Home / Romansa / Bosku Merenggut Kesucianku / 2. Presdir Pelit dan Surat Perjanjian

Share

2. Presdir Pelit dan Surat Perjanjian

Ziva memperbaiki kaca mata bulatnya. Ia menghela nafas pelan ketika melihat isi perjanjian dalam map tersebut. Pria tidak memiliki hati, brengsek, begitulah umpatan Ziva di dalam hatinya. 

Pria ini tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu kepadanya dan tidak akan mengakui anak itu seumur hidupnya. Ziva mengepalkan tangannya.

Dua pria tengah memperhatikannya dengan pandangan meremehkan. Siapa yang akan tertarik dengan wanita rendahan, cupu, dan juga miskin seperti Ziva. 

Tidur dengan wanita bernama Zivanna Natpraja, adalah kesialan seumur hidup bagi seorang Rajendra Anggara Wijayakusuma. Dan sialnya! dia menikmati malam panjang itu.

“100 juta?” gumam Ziva, seakan mempertanyakan kebenaran nominal itu.

“Ya, itu sudah tarif tinggi untukmu.”

Tarif? Ziva bukan wanita seperti itu. Harga dirinya diinjak-injak membuat Ziva merasakan emosinya membara.

“Tuan Muda telah berbaik hati menawarkan jumlah nominal sebesar itu,” jelas sekretarisnya, mendukung segala perbuatan atasannya. Ziva berdecak.

“Jangan menjadi perusak dalam hubungan saya dengan calon istri saya."

Kau yang merusak hubunganmu sendiri. Di sini Ziva yang menjadi korban bukan pelaku utama. Pria tidak tahu diri, Ziva bersumpah akan membuat pria yang ada di depan ini esok bersujud di kakinya, untuk bertahan hidup dan mengemis kepadanya.

Ziva mengangkat kepalanya dan memandang mereka bergantian. Atasan dan sekretaris sama sombongnya. Maka tidak hayal, mereka dipertemukan oleh Tuhan untuk mengembangkan kebodohan di otak masing-masing.

“Saya akan pergi dari hidup, Anda. Apabila Anda ... memberikan saya uang tunjangan 10 miliar.”

Berani sekali wanita ini menawarkan tarif tinggi untuk tubuhnya itu.

“Saya di sini saling menguntungkan. Saya pergi, dan Anda tidak memiliki urusan dengan saya kembali.” Sekarang Ziva yang menguasai permainan.

Terlihat jelas, raut wajah Rajendra menyorotkan tatapan tajam dan mematikan. Ziva tidak akan takut, karena papanya jauh lebih menyeramkan dari pria ini.

 Andai papanya mengetahui nasibnya sekarang, pasti perusahaan ini akan beliau porak-porandakan menjadi tanah yang lapang.

“Berikan dia uang 1 miliar!” perintah Rajendra kepada sekretarisnya.

Ziva segera menggelengkan kepalanya, membuat kedua pria itu ingin mencekiknya sampai tidak bernyawa.

“Apa pendengaran Anda kurang menangkap segala yang saya ucapkan, Tuan?"

"Jangan bermain-main dengan saya,” peringat Rajendra."

Bukannya, sedari tadi Rajendra yang ingin bermain-main dengannya? Sekali lagi, Ziva peringatkan. Apabila Ziva ditindas, maka ia akan berbalik menindas orang itu kembali. Lulusan universitas dunia, tidak akan terkalahkan dengan seorang presdir brengsek dan juga pelit, seperti bosnya ini.

“Tuan Muda, tidak akan menambahkannya. Kalau kau tidak menerimanya. Maka, itu terserah padamu.”

Ziva mengangguk membuat mereka mengeluarkan smirknya. Namun perlahan senyuman mereka surut, ketika mendengar Ziva mengatakan sesuatu kembali.

“Ya ... saya baru pertama kali, bekerja di sebuah perusahaan besar dan ternama, dengan pimpinan presdir yang brengsek dan juga sangat-sangat pelit.”

Ziva kembali membuka map berisi perjanjian seumur hidup itu. Dengan cekatan, Ziva menandatangani nya.

“Saya tidak akan menerima uang sepeserpun untuk menjual sesuatu yang berharga dalam hidup saya. Terima kasih kerjasamanya, saya mendoakan semoga Anda tidak memiliki momongan seumur hidup karena menolak takdir sebelum terjadi.”

Mereka berdua tertohok mendengarnya. Entah mengapa, udara berhembus dari celah jendela yang padahal tertutup rapat, seakan menyampaikan berita hujan di luar sana akan segera turun setelahnya.

Tanpa menunggu mereka membuka suara. Ziva bangkit dan keluar dari ruangan itu. Ziva berjanji, akan mengingat ruangan ini dalam rekaman otaknya.  Dan suatu hari nanti, Ziva tidak akan sudi masuk ke dalamnya.

Sekertarisnya ingin mengejar Ziva, namun Rajendra segera menahannya. 

“Biarkan dia pergi. Kerugian ada pada wanita itu, menolak tunjangan dari ku.”

“Tapi Tuan, wanita itu telah lancang mendoakan Tuan Muda hancur dan menghina Tuan Muda, sedari tadi,” geramnya tidak terima.

Rajendra menghela nafas. Entah mengapa, terbesit ketakutan di dalam dirinya mendengar penuturan wanita itu. Apalagi, sesudah wanita itu pergi. Hujan dan kilat menyambar ke segala arah dan membasahi bumi.

“Itu hanya mitos, Tuan Muda. Jangan terlalu memikirkannya.”

Rajendra belum tenang sampai saat ini. Ia kembali membuka map itu. Katakan dirinya egois untuk mempertahankan calon istrinya yang sangat ia cinta. Hingga membuat isi perjanjian gila ini. 

Surat perjanjian berlaku seumur hidup, dengan persyaratan kedua belah pihak bisa membatalkannya, apabila mereka sepakat untuk  melakukannya. Pihak kedua juga bisa menuntutnya, apabila esok pihak pertama kembali mengganggu hidupnya. Begitupun sebaliknya.

***

Ziva menunggu hujan reda di depan lobby. Sebenarnya ia sangat menyukai hujan dan ingin bermain-main dengan rintikan air itu. Pasti sangat menyenangkan. Namun sekarang, hatinya merasa dongkol dan juga belum sepenuhnya melupakan segala yang terjadi semalam dan hari ini.

Ah! Ziva menghela nafas kasar. Mungkin ini adalah salah satu cara Tuhan untuk menegurnya agar tidak kabur dari rumahnya dan segera kembali.

‘Tapi ada untungnya, dengan semua ini. Aku tidak akan dijodohkan dengan pria nafsuan itu.’

Mengapa Ziva tidak ingin dijodohkan? Karena pria itu terlihat tidak mencintainya dengan tulus. Namun hanya mengincar harta, kecantikan dan bahkan tubuhnya. 

Mana mau ia menikah dengan pria modelan seperti itu. Ziva masih waras dan juga berpikir rasional.

Siapa yang tidak akan tertarik dengannya. Bahkan dengan penampilan sederhana memakai kacamata bulat, rambut dikuncir kuda, tidak akan membuat kecantikan Ziva memudar. Memang dasarnya cantik. Ya ... mau bagaimana lagi.

“Aku harus segera pergi dari kantor ini.”

Sebelum Ziva pergi dari sana. Ia menendang kaca yang menjadi penghalang dirinya berdiri dengan sebuah pot besar berada di dalam. Membuat pot berukuran besar itu terjatuh, mengundang suara pekikan terdengar di dalam kantor.

Ziva tersenyum miring dan segera menerobos hujan, sebelum satpam menangkapnya. Kekacauan sebelum pergi adalah hadiah istimewa dari Ziva.

Di dalam kantor, sekretaris Han langsung keluar dari ruangan bersama dengan atasannya. Mereka mendengar suara kekacauan dan bergegas menuju ke lobby.

“Apa yang terjadi?!” ujar sekretaris Han, mengintrogasi semua karyawan dan satpam.

“Maaf Tuan Muda, ada yang menyerang kantor. Sehingga pot berukuran besar terjatuh dan mengeluarkan suara nyaring. Ketika kami memeriksanya, pelaku tidak ditemukan.”

“Bereskan semua keributan ini!” tegas Rajendra menyorotkan tatapan mematikan ke semua orang, membuat mereka ketakutan dan menunduk.

Ia segera mengecek cctv di ponselnya. Tangannya terkepal, melihat wajah menyebalkan wanita itu yang sengaja melakukannya. Bahkan dengan berani nya, wanita itu menunjukkan jari tengahnya ke sorotan cctv depan lobby.

Rajendra dengan langkah angkuh kembali ke ruangannya, diikuti oleh sekretarisnya.

“Tuan Muda, nyonya Aura akan segera kemari. Nyonya mengirimkan saya pesan.”

Rajendra menghela nafas. Ia tidak sabar menantikan kedatangan kekasihnya yang sangat ia cinta. Pikirannya sekarang tengah kacau karena ulah wanita gila itu. 

Semoga dengan kedatangan kekasihnya, hatinya menghangat dan tenang. Hanya Aura, yang mampu memporak-porandakan hatinya sampai saat ini.

"Katakan padanya. Aku menantikan kehadirannya!"

  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status