"Memangnya kenapa?" tanya Ziyad. Ziyad dan Omar mengikuti arah pandang si pelayan yang tertuju pada Kevan. Mereka tahu maksud si pelayan. "Udah buatin aja! Masalah bayar mah gampang!" celetuk Kevan. "Aku yang bayar."Kevan yang masih sibuk bermain ponsel berseru dengan nada tidak senang. Dia tahu maksud si pelayan. Jeans belel denim dengan jaket merah yang bukan merupakan merk terkenal membalut tubuh Kevan. Belum lagi topi hitam polos yang dipakai Kevan membuatnya terlihat berasal dari kalangan bawah. Siapa yang tidak ragu melihat penampilan Kevan yang sangat sederhana seperti itu?"Tapi, Pak ...."Si pelayan tetap ragu. Sesekali dia melirik Ziyad dan Omar. Kevan jengah. Dia menyudahi main ponselnya. Dia mendongakkan kepala menatap si pelayan."Apa?" tanya Kevan sedikit kesal dengan respon pelayan.Mendapatkan tatapan tajam dari Kevan, si pelayan gugup. Dia bingung. "Cepet buatin kita Earl Grey!"Omar dan Ziyad diam. Mereka membiarkan Kevan berbicara."Tapi ...."Si pelayan tetap
"Rahasiakan identitas saya. Jangan beritahu siapapun bahwa saya yang membiayai semuanya. Apa bisa?"Ziyad yang sedang menyeruput teh pun terbatuk begitu mendengar permintaan Kevan pada staf rumah sakit Internasional Notherdam Fez. Begitu pula dengan Omar yang terbengong-bengong."Jika pihak keluarga Darwin bertanya, katakan saja bahwa pihak rumah sakit selalu melindungi privasi para donatur!"Kevan terdiam sesaat menunggu jawaban dari Natalie. "Saya yakin, pihak rumah sakit Internasional Notherdam Fez tahu bahwa perlindungan data itu sangat-sangat diperlukan. Dan, saya juga yakin pihak rumah sakit tahu, siapa keluarga Hanindra. Jadi, Anda tidak perlu ragu!"Nada bicara Kevan yang penuh penekanan membuat Natalie segera merespon perkataannya. Dia tidak ingin nama baik rumah sakit tempatnya bekerja tercoreng karena keluarga Hanindra."Baーbaik, Tuan Kevan. Saya paham. Saya akan koordinasi dengan staf terkait," balas Natalie. "Mengenai data-data yang kami perlukan, silakan pihak rumah sak
"Kita bicara di sana aja, Tuan, Nyonya. Saya nggak mau ganggu Nona Cia."Kevan menunjuk sudut ruang rawat inap Ciara. Rudi pun menyetujuinya."Ya. Ayo, Ma!" ajak Rudi. Dia bangun, lalu membantu istrinya berdiri."Ya, Pa."Kevan mengikuti langkah kedua majikannya sambil membawa dua buah kursi tadi. Mereka berdiri di sudut ruangan tepat di bawah jendela yang tertutup. Kevan meletakkan dua kursi sejajar yang menghadap kepadanya. "Silakan duduk, Tuan, Nyonya!""Makasih, Van," ucap Felicia sambil memaksakan senyum. "Kamu anak yang baik. Orang tua kamu pasti bangga."Kevan hanya tersenyum sebagai tanggapan Felicia. Kevan merasa malu karena sebenarnya dia tidak sebaik apa yang dipikirkan Felicia. Rudi membantu Felicia duduk, lalu dia pun duduk. Keduanya menatap Kevan."Kenapa, Van? Ngomong aja jangan sungkan gitu!"Kevan menghela napas sesaat. Dia menatap wajah Rudi dan Felicia yang tegang."Pertama, maaf banget kalau sikap saya lancang sama Tuan dan Nyonya," ucap Kevan sungguh-sungguh. "
"Ziyad, mana cake dan cincinnya?" tanya Kevan. Kevan berhasil membuat Rudi dan Felicia percaya pada Donatur Bayangan yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Sekarang, mereka sudah berada di bandar udara internasional kota Baubau. Prosedur pemindahan Ciara dari rumah sakit Mitra Internasional Baubau berjalan dengan sangat baik. Sebelum pesawat jet pribadi keluarga Darwin lepas landas, Kevan bertemu dengan Ziyad yang menyamar sebagai kru pesawat. "Ini, Tuan," ujar Ziyad sambil menyerahkan pesanan Kevan. "Apa paspor dan data Anda yang lainnya aman?""Aman. Kamu boleh pergi sekarang!"Kevan berbalik. Dia baru saja akan naik tangga, tetapi Ziyad berseru, "Sampai jumpa di negara Notherdam Fez!"Kevan tidak menoleh. Dia terus berjalan masuk ke pesawat jet.***Pesawat jet pribadi milik keluarga Darwin baru saja lepas landas 20 menit yang lalu. Cuaca baik seperti saat ini begitu dinantikan Kevan dan yang lainnya.Kevan melihat Felicia duduk di sisi kiri ranjang Ciara yang masih menutup mat
'Alamak! Mati aku!' teriak hati kecil Kevan. 'Bagian ini yang aku hindari.'Kevan mati kutu. Otaknya harus berpikir cepat dan keras mencari jawaban yang tepat untuk Rudi. "Bukan mau halangi Anda, tapi majikan saya nggak mau orang lain tahu identitasnya, Tuan," jawab Kevan sekenanya. "Gimanapun juga, saya harus jaga rahasia dia."Rudi kecewa, Kevan paham itu. Tapi, Kevan tidak ada pilihan lain, selain harus terus menyembunyikan identitasnya. "Apa dia selalu kayak gini, Van?" tanya Rudi lagi."Iya, Tuan," balas Kevan. "Bukan cuma sekali ini, tapi memang dia gitu dari dulu. Katanya, dia mau jadi donatur Bayangan aja. Bekerja dalam senyap dan menuai pahala tanpa perlu pujian siapapun."Rudi membatu. Dia menatap Kevan tanpa berkedip. "Masalahnya, Van, dia udah banyak banget keluarin uang buat Cia dalam satu hari ini. Kamu sendiri kan tahu itu!"'Sial! Ngobrolnya makin lebar aja. Aku harus case closed nih,' keluh Kevan was-was. "Bener, Tuan," ujar Kevan. "30 juta buat biaya dua hari di ru
"Ini, Tuan," ujar Emma. Dia menyodorkan sebuah kartu kepada Kevan. "Apa ini?"Kevan tidak mengambil kartu itu. Dia tidak pernah asal menerima barang apapun dari orang asing. "Ini adalah kartu keanggotaan khusus untuk Anda," jawab Emma. "Setiap anggota keluarga Hanindra memiliki kartu keanggotaan VVIP ini.""Maksudnya?"Kevan masih bertanya. Dia selalu mengumpulkan informasi sedetil mungkin."Jadi begini, Tuan Kevan ...." Seorang pria berbicara.Kevan membaca nametag si pria di dalam hati. 'Hamzah Amsari. Wakil manajer rumah sakit Internasional Notherdam Fez. Oke, dia ternyata orang penting! Eh, tunggu!' Kevan terkejut. Dia baru menyadari sesuatu. "Tunggu! Anda bisa berbicara dengan bahasa negara saya?" Dahi Kevan berkerut. "Apa Tuan Hamzah berasal dari negara Nexterra?""Panggil saja Hamzah atau Pak Hamzah, Tuan," balas Hamzah. Dia benar-benar sopan ketika berbicara dengan Kevan. "Benar sekali. Saya berasal dari negara Nexterra, tepatnya dari pulau Pearl."Kevan semakin merasa nyam
"Kalau tidak ada kendala, Nona Ciara akan siuman satu jam lagi dari sekarang. Karena saya baru saja memberikan obat pereda sesak dada.""Kalau tidak ada kendala kata Anda?! Apa kemungkinan Nona Ciara akan kembali nge-drop?!"Kevan tidak sabar mendengar penjelasan Dokter. Bersamaan dengan itu, pintu ruang ICU terbuka lebar. Dua orang perawat mendorong brankar Ciara."Cia!" Felicia histeris begitu melihat Ciara. Dia menghampiri anaknya. "Tuan, silakan temani Nyonya ke ruang rawat inap VVIP! Saya mau ngomong empat mata sama dokter Li," kata Kevan kepada Rudi. Rudi mengangguk. "Ya, Kevan. Makasih," jawab Rudi. Dia bergegas mendekati Felicia dan memegangi kedua bahu istrinya. "Ayo, Ma! Kita temani Cia ke kamarnya.""Bim, kamu jaga Tuan dan Nyonya, ya!""Oke, Van."Kevan melihat kesedihan mendalam yang dialami Felicia dari sikap dan kedua mata wanita lemah itu. Kevan sendiri juga terlalu lemah berhadapan dengan situasi seperti sekarang ini. Tapi, apa boleh buat? Dia tidak akan menyerah pa
"Aku nggak tahu ... gimana hidup tanpa Cia!"Ziyad menepuk punggung Kevan. "Anda bener-bener udah bucin akut sama Nona Cia."'Iya. Kenapa aku jadi begini? Padahal aku nggak tahu gimana perasaan Cia ke aku!'Kevan membayangkan wajah Ciara yang sedang tersenyum padanya. Dia memiliki banyak kenangan bersama Ciara. "Sebentar, Tuan! Omar telepon."Kevan melihat Ziyad mengambil ponselnya. Lalu, menerima panggilan telepon dari Omar. Sedangkan Kevan menghabiskan kopinya dalam sekejap.Kevan menatap foto Ciara di ponsel. "Kamu harus bangun, anak nakal!" seru Kevan untuk Ciara.Tiba-tiba, Kevan terkejut ada satu pesan masuk di ponsel canggihnya. Kevan segera membacanya.Coach Adnan: Gimana kabar Cia? Saya dengar dia operasi di rumah sakit Mitra Internasional Baubau.Kevan membalas dengan cepat. Kevan: Nggak, Coach. Nona Cia sekarang ada di rumah sakit Internasional Notherdam Fez. Kondisinya masih belum sadar. Kevan menghela napas. Dia sedih. Dia benar-benar sedih. Coach Adnan: Oh, ya? Tapi,