"Dad...!"
"Iya Nak, Dady ada dibelakang!" sahut seorang pria yang tahun ini sudah genap berumur lima puluh tiga tahun dengan rambut yang mulai beruban.
Dia adalah Alex White, ayah kandung dari Rose White.
Mereka pindah ke Miami tepat dua tahun lalu, saat ibu Rose meninggal dunia karena sakit kanker yang dideritanya.
Rose yang saat itu baru setahun menjalani kuliah di salah satu universitas ternama di kota Mexico, terpaksa harus mengikuti ayahnya Alex kembali ke kota asal dia demi bisa menyambung hidup.
Segala kepunyaan keluarga mereka dikota kelahiran ibunya harus habis terjual demi pengobatan wanita itu yang memakan biaya hingga ratusan juta dollar.
Di kota Miami Florida, Alex membuka usaha toko bunga yang sejauh ini cukup ramai dan memiliki pelanggan tetap.
Melalui usaha dia ini, Alex berhasil menguliahkan anak mereka satu-satunya Rose, hingga bisa lulus kuliah dari University of Miami Amerika Serikat dengan gelar cumlaude.
"Ini ada pesanan bunga lagi dari miss Pretty Dad, katanya dikirim nanti sore ke alamat yang biasa!" ujar Rose memberitahu ayahnya yang tengah mengatur buket-buket bunga yang baru dibawa pemasok.
"Ah iya, Dady hampir lupa. Tolong kamu pisahkan bunga tulip dan mawarnya Rose. Ayah mau siapin dulu pesanan miss Pretty sebentar," pinta Alex dan berlalu masuk kedalam ruang penyimpanan bunga-bunga mereka
Bunga yang dijual oleh ayahnya Rose disimpan dalam ruangan khusus agar tetap segar, meski iklim dikota ini diklasifikasikan sebagai iklim muson tropis.
Dimana saat musim panas cuaca akan terasa panas dan lembab, musim dingin yang pendek dan hangat, serta musim kering yang ditandai diawal musim dingin.
Rosepun mengambil alih pekerjaan ayahnya dengan telaten dan hati-hati mengatur bunga yang baru masuk agar tidak patah dan rusak.
"Rose...!" panggil seorang wanita yang seumuran dengannya.
"Apa? Aku ada dibelakang Sonya!" sahut Rose setengah berteriak karena wanita itu berada didepan kios bunga mereka.
Wanita yang bernama Sonya itupun membuka pintu depan kios yang masih bertuliskan close, dan melangkah masuk menuju bagian belakang kios dimana Rose berada.
Sonya adalah sahabat Rose yang ikut pindah ke Miami setahun yang lalu, untuk mencoba peruntungan di kota ini.
Sembari bekerja part time di salah satu club terkenal, Sonya juga kuliah di universitas yang sama dengan Rose. Namun Rose lebih dulu masuk dan menyelesaikan kuliahnya disana.
"Kok belum buka jam segini?" tanya Sonya berjalan mendekati Rose yang masih sibuk dengan bunga-bunga mereka.
"Udah buka kok tadi, cuma aku tutup sebentar karena Dady lagi sibuk dengan pesanan kami diruang penyimpanan."
"Oh," sahut Sonya mengangguk-angguk mengerti.
"Mo ngapain kesini?"
Sonya menyengir. "Mau nagih janji kamu Rose ... katanya kamu mau traktir aku hari ini."
"Eh iya, sorry Sonya aku lupa. Tunggu bentar yah, Dady masih bikin pesanan punyanya miss Pretty. Udah harus dikirim nanti sore soalnya!"
"Iya, iya santai aja Rose. Aku free kok hari ini."
"Libur lagi kamu?" Sonya mengangguk dan duduk di dekat Rose. "Kerja apaan itu kebanyakan libur begitu," kekehnya.
"Jual diri!" jawab Sonya asal.
"Emang masih laku?" goda Rose cekikikan.
"Lakulah, badan aku seksi begini!" sahut Sonya bangga dan ikut tertawa bersama Rose yang sudah lebih dulu tertawa lepas didepannya.
Ditengah candaan kedua sahabat itu, tiba-tiba ponsel disaku celana kulot Rose berbunyi nyaring, wanita dengan rambut yang diikat tinggi keatas itupun buru-buru membersihkan tangan dan merogoh ponselnya.
Tertera dilayar ponsel sebuah nomor kantor yang membuat Rose gugup sendiri. Ini pasti telepon dari salah satu perusahaan yang sudah aku masukkan lamaran batinnya.
"Halo...."
"........."
"Iya benar, ini darimana?"
"........."
"Apa? Benarkah? Oh astaga," pekik Rose berjingkrak kesenangan.
"Kenapa sih Rose?" tanya Sonya kaget mendengar suara kencang sahabatnya setelah menerima panggilan telepon di ponsel.
"Aku diterima bekerja So."
"Apa?" sahut Sonya lebih kaget lagi. "Perusahaan mana kamu diterima ha?" sambungnya lagi dan ikut berjingkrak senang disamping Rose.
"Ehemmm...!" Suara dari seberang telepon yang ternyata masih tersambung menyadarkan dua sahabat yang sedang asik berbicara itu.
"Eh ya ampun ... Maaf, maaf pak" sahut Rose tidak enak saat mendengar suara si penelepon dari ponselnya. "Baik pak, saya akan datang kesana besok pagi jam delapan. Terima kasih banyak pak!"
Rosepun mengakhiri panggilan itu secara sepihak saking bahagianya dia.
"Congratulations Rose ... aku ikut senang mendengar berita ini." ujar Sonya tulus memeluk sahabatnya.
"Thank you so much Sonya, aku tidak menyangka lamaran pekerjaanku akan diterima secepat ini. Padahal aku sedikit ragu bisa menempati posisi itu karena belum punya pengalaman apa-apa dibidang sekretaris." sahut Rose melepaskan pelukan hangat mereka.
"Ini namanya rezeki Rose, berarti bintang kamu emang ada disana. Apalagi yang akan jadi bos kamu, lelaki yang waktu itu kamu tolong di Mexico, kan ?"
Rose mengangguk. "Tapi, itupun kalau dia masih ingat sama aku Sonya."
"Ingat, dia pasti ingat. Tidak ada manusia yang tidak ingat dengan orang yang pernah menolong dia, disaat kondisinya yang hampir mati!"
Rose White yang seorang anak tunggal dan hidup berkecukupan dengan keluarga bahagia dan sempurna, bermimpi bisa bekerja di perusahaan besar seperti A,Corp setelah lulus kuliah.
Bermodalkan status fresh graduate serta cumlaude miliknya membuat Rose bersemangat memasukkan lamaran pekerjaan dia kesana, dimana pemiliknya adalah lelaki yang pernah dia tolong dulu.
Saat mengetahui siapa pemilik perusahaan besar A, Corp. Rose langsung teringat kejadian dua tahun lalu, dimana keesokan harinya dia harus berangkat menuju kota Miami Florida bersama Alex White sang ayah.
Malam itu adalah malam terakhir Rose di Mexico, Rose yang ingin mengenang masa-masa dirinya dikota ini berjalan sendirian menikmati suasana malam disana.
Saat akan melewati sebuah gang sempit dan kotor, sebagai jalan alternatif untuk bisa cepat sampai menuju pedagang kaki lima yang biasa dia dan ibunya singgahi dulu. Rose mendengar bunyi tembakan satu kali.
Bukannya menjauh, Rose yang berani dan jago bela diri itu mulai mengamati gang yang kini sudah sepi dari tempat dia bersembunyi.
Saat melihat ada seorang pria yang ternyata masih hidup ditengah banyaknya mayat yang berada didekatnya, Rose dengan sigap mendekati sosok lelaki yang sepertinya sedang terluka parah.
Rose mengamati lelaki dengan manik mata biru yang sama dengan dia serta rahang tegas dan tubuh yang atletis itu semakin lemah, karena kehilangan banyak darah.
Rose tidak sempat menanyakan namanya karena selang lima menit menemani dia, seorang yang dia katakan akan datang menjemputnya tiba disana.
Ada cukup banyak orang berpakaian serba hitam yang turun dari beberapa mobil mahal yang mereka parkir didekat gang, dan dengan cepat membawa laki-laki yang Rose temani tadi.
Setelah mengatakan bagaimana kondisi lelaki itu pada seorang lelaki yang mungkin adalah bawahannya, Rosepun berlalu meninggalkan gang tersebut karena tidak ingin terlambat pulang kerumah sementara dia belum puas berjalan-jalan disekitar sana.
Rose tidak ingin terlambat bangun karena jadwal penerbangan mereka yang hanya pukul enam pagi.
Itulah kali pertama dan terakhir Rose bertemu dengan sosok dingin dan misterius itu. Hingga saat menonton berita di TV enam bulan yang lalu, Rosepun akhirnya mengetahui siapa nama lelaki yang sempat dia tolong waktu itu di kota kelahiran ibunya Mexico.
"Ada apa? Daritadi Dady dengar kalian ribut sekali disini," ujar Alex yang baru keluar dari ruang penyimpanan dengan sebuket bunga besar ditangan, hampir menutupi seluruh tubuhnya.
"Aku diterima bekerja Dad," sahut Rose antusias.
"Benarkah?" Rose mengangguk. "Astaga ... Dady ikut bahagia untukmu, Nak."
"Thank you Dad." sahut Rose yang mendekat ingin memeluk ayahnya.
"Sebentar, Dady letakkan dulu buket ini lalu kita berpelukan yah," ujar lelaki paruh baya itu dan meletakkan buket bunga pesanan miss Pretty di tempat biasa.
"Dady bangga padamu, Nak." Peluk Alex penuh cinta pada putri tunggalnya. "Momy pasti ikut bahagia dari atas sana melihat putri kesayangannya bisa bekerja di sebuah perusahaan seperti mimpi kamu dulu."
Rose mengangguk dan semakin memperdalam pelukan ayah dan anak itu dengan hati membuncah penuh kebahagiaan dan rasa syukur yang mendalam.
Setidaknya dengan dia bekerja, Rose bisa membantu perekenomian keluarga mereka dan ayahnya tidak perlu bekerja banting tulang seperti dulu saat dia masih kuliah.
"Ah, aku juga ingin dipeluk Uncle!" ujar Sonya yang sejak tadi ikut terharu melihat kedekatan sahabat dan ayahnya itu.
"Tidak boleh! Ini Dady aku, bukan Dady kamu!" ujar Rose yang sengaja bertingkah seperti anak kecil didepan sahabatnya.
"Jangan pelit Rose, aku sudah lama tidak pernah dipeluk lagi oleh Dadyku," dengus Sonya cemberut.
Sejak setahun dia pindah ke kota ini, Sonya tidak pernah lagi pulang ke Mexico untuk bertemu dengan keluarganya disana.
"Sudah, sudah. Sini kemari, mendekat sini dengan kami Sonya...," ujar Alex menengahi kedua wanita yang memang suka saling meledek satu sama lain itu.
Sonya tersenyum penuh kemenangan dan ikut memeluk Alex dan Rose yang masih berpelukan dengan hangat.
"Semoga Tuhan selalu memberkati kalian berdua anak-anakku," sambung Alex mendoakan Rose dan Sonya yang langsung diaminkan oleh keduanya.
"Gimana Dad?""Perfect!"Rose sedang mematut dirinya didepan cermin saat ayahnya Alex keluar dari dalam kamar."Jam berapa kamu mau ke kantor Rose?" tanya Alex dari arah dapur.Jarak dari dapur dengan kamar mereka hanya berbatas dinding.Rose sedang berdiri di depan kamar dia, dimana terdapat cermin berukuran satu badan peninggalan ibunya dulu.Ibu Rose memang senang berlama-lama di depan cermin seperti kebanyakan wanita pada umumnya."Sebelum jam delapan aku harus sudah tiba disana Dad." sahut Rose sambil memakai heels lima centi berwarna hitam miliknya."Kalau begitu kamu sarapan dulu, Dady buatkan omelette mau?""Boleh ... tapi jangan lama-lama Dad."Alex dengan sigap mengambil tiga butir telur dari dalam lemari pendingin, dan mulai meracik bumbu untuk sarapan omelette mere
Pagi-pagi sekali Allen sudah bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan A, Corp miliknya. Ace bahkan diminta untuk menjemput dia pukul tujuh tepat di Mansion. Memakai setelan jas berwarna hitam dengan sepatu berwarna senada yang mengkilat, Allen turun dari tangga melingkar dengan gagahnya. "Good morning Bos!" sapa Ace membungkuk memberi hormat Allen mengangguk dan keluar mendahului Ace menuju mobil mewah yang sudah terparkir di depan pintu kebaya mansionnya. "Silahkan Bos...." ujar salah seorang penjaga membukakan pintu mobil untuk bos mereka. "Apa kau sudah mengatur apa yang aku minta kemarin Ace?" tanya Allen saat mobil yang membawanya meluncur meninggalkan halaman mansion. "Sudah Bos. Semua sudah aku atur sesuai dengan perintah Bos!" sahut Ace melirik sekilas bosnya dari kaca spion di depan. Dia duduk dikursi kemudi denga
Sebulan sudah Rose bekerja di perusahaan A,Corp sebagai seorang sekretaris. Kini dia semakin lincah dan gesit dalam bekerja.Semalam Ace menghubungi dia untuk pagi ini sebelum jam tujuh, dia sudah harus datang ke sebuah alamat yang Ace kirimkan melalui pesan singkat semalam pada Rose.Dan disinilah dia sekarang, berdiri di depan sebuah cottage mewah pinggir kota dengan perasaan bingung.Untuk apa Ace memintanya kesini? Asisten bos mereka itu tidak mengatakan secara detail apa yang harus dia lakukan pagi ini setelah tiba di alamat yang dia kirimkan."Selamat pagi nona...," sapa seorang wanita paruh baya memakai seragam rapi."Pagi...," sapa Rose kembali."Mari nona, ikut saya kedalam." ajaknya dan berlalu masuk kedalam cottage.Dengan langkah pelan dan pikiran yang dipenuhi tanda tanya, Rose pun melangkah mengikuti wanita itu dari be
Perjalanan dari Kota Miami, Florida menuju Negara kincir angin Belanda membutuhkan waktu selama lima belas jam lebih lamanya. Selama berada di dalam pesawat jet pribadi milik sang Bos Mafia, Rose hanya duduk diam di kursi karena merasa pusing dengan perjalanan udara yang memakan waktu lama seperti ini. "Apa kau butuh sesuatu Rose?" tanya Allen mendekati tempat duduk sekretarisnya. Rose menggeleng dengan wajah yang sudah pucat pasi. "Lebih baik kamu tidur dulu di kamar Rose, aku akan meminta pramugari membawakan kamu teh hangat nanti." Rose mengangguk dan bangkit berdiri dari kursinya dengan lemah, menuju kamar dalam pesawat yang khusus disediakan untuk Allen jika dia ingin beristirahat. "Ace…!" panggil Allen setelah Rose masuk ke dalam kamar. "Iya Bos?" "Kenapa kamu tidak bilang kalau Rose akan s
Rose tertidur di kursi sofa dalam kamar hotel bosnya, setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Allen padanya tadi.Allen yang tidak tega melihat sekretarisnya yang tampak sangat kelelahan, mengangkat tubuh Rose keatas ranjang dan menidurkan dia disana.Sekilas Allen begitu menikmati wajah Rose yang mulus tanpa cela itu, dengan bibir yang merah merekah alami.Tanpa sadar lelaki itu mengusap dahi Rose dan memberikannya ciuman selamat malam.Astaga … apa yang aku lakukan? Gumam Allen dalam hati dan berdiri menjauh dari ranjang kamar hotelnya, dimana Rose sedang tertidur pulas.Lelaki itu merutuki dirinya sendiri karena berbuat hal yang menurutnya sangat aneh. Dia tidak pernah mencium seorang wanita dalam kondisi yang sedang tidur seperti ini.Ada apa dengannya? Pikiran-pikiran itu terus menghantui isi dalam kepalanya semenjak Rose bekerja dan dekat deng
Rotterdam merupakan salah satu kota terbesar yang ada di Belanda. Memiliki sejuta keindahan dan keunikan, membuat kota satu ini selalu tidak pernah sepi dari incaran pengunjung.Rotterdam sendiri mempunyai tempat wisata yang unik dan menarik. Dimulai dari museum, teater, wisata unik, dan balai kesenian.Dan siang ini, Ace membawa bosnya Allen bersama sekretaris mereka Rose menuju Rumah Kubus Rotterdam.Rumah yang dibangun dengan menggunakan arsitektur yang unik dan dicat berwarna kuning cerah berbentuk kubus, merupakan rancangan dari seorang seniman terkemuka Belanda bernama Piet Blom.Seniman tersebut memang selalu menghadirkan rancangan arsitektur bangunan yang unik dan kreatif, dalam setiap rancangan yang dihasilkannya."Tolong ambil gambarku Ace…." pinta Rose menyodorkan ponsel miliknya ke hadapan asisten sang bos."Biar aku saja!"&nb
Sekembalinya dari Belanda, Rose membelikan banyak buah tangan untuk ayahnya Alex dan Sonya sahabatnya.Bekerja sebagai seorang sekretaris dari perusahaan terkemuka dan terkenal seperti A,Corp memberikan banyak keuntungan untuk Rose.Ikut bersama Allen ke Belanda, Rose mendapatkan uang lembur yang cukup banyak dari lelaki berjambang itu.Sonya seketika iri dengan Rose yang sudah jalan-jalan gratis keluar negeri, bahkan bisa mendapatkan tambahan uang saku untuknya.Bahkan Rose tidak naik pesawat komersil seperti kebanyakan orang, yang ingin pergi menggunakan kendaraan terbang itu."Kamu bahkan berfoto dengan bosmu Allen, Rose?"Rose mengangguk. "Seperti yang kamu lihat…," ujarnya bangga."Astaga … kamu beruntung sekali Rose. Lalu ini siapa?" tanya Sonya menunjuk lelaki yang berdiri disamping Allen.
Saat jam makan siang tiba, Allen memilih untuk beristirahat di ruangannya. Meja kerja Rose yang berada di dekat meja kebesaran dia juga sudah lama kosong.Wanita itu pergi keluar untuk makan siang sejak tadi. Sempat berpamitan untuk mengisi perutnya yang keroncongan dan menawarkan untuk membelikan dia makanan, tapi Bos Mafia itu menolak.Dia hanya ingin istirahat sebentar di sofa, merebahkan dirinya di sana selama jam istirahat makan siang ini.Baru sekitar tiga puluh menit Allen tertidur di sofa kantor, lelaki itu dikejutkan dengan kedatangan Juliet di ruangannya."Sedang apa kamu disini?!" sentak Allen tidak suka.Meski banyak yang tahu Juliet adalah simpanan dia, tapi Allen tidak suka jika wanita yang selalu menghangatkan ranjangnya itu datang ke perusahaan dia, ataupun mengikutinya kemanapun."Kenapa marah-marah Al? Kamu tidak merindukan aku?" sahut Julie
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more ❤️By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"Daddy…." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja