'Alamak! Mati aku!' teriak hati kecil Kevan. 'Bagian ini yang aku hindari.'Kevan mati kutu. Otaknya harus berpikir cepat dan keras mencari jawaban yang tepat untuk Rudi. "Bukan mau halangi Anda, tapi majikan saya nggak mau orang lain tahu identitasnya, Tuan," jawab Kevan sekenanya. "Gimanapun juga, saya harus jaga rahasia dia."Rudi kecewa, Kevan paham itu. Tapi, Kevan tidak ada pilihan lain, selain harus terus menyembunyikan identitasnya. "Apa dia selalu kayak gini, Van?" tanya Rudi lagi."Iya, Tuan," balas Kevan. "Bukan cuma sekali ini, tapi memang dia gitu dari dulu. Katanya, dia mau jadi donatur Bayangan aja. Bekerja dalam senyap dan menuai pahala tanpa perlu pujian siapapun."Rudi membatu. Dia menatap Kevan tanpa berkedip. "Masalahnya, Van, dia udah banyak banget keluarin uang buat Cia dalam satu hari ini. Kamu sendiri kan tahu itu!"'Sial! Ngobrolnya makin lebar aja. Aku harus case closed nih,' keluh Kevan was-was. "Bener, Tuan," ujar Kevan. "30 juta buat biaya dua hari di ru
"Ini, Tuan," ujar Emma. Dia menyodorkan sebuah kartu kepada Kevan. "Apa ini?"Kevan tidak mengambil kartu itu. Dia tidak pernah asal menerima barang apapun dari orang asing. "Ini adalah kartu keanggotaan khusus untuk Anda," jawab Emma. "Setiap anggota keluarga Hanindra memiliki kartu keanggotaan VVIP ini.""Maksudnya?"Kevan masih bertanya. Dia selalu mengumpulkan informasi sedetil mungkin."Jadi begini, Tuan Kevan ...." Seorang pria berbicara.Kevan membaca nametag si pria di dalam hati. 'Hamzah Amsari. Wakil manajer rumah sakit Internasional Notherdam Fez. Oke, dia ternyata orang penting! Eh, tunggu!' Kevan terkejut. Dia baru menyadari sesuatu. "Tunggu! Anda bisa berbicara dengan bahasa negara saya?" Dahi Kevan berkerut. "Apa Tuan Hamzah berasal dari negara Nexterra?""Panggil saja Hamzah atau Pak Hamzah, Tuan," balas Hamzah. Dia benar-benar sopan ketika berbicara dengan Kevan. "Benar sekali. Saya berasal dari negara Nexterra, tepatnya dari pulau Pearl."Kevan semakin merasa nyam
"Kalau tidak ada kendala, Nona Ciara akan siuman satu jam lagi dari sekarang. Karena saya baru saja memberikan obat pereda sesak dada.""Kalau tidak ada kendala kata Anda?! Apa kemungkinan Nona Ciara akan kembali nge-drop?!"Kevan tidak sabar mendengar penjelasan Dokter. Bersamaan dengan itu, pintu ruang ICU terbuka lebar. Dua orang perawat mendorong brankar Ciara."Cia!" Felicia histeris begitu melihat Ciara. Dia menghampiri anaknya. "Tuan, silakan temani Nyonya ke ruang rawat inap VVIP! Saya mau ngomong empat mata sama dokter Li," kata Kevan kepada Rudi. Rudi mengangguk. "Ya, Kevan. Makasih," jawab Rudi. Dia bergegas mendekati Felicia dan memegangi kedua bahu istrinya. "Ayo, Ma! Kita temani Cia ke kamarnya.""Bim, kamu jaga Tuan dan Nyonya, ya!""Oke, Van."Kevan melihat kesedihan mendalam yang dialami Felicia dari sikap dan kedua mata wanita lemah itu. Kevan sendiri juga terlalu lemah berhadapan dengan situasi seperti sekarang ini. Tapi, apa boleh buat? Dia tidak akan menyerah pa
"Aku nggak tahu ... gimana hidup tanpa Cia!"Ziyad menepuk punggung Kevan. "Anda bener-bener udah bucin akut sama Nona Cia."'Iya. Kenapa aku jadi begini? Padahal aku nggak tahu gimana perasaan Cia ke aku!'Kevan membayangkan wajah Ciara yang sedang tersenyum padanya. Dia memiliki banyak kenangan bersama Ciara. "Sebentar, Tuan! Omar telepon."Kevan melihat Ziyad mengambil ponselnya. Lalu, menerima panggilan telepon dari Omar. Sedangkan Kevan menghabiskan kopinya dalam sekejap.Kevan menatap foto Ciara di ponsel. "Kamu harus bangun, anak nakal!" seru Kevan untuk Ciara.Tiba-tiba, Kevan terkejut ada satu pesan masuk di ponsel canggihnya. Kevan segera membacanya.Coach Adnan: Gimana kabar Cia? Saya dengar dia operasi di rumah sakit Mitra Internasional Baubau.Kevan membalas dengan cepat. Kevan: Nggak, Coach. Nona Cia sekarang ada di rumah sakit Internasional Notherdam Fez. Kondisinya masih belum sadar. Kevan menghela napas. Dia sedih. Dia benar-benar sedih. Coach Adnan: Oh, ya? Tapi,
"Maaf, Tuan. Nona Ciara nge-drop dan harus segera dioperasi," jawab Erisa. Wajahnya pucat karena tegang."Apa?!" Kevan mendadak lemas. Kedua kaki Kevan seolah tidak mampu menopang tubuhnya. Dia bersandar di dinding. Lalu, berjongkok."Nggak! Nggak mungkin!" seru Felicia. Dia menangis di pelukan Rudi. Tidak lama, dia jatuh pingsan."Nyonya!" Kevan berteriak begitu melihat Felicia pingsan. Dia bangun dan berlari ke arah Rudi dan Felicia.Rudi menangkap tubuh Felicia dan membawanya ke kamar inap keluarga. "Van tolong temani Cia! Saya jaga Felicia sampai dia sadar.""Ya, Tuan," sahut Kevan. Bima datang terlambat. Dia melihat hiruk-pikuk ruang rawat inap Ciara. "Van, ada apa?" tanya Bima. Kedua matanya melihat-lihat situasi ruang rawat inap Ciara. "Jangan bilang kalau Nonaー""Nona nge-drop dan harus segera dioperasi. Sedangkan Tuan Rudi menemani Nyonya Feli yang pingsan.""Astaga!" teriak Bima saking terkejutnya.Bersamaan dengan itu, beberapa perawat datang mendorong brankar Ciara."Bim
'Gimana kalau aku mau lebih? Ya, lebih dari sekedar seorang Kakak bagi Cia! Apa bisa?!'Otak Kevan berkelana memikirkan Ciara. Dia terpaku menatap Felicia."Kamu kenapa, Van? Kamu nggak suka?"Kevan segera mengubah ekspresi wajah. "Bukan itu, Nyonya," sanggah Kevan. " Saya kaget. Makasih udah percaya saya, Nyonya, Tuan."Felicia membalas Kevan dengan senyum. Mereka kembali diam. Percakapan singkat itu berkesan hangat di hati Kevan. Dia kembali berjongkok tidak jauh dari kedua majikannya. Hening. Waktu berlalu dan tidak satupun dari mereka yang bicara. Sesekali, mereka menoleh ke pintu ruang operasi. Semua orang berharap pintu itu terbuka dan memberikan mereka kabar baik. Bima datang seorang diri. Dia membawa beberapa kantung dari kertas yang berisi beberapa roti."Van!" panggil Bima sembari berjongkok. "Pegang, nih!""Ini apaan?" tanya Kevan."Di dalamnya roti isi daging buat kita berdua." Bima kembali menyodorkan kantong lainnya. "Ini kopi kita. Pegang juga! Aku mau kasih sandwich
'Sial!' maki Kevan dalam hati. 'Ayo naik terus! Naik terus supaya detak jantung kamu stabil, Cia!'Kevan berdiri menjauh. Dia selalu menatap layar monitor di atas kabinet yang memperlihatkan kondisi jantung Ciara."Dok, pasien mengalami penaikan drastis." Salah satu dokter memberitahu Li. Setelah memberi kejut jantung ke-2, Li berhenti. Dia memperhatikan perkembangan Ciara."Letakkan ini!" perintah Li kepada Erisa. Li langsung memeriksa kedua mata Ciara. Dia membuka mata sebelah kanan, lalu sebelah kiri. Kemudian, Li memeriksa detak jantung Ciara. Kevan harap-harap cemas. Dia menguatkan dirinya. Li menoleh ke belakang. "Nona Cia berhasil melewati masa kritisnya," katanya walau tanpa senyum. Kevan senang. Dia mengembangkan senyum dan mengangguk. "Makasih," kata Kevan.Semua orang menyambut suka cita atas keberhasilan Li. Mereka saling berpelukan sekadar berbagi kebahagiaan. Erisa menghampiri Li dan berkata, "Makasih, Dok."Kevan mendekati Ciara. Dia tersenyum saat menatap wajah c
"Hal-hal yang perlu diingat, cegah Nona Ciara lakukan pekerjaan berat atau berpikir terlalu keras. Dia akan cepat lelah. Saat merasa kelelahan, sebaiknya langsung istirahat."Kevan menatap Ciara yang ternyata sedang menatapnya. "Saya akan buatkan daftar menu makanan sehat untuknya.""Makasih, Dok," ucap Kevan. "Jaga dia selama di sini! Saya mungkin nggak bisa di sini terus. Saya harus kembali ke Orion."Li menatap Kevan haru. "Saya paham, Tuan," katanya. "Saya akan jaga Nona dengan baik dan menutupi rapat-rapat identitas Anda.""Bagus."Kevan dan Li kembali berdiri di dekat Ciara. Perempuan itu masih tidak ingin berbicara."Apa saya boleh sentuh Nona Cia?" tanya Kevan ragu."Boleh, Tuan," jawab Li. "Saya sudah melepas alat jantung di dada Nona."Li mengajak Erisa untuk memberikan ruang dan waktu bagi Kevan dan Ciara. Meskipun Erisa tidak mengerti, tapi dia mengikuti ajakan Li.Kevan menatap Ciara tanpa berkedip. "Non, makasih udah kuat dan berjuang untuk tetap hidup."Kevan menggengg