Tidak membutuhkan waktu lama untuk seorang Zivanna Natpraja untuk terkenal di kalangan para model. Bahkan agensi model lainnya, merasa tercengang karena keluarga tersebut memiliki bidadari secantik wanita itu.
"Wah, kamu langsung terkenal, Sayang," ujar Ayla duduk di dekat Ziva ketika wanita itu menonton televisi. Banyak berita yang meliputnya tanpa henti.
"Iya, Ma. Entah kenapa aku sangat bosan mendengarnya. Hingga lima chanel aku ganti. Tak ada satupun yang memuat kabar selain itu."
"Kamu sangat hebat, Sayang. Mama sabar kagum denganmu."
"Ah, biasa saja. Banyak juga model yang lebih cantik dariku, Ma."
Ayla menggelengkan kepalanya. Ziva sangat cantik, bahkan ketika hamil muda seperti sekarang ini.
"Ya sudah, kalau kamu bosan di puji. Mama mau kamu minum susu dulu. Kasihan dedek bayinya ngak terurus sama kamu."
"Iya, Ma. Aku jadi lupa dengan keberadaan putraku ini."
Ayla mengernyitkan dahinya bingung. "Putr
Ziva memperhatikan arloji di tangannya. Pukul 19.30 Ziva mendesah karena malam ini giliran dirinya lembur bekerja bersama dengan dua cleaning service lainnya. Ziva mengambil lap dan juga kemoceng. Beranjak masuk ke dalam ruangan bosnya. Tidak ada pria itu di sana, membuatnya bernafas lega. Mungkin telah pulang lebih awal. Dengan cekatan, Ziva membereskan semua map yang sangat berantakan. "Mama apa kabar, ya?" gumamnya. Terhitung telat 10 hari ia kabur dari rumahnya, tanpa membawa apapun dari rumah itu. Berbekal uang 5 juta untuk menyewa kosan di dalam dompetnya. Bahkan ponselnya ia non aktifkan dan sekarang memakai ponsel yang sangat sederhana, keluaran dahulu kala bermerek Nokia. Sebenarnya ia merindu
Ziva memperbaiki kaca mata bulatnya. Ia menghela nafas pelan ketika melihat isi perjanjian dalam map tersebut. Pria tidak memiliki hati, brengsek, begitulah umpatan Ziva di dalam hatinya.Pria ini tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu kepadanya dan tidak akan mengakui anak itu seumur hidupnya. Ziva mengepalkan tangannya.Dua pria tengah memperhatikannya dengan pandangan meremehkan. Siapa yang akan tertarik dengan wanita rendahan, cupu, dan juga miskin seperti Ziva.Tidur dengan wanita bernama Zivanna Natpraja, adalah kesialan seumur hidup bagi seorang Rajendra Anggara Wijayakusuma. Dan sialnya! dia menikmati malam panjang itu.“100 juta?” gumam Ziva, seakan mempertanyakan keben
Dengan senyuman mengembang, seorang wanita berdiri di depan ruangan sang kekasih. Sekretaris sekaligus asisten Rajendra menyambutnya dengan begitu hormat.“Silahkan masuk, Nyonya. Tuan muda, telah menunggu Anda.”“Terima kasih sambutannya, sekertaris Han. Tuan mudamu, tidak dalam keadaan sibuk, kan?”“Tidak, Nyonya.”Aura Christina Jesika mengangguk dan melangkah masuk. Setelah Aura masuk, sekertaris Han menutup pintu ruangan dengan rapat dan berdiri di depannya.Sedangkan Aura melangkah ke arah Rajendra yang sekarang berdiri memperhatikan suasana kota di luar sana. Hingga tidak menyadari kehadirannya.
Tok! Tok! Tok!Tidak ada sahutan dari kamar kosan kecil itu. Lima pria berbadan besar tersebut saling memandang.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan berubah menjadi gedoran yang nyaring. Berhasil membuat Zia mencebikkan bibir nya kesal.“Siapa, sih? Perasaan diriku tidak memiliki hutang ke rentenir. Aku sudah membayar kosan selama setahun dan aku tidak memiliki satupun teman di daerah ini.”Dengan wajah kusut khas bangun tidur. Ziva bangkit dari tidurnya dan berjalan dengan linglung mengecek jendela kosan kecil itu. Matanya melotot sempurna ketika melihat lima anak buah papanya, telah berada di depan pintu kosan.“Kenapa mereka telah berada di sini?” gumam Ziva mulai tidak nyaman dan menutup gorden jen
Dengan rahang kokoh dan tegas. Seorang pria berumur 40 tahun berbalik memandang Ziva yang kini menunduk dengan kedua tangan yang saling menggenggam karena takut akan kemarahan sang papa. Dewantara Natpraja menyorotkan tatapan mematikan kepada putrinya itu.“Sudah puas?” tanyanya mengeluarkan suara serak nan basah.“Lapor! kurang puas, Pa. Ziva ... belum selesai dan Papa sudah menjemput Ziva secepat itu.”“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Ziva? Membuat keluarga Pramono kecewa padamu?”Ziva berdecak mendengar nama keluarga itu. Pria nafsuan yang ingin menikah dengannya berada di sana.“Ziva tidak ingin menikah denga
“Huek! Ada apa dengan diriku?” gumam Ziva memperhatikan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat pucat dengan kepala yang sangat pusing dan terasa berdenyut nyeri.Tidak pernah Ziva merasakan sakit di tubuhnya seperti ini. Sungguh! Ini sangat menyakitkan. Ia menyeka keringat yang ada di keningnya.Ziva menghela nafas pelan. Oke! dirinya akan mencoba mengingat sesuatu penyebab dirinya seperti ini.Wanita itu keluar dari kamar mandi dan segera mengecek ponselnya. Ziva telat datang bulan. Ia mencoba mengambil nafas kembali. Tidak! Mungkinkah? Ziva segera menggelengkan kepalanya.“Aku harus ke kamar mama. Di sana pasti ada test pack.”Tanpa membuang waktu. Ziva mengendap-endap keluar dari kamarnya. Kedua
"Mama mau menanyakan sesuatu kepadamu, Ziva!"Suasana di meja makan tiba-tiba menegang.Dewa juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Raut wajah istrinya terlihat sangat serius.Ayla menaruh sesuatu di atas meja makan, membuat Ziva menautkan kedua alisnya bingung."Jelaskan ke kami … ini semua maksudnya apa?" tanya Ayla dengan raut wajah sangat kecewa.Sontak Ziva melebarkan matanya dengan jantung yang berdegup sangat kencang."Bibi yang memberikannya kepada Mama, tadi pagi. Dia menemukannya di kamar kamu."
"Gara-gara kamu, Mamamu mogok makan sampai saat ini," ujar papa nya menatap tajam Rajendra.Rita tidak bernafsu makan setelah kejadian kemarin. Ia masih memikirkan nasib wanita yang menjadi korban pemerkosaan putranya. Bagaimana nasib wanita itu? Apakah sekarang menjadi gelandang atau berniat bunuh diri."Ma! Rajen minta maaf." Pria itu menangkup kedua tangan mamanya. Rita enggan untuk menatapnya barang sedikitpun."Mama telah gagal mendidik kamu, Rajen. Mama gagal, hiks."Rajendra hendak memeluk mamanya, namun Rita langsung menyingkirkan tubuhnya, sehingga Rajendra tidak jadi melakukannya."Jangan menyentuh Mama, kalau kamu belum menemukan wanita itu