Dengan rahang kokoh dan tegas. Seorang pria berumur 40 tahun berbalik memandang Ziva yang kini menunduk dengan kedua tangan yang saling menggenggam karena takut akan kemarahan sang papa. Dewantara Natpraja menyorotkan tatapan mematikan kepada putrinya itu.
“Sudah puas?” tanyanya mengeluarkan suara serak nan basah.
“Lapor! kurang puas, Pa. Ziva ... belum selesai dan Papa sudah menjemput Ziva secepat itu.”
“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Ziva? Membuat keluarga Pramono kecewa padamu?”
Ziva berdecak mendengar nama keluarga itu. Pria nafsuan yang ingin menikah dengannya berada di sana.
“Ziva tidak ingin menikah dengannya, Pa. Ziva ....”
“Cukup Ziva! Seminggu lagi kalian akan menikah.”
“Pa, Ziva tidak bisa.”
“Papa tidak menerima penolakan. Jangan membangkang! Siapa yang mengajarimu seperti itu?”
Ziva menghela nafas pelan dan segera ingin menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Tapi ia memutar otak untuk menyusun kata yang akan keluar dari mulutnya agar sang papa tidak marah besar.
Ah! Ingin sekali Ziva berteriak ia sudah tidak perawan dan juga telah diperkosa. Entah apa yang akan terjadi pada tubuhnya selanjutnya. Semoga saja ia tidak mengandung benih pria brengsek itu.
“Apa yang ingin kamu katakan!”
“Ziva sebenarnya ....”
“Ziva!” Suara teriakan nyaring menggelegar, membuat Ziva terpekik begitupun dengan sang papa yang segera menampilkan wajah damai di depan mamanya.
Pawangnya telah berada di depan mata. Mana berani papanya memarahinya.
Ziva merasa menang banyak sekarang. Ia berbalik dan memeluk sang mama yang terlihat sangat merindukannya.
“Kemana dirimu selama ini, Ziva? Toni telah mencarimu ke segala penjuru kota. Tapi kamu tidak di temukan.”
“Ziva bersembunyi, Ma. Tapi Toni yang kepo itu telah menemukan Ziva.”
“Kepo? Bahasa apa itu, Sayang?”
“Ah? Maksudnya cerewet gitu.” Dapat Ziva lihat sang papa memberikan peringatan dengan sorot mata yang sangat menyeramkan.
Keluarganya tidak pernah memakai kosa kata gaul dan itu dilarang turun temurun dari masa kakek buyutnya.
“Pa, kamu memarahi Ziva?” tanya sang mama. Dewa segera menggelengkan kepalanya dan memberikan Ziva peringatan agar tidak mengadu.
“Tidak, Ma. Papa hanya sedikit mengintrogasi Ziva karena membatalkan perjodohan itu."
"Ma ... Ziva tidak ingin menikah dengan pria nafsuan itu.”
Astaga, Ziva keceplosan lagi.
“Pria nafsuan? Siapa yang kamu maksud?”
“Siapa lagi kalau bukan Anggara, Ma.
"Baiklah, Ziva akan jujur ke Papa dan Mama. Sebenarnya ketika dua kali kencan dengan Anggara, pria itu beberapa kali ingin menyentuh Ziva, Ma. Dia ....”
“Cukup Ziva! Kamu telah melampaui batas.” Sang papa membantah segala penjelasan Ziva.
“Lanjutkan, Sayang. Mama ingin mendengarkannya.” Wanita itu melirik sinis ke arah suaminya. Dewa terdiam dan menghela nafas.
“Mama,” ujar Dewa. Namun wanita itu enggan untuk menatapnya. Alarm di otaknya telah berbunyi. Nanti malam pasti istrinya akan merajuk dan tidak akan memberikannya jatah.
Ziva ingin tertawa keras melihat raut wajah papanya. Tapi ia juga sedih. Kapan dirinya akan menemukan pasangan dan cinta sejatinya. Seperti kedua orang tuanya yang setiap malam menghabiskan malam panjang di atas ranjang, tanpa memikirkan dirinya yang hanya sendiri dan sendirian.
“Anggara menyentuh paha Ziva, terus pinggang seksi Ziva dan hampir merema ....”
“Cukup Ziva! Papa ingin bukti bukan hanya omong kosong kamu,” sungut papa nya.”
“Pa, itu sudah jelas. Ziva putri kita. Tidak mungkin dia berbohong.” Sang mama membelanya. Ziva mengangguk setuju.
“Sayang, Ziva harus membuktikannya kepada kita. Papa akan menelpon Anggara untuk mengajakmu makan di restoran nanti malam. Siapkan dirimu Ziva. Kalau tidak terbukti ... kamu tidak akan bisa menolak perjodohan itu.”
Dengan ragu Ziva mengangguk. Lihat saja Anggara Pramono. Pria nafsuan itu akan terjebak ke dalam permainannya.
****
Dengan dress pendek di atas paha. Ziva berlenggak-lenggok di depan Anggara. tatapan pria itu nyalang memperhatikan penampilannya malam ini. Jauh lebih cantik dan juga seksi dengan belahan dada yang rendah.
“Selamat malam,” sapa Ziva menampilkan senyuman ramahnya.
Anggara sempat memberikannya tatapan nakal, membuat rencana Ziva sukses.
“Kamu sangat aneh, Ziva. Kenapa kamu tidak ingin dijodohkan denganku? Aku bisa menjadi suami yang perkasa dan menanamkan benih di rahimmu dan akan menghasilkan baby yang lucu dan menggemaskan.”
Dalam mimpimu! Ziva sangat muak mendengarnya.
“Ya ... kan aku hanya refleks menolaknya kemarin. Jadi, sekarang aku akan perlahan menerima dirimu.”
Tatapan berbinar terlihat di kedua mata pria itu. Pria itu beranjak dari duduknya dan menarik tangan Ziva untuk berdiri. Tanpa aba-aba, pria itu memeluknya dengan sangat erat.
Ziva menampilkan smirknya. Saatnya beraksi, mereka juga berada di ruangan VIP. Kedua orang tuanya tengah mengawasinya dari cctv.
Ziva mengelus bahu Anggara dengan sensual, membuat tubuh Anggara meremang. Tubuh mereka sangat menempel Ziva dapat merasakan Anggara menang banyak malam ini.
Tangan Anggara bergerak dan mengelus bokongnya. Ziva tidak bereaksi apapun membuat pria itu semakin berani.
Biasanya Ziva selalu menolak sentuhannya dan memukulnya sangat keras atau menendang kakinya, seperti malam pertama dan kedua mereka kencan.
“Ziva,” lirih Anggara.”
“Hem. Kenapa? Aku nyaman kita pelukan seperti ini.”
Anggara mengangguk, walaupun sebenarnya tubuh Ziva merasakan sesak, karena Anggara menekan tubuh mereka semakin menempel.
Kalau tidak memperhalus rencananya Ziva tidak akan sudi melakukannya. Sekarang saja Ziva ingin menendang bokong pria itu sampai terpental. Namun ia harus sabar, ketika Anggara mulai berani dan hampir menyentuhnya semakin berani.
“Ah!” Ziva segera melepaskan pelukannya. Sehingga Anggara menarik tangannya. Mengurungkan niat untuk menyentuhnya.
“Ayo kita menikmati malam bersama dengan menghabiskan makanan. Semuanya.”
“Semuanya?” Anggara menautkan kedua alisnya. Ziva mengangguk. Ia sengaja memesan makanan dalam jumlah yang banyak.
“Aku kan calon istrimu. Bagaimana kita mukbang dan saling jujur satu sama lain. Siapa yang kalah menghabiskan makanan yang ada di piring ini semuanya.”
Anggara menelan salivanya ketika melihat sepiring ayam goreng dengan level pedas dan ukuran jumbo.
“Aku duluan, ya? Apa pernah kamu tidur dengan wanita lain selama ini? Apa kamu masih perjaka?”
Anggara berdehem dan tidak menjawabnya.
“Aku akan memakannya.”
Ziva mengangguk setuju dan menggeser sepiring ayam berukuran jumbo itu ke depan Anggara. Pria itu melipat ujung kemejanya dan segera memotong ayam tersebut dan memakannya.
Rasa pedas yang akan membakar lidah dan akan membuat lambung bergoyang berirama.
“Bagaimana? Enak?” tanya Ziva kembali.
Anggara mengibaskan tangannya di depan mulutnya. Menghalau rasa pedas yang terasa membakar lidahnya.
“Aku tidak kuat." Anggara hanya memakannya sepotong. Pria itu segera minum susu sebanyak-banyaknya. Ziva telah menyediakannya.
“Hah ... sekarang giliranku, huh. Apa kamu mencintaiku?”
Ziva tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya, “Aku tidak Mencintaimu.” Ziva menekan setiap suku katanya.
“Perjodohan dibatalkan!” Suara Dewa langsung memenuhi indra pendengaran mereka semua. Dewa tidak ingin mempunyai menantu yang kurang ajar dan juga brengsek.
“ Apa maksud, Om?!” bentak Anggara tidak terima dipermainkan seperti ini.
“Bye, Anggara Pramono!” Setelahnya, Anggara diseret keluar oleh anak buah papanya.
“Huek! Ada apa dengan diriku?” gumam Ziva memperhatikan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat pucat dengan kepala yang sangat pusing dan terasa berdenyut nyeri.Tidak pernah Ziva merasakan sakit di tubuhnya seperti ini. Sungguh! Ini sangat menyakitkan. Ia menyeka keringat yang ada di keningnya.Ziva menghela nafas pelan. Oke! dirinya akan mencoba mengingat sesuatu penyebab dirinya seperti ini.Wanita itu keluar dari kamar mandi dan segera mengecek ponselnya. Ziva telat datang bulan. Ia mencoba mengambil nafas kembali. Tidak! Mungkinkah? Ziva segera menggelengkan kepalanya.“Aku harus ke kamar mama. Di sana pasti ada test pack.”Tanpa membuang waktu. Ziva mengendap-endap keluar dari kamarnya. Kedua
"Mama mau menanyakan sesuatu kepadamu, Ziva!"Suasana di meja makan tiba-tiba menegang.Dewa juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Raut wajah istrinya terlihat sangat serius.Ayla menaruh sesuatu di atas meja makan, membuat Ziva menautkan kedua alisnya bingung."Jelaskan ke kami … ini semua maksudnya apa?" tanya Ayla dengan raut wajah sangat kecewa.Sontak Ziva melebarkan matanya dengan jantung yang berdegup sangat kencang."Bibi yang memberikannya kepada Mama, tadi pagi. Dia menemukannya di kamar kamu."
"Gara-gara kamu, Mamamu mogok makan sampai saat ini," ujar papa nya menatap tajam Rajendra.Rita tidak bernafsu makan setelah kejadian kemarin. Ia masih memikirkan nasib wanita yang menjadi korban pemerkosaan putranya. Bagaimana nasib wanita itu? Apakah sekarang menjadi gelandang atau berniat bunuh diri."Ma! Rajen minta maaf." Pria itu menangkup kedua tangan mamanya. Rita enggan untuk menatapnya barang sedikitpun."Mama telah gagal mendidik kamu, Rajen. Mama gagal, hiks."Rajendra hendak memeluk mamanya, namun Rita langsung menyingkirkan tubuhnya, sehingga Rajendra tidak jadi melakukannya."Jangan menyentuh Mama, kalau kamu belum menemukan wanita itu
"Papa sudah mengerahkan semua anak buah Papa untuk mencari pelakunya. Jadi, kamu jangan terlalu memikirkannya."Dalam hati Ziva, semoga mereka tidak menemukannya sampai kapanpun."Sekarang, susunya di minum, Sayang." Ayla menyodorkan segelas susu hamil buatannya kepada Ziva."Makasih, Ma." Ziva tersenyum dan meneguknya hingga kandas."Cucu Oma harus sehat di dalam sana. Ngak boleh sakit," ujarnya memberikan peringatan."Iya, Oma cantik," cicit Ziva berlagak seperti anak kecil.Ayla terkekeh dan tersenyum. "Besok kalau cowok, bagaimana kalau Oma kasih nama Galaksi."
Tidak membutuhkan waktu lama untuk seorang Zivanna Natpraja untuk terkenal di kalangan para model. Bahkan agensi model lainnya, merasa tercengang karena keluarga tersebut memiliki bidadari secantik wanita itu. "Wah, kamu langsung terkenal, Sayang," ujar Ayla duduk di dekat Ziva ketika wanita itu menonton televisi. Banyak berita yang meliputnya tanpa henti. "Iya, Ma. Entah kenapa aku sangat bosan mendengarnya. Hingga lima chanel aku ganti. Tak ada satupun yang memuat kabar selain itu." "Kamu sangat hebat, Sayang. Mama sabar kagum denganmu." "Ah, biasa saja. Banyak juga model yang lebih cantik dariku, Ma." Ayla menggelengkan kepalanya. Ziva sangat cantik, bahkan ketika hamil muda seperti sekarang ini. "Ya sudah, kalau kamu bosan di puji. Mama mau kamu minum susu dulu. Kasihan dedek bayinya ngak terurus sama kamu." "Iya, Ma. Aku jadi lupa dengan keberadaan putraku ini." Ayla mengernyitkan dahinya bingung. "Putr
Ziva memperhatikan arloji di tangannya. Pukul 19.30 Ziva mendesah karena malam ini giliran dirinya lembur bekerja bersama dengan dua cleaning service lainnya. Ziva mengambil lap dan juga kemoceng. Beranjak masuk ke dalam ruangan bosnya. Tidak ada pria itu di sana, membuatnya bernafas lega. Mungkin telah pulang lebih awal. Dengan cekatan, Ziva membereskan semua map yang sangat berantakan. "Mama apa kabar, ya?" gumamnya. Terhitung telat 10 hari ia kabur dari rumahnya, tanpa membawa apapun dari rumah itu. Berbekal uang 5 juta untuk menyewa kosan di dalam dompetnya. Bahkan ponselnya ia non aktifkan dan sekarang memakai ponsel yang sangat sederhana, keluaran dahulu kala bermerek Nokia. Sebenarnya ia merindu
Ziva memperbaiki kaca mata bulatnya. Ia menghela nafas pelan ketika melihat isi perjanjian dalam map tersebut. Pria tidak memiliki hati, brengsek, begitulah umpatan Ziva di dalam hatinya.Pria ini tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu kepadanya dan tidak akan mengakui anak itu seumur hidupnya. Ziva mengepalkan tangannya.Dua pria tengah memperhatikannya dengan pandangan meremehkan. Siapa yang akan tertarik dengan wanita rendahan, cupu, dan juga miskin seperti Ziva.Tidur dengan wanita bernama Zivanna Natpraja, adalah kesialan seumur hidup bagi seorang Rajendra Anggara Wijayakusuma. Dan sialnya! dia menikmati malam panjang itu.“100 juta?” gumam Ziva, seakan mempertanyakan keben
Dengan senyuman mengembang, seorang wanita berdiri di depan ruangan sang kekasih. Sekretaris sekaligus asisten Rajendra menyambutnya dengan begitu hormat.“Silahkan masuk, Nyonya. Tuan muda, telah menunggu Anda.”“Terima kasih sambutannya, sekertaris Han. Tuan mudamu, tidak dalam keadaan sibuk, kan?”“Tidak, Nyonya.”Aura Christina Jesika mengangguk dan melangkah masuk. Setelah Aura masuk, sekertaris Han menutup pintu ruangan dengan rapat dan berdiri di depannya.Sedangkan Aura melangkah ke arah Rajendra yang sekarang berdiri memperhatikan suasana kota di luar sana. Hingga tidak menyadari kehadirannya.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk seorang Zivanna Natpraja untuk terkenal di kalangan para model. Bahkan agensi model lainnya, merasa tercengang karena keluarga tersebut memiliki bidadari secantik wanita itu. "Wah, kamu langsung terkenal, Sayang," ujar Ayla duduk di dekat Ziva ketika wanita itu menonton televisi. Banyak berita yang meliputnya tanpa henti. "Iya, Ma. Entah kenapa aku sangat bosan mendengarnya. Hingga lima chanel aku ganti. Tak ada satupun yang memuat kabar selain itu." "Kamu sangat hebat, Sayang. Mama sabar kagum denganmu." "Ah, biasa saja. Banyak juga model yang lebih cantik dariku, Ma." Ayla menggelengkan kepalanya. Ziva sangat cantik, bahkan ketika hamil muda seperti sekarang ini. "Ya sudah, kalau kamu bosan di puji. Mama mau kamu minum susu dulu. Kasihan dedek bayinya ngak terurus sama kamu." "Iya, Ma. Aku jadi lupa dengan keberadaan putraku ini." Ayla mengernyitkan dahinya bingung. "Putr
"Papa sudah mengerahkan semua anak buah Papa untuk mencari pelakunya. Jadi, kamu jangan terlalu memikirkannya."Dalam hati Ziva, semoga mereka tidak menemukannya sampai kapanpun."Sekarang, susunya di minum, Sayang." Ayla menyodorkan segelas susu hamil buatannya kepada Ziva."Makasih, Ma." Ziva tersenyum dan meneguknya hingga kandas."Cucu Oma harus sehat di dalam sana. Ngak boleh sakit," ujarnya memberikan peringatan."Iya, Oma cantik," cicit Ziva berlagak seperti anak kecil.Ayla terkekeh dan tersenyum. "Besok kalau cowok, bagaimana kalau Oma kasih nama Galaksi."
"Gara-gara kamu, Mamamu mogok makan sampai saat ini," ujar papa nya menatap tajam Rajendra.Rita tidak bernafsu makan setelah kejadian kemarin. Ia masih memikirkan nasib wanita yang menjadi korban pemerkosaan putranya. Bagaimana nasib wanita itu? Apakah sekarang menjadi gelandang atau berniat bunuh diri."Ma! Rajen minta maaf." Pria itu menangkup kedua tangan mamanya. Rita enggan untuk menatapnya barang sedikitpun."Mama telah gagal mendidik kamu, Rajen. Mama gagal, hiks."Rajendra hendak memeluk mamanya, namun Rita langsung menyingkirkan tubuhnya, sehingga Rajendra tidak jadi melakukannya."Jangan menyentuh Mama, kalau kamu belum menemukan wanita itu
"Mama mau menanyakan sesuatu kepadamu, Ziva!"Suasana di meja makan tiba-tiba menegang.Dewa juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Raut wajah istrinya terlihat sangat serius.Ayla menaruh sesuatu di atas meja makan, membuat Ziva menautkan kedua alisnya bingung."Jelaskan ke kami … ini semua maksudnya apa?" tanya Ayla dengan raut wajah sangat kecewa.Sontak Ziva melebarkan matanya dengan jantung yang berdegup sangat kencang."Bibi yang memberikannya kepada Mama, tadi pagi. Dia menemukannya di kamar kamu."
“Huek! Ada apa dengan diriku?” gumam Ziva memperhatikan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat pucat dengan kepala yang sangat pusing dan terasa berdenyut nyeri.Tidak pernah Ziva merasakan sakit di tubuhnya seperti ini. Sungguh! Ini sangat menyakitkan. Ia menyeka keringat yang ada di keningnya.Ziva menghela nafas pelan. Oke! dirinya akan mencoba mengingat sesuatu penyebab dirinya seperti ini.Wanita itu keluar dari kamar mandi dan segera mengecek ponselnya. Ziva telat datang bulan. Ia mencoba mengambil nafas kembali. Tidak! Mungkinkah? Ziva segera menggelengkan kepalanya.“Aku harus ke kamar mama. Di sana pasti ada test pack.”Tanpa membuang waktu. Ziva mengendap-endap keluar dari kamarnya. Kedua
Dengan rahang kokoh dan tegas. Seorang pria berumur 40 tahun berbalik memandang Ziva yang kini menunduk dengan kedua tangan yang saling menggenggam karena takut akan kemarahan sang papa. Dewantara Natpraja menyorotkan tatapan mematikan kepada putrinya itu.“Sudah puas?” tanyanya mengeluarkan suara serak nan basah.“Lapor! kurang puas, Pa. Ziva ... belum selesai dan Papa sudah menjemput Ziva secepat itu.”“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Ziva? Membuat keluarga Pramono kecewa padamu?”Ziva berdecak mendengar nama keluarga itu. Pria nafsuan yang ingin menikah dengannya berada di sana.“Ziva tidak ingin menikah denga
Tok! Tok! Tok!Tidak ada sahutan dari kamar kosan kecil itu. Lima pria berbadan besar tersebut saling memandang.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan berubah menjadi gedoran yang nyaring. Berhasil membuat Zia mencebikkan bibir nya kesal.“Siapa, sih? Perasaan diriku tidak memiliki hutang ke rentenir. Aku sudah membayar kosan selama setahun dan aku tidak memiliki satupun teman di daerah ini.”Dengan wajah kusut khas bangun tidur. Ziva bangkit dari tidurnya dan berjalan dengan linglung mengecek jendela kosan kecil itu. Matanya melotot sempurna ketika melihat lima anak buah papanya, telah berada di depan pintu kosan.“Kenapa mereka telah berada di sini?” gumam Ziva mulai tidak nyaman dan menutup gorden jen
Dengan senyuman mengembang, seorang wanita berdiri di depan ruangan sang kekasih. Sekretaris sekaligus asisten Rajendra menyambutnya dengan begitu hormat.“Silahkan masuk, Nyonya. Tuan muda, telah menunggu Anda.”“Terima kasih sambutannya, sekertaris Han. Tuan mudamu, tidak dalam keadaan sibuk, kan?”“Tidak, Nyonya.”Aura Christina Jesika mengangguk dan melangkah masuk. Setelah Aura masuk, sekertaris Han menutup pintu ruangan dengan rapat dan berdiri di depannya.Sedangkan Aura melangkah ke arah Rajendra yang sekarang berdiri memperhatikan suasana kota di luar sana. Hingga tidak menyadari kehadirannya.
Ziva memperbaiki kaca mata bulatnya. Ia menghela nafas pelan ketika melihat isi perjanjian dalam map tersebut. Pria tidak memiliki hati, brengsek, begitulah umpatan Ziva di dalam hatinya.Pria ini tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu kepadanya dan tidak akan mengakui anak itu seumur hidupnya. Ziva mengepalkan tangannya.Dua pria tengah memperhatikannya dengan pandangan meremehkan. Siapa yang akan tertarik dengan wanita rendahan, cupu, dan juga miskin seperti Ziva.Tidur dengan wanita bernama Zivanna Natpraja, adalah kesialan seumur hidup bagi seorang Rajendra Anggara Wijayakusuma. Dan sialnya! dia menikmati malam panjang itu.“100 juta?” gumam Ziva, seakan mempertanyakan keben