, Dady ada dibelakang!" sahut seorang pria yang tahun ini sudah genap berumur lima puluh tiga tahun dengan rambut yang mulai beruban.Dia adalah Alex White, ayah kandung dari Rose White.Mereka pindah ke Miami tepat dua tahun lalu, saat ibu Rose meninggal dunia karena sakit kanker yang dideritanya.Rose yang saat itu baru setahun menjalani kuliah di salah satu universitas ternama di kota Mexico, terpaksa harus mengikuti ayahnya Alex kembali ke kota asal dia demi bisa menyambung hidup.Segala kepunyaan keluarga mereka dikota kelahiran ibunya harus habis terjual demi pengobatan wanita itu yang memakan biaya hingga ratusan juta dollar.Di kota Miami Florida, Alex membuka usaha toko bunga yang sejauh ini cukup ramai dan memiliki pelanggan tetap.Melalui usaha dia ini, Alex berhasil menguliahkan anak mereka satu-satunya
"Gimana Dad?""Perfect!"Rose sedang mematut dirinya didepan cermin saat ayahnya Alex keluar dari dalam kamar."Jam berapa kamu mau ke kantor Rose?" tanya Alex dari arah dapur.Jarak dari dapur dengan kamar mereka hanya berbatas dinding.Rose sedang berdiri di depan kamar dia, dimana terdapat cermin berukuran satu badan peninggalan ibunya dulu.Ibu Rose memang senang berlama-lama di depan cermin seperti kebanyakan wanita pada umumnya."Sebelum jam delapan aku harus sudah tiba disana Dad." sahut Rose sambil memakai heels lima centi berwarna hitam miliknya."Kalau begitu kamu sarapan dulu, Dady buatkan omelette mau?""Boleh ... tapi jangan lama-lama Dad."Alex dengan sigap mengambil tiga butir telur dari dalam lemari pendingin, dan mulai meracik bumbu untuk sarapan omelette mere
Pagi-pagi sekali Allen sudah bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan A, Corp miliknya. Ace bahkan diminta untuk menjemput dia pukul tujuh tepat di Mansion. Memakai setelan jas berwarna hitam dengan sepatu berwarna senada yang mengkilat, Allen turun dari tangga melingkar dengan gagahnya. "Good morning Bos!" sapa Ace membungkuk memberi hormat Allen mengangguk dan keluar mendahului Ace menuju mobil mewah yang sudah terparkir di depan pintu kebaya mansionnya. "Silahkan Bos...." ujar salah seorang penjaga membukakan pintu mobil untuk bos mereka. "Apa kau sudah mengatur apa yang aku minta kemarin Ace?" tanya Allen saat mobil yang membawanya meluncur meninggalkan halaman mansion. "Sudah Bos. Semua sudah aku atur sesuai dengan perintah Bos!" sahut Ace melirik sekilas bosnya dari kaca spion di depan. Dia duduk dikursi kemudi denga
Sebulan sudah Rose bekerja di perusahaan A,Corp sebagai seorang sekretaris. Kini dia semakin lincah dan gesit dalam bekerja.Semalam Ace menghubungi dia untuk pagi ini sebelum jam tujuh, dia sudah harus datang ke sebuah alamat yang Ace kirimkan melalui pesan singkat semalam pada Rose.Dan disinilah dia sekarang, berdiri di depan sebuah cottage mewah pinggir kota dengan perasaan bingung.Untuk apa Ace memintanya kesini? Asisten bos mereka itu tidak mengatakan secara detail apa yang harus dia lakukan pagi ini setelah tiba di alamat yang dia kirimkan."Selamat pagi nona...," sapa seorang wanita paruh baya memakai seragam rapi."Pagi...," sapa Rose kembali."Mari nona, ikut saya kedalam." ajaknya dan berlalu masuk kedalam cottage.Dengan langkah pelan dan pikiran yang dipenuhi tanda tanya, Rose pun melangkah mengikuti wanita itu dari be
Perjalanan dari Kota Miami, Florida menuju Negara kincir angin Belanda membutuhkan waktu selama lima belas jam lebih lamanya. Selama berada di dalam pesawat jet pribadi milik sang Bos Mafia, Rose hanya duduk diam di kursi karena merasa pusing dengan perjalanan udara yang memakan waktu lama seperti ini. "Apa kau butuh sesuatu Rose?" tanya Allen mendekati tempat duduk sekretarisnya. Rose menggeleng dengan wajah yang sudah pucat pasi. "Lebih baik kamu tidur dulu di kamar Rose, aku akan meminta pramugari membawakan kamu teh hangat nanti." Rose mengangguk dan bangkit berdiri dari kursinya dengan lemah, menuju kamar dalam pesawat yang khusus disediakan untuk Allen jika dia ingin beristirahat. "Ace…!" panggil Allen setelah Rose masuk ke dalam kamar. "Iya Bos?" "Kenapa kamu tidak bilang kalau Rose akan s
Rose tertidur di kursi sofa dalam kamar hotel bosnya, setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Allen padanya tadi.Allen yang tidak tega melihat sekretarisnya yang tampak sangat kelelahan, mengangkat tubuh Rose keatas ranjang dan menidurkan dia disana.Sekilas Allen begitu menikmati wajah Rose yang mulus tanpa cela itu, dengan bibir yang merah merekah alami.Tanpa sadar lelaki itu mengusap dahi Rose dan memberikannya ciuman selamat malam.Astaga … apa yang aku lakukan? Gumam Allen dalam hati dan berdiri menjauh dari ranjang kamar hotelnya, dimana Rose sedang tertidur pulas.Lelaki itu merutuki dirinya sendiri karena berbuat hal yang menurutnya sangat aneh. Dia tidak pernah mencium seorang wanita dalam kondisi yang sedang tidur seperti ini.Ada apa dengannya? Pikiran-pikiran itu terus menghantui isi dalam kepalanya semenjak Rose bekerja dan dekat deng
Rotterdam merupakan salah satu kota terbesar yang ada di Belanda. Memiliki sejuta keindahan dan keunikan, membuat kota satu ini selalu tidak pernah sepi dari incaran pengunjung.Rotterdam sendiri mempunyai tempat wisata yang unik dan menarik. Dimulai dari museum, teater, wisata unik, dan balai kesenian.Dan siang ini, Ace membawa bosnya Allen bersama sekretaris mereka Rose menuju Rumah Kubus Rotterdam.Rumah yang dibangun dengan menggunakan arsitektur yang unik dan dicat berwarna kuning cerah berbentuk kubus, merupakan rancangan dari seorang seniman terkemuka Belanda bernama Piet Blom.Seniman tersebut memang selalu menghadirkan rancangan arsitektur bangunan yang unik dan kreatif, dalam setiap rancangan yang dihasilkannya."Tolong ambil gambarku Ace…." pinta Rose menyodorkan ponsel miliknya ke hadapan asisten sang bos."Biar aku saja!"&nb
Sekembalinya dari Belanda, Rose membelikan banyak buah tangan untuk ayahnya Alex dan Sonya sahabatnya.Bekerja sebagai seorang sekretaris dari perusahaan terkemuka dan terkenal seperti A,Corp memberikan banyak keuntungan untuk Rose.Ikut bersama Allen ke Belanda, Rose mendapatkan uang lembur yang cukup banyak dari lelaki berjambang itu.Sonya seketika iri dengan Rose yang sudah jalan-jalan gratis keluar negeri, bahkan bisa mendapatkan tambahan uang saku untuknya.Bahkan Rose tidak naik pesawat komersil seperti kebanyakan orang, yang ingin pergi menggunakan kendaraan terbang itu."Kamu bahkan berfoto dengan bosmu Allen, Rose?"Rose mengangguk. "Seperti yang kamu lihat…," ujarnya bangga."Astaga … kamu beruntung sekali Rose. Lalu ini siapa?" tanya Sonya menunjuk lelaki yang berdiri disamping Allen.
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more ❤️By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"Daddy…." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja