Sebulan sudah Rose bekerja di perusahaan A,Corp sebagai seorang sekretaris. Kini dia semakin lincah dan gesit dalam bekerja.
Semalam Ace menghubungi dia untuk pagi ini sebelum jam tujuh, dia sudah harus datang ke sebuah alamat yang Ace kirimkan melalui pesan singkat semalam pada Rose.
Dan disinilah dia sekarang, berdiri di depan sebuah cottage mewah pinggir kota dengan perasaan bingung.
Untuk apa Ace memintanya kesini? Asisten bos mereka itu tidak mengatakan secara detail apa yang harus dia lakukan pagi ini setelah tiba di alamat yang dia kirimkan.
"Selamat pagi nona...," sapa seorang wanita paruh baya memakai seragam rapi.
"Pagi...," sapa Rose kembali.
"Mari nona, ikut saya kedalam." ajaknya dan berlalu masuk kedalam cottage.
Dengan langkah pelan dan pikiran yang dipenuhi tanda tanya, Rose pun melangkah mengikuti wanita itu dari belakang. Saat pintu masuk cottage di dorong olehnya, bangunan mewah dengan lantai marmer yang mengkilap menyambut kedatangan dia disana.
Mereka menaiki tangga dan berhenti di depan sebuah pintu yang sepertinya adalah sebuah kamar.
"Silahkan masuk nona...," ujar wanita paruh baya ini sopan.
"Masuk? Untuk apa?" tanya Rose yang takut akan diapa-apakan didalam sana.
"Apa tuan Ace tidak mengatakannya pada nona?" Rose menggeleng. "Baiklah, nona akan membangunkan tuan Allen di dalam. Semalam tuan Ace mengatakan kalau nona akan datang sebelum jam tujuh."
"Apa?" kaget Rose.
Untuk apa dia harus membangunkan lelaki dingin itu pikirnya, apa sekarang tugasnya sebagai sekretaris sudah merangkap menjadi seorang babu? Eh tapi, aku jugakan babu dia dikantor.
Rose menghembuskan nafas panjang tidak bisa berbuat apa-apa saat wanita itu mempersilahkan dia masuk kedalam setelah membuka pintu dengan sangat pelan.
"Silahkan nona, tolong bangunkan tuan Allen. Kata tuan Ace dia akan pergi ke Belanda jam delapan."
Apa? Belanda? Kalau mau pergi kenapa bukan Ace saja yang datang kesini membangunkannya dan malah menyuruhku? Kesal Rose dalam hati dan melangkah masuk kedalam kamar.
Kamar itu masih gelap, hanya ada satu lampu tidur yang terpasang di sudut ruangan. Sebelum mendekati ranjang, Rose terlebih dahulu membuka tirai agar cahaya terang bisa masuk didalam kamar.
Sesaat Rose mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kamar yang bernuansa klasik elegan.
Ada beberapa furniture dan satu buah lukisan besar yang menggantung indah di dinding, serta seorang pria yang masih tertidur pulas dibalik selimut tebal yang dipakainya.
Dengan menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan, Rose berjalan mendekati ranjang dimana Allen berada.
Lelaki yang masih menutup rapat kedua matanya tampak tertidur dengan tenang bak seorang bayi. Rose memperhatikan bagaimana wajah seorang bosnya saat sedang tidur seperti ini.
Astaga ... dia ternyata tidak pakai baju! Rose menepuk jidatnya menyadari kalau Allen tidak memakai atasan dan hanya bertelanjang dada saja.
Bulu-bulu halus di dada bidang sang Bos membuat Rose menelan salivanya kasar. Dia tidak boleh berlama-lama disini, pemandangan di depannya ini sangat berbahaya pikirnya.
"Bos ... wake up!" ujar Rose dengan suaranya yang lembut.
Allen meminta dia untuk memanggil bos ketimbang memanggil dirinya dengan sebutan tuan, dengan alasan terlalu tua katanya waktu itu.
Lelaki itu tidak bergeming sama sekali, Rose kembali bersuara dengan volume suara yang lebih tinggi lagi.
"Bos! Wake up!"
Allen hanya bergerak sedikit dibalik selimut namun tidak membuka kedua matanya. Astaga ... ini orang tidur apa pingsan?
Merasa suaranya hanya akan terbuang sia-sia jika dia berteriak, Rose pun menggoyangkan lengan Allen pelan.
"Bos ... wake up!" ujarnya lagi.
"Hmm...," sahut Allen namun tidak juga kunjung membuka kedua matanya.
Rose yang kesal semakin kuat menggoyangkan lengan Allen yang berotot. "Bos, hei ... wake up! Bos harus ke Belanda jam delapan nanti."
"Hmm...," sahut Allen lagi menarik tangan Rose yang masih menempel dilengannya.
"Aaaa...," teriak Rose terkejut karena lelaki yang hanya memakai boxer itu menarik dia keatas ranjang lalu memeluknya dengan erat.
"Bos! Jangan begini, ayo cepat bangun...," rengek Rose risih dengan pelukan Allen padanya.
"Diamlah, aku tidak akan berbuat apa-apa padamu. Jangan banyak bergerak kalau tidak mau membangunkan sesuatu dibawah sana!" sahut Allen semakin mempererat pelukan ditubuh sekretarisnya.
Allen sengaja meminta Ace untuk menyuruh Rose datang ke cottage dia pagi-pagi begini untuk membangunkannya.
Sebulan bersama Rose yang hampir setiap saat menghabiskan waktu bersama, membuat Allen ingin sedikit mengerjai sekretarisnya ini.
Mungkin mulai sekarang, dia akan menambahkan tugas Rose untuk setiap pagi membangunkan dia seperti ini pikirnya.
"Bos, ayolah ... cepat bangun! Nanti kamu bisa terlambat." ujar Rose mencoba melepaskan diri dari dekapan lelaki dengan bulu-bulu halus hampir disekujur tubuhnya.
Rose yang terus bergerak malah membuat tubuh bagian bawah Allen bereaksi, lelaki itu mendengus dan melepaskan pelukannya pada Rose sebelum dibawah sana semakin menggila meminta lebih.
Rose dengan cepat bangun dan menjauh dari ranjang. "Aku akan menunggu Bos diluar!"
"Tunggu!" sahut Allen yang membuat langkah kaki Rose tertahan.
"Ada apa lagi?" kesal Rose berbalik menatap bosnya yang sudah duduk bersandar di headboard ranjang.
Rose membola melihat pemandangan pagi yang membuat jiwa wanita jomblo sepertinya meronta. Astaga ... tidak bisakah dia pakai baju dulu?
Rose membuang muka tidak ingin berlama-lama menatap sosok lelaki yang terlihat sangat tampan meski dalam keadaan baru bangun.
"Buatkan aku kopi seperti biasa, dan bawa kesini!" perintah Allen yang tersenyum tipis karena berhasil membuat sekretarisnya ini malu.
"Baik Bos," sahut Rose dan berbalik lagi dengan cepat.
"Tunggu!"
"Astaga ... apa lagi Bos?" kesal Rose setengah membentak atasannya ini.
Wajahnya sudah panas tidak bisa menahan diri melihat dada bidang yang tidak tertutupi itu.
Allen ingin sekali tertawa terbahak karena bisa mengerjai wanita yang hari ini memakai celana panjang berwarna navy dengan kemeja cokelat berenda di dada.
"Bawakan juga roti bakar untukku!"
"Baik. Ada lagi?" tanya Rose masih tidak ingin menatap bosnya.
"Tidak ada, kau bisa pergi sekarang."
"Akhirnya...," gumam Rose yang sempat terdengar oleh Allen.
Wanita itupun segera meninggalkan kamar cottage dimana bosnya berada dengan cepat, sebelum lelaki itu kembali memanggilnya seperti tadi.
Saat pintu ditutup, tawa menggelegar langsung terdengar memenuhi kamar Allen. Lelaki itu tidak bisa menutupi rasa bahagia dihati karena bisa mengerjai sekaligus membuat Rose merona malu padanya.
Sekilas tadi Allen mencium dalam-dalam wangi aroma tubuh Rose yang selalu saja wangi sejak pertama mereka bertemu.
Ah sial, sepertinya dia harus menenangkan sesuatu yang mengeras dibawah sana hanya karena pelukan singkat mereka tadi.
Lima belas menit berselang, Rose mengetuk pintu kamar cottage sambil membawa nampan berisi segelas kopi hitam dan sepiring roti bakar yang masih panas ditangannya.
Dia sengaja berlama-lama dibawah karena tidak ingin masuk saat bosnya itu masih belum berpakaian ataupun baru keluar dari dalam kamar mandi.
Dengan hati-hati Rose mendorong pintu dan mendapati kalau lelaki itu baru saja keluar dari walk in closet dengan kemeja putih dan celana panjang navy berwarna senada dengan celana yang dia pakai.
Allen masih mengancing kancing dikemeja tangannya dengan rambut yang masih setengah basah, aura tampan lelaki ini semakin bertambah pikirnya.
"Bersiaplah karena kau akan ikut denganku nanti...."
"A-aku juga harus pergi Bos?" tanya Rose terbata tidak percaya.
"Iya, kenapa? Ada masalah?" tanya Allen santai dan menyapukan Pomade dirambutnya.
"Tapi aku tidak membawa baju ganti, Ace tidak mengatakan kalau aku akan ikut dengan Bos nanti."
"Tidak perlu membawa baju ganti, Ace sudah menyiapkan semuanya. Kamu bisa menghubungi orangtuamu dan katakan kalau kamu akan ikut denganku ke Belanda pagi ini."
Rose terdiam dengan pikiran kacau, haruskah dia pergi? Ini pertama kalinya dia pergi jauh dari Alex ayahnya.
Selain itu, selama ini Allen tidak pernah mengajaknya pergi keluar negeri. Kalaupun dia harus pergi, biasanya dia hanya akan mengajak Ace saja. Lalu kenapa hari ini dia memaksa aku harus pergi?
"Jangan terlalu banyak berpikir Rose, waktu kita tidak banyak. Hubungi saja orangtuamu karena setelah itu kita akan membahas jadwal kita selama berada disana!"
Rose membuang nafas panjang lagi, entah sudah keberapa kali dia begitu sepanjang melangkah masuk kedalam cottage mewah bosnya ini.
Semenjak menjadi sekretaris pemilik perusahaan besar A,Corp Rose tidak punya banyak pilihan selain mengikuti apa kata bosnya.
Perjalanan dari Kota Miami, Florida menuju Negara kincir angin Belanda membutuhkan waktu selama lima belas jam lebih lamanya. Selama berada di dalam pesawat jet pribadi milik sang Bos Mafia, Rose hanya duduk diam di kursi karena merasa pusing dengan perjalanan udara yang memakan waktu lama seperti ini. "Apa kau butuh sesuatu Rose?" tanya Allen mendekati tempat duduk sekretarisnya. Rose menggeleng dengan wajah yang sudah pucat pasi. "Lebih baik kamu tidur dulu di kamar Rose, aku akan meminta pramugari membawakan kamu teh hangat nanti." Rose mengangguk dan bangkit berdiri dari kursinya dengan lemah, menuju kamar dalam pesawat yang khusus disediakan untuk Allen jika dia ingin beristirahat. "Ace…!" panggil Allen setelah Rose masuk ke dalam kamar. "Iya Bos?" "Kenapa kamu tidak bilang kalau Rose akan s
Rose tertidur di kursi sofa dalam kamar hotel bosnya, setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Allen padanya tadi.Allen yang tidak tega melihat sekretarisnya yang tampak sangat kelelahan, mengangkat tubuh Rose keatas ranjang dan menidurkan dia disana.Sekilas Allen begitu menikmati wajah Rose yang mulus tanpa cela itu, dengan bibir yang merah merekah alami.Tanpa sadar lelaki itu mengusap dahi Rose dan memberikannya ciuman selamat malam.Astaga … apa yang aku lakukan? Gumam Allen dalam hati dan berdiri menjauh dari ranjang kamar hotelnya, dimana Rose sedang tertidur pulas.Lelaki itu merutuki dirinya sendiri karena berbuat hal yang menurutnya sangat aneh. Dia tidak pernah mencium seorang wanita dalam kondisi yang sedang tidur seperti ini.Ada apa dengannya? Pikiran-pikiran itu terus menghantui isi dalam kepalanya semenjak Rose bekerja dan dekat deng
Rotterdam merupakan salah satu kota terbesar yang ada di Belanda. Memiliki sejuta keindahan dan keunikan, membuat kota satu ini selalu tidak pernah sepi dari incaran pengunjung.Rotterdam sendiri mempunyai tempat wisata yang unik dan menarik. Dimulai dari museum, teater, wisata unik, dan balai kesenian.Dan siang ini, Ace membawa bosnya Allen bersama sekretaris mereka Rose menuju Rumah Kubus Rotterdam.Rumah yang dibangun dengan menggunakan arsitektur yang unik dan dicat berwarna kuning cerah berbentuk kubus, merupakan rancangan dari seorang seniman terkemuka Belanda bernama Piet Blom.Seniman tersebut memang selalu menghadirkan rancangan arsitektur bangunan yang unik dan kreatif, dalam setiap rancangan yang dihasilkannya."Tolong ambil gambarku Ace…." pinta Rose menyodorkan ponsel miliknya ke hadapan asisten sang bos."Biar aku saja!"&nb
Sekembalinya dari Belanda, Rose membelikan banyak buah tangan untuk ayahnya Alex dan Sonya sahabatnya.Bekerja sebagai seorang sekretaris dari perusahaan terkemuka dan terkenal seperti A,Corp memberikan banyak keuntungan untuk Rose.Ikut bersama Allen ke Belanda, Rose mendapatkan uang lembur yang cukup banyak dari lelaki berjambang itu.Sonya seketika iri dengan Rose yang sudah jalan-jalan gratis keluar negeri, bahkan bisa mendapatkan tambahan uang saku untuknya.Bahkan Rose tidak naik pesawat komersil seperti kebanyakan orang, yang ingin pergi menggunakan kendaraan terbang itu."Kamu bahkan berfoto dengan bosmu Allen, Rose?"Rose mengangguk. "Seperti yang kamu lihat…," ujarnya bangga."Astaga … kamu beruntung sekali Rose. Lalu ini siapa?" tanya Sonya menunjuk lelaki yang berdiri disamping Allen.
Saat jam makan siang tiba, Allen memilih untuk beristirahat di ruangannya. Meja kerja Rose yang berada di dekat meja kebesaran dia juga sudah lama kosong.Wanita itu pergi keluar untuk makan siang sejak tadi. Sempat berpamitan untuk mengisi perutnya yang keroncongan dan menawarkan untuk membelikan dia makanan, tapi Bos Mafia itu menolak.Dia hanya ingin istirahat sebentar di sofa, merebahkan dirinya di sana selama jam istirahat makan siang ini.Baru sekitar tiga puluh menit Allen tertidur di sofa kantor, lelaki itu dikejutkan dengan kedatangan Juliet di ruangannya."Sedang apa kamu disini?!" sentak Allen tidak suka.Meski banyak yang tahu Juliet adalah simpanan dia, tapi Allen tidak suka jika wanita yang selalu menghangatkan ranjangnya itu datang ke perusahaan dia, ataupun mengikutinya kemanapun."Kenapa marah-marah Al? Kamu tidak merindukan aku?" sahut Julie
"Maafkan aku Bos, aku tidak tahu kalau Bos sedang punya tamu tadi…." ujar Rose tertunduk.Entah kenapa malah dia yang merasa malu dengan kelakuan atasannya ini di kantor.Membayangkan kejadian mesum yang benar-benar menguji imannya yang jomblo, membuat hati Rose mencelos. Seketika dia juga ingin punya pacar yang bisa diajak bermesraan seperti itu."Itu bukan salahmu Rose, kamu tidak perlu meminta maaf….""Apa dia pacar Bos?" tanya Rose ingin tahu dan mengangkat kepalanya menatap Allen yang duduk di kursi kebesaran dia."Bukan.""Lalu?""Wanita pemuasku lebih tepatnya!" jujur Allen dengan wajahnya yang dingin."Hah? Maksudnya Bos?""Sudahlah, itu bukan urusanmu. Yang pasti dia bukan siapa-siapa bagiku!"Rose langsung menutup bibirnya rapat-rapat tidak berani
"Bo-bos.""Jangan takut, kamu tunggu di dalam mobil saja Rose. Mobil ini anti peluru, kamu tidak akan apa-apa disini.""Tapi Bos-""Dengarkan aku Rose!" potong Allen cepat.Lelaki itu menarik kedua bahu Rose dan menatapnya dengan dalam. "Jangan berani keluar dari dalam mobil ini, jika kamu mau aku dan kamu selamat! Tunggu disini sampai Ace datang dengan yang lain, kunci mobilnya begitu aku turun nanti. Kamu dengarkan Rose?"Rose mengangguk patuh, namun dalam hati sedang ketakutan. Meskipun dia jago bela diri, tapi untuk hal bermain pistol atau apapun itu dia tidak bisa.Sekilas dirinya teringat saat kejadian malam dimana dia menolong Allen waktu itu.Sampai sekarang Rose bahkan tidak tahu apa-apa tentang siapa sebenarnya sosok seorang Allen Clarck, mengapa lelaki yang memiliki bisnis yang maju dan sukses itu terus berhad
Baku tembak yang terjadi antara anggota Mafia Blue Fire dan kelompok stempel tato kuda berlangsung sengit.Terlihat banyaknya mayat yang berserakan di jalan dengan darah dimana-mana.Rose yang masih diam di dalam mobil sesuai dengan perintah Allen, mencoba mencari keberadaan bosnya itu dari balik kaca gelap mobil.Dia hanya bisa melihat Ace asisten lelaki itu tidak jauh dari mobil Allen berada.Karena penasaran ingin mencari tahu dimana Allen berada, Rose memutuskan untuk keluar dari dalam sana mencari lelaki yang tadi tertembak di bagian perut.Rose khawatir terjadi sesuatu pada Allen jika dia terlambat menemukannya.Dengan mengendap-ngendap dan bersembunyi di balik mobil, Rose mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat kejadian baku tembak ini dengan seksama.Dari arah samping kirinya, terlihat seorang pria yan
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more ❤️By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"Daddy…." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja