Dengan senyuman mengembang, seorang wanita berdiri di depan ruangan sang kekasih. Sekretaris sekaligus asisten Rajendra menyambutnya dengan begitu hormat.
“Silahkan masuk, Nyonya. Tuan muda, telah menunggu Anda.”
“Terima kasih sambutannya, sekertaris Han. Tuan mudamu, tidak dalam keadaan sibuk, kan?”
“Tidak, Nyonya.”
Aura Christina Jesika mengangguk dan melangkah masuk. Setelah Aura masuk, sekertaris Han menutup pintu ruangan dengan rapat dan berdiri di depannya.
Sedangkan Aura melangkah ke arah Rajendra yang sekarang berdiri memperhatikan suasana kota di luar sana. Hingga tidak menyadari kehadirannya.
Hap! Aura memeluknya dari belakang, membuat pria itu menghela nafas panjang dan segera berbalik, memandang kekasihnya telah berada di dekapannya.
Dia sungguh bersalah, karena melupakan kekasihnya. Karena asyik melamun dengan kejadian semalam. Yang membuat hidupnya tidak tenang hingga saat ini.
“Kamu terlihat aneh, sampai melupakan aku. Apa wangi tubuhku, tidak lagi tercium?” tanyanya.
Biasanya Rajendra akan mengenali aroma tubuhnya. Namun hari ini tidak, membuat Aura bingung.
Rajendra menunduk dan menangkup wajah Aura dengan kedua tangan besarnya. Bagaimana kalau Aura mengetahuinya? Dirinya bukan lagi pria yang diidamkan Aura selama ini.
“Tuh kan, kamu aneh.” Aura melonggarkan pelukannya, membuat Rajendra kembali mendekapnya dengan sangat erat.
Di ujung sana, Han melihat raut kegelisahan di wajah tuan mudanya. Pasti masih memikirkan tentang wanita gila itu.
Mereka berdua duduk di sofa. Masih saling merangkul satu sama lain.
“Aku ingin mengatakan sesuatu.” Mereka serempak mengucapkannya. Keduanya tersenyum.
“Aku mengalah. Kamu duluan.” Aura memilih mendengarkan Rajendra terlebih dahulu. Sepertinya Rajendra dalam keadaan tidak baik hari ini.
Rajendra mengangguk dan memandangnya dengan lekat. Aura membalas tatapan kekasihnya itu.
“Aku ingin kita menikah ... secepatnya,” ungkap Rajendra membuat Aura membeku. Seketika detak jantungnya berhenti sejenak.
“Kenapa? Bukannya ... kita telah sepakat setelah aku pulang dari Perancis? Ak ... aku ... sudah menandatangani kontrak itu,” jujur Aura. Ini sangat mendadak.
“Kamu tidak mencintaiku?” tanya Rajendra mampu menggoyahkan pertahanan Aura.
Aura bergerak gelisah dan merasa tidak nyaman, “Kalau aku membatalkannya. Aku akan dikenakan sanksi berat. Aku ....”
“Aku yang akan menanggungnya. Han! Hubungi manajer calon istri saya. Kabari dia untuk mengurus pembatalan kontrak dengan semua agency modeling.” Rajendra beralih menatap sekertarisnya.
Bulu mata palsu Aura terlihat bergerak karena mendengar perintah dari Rajendra. Menjadi supermodel adalah impiannya dan kontrak yang diincar oleh semua model akan berakhir malam ini.
Aura mulai pasrah dengan hidupnya. Ia tidak berdaya menentang perkataan Rajendra.
“Sekretaris Han. Anda tidak perlu melakukannya. Saya yang akan menghubungi mereka setelah ini.”
Pria keturunan China itu mengangguk. Aura kembali memandang Rajendra dengan perasaan kacau.
“Aku telah membuktikan cintaku. Sekarang giliranmu. Aku ingin bertanya ... tentang suatu hal.”
Rajendra mengangguk, “Tanyakanlah!” ucapnya.
“Kekasihku seorang presdir di perusahaan besar. Aku banyak memperhatikan di dunia sekitarku, banyak yang terlibat skandal dengan para model. Aku ingin bertanya mengenai keperjakaan mu. Apa kamu tidak pernah ....”
“Pertanyaan macam apa itu?” sungut Rajendra memotong perkataannya. Aura mengatupkan bibirnya, dia hanya penasaran karena teman-temannya selalu menyinggung soal hal tersebut.
“Kenapa kamu tersinggung? Aku hanya sekedar mempertanyakan hal itu.”
“Sekarang apa kamu tidak tersinggung ketika aku mempertanyakan mahkotamu sebagai seorang wanita?”
“Kenapa aku harus tersinggung. Aku masih memilikinya hingga kita menikah nanti.”
Rajendra menghela nafas. Ia menjadi merasa bersalah karena hampir mengeluarkan semua emosinya, mendengar pertanyaan calon istrinya.
Apakah pantas, Rajendra bersanding dengan Aura yang masih suci? Sedangkan dirinya telah melakukan hal memalukan itu di belakang calon istrinya.
“Tuan Muda, saya izin untuk memeriksa para karyawan.”
Bukan tanpa sebab. Han tidak ingin mendengarkan segala kebohongan yang akan tuan mudanya keluarkan untuk memanipulasi calon istrinya.
“Tumben dia pergi ketika kita lagi membahas sesuatu. Apa pertanyaanku terlalu vulgar, ya?”
“Tidak. Apa ... kamu tidak ingin melakukannya?”
Seketika dunia Aura berhenti berputar. Ia masih mencerna segala yang keluar dari mulut Rajendra.
“Tidak. Kenapa kamu bertanya hal itu? Dulu aku sering menawarinya, kamu selalu menolaknya.”
Memang benar yang dikatakan Aura dan sekarang Rajendra menyesalinya.
“Kita lakukan di ruanganku.”
“Ah? Kamu sangat aneh. Apa yang ada dipikiranmu? Aku sedang datang bulan.”
Aura berbohong. Karena ia sudah tidak respek dengan Rajendra.
“Maafkan aku, Sayang.”
Aura menghela nafas lega. Untung Rajendra segera menyadari kesalahannya.
“Kita akan menikah seminggu lagi. Aku sudah menyuruh Han menyiapkan gedung resepsi, undangan dan juga gaun pernikahan.”
“Seminggu? Tunggu ... sedari tadi kamu selalu saja bersikap aneh. Aku mencurigai semuanya.”
Dari pembatalan kontrak, menikah terburu-buru dan terakhir mengajaknya untuk melakukan hal itu sebelum menikah. Bagaimana Aura tidak mencurigai perilaku Rajendra.
“Apa jangan-jangan, hpmftt ....”
Rajendra membungkam mulutnya dengan bibir tebal pria itu. Hanya sedetik dan Rajendra segera melepaskannya. Ia hanya refleks melakukannya tidak berniat sama sekali.
“Maaf! Ak—aku ....”
“Ternyata kamu normal, huh.” Aura mengusap wajah Rajendra, membuat pria itu menautkan kedua alis hitam tebalnya.
Aura mengangguk, “Ya ... kan aku pikir kamu punya kelainan. Kamu baru pertama kali cium aku, loh. Biasanya hanya mengusap kepala.”
‘Maaf!’ batin Rajendra menyesali semuanya.
“Semalam kamu kemana?”
Deg. Tubuh Rajendra menegang. Degupan jantungnya kembali berdetak jauh lebih kencang. Ia sudah mengecewakan calon istrinya. Jujur, semua itu masih menghantuinya sedari tadi.
“Menghabiskan waktu dengan beberapa dokumen yang sangat penting.”
“Kamu lembur, ya?”
Terlihat sangat cantik. Kenapa bukan Aura yang semalam berada di ruangannya? Namun apabila Aura, ia juga tidak akan tega melakukannya. Pasti sangat menyakitkan karena yang pertama. Bagaimana dengan wanita itu? Rajendra tidak memperdulikannya. Ia hanya memperdulikan Aura-nya.
“Jangan lembur. Gak baik.”
“Iya, Sayang.
"Hem!"
Pria itu mengambil nafas panjang. "Aura!” Rajendra memanggil calon istrinya dengan sangat lembut. Aura mendongak memandangnya dengan mata bulat dilapisi softlens dan dihiasi bulu mata palsu lentik itu.
“Iya,” jawabnya.
“Kenapa kamu mengatakan aku memiliki kelainan? Siapa yang mengajarkanmu berkata seperti itu?”
“Ah? Aku hanya mendengar kata teman-temanku ketika berkumpul. Maaf!”
“Ini yang aku tidak suka, otak kamu banyak terpengaruhi hal buruk bergaul dengan mereka.”
“Maksud kamu apa? Mereka temanku, kamu sangat posesif. Aku tidak menyukainya.”
Aura menyilang tangan di dada dan memutar bola matanya.
“Aura. Jangan seperti ini, Sayang. Aku hanya memberikanmu peringatan, demi kebaikanmu.”
“Iya-iya, maafkan aku juga.”
Rajendra mengangguk dan mengusap kepala Aura. Aura mendongak dan memandangnya dengan penuh rasa cinta.
Rasa sakit dan bersalah kembali timbul di hati pria itu. Aura-nya sangat manis dan ia sangat mencintainya. Semoga semua kesalahan yang diperbuat tidak berdampak ke hubungan mereka.
“Kenapa kamu menatapku seperti itu?”
“Kamu lebih cantik ketika tidak memakai semua pernak-pernik itu. Aku merindukan Aura-ku yang dulu.”
“Aku juga merindukan Rajendra-ku yang dulu.”
Kembali Aura mengingatnya. Dia berkata, "Kamu belum menjawab pertanyaan ku. Apa kamu masih perjaka? dan tidak pernah melakukan nya dengan siapapun?"
Tok! Tok! Tok!Tidak ada sahutan dari kamar kosan kecil itu. Lima pria berbadan besar tersebut saling memandang.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan berubah menjadi gedoran yang nyaring. Berhasil membuat Zia mencebikkan bibir nya kesal.“Siapa, sih? Perasaan diriku tidak memiliki hutang ke rentenir. Aku sudah membayar kosan selama setahun dan aku tidak memiliki satupun teman di daerah ini.”Dengan wajah kusut khas bangun tidur. Ziva bangkit dari tidurnya dan berjalan dengan linglung mengecek jendela kosan kecil itu. Matanya melotot sempurna ketika melihat lima anak buah papanya, telah berada di depan pintu kosan.“Kenapa mereka telah berada di sini?” gumam Ziva mulai tidak nyaman dan menutup gorden jen
Dengan rahang kokoh dan tegas. Seorang pria berumur 40 tahun berbalik memandang Ziva yang kini menunduk dengan kedua tangan yang saling menggenggam karena takut akan kemarahan sang papa. Dewantara Natpraja menyorotkan tatapan mematikan kepada putrinya itu.“Sudah puas?” tanyanya mengeluarkan suara serak nan basah.“Lapor! kurang puas, Pa. Ziva ... belum selesai dan Papa sudah menjemput Ziva secepat itu.”“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Ziva? Membuat keluarga Pramono kecewa padamu?”Ziva berdecak mendengar nama keluarga itu. Pria nafsuan yang ingin menikah dengannya berada di sana.“Ziva tidak ingin menikah denga
“Huek! Ada apa dengan diriku?” gumam Ziva memperhatikan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat pucat dengan kepala yang sangat pusing dan terasa berdenyut nyeri.Tidak pernah Ziva merasakan sakit di tubuhnya seperti ini. Sungguh! Ini sangat menyakitkan. Ia menyeka keringat yang ada di keningnya.Ziva menghela nafas pelan. Oke! dirinya akan mencoba mengingat sesuatu penyebab dirinya seperti ini.Wanita itu keluar dari kamar mandi dan segera mengecek ponselnya. Ziva telat datang bulan. Ia mencoba mengambil nafas kembali. Tidak! Mungkinkah? Ziva segera menggelengkan kepalanya.“Aku harus ke kamar mama. Di sana pasti ada test pack.”Tanpa membuang waktu. Ziva mengendap-endap keluar dari kamarnya. Kedua
"Mama mau menanyakan sesuatu kepadamu, Ziva!"Suasana di meja makan tiba-tiba menegang.Dewa juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Raut wajah istrinya terlihat sangat serius.Ayla menaruh sesuatu di atas meja makan, membuat Ziva menautkan kedua alisnya bingung."Jelaskan ke kami … ini semua maksudnya apa?" tanya Ayla dengan raut wajah sangat kecewa.Sontak Ziva melebarkan matanya dengan jantung yang berdegup sangat kencang."Bibi yang memberikannya kepada Mama, tadi pagi. Dia menemukannya di kamar kamu."
"Gara-gara kamu, Mamamu mogok makan sampai saat ini," ujar papa nya menatap tajam Rajendra.Rita tidak bernafsu makan setelah kejadian kemarin. Ia masih memikirkan nasib wanita yang menjadi korban pemerkosaan putranya. Bagaimana nasib wanita itu? Apakah sekarang menjadi gelandang atau berniat bunuh diri."Ma! Rajen minta maaf." Pria itu menangkup kedua tangan mamanya. Rita enggan untuk menatapnya barang sedikitpun."Mama telah gagal mendidik kamu, Rajen. Mama gagal, hiks."Rajendra hendak memeluk mamanya, namun Rita langsung menyingkirkan tubuhnya, sehingga Rajendra tidak jadi melakukannya."Jangan menyentuh Mama, kalau kamu belum menemukan wanita itu
"Papa sudah mengerahkan semua anak buah Papa untuk mencari pelakunya. Jadi, kamu jangan terlalu memikirkannya."Dalam hati Ziva, semoga mereka tidak menemukannya sampai kapanpun."Sekarang, susunya di minum, Sayang." Ayla menyodorkan segelas susu hamil buatannya kepada Ziva."Makasih, Ma." Ziva tersenyum dan meneguknya hingga kandas."Cucu Oma harus sehat di dalam sana. Ngak boleh sakit," ujarnya memberikan peringatan."Iya, Oma cantik," cicit Ziva berlagak seperti anak kecil.Ayla terkekeh dan tersenyum. "Besok kalau cowok, bagaimana kalau Oma kasih nama Galaksi."
Tidak membutuhkan waktu lama untuk seorang Zivanna Natpraja untuk terkenal di kalangan para model. Bahkan agensi model lainnya, merasa tercengang karena keluarga tersebut memiliki bidadari secantik wanita itu. "Wah, kamu langsung terkenal, Sayang," ujar Ayla duduk di dekat Ziva ketika wanita itu menonton televisi. Banyak berita yang meliputnya tanpa henti. "Iya, Ma. Entah kenapa aku sangat bosan mendengarnya. Hingga lima chanel aku ganti. Tak ada satupun yang memuat kabar selain itu." "Kamu sangat hebat, Sayang. Mama sabar kagum denganmu." "Ah, biasa saja. Banyak juga model yang lebih cantik dariku, Ma." Ayla menggelengkan kepalanya. Ziva sangat cantik, bahkan ketika hamil muda seperti sekarang ini. "Ya sudah, kalau kamu bosan di puji. Mama mau kamu minum susu dulu. Kasihan dedek bayinya ngak terurus sama kamu." "Iya, Ma. Aku jadi lupa dengan keberadaan putraku ini." Ayla mengernyitkan dahinya bingung. "Putr
Ziva memperhatikan arloji di tangannya. Pukul 19.30 Ziva mendesah karena malam ini giliran dirinya lembur bekerja bersama dengan dua cleaning service lainnya. Ziva mengambil lap dan juga kemoceng. Beranjak masuk ke dalam ruangan bosnya. Tidak ada pria itu di sana, membuatnya bernafas lega. Mungkin telah pulang lebih awal. Dengan cekatan, Ziva membereskan semua map yang sangat berantakan. "Mama apa kabar, ya?" gumamnya. Terhitung telat 10 hari ia kabur dari rumahnya, tanpa membawa apapun dari rumah itu. Berbekal uang 5 juta untuk menyewa kosan di dalam dompetnya. Bahkan ponselnya ia non aktifkan dan sekarang memakai ponsel yang sangat sederhana, keluaran dahulu kala bermerek Nokia. Sebenarnya ia merindu