Ziva memperbaiki kaca mata bulatnya. Ia menghela nafas pelan ketika melihat isi perjanjian dalam map tersebut. Pria tidak memiliki hati, brengsek, begitulah umpatan Ziva di dalam hatinya.
Pria ini tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu kepadanya dan tidak akan mengakui anak itu seumur hidupnya. Ziva mengepalkan tangannya.
Dua pria tengah memperhatikannya dengan pandangan meremehkan. Siapa yang akan tertarik dengan wanita rendahan, cupu, dan juga miskin seperti Ziva.
Tidur dengan wanita bernama Zivanna Natpraja, adalah kesialan seumur hidup bagi seorang Rajendra Anggara Wijayakusuma. Dan sialnya! dia menikmati malam panjang itu.
“100 juta?” gumam Ziva, seakan mempertanyakan kebenaran nominal itu.
“Ya, itu sudah tarif tinggi untukmu.”
Tarif? Ziva bukan wanita seperti itu. Harga dirinya diinjak-injak membuat Ziva merasakan emosinya membara.
“Tuan Muda telah berbaik hati menawarkan jumlah nominal sebesar itu,” jelas sekretarisnya, mendukung segala perbuatan atasannya. Ziva berdecak.
“Jangan menjadi perusak dalam hubungan saya dengan calon istri saya."
Kau yang merusak hubunganmu sendiri. Di sini Ziva yang menjadi korban bukan pelaku utama. Pria tidak tahu diri, Ziva bersumpah akan membuat pria yang ada di depan ini esok bersujud di kakinya, untuk bertahan hidup dan mengemis kepadanya.
Ziva mengangkat kepalanya dan memandang mereka bergantian. Atasan dan sekretaris sama sombongnya. Maka tidak hayal, mereka dipertemukan oleh Tuhan untuk mengembangkan kebodohan di otak masing-masing.
“Saya akan pergi dari hidup, Anda. Apabila Anda ... memberikan saya uang tunjangan 10 miliar.”
Berani sekali wanita ini menawarkan tarif tinggi untuk tubuhnya itu.
“Saya di sini saling menguntungkan. Saya pergi, dan Anda tidak memiliki urusan dengan saya kembali.” Sekarang Ziva yang menguasai permainan.
Terlihat jelas, raut wajah Rajendra menyorotkan tatapan tajam dan mematikan. Ziva tidak akan takut, karena papanya jauh lebih menyeramkan dari pria ini.
Andai papanya mengetahui nasibnya sekarang, pasti perusahaan ini akan beliau porak-porandakan menjadi tanah yang lapang.
“Berikan dia uang 1 miliar!” perintah Rajendra kepada sekretarisnya.
Ziva segera menggelengkan kepalanya, membuat kedua pria itu ingin mencekiknya sampai tidak bernyawa.
“Apa pendengaran Anda kurang menangkap segala yang saya ucapkan, Tuan?"
"Jangan bermain-main dengan saya,” peringat Rajendra."
Bukannya, sedari tadi Rajendra yang ingin bermain-main dengannya? Sekali lagi, Ziva peringatkan. Apabila Ziva ditindas, maka ia akan berbalik menindas orang itu kembali. Lulusan universitas dunia, tidak akan terkalahkan dengan seorang presdir brengsek dan juga pelit, seperti bosnya ini.
“Tuan Muda, tidak akan menambahkannya. Kalau kau tidak menerimanya. Maka, itu terserah padamu.”
Ziva mengangguk membuat mereka mengeluarkan smirknya. Namun perlahan senyuman mereka surut, ketika mendengar Ziva mengatakan sesuatu kembali.
“Ya ... saya baru pertama kali, bekerja di sebuah perusahaan besar dan ternama, dengan pimpinan presdir yang brengsek dan juga sangat-sangat pelit.”
Ziva kembali membuka map berisi perjanjian seumur hidup itu. Dengan cekatan, Ziva menandatangani nya.
“Saya tidak akan menerima uang sepeserpun untuk menjual sesuatu yang berharga dalam hidup saya. Terima kasih kerjasamanya, saya mendoakan semoga Anda tidak memiliki momongan seumur hidup karena menolak takdir sebelum terjadi.”
Mereka berdua tertohok mendengarnya. Entah mengapa, udara berhembus dari celah jendela yang padahal tertutup rapat, seakan menyampaikan berita hujan di luar sana akan segera turun setelahnya.
Tanpa menunggu mereka membuka suara. Ziva bangkit dan keluar dari ruangan itu. Ziva berjanji, akan mengingat ruangan ini dalam rekaman otaknya. Dan suatu hari nanti, Ziva tidak akan sudi masuk ke dalamnya.
Sekertarisnya ingin mengejar Ziva, namun Rajendra segera menahannya.
“Biarkan dia pergi. Kerugian ada pada wanita itu, menolak tunjangan dari ku.”
“Tapi Tuan, wanita itu telah lancang mendoakan Tuan Muda hancur dan menghina Tuan Muda, sedari tadi,” geramnya tidak terima.
Rajendra menghela nafas. Entah mengapa, terbesit ketakutan di dalam dirinya mendengar penuturan wanita itu. Apalagi, sesudah wanita itu pergi. Hujan dan kilat menyambar ke segala arah dan membasahi bumi.
“Itu hanya mitos, Tuan Muda. Jangan terlalu memikirkannya.”
Rajendra belum tenang sampai saat ini. Ia kembali membuka map itu. Katakan dirinya egois untuk mempertahankan calon istrinya yang sangat ia cinta. Hingga membuat isi perjanjian gila ini.
Surat perjanjian berlaku seumur hidup, dengan persyaratan kedua belah pihak bisa membatalkannya, apabila mereka sepakat untuk melakukannya. Pihak kedua juga bisa menuntutnya, apabila esok pihak pertama kembali mengganggu hidupnya. Begitupun sebaliknya.
***
Ziva menunggu hujan reda di depan lobby. Sebenarnya ia sangat menyukai hujan dan ingin bermain-main dengan rintikan air itu. Pasti sangat menyenangkan. Namun sekarang, hatinya merasa dongkol dan juga belum sepenuhnya melupakan segala yang terjadi semalam dan hari ini.
Ah! Ziva menghela nafas kasar. Mungkin ini adalah salah satu cara Tuhan untuk menegurnya agar tidak kabur dari rumahnya dan segera kembali.
‘Tapi ada untungnya, dengan semua ini. Aku tidak akan dijodohkan dengan pria nafsuan itu.’
Mengapa Ziva tidak ingin dijodohkan? Karena pria itu terlihat tidak mencintainya dengan tulus. Namun hanya mengincar harta, kecantikan dan bahkan tubuhnya.
Mana mau ia menikah dengan pria modelan seperti itu. Ziva masih waras dan juga berpikir rasional.
Siapa yang tidak akan tertarik dengannya. Bahkan dengan penampilan sederhana memakai kacamata bulat, rambut dikuncir kuda, tidak akan membuat kecantikan Ziva memudar. Memang dasarnya cantik. Ya ... mau bagaimana lagi.
“Aku harus segera pergi dari kantor ini.”
Sebelum Ziva pergi dari sana. Ia menendang kaca yang menjadi penghalang dirinya berdiri dengan sebuah pot besar berada di dalam. Membuat pot berukuran besar itu terjatuh, mengundang suara pekikan terdengar di dalam kantor.
Ziva tersenyum miring dan segera menerobos hujan, sebelum satpam menangkapnya. Kekacauan sebelum pergi adalah hadiah istimewa dari Ziva.
Di dalam kantor, sekretaris Han langsung keluar dari ruangan bersama dengan atasannya. Mereka mendengar suara kekacauan dan bergegas menuju ke lobby.
“Apa yang terjadi?!” ujar sekretaris Han, mengintrogasi semua karyawan dan satpam.
“Maaf Tuan Muda, ada yang menyerang kantor. Sehingga pot berukuran besar terjatuh dan mengeluarkan suara nyaring. Ketika kami memeriksanya, pelaku tidak ditemukan.”
“Bereskan semua keributan ini!” tegas Rajendra menyorotkan tatapan mematikan ke semua orang, membuat mereka ketakutan dan menunduk.
Ia segera mengecek cctv di ponselnya. Tangannya terkepal, melihat wajah menyebalkan wanita itu yang sengaja melakukannya. Bahkan dengan berani nya, wanita itu menunjukkan jari tengahnya ke sorotan cctv depan lobby.
Rajendra dengan langkah angkuh kembali ke ruangannya, diikuti oleh sekretarisnya.
“Tuan Muda, nyonya Aura akan segera kemari. Nyonya mengirimkan saya pesan.”
Rajendra menghela nafas. Ia tidak sabar menantikan kedatangan kekasihnya yang sangat ia cinta. Pikirannya sekarang tengah kacau karena ulah wanita gila itu.
Semoga dengan kedatangan kekasihnya, hatinya menghangat dan tenang. Hanya Aura, yang mampu memporak-porandakan hatinya sampai saat ini.
"Katakan padanya. Aku menantikan kehadirannya!"
Dengan senyuman mengembang, seorang wanita berdiri di depan ruangan sang kekasih. Sekretaris sekaligus asisten Rajendra menyambutnya dengan begitu hormat.“Silahkan masuk, Nyonya. Tuan muda, telah menunggu Anda.”“Terima kasih sambutannya, sekertaris Han. Tuan mudamu, tidak dalam keadaan sibuk, kan?”“Tidak, Nyonya.”Aura Christina Jesika mengangguk dan melangkah masuk. Setelah Aura masuk, sekertaris Han menutup pintu ruangan dengan rapat dan berdiri di depannya.Sedangkan Aura melangkah ke arah Rajendra yang sekarang berdiri memperhatikan suasana kota di luar sana. Hingga tidak menyadari kehadirannya.
Tok! Tok! Tok!Tidak ada sahutan dari kamar kosan kecil itu. Lima pria berbadan besar tersebut saling memandang.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan berubah menjadi gedoran yang nyaring. Berhasil membuat Zia mencebikkan bibir nya kesal.“Siapa, sih? Perasaan diriku tidak memiliki hutang ke rentenir. Aku sudah membayar kosan selama setahun dan aku tidak memiliki satupun teman di daerah ini.”Dengan wajah kusut khas bangun tidur. Ziva bangkit dari tidurnya dan berjalan dengan linglung mengecek jendela kosan kecil itu. Matanya melotot sempurna ketika melihat lima anak buah papanya, telah berada di depan pintu kosan.“Kenapa mereka telah berada di sini?” gumam Ziva mulai tidak nyaman dan menutup gorden jen
Dengan rahang kokoh dan tegas. Seorang pria berumur 40 tahun berbalik memandang Ziva yang kini menunduk dengan kedua tangan yang saling menggenggam karena takut akan kemarahan sang papa. Dewantara Natpraja menyorotkan tatapan mematikan kepada putrinya itu.“Sudah puas?” tanyanya mengeluarkan suara serak nan basah.“Lapor! kurang puas, Pa. Ziva ... belum selesai dan Papa sudah menjemput Ziva secepat itu.”“Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Ziva? Membuat keluarga Pramono kecewa padamu?”Ziva berdecak mendengar nama keluarga itu. Pria nafsuan yang ingin menikah dengannya berada di sana.“Ziva tidak ingin menikah denga
“Huek! Ada apa dengan diriku?” gumam Ziva memperhatikan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat pucat dengan kepala yang sangat pusing dan terasa berdenyut nyeri.Tidak pernah Ziva merasakan sakit di tubuhnya seperti ini. Sungguh! Ini sangat menyakitkan. Ia menyeka keringat yang ada di keningnya.Ziva menghela nafas pelan. Oke! dirinya akan mencoba mengingat sesuatu penyebab dirinya seperti ini.Wanita itu keluar dari kamar mandi dan segera mengecek ponselnya. Ziva telat datang bulan. Ia mencoba mengambil nafas kembali. Tidak! Mungkinkah? Ziva segera menggelengkan kepalanya.“Aku harus ke kamar mama. Di sana pasti ada test pack.”Tanpa membuang waktu. Ziva mengendap-endap keluar dari kamarnya. Kedua
"Mama mau menanyakan sesuatu kepadamu, Ziva!"Suasana di meja makan tiba-tiba menegang.Dewa juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Raut wajah istrinya terlihat sangat serius.Ayla menaruh sesuatu di atas meja makan, membuat Ziva menautkan kedua alisnya bingung."Jelaskan ke kami … ini semua maksudnya apa?" tanya Ayla dengan raut wajah sangat kecewa.Sontak Ziva melebarkan matanya dengan jantung yang berdegup sangat kencang."Bibi yang memberikannya kepada Mama, tadi pagi. Dia menemukannya di kamar kamu."
"Gara-gara kamu, Mamamu mogok makan sampai saat ini," ujar papa nya menatap tajam Rajendra.Rita tidak bernafsu makan setelah kejadian kemarin. Ia masih memikirkan nasib wanita yang menjadi korban pemerkosaan putranya. Bagaimana nasib wanita itu? Apakah sekarang menjadi gelandang atau berniat bunuh diri."Ma! Rajen minta maaf." Pria itu menangkup kedua tangan mamanya. Rita enggan untuk menatapnya barang sedikitpun."Mama telah gagal mendidik kamu, Rajen. Mama gagal, hiks."Rajendra hendak memeluk mamanya, namun Rita langsung menyingkirkan tubuhnya, sehingga Rajendra tidak jadi melakukannya."Jangan menyentuh Mama, kalau kamu belum menemukan wanita itu
"Papa sudah mengerahkan semua anak buah Papa untuk mencari pelakunya. Jadi, kamu jangan terlalu memikirkannya."Dalam hati Ziva, semoga mereka tidak menemukannya sampai kapanpun."Sekarang, susunya di minum, Sayang." Ayla menyodorkan segelas susu hamil buatannya kepada Ziva."Makasih, Ma." Ziva tersenyum dan meneguknya hingga kandas."Cucu Oma harus sehat di dalam sana. Ngak boleh sakit," ujarnya memberikan peringatan."Iya, Oma cantik," cicit Ziva berlagak seperti anak kecil.Ayla terkekeh dan tersenyum. "Besok kalau cowok, bagaimana kalau Oma kasih nama Galaksi."
Tidak membutuhkan waktu lama untuk seorang Zivanna Natpraja untuk terkenal di kalangan para model. Bahkan agensi model lainnya, merasa tercengang karena keluarga tersebut memiliki bidadari secantik wanita itu. "Wah, kamu langsung terkenal, Sayang," ujar Ayla duduk di dekat Ziva ketika wanita itu menonton televisi. Banyak berita yang meliputnya tanpa henti. "Iya, Ma. Entah kenapa aku sangat bosan mendengarnya. Hingga lima chanel aku ganti. Tak ada satupun yang memuat kabar selain itu." "Kamu sangat hebat, Sayang. Mama sabar kagum denganmu." "Ah, biasa saja. Banyak juga model yang lebih cantik dariku, Ma." Ayla menggelengkan kepalanya. Ziva sangat cantik, bahkan ketika hamil muda seperti sekarang ini. "Ya sudah, kalau kamu bosan di puji. Mama mau kamu minum susu dulu. Kasihan dedek bayinya ngak terurus sama kamu." "Iya, Ma. Aku jadi lupa dengan keberadaan putraku ini." Ayla mengernyitkan dahinya bingung. "Putr