Perjalanan dari Kota Miami, Florida menuju Negara kincir angin Belanda membutuhkan waktu selama lima belas jam lebih lamanya.
Selama berada di dalam pesawat jet pribadi milik sang Bos Mafia, Rose hanya duduk diam di kursi karena merasa pusing dengan perjalanan udara yang memakan waktu lama seperti ini.
"Apa kau butuh sesuatu Rose?" tanya Allen mendekati tempat duduk sekretarisnya.
Rose menggeleng dengan wajah yang sudah pucat pasi.
"Lebih baik kamu tidur dulu di kamar Rose, aku akan meminta pramugari membawakan kamu teh hangat nanti."
Rose mengangguk dan bangkit berdiri dari kursinya dengan lemah, menuju kamar dalam pesawat yang khusus disediakan untuk Allen jika dia ingin beristirahat.
"Ace…!" panggil Allen setelah Rose masuk ke dalam kamar.
"Iya Bos?"
"Kenapa kamu tidak bilang kalau Rose akan seperti ini setelah ikut dengan kita?!" ujarnya sedikit membentak asisten pribadinya itu.
Ace terdiam, kalau dia seorang peramal mungkin tanpa bosnya bertanya seperti ini. Dia sudah mengatakan kalau sekretaris mereka itu tidak akan mampu melakukan perjalanan jauh bersama mereka seperti sekarang.
"Cepat panggil pramugari dan bawakan teh hangat ke kamar. Aku tidak ingin Rose kenapa-napa nanti!" perintah Allen dan berjalan duduk di kursi depan TV dalam pesawat.
Kenapa jadi aku yang kena? Kesal Ace dalam hati dan berlalu menuju kabin pesawat dimana para pramugari berada.
Allen yang khawatir dengan keadaan Rose, beberapa kali keluar masuk kamar untuk mengecek keadaan wanita yang sempat dia kerjai tadi pagi.
Wanita itu langsung tertidur pulas setelah minum teh hangat yang dibawakan seorang pramugari cantik, yang sejak tadi mencuri-curi pandang pada Allen.
Sepertinya pramugari itu baru saja diterima bekerja pada mereka, hingga membuat Ace risih dan menegur pramugari itu.
"Sebelum bekerja disini, kau sudah membaca semua peraturan yang diberikan bukan?"
Pramugari itu mengangguk. "Jaga matamu! Jangan asal melihat tuanmu! Jika tidak, aku yang akan melemparkan kau keluar dari pesawat ini!" ujar Ace tegas.
"Ba-baik Tuan, tolong maafkan saya," sahut pramugari itu ketakutan mendengar perkataan tangan kanan bos barunya.
"Pergi, dan jangan kembali kesini! Minta tim kamu yang lain jika ingin membawa sesuatu ke depan!"
Pramugari itu pun segera pergi meninggalkan ruangan khusus dimana para petinggi mereka berada.
"Ace…!" panggil Allen lagi setelah pramugari tadi pergi.
Dia baru saja keluar dari dalam kamar, dimana Rose masih tertidur lelap.
"Iya Bos."
"Begitu kita tiba di Rotterdam, segera persiapkan tim medis untuk memeriksa keadaan Rose!"
"Baik Bos."
Lelaki bernama Allen Clarck dengan tubuh atletisnya ini, terlihat begitu mengkhawatirkan keadaan Rose sekretaris dia.
Baru sekarang Ace melihat bosnya ini begitu mengkhawatirkan seseorang yang belum lama dikenalnya, mengingat bagaimana perangai seorang Bos Mafia paling ditakuti itu.
Pukul empat sore waktu setempat, jet pribadi Allen mendarat di Bandar Udara Rotterdam - Den Haag Belanda.
Sesuai perintah bosnya, sebuah mobil medis langsung mendekati pesawat berlogo huruf A, dengan Rose yang dibawa masuk ke dalam mobil dimana paramedis sudah menunggunya.
"Sudah aku katakan kalau aku baik-baik saja Bos, seharusnya Bos tidak perlu memanggil paramedis segala kesini."
"Diamlah … itu untuk kebaikanmu sendiri Rose! Setelah ini kamu akan diantarkan ke hotel untuk beristirahat, aku dan Ace akan langsung menemui rekan bisnis kami tidak jauh dari lokasi hotel."
"Tidak perlu Bos, aku masih kuat untuk ikut dengan Bos kesana…," tolak Rose tidak enak hati.
Mana mungkin dia yang hanya bawahan saja enak-enakan tidur di hotel, sementara atasannya malah lanjut bekerja menemui rekan bisnis mereka bersama asisten pribadinya.
"Lebih baik nona ikuti saja kemauan Bos … beliau paling tidak suka dibantah!" bisik Ace sebelum mereka masuk ke dalam mobil.
Astaga … dasar manusia aneh tukang perintah! Gimana nanti kalo aku malah keenakan? Batin Rose geli dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk berdampingan dengan Allen bosnya.
Sepanjang perjalanan menuju hotel dimana mereka akan menginap selama di kota Rotterdam, Belanda. Allen dan Ace membahas beberapa hal mengenai kegiatan mereka selama berada disini.
Rose yang ikut menimpali pembicaraan keduanya malah tidak digubris sama sekali oleh dua lelaki dengan pesonanya masing-masing itu, hingga membuat dia kesal dan akhirnya diam sendiri duduk memandangi kota yang pertama kali dia datangi ini dari balik jendela mobil.
Kota Rotterdam merupakan kota terbesar kedua di Negara Belanda dan memiliki salah satu pelabuhan terbesar di dunia.
Rotterdam ini juga adalah sebuah gemeente Belanda yang terletak di Provinsi Holland (Belanda) Selatan.
Sejarah kota ini berawal dari sebuah bendungan yang dibangun tahun 1260-an di sungai Rotte dan orang-orang bermukim di sekitarnya.
"Semua kebutuhan kamu sudah tersedia di dalam kamar hotel Rose, beristirahatlah…," ujar Allen setelah mobil yang membawa mereka berhenti di lobby hotel.
"Baik Bos…," sahut Rose lalu turun dari dalam mobil.
Rose diantarkan oleh seorang bellboy setelah dia check in di meja resepsionis. Kamar yang dibooking oleh asisten pribadi bosnya berada di lantai paling tinggi di hotel ini.
Mengenal Allen selama sebulan ini membuat Rose tahu kalau lelaki itu paling senang berada di tempat yang paling tinggi dalam gedung, baik hotel maupun perusahaannya.
Saat membuka lemari baju kamar hotelnya, Rose membola melihat ada beberapa dress mahal serta setelan yang biasa dia pakai untuk ke kantor, tergantung rapi di dalam sana.
Kenapa banyak sekali baju-bajunya? Berapa lama memangnya kami akan berada di Negara ini?
Ace benar-benar menyiapkan seluruh kebutuhan dia di kamar ini, bahkan pakaian dalam berwarna warni dengan model yang berbeda-beda ikut terlipat rapi di laci lemari bawah.
Wajah Rose seketika memerah membayangkan Ace yang menyuruh orang untuk menyiapkan semua ini.
Bahkan untuk hal sedetail seperti ini, lelaki yang selalu setia berada disamping Allen itu masih sempat-sempatnya memikirkan ini semua pikirnya.
Selesai mandi, bunyi telepon kamar hotel Rose berdering. Wanita yang masih memakai kimono itu buru-buru mengangkat telepon tersebut.
"Halo…."
"Datang ke kamarku sekarang!"
Panggilan telepon singkat itu berakhir saat suara di seberang sana menutup sepihak sambungan telepon tersebut.
"Astaga … lama-lama aku bisa gila kalau begini! Kenapa dia cepat sekali sudah kembali?" geram Rose meletakkan gagang telepon dengan kasar.
Rose tidak sadar kalau dia hampir dua jam menghabiskan waktu berada di dalam kamar mandi, karena terlalu nyaman berendam di dalam bathtub hotel.
Tubuhnya terasa lebih ringan saat berendam dengan air hangat, serta wewangian aroma sabun bunga kesukaannya.
Tok.. tok.. tok…
Rose mengetuk pintu kamar hotel bosnya yang berada tepat di samping kamar dia. Wanita yang kini memakai baju tidur berbahan satin itu lupa kalau disana disediakan bel untuk setiap kamar yang ada.
"Masuklah…," ajak Allen ketika pintu dibuka.
"Ada yang bisa aku bantu Bos?"
"Bantu aku menyelesaikan laporan untuk presentasi besok bersama klien kita Rose, tadi Ace lupa memberitahukannya padamu!"
"Baik Bos, aku akan mengerjakannya di kamarku," sahut Rose mengambil beberapa berkas diatas meja yang ada di kamar bosnya.
"Kerjakan saja disini!"
"A-apa Bos?"
"Kerjakan disini kataku!"
"Tapi kenapa harus disini Bos? Aku bisa mengerjakannya di kamarku sendiri Bos," sahut Rose tidak ingin berduaan dengan lelaki berjambang itu di kamar hotel.
"Jangan membantah! Kerjakan sekarang juga disini," perintah Allen menatap tajam sekretarisnya yang malam ini begitu wangi.
Sesaat setelah membuka pintu dan meminta wanita dengan rambut yang masih setengah basah itu masuk ke dalam kamarnya, aroma segar dan wangi bunga dari tubuh Rose langsung tercium di hidung mancungnya.
Allen jadi ingin berlama-lama dengan Rose di dalam kamar deluxe yang dipesan Ace untuk dia dan Rose di sebelah.
Akan ada Up dua atau tiga kali seminggu yah guys... Jangan lupa tinggalkan bintang yang banyak untuk karya perdana author di lapak ini Terima kasih 🌹🌹🌹🌹
Rose tertidur di kursi sofa dalam kamar hotel bosnya, setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Allen padanya tadi.Allen yang tidak tega melihat sekretarisnya yang tampak sangat kelelahan, mengangkat tubuh Rose keatas ranjang dan menidurkan dia disana.Sekilas Allen begitu menikmati wajah Rose yang mulus tanpa cela itu, dengan bibir yang merah merekah alami.Tanpa sadar lelaki itu mengusap dahi Rose dan memberikannya ciuman selamat malam.Astaga … apa yang aku lakukan? Gumam Allen dalam hati dan berdiri menjauh dari ranjang kamar hotelnya, dimana Rose sedang tertidur pulas.Lelaki itu merutuki dirinya sendiri karena berbuat hal yang menurutnya sangat aneh. Dia tidak pernah mencium seorang wanita dalam kondisi yang sedang tidur seperti ini.Ada apa dengannya? Pikiran-pikiran itu terus menghantui isi dalam kepalanya semenjak Rose bekerja dan dekat deng
Rotterdam merupakan salah satu kota terbesar yang ada di Belanda. Memiliki sejuta keindahan dan keunikan, membuat kota satu ini selalu tidak pernah sepi dari incaran pengunjung.Rotterdam sendiri mempunyai tempat wisata yang unik dan menarik. Dimulai dari museum, teater, wisata unik, dan balai kesenian.Dan siang ini, Ace membawa bosnya Allen bersama sekretaris mereka Rose menuju Rumah Kubus Rotterdam.Rumah yang dibangun dengan menggunakan arsitektur yang unik dan dicat berwarna kuning cerah berbentuk kubus, merupakan rancangan dari seorang seniman terkemuka Belanda bernama Piet Blom.Seniman tersebut memang selalu menghadirkan rancangan arsitektur bangunan yang unik dan kreatif, dalam setiap rancangan yang dihasilkannya."Tolong ambil gambarku Ace…." pinta Rose menyodorkan ponsel miliknya ke hadapan asisten sang bos."Biar aku saja!"&nb
Sekembalinya dari Belanda, Rose membelikan banyak buah tangan untuk ayahnya Alex dan Sonya sahabatnya.Bekerja sebagai seorang sekretaris dari perusahaan terkemuka dan terkenal seperti A,Corp memberikan banyak keuntungan untuk Rose.Ikut bersama Allen ke Belanda, Rose mendapatkan uang lembur yang cukup banyak dari lelaki berjambang itu.Sonya seketika iri dengan Rose yang sudah jalan-jalan gratis keluar negeri, bahkan bisa mendapatkan tambahan uang saku untuknya.Bahkan Rose tidak naik pesawat komersil seperti kebanyakan orang, yang ingin pergi menggunakan kendaraan terbang itu."Kamu bahkan berfoto dengan bosmu Allen, Rose?"Rose mengangguk. "Seperti yang kamu lihat…," ujarnya bangga."Astaga … kamu beruntung sekali Rose. Lalu ini siapa?" tanya Sonya menunjuk lelaki yang berdiri disamping Allen.
Saat jam makan siang tiba, Allen memilih untuk beristirahat di ruangannya. Meja kerja Rose yang berada di dekat meja kebesaran dia juga sudah lama kosong.Wanita itu pergi keluar untuk makan siang sejak tadi. Sempat berpamitan untuk mengisi perutnya yang keroncongan dan menawarkan untuk membelikan dia makanan, tapi Bos Mafia itu menolak.Dia hanya ingin istirahat sebentar di sofa, merebahkan dirinya di sana selama jam istirahat makan siang ini.Baru sekitar tiga puluh menit Allen tertidur di sofa kantor, lelaki itu dikejutkan dengan kedatangan Juliet di ruangannya."Sedang apa kamu disini?!" sentak Allen tidak suka.Meski banyak yang tahu Juliet adalah simpanan dia, tapi Allen tidak suka jika wanita yang selalu menghangatkan ranjangnya itu datang ke perusahaan dia, ataupun mengikutinya kemanapun."Kenapa marah-marah Al? Kamu tidak merindukan aku?" sahut Julie
"Maafkan aku Bos, aku tidak tahu kalau Bos sedang punya tamu tadi…." ujar Rose tertunduk.Entah kenapa malah dia yang merasa malu dengan kelakuan atasannya ini di kantor.Membayangkan kejadian mesum yang benar-benar menguji imannya yang jomblo, membuat hati Rose mencelos. Seketika dia juga ingin punya pacar yang bisa diajak bermesraan seperti itu."Itu bukan salahmu Rose, kamu tidak perlu meminta maaf….""Apa dia pacar Bos?" tanya Rose ingin tahu dan mengangkat kepalanya menatap Allen yang duduk di kursi kebesaran dia."Bukan.""Lalu?""Wanita pemuasku lebih tepatnya!" jujur Allen dengan wajahnya yang dingin."Hah? Maksudnya Bos?""Sudahlah, itu bukan urusanmu. Yang pasti dia bukan siapa-siapa bagiku!"Rose langsung menutup bibirnya rapat-rapat tidak berani
"Bo-bos.""Jangan takut, kamu tunggu di dalam mobil saja Rose. Mobil ini anti peluru, kamu tidak akan apa-apa disini.""Tapi Bos-""Dengarkan aku Rose!" potong Allen cepat.Lelaki itu menarik kedua bahu Rose dan menatapnya dengan dalam. "Jangan berani keluar dari dalam mobil ini, jika kamu mau aku dan kamu selamat! Tunggu disini sampai Ace datang dengan yang lain, kunci mobilnya begitu aku turun nanti. Kamu dengarkan Rose?"Rose mengangguk patuh, namun dalam hati sedang ketakutan. Meskipun dia jago bela diri, tapi untuk hal bermain pistol atau apapun itu dia tidak bisa.Sekilas dirinya teringat saat kejadian malam dimana dia menolong Allen waktu itu.Sampai sekarang Rose bahkan tidak tahu apa-apa tentang siapa sebenarnya sosok seorang Allen Clarck, mengapa lelaki yang memiliki bisnis yang maju dan sukses itu terus berhad
Baku tembak yang terjadi antara anggota Mafia Blue Fire dan kelompok stempel tato kuda berlangsung sengit.Terlihat banyaknya mayat yang berserakan di jalan dengan darah dimana-mana.Rose yang masih diam di dalam mobil sesuai dengan perintah Allen, mencoba mencari keberadaan bosnya itu dari balik kaca gelap mobil.Dia hanya bisa melihat Ace asisten lelaki itu tidak jauh dari mobil Allen berada.Karena penasaran ingin mencari tahu dimana Allen berada, Rose memutuskan untuk keluar dari dalam sana mencari lelaki yang tadi tertembak di bagian perut.Rose khawatir terjadi sesuatu pada Allen jika dia terlambat menemukannya.Dengan mengendap-ngendap dan bersembunyi di balik mobil, Rose mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat kejadian baku tembak ini dengan seksama.Dari arah samping kirinya, terlihat seorang pria yan
"Siapa dia Ace?" tanya Liam berbisik di dekat asisten kepercayaan Allen itu."Sekretaris baru bos…," jawabnya singkat."Sekretaris? Cantik begitu jadi sekretaris? Dia lebih cocok jadi artis kalau menurut aku Ace…," sahut Liam menatap penuh kekaguman pada Rose dari atas ke bawah."Jangan macam-macam kalau kamu masih sayang dengan matamu Dokter!" ancam Ace yang tahu kalau lelaki itu sedang memikirkan sesuatu di pikirannya tentang Rose."Maksud kamu?""Bos menyukai sekretarisnya itu! Jadi, kalau kamu masih mau hidup dan bernafas … jangan berani mendekati apalagi mencoba dekat dengan Rose!""Oh, jadi namanya Rose? Pantas saja dia wangi sekali meski sudah berantakan seperti itu…," sahut Liam lebih kepada dirinya sendiri dan tidak mempedulikan Allen yang ternyata memperhatikan dia juga dari tadi.Bos Mafi
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more ❤️By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"Daddy…." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja