Baku tembak yang terjadi antara anggota Mafia Blue Fire dan kelompok stempel tato kuda berlangsung sengit.
Terlihat banyaknya mayat yang berserakan di jalan dengan darah dimana-mana.
Rose yang masih diam di dalam mobil sesuai dengan perintah Allen, mencoba mencari keberadaan bosnya itu dari balik kaca gelap mobil.
Dia hanya bisa melihat Ace asisten lelaki itu tidak jauh dari mobil Allen berada.
Karena penasaran ingin mencari tahu dimana Allen berada, Rose memutuskan untuk keluar dari dalam sana mencari lelaki yang tadi tertembak di bagian perut.
Rose khawatir terjadi sesuatu pada Allen jika dia terlambat menemukannya.
Dengan mengendap-ngendap dan bersembunyi di balik mobil, Rose mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat kejadian baku tembak ini dengan seksama.
Dari arah samping kirinya, terlihat seorang pria yan
Bintangnya jangan lupa yah guys Tulis di kolom komentar dan nyalakan bintang untuk karya author ini yahh... Terima kasih đšđšđšđš
"Siapa dia Ace?" tanya Liam berbisik di dekat asisten kepercayaan Allen itu."Sekretaris baru bos…," jawabnya singkat."Sekretaris? Cantik begitu jadi sekretaris? Dia lebih cocok jadi artis kalau menurut aku Ace…," sahut Liam menatap penuh kekaguman pada Rose dari atas ke bawah."Jangan macam-macam kalau kamu masih sayang dengan matamu Dokter!" ancam Ace yang tahu kalau lelaki itu sedang memikirkan sesuatu di pikirannya tentang Rose."Maksud kamu?""Bos menyukai sekretarisnya itu! Jadi, kalau kamu masih mau hidup dan bernafas … jangan berani mendekati apalagi mencoba dekat dengan Rose!""Oh, jadi namanya Rose? Pantas saja dia wangi sekali meski sudah berantakan seperti itu…," sahut Liam lebih kepada dirinya sendiri dan tidak mempedulikan Allen yang ternyata memperhatikan dia juga dari tadi.Bos Mafi
Malam pertama menemani Allen dirumah sakit membuat Rose sedikit gugup.Selesai membersihkan diri, wanita itu duduk diam di depan TV sambil menunggu bosnya yang masih serius menatap layar tab ditanganMeskipun sedang terluka dan tengah dirawat, tidak membuat Allen berhenti bekerja walau hanya semenit saja."Kemarilah Rose…," panggil Allen setelah menyelesaikan pekerjaan dia.Rose berjalan mendekati ranjang rumah sakit dimana Allen berada dan menarik kursi, lalu duduk di samping kanan lelaki itu."Kamu ingin mendengar cerita tentang aku bukan?" Rose mengangguk. "Baiklah … apa yang ingin kamu ketahui?"Rose tampak berpikir sejenak dan berkata. "Aku ingin tahu siapa kamu sebenarnya, dan kenapa ada orang yang ingin membunuhmu Bos?""Mulai sekarang kamu tidak perlu memanggil aku Bos jika kita tidak sedang berada di kan
"Bos yakin sudah baik-baik saja?" tanya Rose yang masih khawatir dengan keadaan Allen."Sangat yakin Rose, kita tidak boleh membuang-buang waktu lebih lama lagi disini. Aku ingin kamu segera berlatih menembak, agar aku bisa lebih tenang nantinya."Rose diam, tidak ada gunanya dia berbicara lagi sementara Allen tetap bersikukuh ingin pulang hari ini juga dari rumah sakit.Tadi pagi hanya ada seorang perawat yang datang menggantikan perban di luka jahitannya.Dokter Liam yang bertugas untuk memeriksa keadaan Allen, sudah berangkat ke Afrika sesuai dengan perintah lelaki itu padanya.Meski sempat tidak terima dengan perintah yang diberikan Allen, tapi Liam tidak berani membantah karena tahu bagaimana marahnya sang Bos Mafia jika sudah sampai memberikan hukuman pada seseorang.Hingga akhirnya Liam pun berangkat pukul enam pagi tadi dengan menaiki pesawat ko
"Kamu mau kemana Rose?""Aku akan pergi makan siang bersama sahabatku Bos….""Dimana?""Di restoran dekat sini." sahut Rose mulai menata meja kerjanya sebelum pergi makan siang bersama Sonya."Kamu naik apa kesana?" tanya Allen masih penasaran kemana Rose akan pergi siang ini.Padahal biasanya juga Rose selalu pergi keluar makan siang disana seperti hari-hari sebelumnya."Jalan kaki Bos … restorannya tidak jauh dari sini.""Tidak boleh!""Hah?""Tidak boleh Rose, biar aku yang mengantarkanmu kesana!""Apa?" sahut Rose kaget. "Tidak perlu Bos, aku bisa jalan kaki sendiri kesana," tolaknya tidak enak."Jangan membantah, pokoknya aku akan mengantarkanmu kesana demi untuk keselamatanmu sendiri Rose!"&nb
"Bagaimana pekerjaanmu di kantor Rose?""Semuanya lancar Dad. Maaf jika aku selalu sibuk di kantor dan tidak sempat membantu Daddy di toko."Alex tersenyum. "Tidak apa-apa Rose, Daddy malah senang kamu bisa memenuhi impian kamu selama ini. Lagipula pegawai kita di toko sangat membantu pekerjaan Daddy disini."Rose memeluk tubuh lelaki paruh baya itu penuh cinta. " Terima kasih karena selalu mendukungku selama ini Dad … aku menyanyangimu."Alex membalas pelukan hangat anak perempuannya dan membelai lembut punggung Rose. "Sama-sama anakku…."Hari ini adalah hari Minggu, Rose yang libur bekerja memutuskan untuk membantu Alex di toko bunga kebanggaannya.Merasa mereka semakin kadang bertemu membuat Rose ingin seharian ini bersama dengan ayahnya di toko.Meski sedang hari libur, namun toko bunga milik mereka sel
"Manis…."Allen melepaskan pagutan bibirnya dan mengusap bibir Rose yang belepotan dengan noda merah darah yang bercampur dengan air liurnya.Nafas mereka saling beradu dengan dada yang naik turun, posisi mereka masih sama seperti tadi.Rose ingin sekali menonjok lelaki yang tampak tidak bersalah karena seenaknya mencium dirinya."Lepaskan aku brengsek!" sarkas Rose menatap marah bosnya."No … aku masih belum selesai Rose." sahut Allen mencumbu kembali bibir memabukkan wanita yang tidak bisa berkutik di depannya ini.Untuk yang kedua kalinya Allen melumat dan memainkan lidah dia dengan lihai, menyusuri setiap sudut bibir dan isi dalam mulut Rose.Ciuman itu berlangsung tidak selama tadi karena Rose terlihat pasrah dengan perlakuan Allen padanya."Terima kasih karena sudah mengizinkan aku menc
"Bagaimana kamu bisa jadi sekretaris yang bisa diandalkan jika pekerjaan sekecil ini saja, kamu tidak becus mengerjakannya Rose!" sarkas Allen.Wanita yang sedang dimarahi oleh pemimpin A, Corp itu hanya terdiam dengan kepala yang di tekuk ke bawah.Laporan kerja sama dengan salah satu rekan bisnis yang diminta Allen padanya, ada sedikit kesalahan yang menurut lelaki itu cukup fatal.Ada beberapa poin yang hampir tidak menguntungkan perusahaan miliknya, dan tidak diberitahukan Rose padanya.Beruntung sebelum Allen menandatangani laporan persetujuan itu, dia sempat membaca terlebih dahulu isi dalam laporan tersebut.Padahal sebagai sekretaris, salah satu tugas Rose adalah memastikan setiap laporan yang masuk harus dia periksa dulu sebelum diberikan pada Allen bosnya."Maaf Bos, kemarin aku-""Aku tidak menerima alasan apapun!" potong
Allen memegang sebuah mesin serut kayu yang biasa disebut mesin ketam atau planer, yang berguna untuk menghaluskan permukaan kayu yang tidak rata.Tapi bukan kayu yang akan Allen jadikan sebagai bahan media, melainkan kulit tubuh manusia pengkhianat itu."Balikkan tubuhnya!" titah Allen pada dua algojonya."A-apa yang mau kau lakukan?!" ujar pengkhianat itu mulai ketakutan."Tidak ada … aku hanya ingin bermain-main saja denganmu. Sudah lama aku tidak pernah bermain lagi seperti ini," sahut Allen tersenyum penuh arti.Mesin di tangannya sudah dinyalakan, dengan Allen yang berjalan mendekati pengkhianat itu.Sang Bos Mafia memulai permainannya dari punggung belakang dengan menancapkan kuat mesin planer tersebut, ke kulit lelaki pengkhianat itu.Teriakan kesakitan langsung terdengar menggema di seluruh penjuru ruang penyekapan i
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more â¤ď¸By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"DaddyâŚ." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja