"Kalau tidak ada kendala, Nona Ciara akan siuman satu jam lagi dari sekarang. Karena saya baru saja memberikan obat pereda sesak dada.""Kalau tidak ada kendala kata Anda?! Apa kemungkinan Nona Ciara akan kembali nge-drop?!"Kevan tidak sabar mendengar penjelasan Dokter. Bersamaan dengan itu, pintu ruang ICU terbuka lebar. Dua orang perawat mendorong brankar Ciara."Cia!" Felicia histeris begitu melihat Ciara. Dia menghampiri anaknya. "Tuan, silakan temani Nyonya ke ruang rawat inap VVIP! Saya mau ngomong empat mata sama dokter Li," kata Kevan kepada Rudi. Rudi mengangguk. "Ya, Kevan. Makasih," jawab Rudi. Dia bergegas mendekati Felicia dan memegangi kedua bahu istrinya. "Ayo, Ma! Kita temani Cia ke kamarnya.""Bim, kamu jaga Tuan dan Nyonya, ya!""Oke, Van."Kevan melihat kesedihan mendalam yang dialami Felicia dari sikap dan kedua mata wanita lemah itu. Kevan sendiri juga terlalu lemah berhadapan dengan situasi seperti sekarang ini. Tapi, apa boleh buat? Dia tidak akan menyerah pa
"Aku nggak tahu ... gimana hidup tanpa Cia!"Ziyad menepuk punggung Kevan. "Anda bener-bener udah bucin akut sama Nona Cia."'Iya. Kenapa aku jadi begini? Padahal aku nggak tahu gimana perasaan Cia ke aku!'Kevan membayangkan wajah Ciara yang sedang tersenyum padanya. Dia memiliki banyak kenangan bersama Ciara. "Sebentar, Tuan! Omar telepon."Kevan melihat Ziyad mengambil ponselnya. Lalu, menerima panggilan telepon dari Omar. Sedangkan Kevan menghabiskan kopinya dalam sekejap.Kevan menatap foto Ciara di ponsel. "Kamu harus bangun, anak nakal!" seru Kevan untuk Ciara.Tiba-tiba, Kevan terkejut ada satu pesan masuk di ponsel canggihnya. Kevan segera membacanya.Coach Adnan: Gimana kabar Cia? Saya dengar dia operasi di rumah sakit Mitra Internasional Baubau.Kevan membalas dengan cepat. Kevan: Nggak, Coach. Nona Cia sekarang ada di rumah sakit Internasional Notherdam Fez. Kondisinya masih belum sadar. Kevan menghela napas. Dia sedih. Dia benar-benar sedih. Coach Adnan: Oh, ya? Tapi,
"Maaf, Tuan. Nona Ciara nge-drop dan harus segera dioperasi," jawab Erisa. Wajahnya pucat karena tegang."Apa?!" Kevan mendadak lemas. Kedua kaki Kevan seolah tidak mampu menopang tubuhnya. Dia bersandar di dinding. Lalu, berjongkok."Nggak! Nggak mungkin!" seru Felicia. Dia menangis di pelukan Rudi. Tidak lama, dia jatuh pingsan."Nyonya!" Kevan berteriak begitu melihat Felicia pingsan. Dia bangun dan berlari ke arah Rudi dan Felicia.Rudi menangkap tubuh Felicia dan membawanya ke kamar inap keluarga. "Van tolong temani Cia! Saya jaga Felicia sampai dia sadar.""Ya, Tuan," sahut Kevan. Bima datang terlambat. Dia melihat hiruk-pikuk ruang rawat inap Ciara. "Van, ada apa?" tanya Bima. Kedua matanya melihat-lihat situasi ruang rawat inap Ciara. "Jangan bilang kalau Nonaー""Nona nge-drop dan harus segera dioperasi. Sedangkan Tuan Rudi menemani Nyonya Feli yang pingsan.""Astaga!" teriak Bima saking terkejutnya.Bersamaan dengan itu, beberapa perawat datang mendorong brankar Ciara."Bim
'Gimana kalau aku mau lebih? Ya, lebih dari sekedar seorang Kakak bagi Cia! Apa bisa?!'Otak Kevan berkelana memikirkan Ciara. Dia terpaku menatap Felicia."Kamu kenapa, Van? Kamu nggak suka?"Kevan segera mengubah ekspresi wajah. "Bukan itu, Nyonya," sanggah Kevan. " Saya kaget. Makasih udah percaya saya, Nyonya, Tuan."Felicia membalas Kevan dengan senyum. Mereka kembali diam. Percakapan singkat itu berkesan hangat di hati Kevan. Dia kembali berjongkok tidak jauh dari kedua majikannya. Hening. Waktu berlalu dan tidak satupun dari mereka yang bicara. Sesekali, mereka menoleh ke pintu ruang operasi. Semua orang berharap pintu itu terbuka dan memberikan mereka kabar baik. Bima datang seorang diri. Dia membawa beberapa kantung dari kertas yang berisi beberapa roti."Van!" panggil Bima sembari berjongkok. "Pegang, nih!""Ini apaan?" tanya Kevan."Di dalamnya roti isi daging buat kita berdua." Bima kembali menyodorkan kantong lainnya. "Ini kopi kita. Pegang juga! Aku mau kasih sandwich
'Sial!' maki Kevan dalam hati. 'Ayo naik terus! Naik terus supaya detak jantung kamu stabil, Cia!'Kevan berdiri menjauh. Dia selalu menatap layar monitor di atas kabinet yang memperlihatkan kondisi jantung Ciara."Dok, pasien mengalami penaikan drastis." Salah satu dokter memberitahu Li. Setelah memberi kejut jantung ke-2, Li berhenti. Dia memperhatikan perkembangan Ciara."Letakkan ini!" perintah Li kepada Erisa. Li langsung memeriksa kedua mata Ciara. Dia membuka mata sebelah kanan, lalu sebelah kiri. Kemudian, Li memeriksa detak jantung Ciara. Kevan harap-harap cemas. Dia menguatkan dirinya. Li menoleh ke belakang. "Nona Cia berhasil melewati masa kritisnya," katanya walau tanpa senyum. Kevan senang. Dia mengembangkan senyum dan mengangguk. "Makasih," kata Kevan.Semua orang menyambut suka cita atas keberhasilan Li. Mereka saling berpelukan sekadar berbagi kebahagiaan. Erisa menghampiri Li dan berkata, "Makasih, Dok."Kevan mendekati Ciara. Dia tersenyum saat menatap wajah c
"Hal-hal yang perlu diingat, cegah Nona Ciara lakukan pekerjaan berat atau berpikir terlalu keras. Dia akan cepat lelah. Saat merasa kelelahan, sebaiknya langsung istirahat."Kevan menatap Ciara yang ternyata sedang menatapnya. "Saya akan buatkan daftar menu makanan sehat untuknya.""Makasih, Dok," ucap Kevan. "Jaga dia selama di sini! Saya mungkin nggak bisa di sini terus. Saya harus kembali ke Orion."Li menatap Kevan haru. "Saya paham, Tuan," katanya. "Saya akan jaga Nona dengan baik dan menutupi rapat-rapat identitas Anda.""Bagus."Kevan dan Li kembali berdiri di dekat Ciara. Perempuan itu masih tidak ingin berbicara."Apa saya boleh sentuh Nona Cia?" tanya Kevan ragu."Boleh, Tuan," jawab Li. "Saya sudah melepas alat jantung di dada Nona."Li mengajak Erisa untuk memberikan ruang dan waktu bagi Kevan dan Ciara. Meskipun Erisa tidak mengerti, tapi dia mengikuti ajakan Li.Kevan menatap Ciara tanpa berkedip. "Non, makasih udah kuat dan berjuang untuk tetap hidup."Kevan menggengg
"Pamit?! Ngapain?!"Kevan tahu, Christian pasti sudah menghubungi Ziyad dan mengatakan semuanya. Tapi, Kevan tidak akan menyerah pada Christian. "Bukannya Tuan Christian nyuruh Anda pulang ke Orion?" tanya Ziyad. "Tuan Dabin udah telpon saya ngasih kabar."Kevan tersenyum sinis. "Apa kalian berdua pikir, aku mau nyerah dan nurutin semua kemauan Kakek?! Hah?!"Kevan masih bersandar sambil mengangkat kaki kanannya ke dinding. "Apa Kakek pikir, dia bisa bebas nyetir hidupku?" Kevan berdiri tegak. Kedua tangannya masuk ke saku jaket. "Ini hidupku. Jadi, nggak ada seorangpun yang bisa ngatur. Paham?"Tatapan Kevan menyalak ketika dia mengingat Christian. Lalu, ponsel lamanya bergetar. Dia merogoh saku celana dan mengambilnya."Hemm? Siapa ini yang telpon aku?"Ada nomor asing tertera di ponsel butut Kevan. Semula dia ragu ingin menerima panggilan telepon masuk itu. Namun, Ziyad terkejut saat melihatnya."TuーTuan, apa Anda berhubungan dengan sebuah bank internasional?" tanya Ziyad dengan
"Hanya 2 miliar? Hemm, lumayan!" seru Kevan sedikit bangga dengan pencapaiannya di tahun pertama. "Terus, gimana di tahun ke-2 dan ke-3?"Henry tersenyum. "Setiap bulannya, Anda selalu menambah modal saham hingga mencapai Rp. 148 juta. Apa Anda ingat?"Kevan menggeleng. Dia tidak ingat sama sekali dengan kejadian 3 tahun lalu. "Kenapa aku nggak ingat apa-apa, ya?" Kevan kebingungan. Bagaimana pun juga, dia masih tidak menduga-duga hari keberuntungan ini datang padanya. "Ternyata Anda punya banyak duit, Tuan," ucap Ziyad keceplosan. "Mungkin Anda bisa periksa semua email yang masuk, Tuan. Di sana pasti ada email pemberitahuannya."Kevan mengangguk. Sepertinya memang tidak ada cara lain lagi untuk mengingat masa lalunya. "Di tahun ke-2, harga tembakau masih berada di puncak. Anda mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 4,7 triliun dan tahun ke-3 mencapai Rp. 101,53 triliun."Kevan menahan napasnya. Dia tidak menyangka memiliki uang sebanyak itu. Ziyad menutup mulut karena terkejut. Sedang
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te