Angga pergi ke beberapa lokasi kontrakan murah sesuai perkataan Gallon. Dia dan anak buah Raymond menyebar mencari Ciara. Semua orang berharap, kali ini mereka akan berhasil menemukan Ciara."Kalian bertiga pergi ke kontrakan di gang Kelinci pas banget di depan Masjid Nurul Huda! Aku sama mereka berdua ke kontrakan kumuh di seberang toko bangunan deket stasiun.""Oke, Bos Angga. Terus, nanti kita kumpul lagi di sini?" tanya salah satu dari anak buah Raymond."Kalo ada yang liat Nona Ciara, langsung telepon aku! Kalo kita gagal lagi, langsung kumpul aja di sini! Nanti aku pikirin kita mau nyari ke mana."Setelah mendapatkan instruksi dari Angga, mereka semua berpencar. Angga dan kedua anak buah Raymond memasuki area kontrakan kumuh."Astaga! Bau banget sampah di sini." Angga berkata sambil memakai masker guna menutupi mulut dan hidungnya. "Aku nggak yakin, Cia di sini. Tapi, nggak ada salahnya dicoba aja!"Angga melihat dua gerobak memasuki area kontrakan. Dia menunggu keduanya mendeka
Pintu kamar Kevan terbuka. Kevan mendengar suara langkah kaki, tetapi dia tidak menoleh. Karena dia berpikir, orang yang membuka pintu itu sudah pasti asistennya."Tuan Muda!"Ziyad berjalan cepat-cepat menuju bawah jendela di mana Kevan berdiri menghisap rokoknya. Wajah Kevan tidak begitu pucat seperti beberapa hari lalu, meskipun mata cekungnya mengatakan bahwa dia kurang tidur. Sedangkan tangannya masih bersahabat dengan jarum infus.Kevan mengembuskan asap rokok tinggi ke udara dengan frustasi. Lalu, dia membiarkan Ziyad mendekatinya."Tuan, saya udah minta penjaga siapin mobil. Kita harus ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tango sekarang. Karena Pak Henry baru ngasih tau ada transaksi di sana. Kemungkinan besar itu adalahー"Kevan melepaskan jarum infus. Dia berjalan meraih jaket yang tergeletak di atas ranjang. Dia tahu arah pembicaraan Ziyad.Kevan berjalan menuju pintu kamar. Dia juga berteriak begitu tahu Ziyad masih mematung di tempatnya. "Kenapa diem aja?! Cepetan ambil handph
Kerinduan Kevan akhirnya terbalaskan. Dia mendekap erat tubuh gadis itu seolah tidak akan melepaskannya lagi. Kevan tidak sadar menjatuhkan air matanya. Karena terlalu bahagia, Kevan memeluk si gadis sambil berputar. Kevan tidak peduli dengan banyaknya pasang mata yang melihatnya."Cia, aku kangen banget sama kamu. Aku cari-cari kamu ke setiap sudut kota Tango. Aku seneng banget bisa nemuin kamu. Tapi, kenapa kamu sendirian? Mami dan Papi mana?"Gadis itu tidak merespon. Meskipun begitu, Kevan tidak berhenti mengutarakan isi hati. "Kamu nggak boleh jalan sendirian di jalan raya kayak gini, Cia! Itu bahaya buat kamu."Kevan mendengar gadis itu terbatuk, tetapi Kevan tetap memeluknya dengan erat.Ziyad terheran dengan sikap Kevan. Ziyad baru saja turun dari mobil. Dia berjalan menghampiri Kevan.Ziyad menyipitkan mata. "Tuan Muda, Anda ngapainー" Ziyad memanggil tuannya dan hendak memberitahu. Namun, Kevan mengabaikan. "Sssstttttt, diem!" Kevan membentak Ziyad. Dia tidak peduli dengan
Miguel masih bersikap tenang. Dia tidak terprovokasi oleh Nulla. Dia duduk bersandar sambil menatap Nulla yang mulai menangis."Ini positif? Maksud aku, kamu positif hamil?"Nada bicara Miguel yang tenang membuat Nulla berani berpikir bahwa bosnya akan bertanggung jawab terhadap kehamilannya. Apa mungkin Miguel dengan mudahnya akan mengakui anak di dalam kandungan Nulla?"Hasil testpack ini garis dua, Pak," kata Nulla, dia menghapus air mata. "Artinya aku positif hamil."Nulla menatap kedua mata hitam Miguel dengan berkaca-kaca. Dia menaruh harapan penuh pada Miguel agar memberikan anak di dalam kandungannya kehidupan yang layak."Tapi, kenapa kamu kasih testpack ini ke aku? Apa tujuan kamu, Nulla?"Nulla cemas. Dia merasa dipermainkan oleh Miguel Wijaya."Pak Miguel jangan pura-pura bodoh! Juga jangan pura-pura nggak ngerti maksud aku!"Miguel duduk tegak. Dia membawa tangannya ke atas meja, lalu mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari telunjuk kanan. Nulla terdiam ketika melihat ked
Dewi bertanya dengan kedua mata yang melotot. "Jadi, semua ini ulah Cucu pertama keluarga Hanindra? Siapa tadi namanya, Miguel? Aduh, ingatan Mami setipis tisu Rp 2000-an!"Miguel kembali lagi ke ruangan khusus untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Dia sedang berbincang dengan Jhonny dan Dewi Wijaya. Di tengah-tengah mereka, terdapat dua pengacara handal. Yaitu Edy Sudiarta dan Delon Sunanta."Kevan Hanindra, Mami," jawab Miguel, dia mencoba menahan kesal ketika menyebutkan nama Kevan.Miguel duduk diantara Jhonny dan Dewi. Tepat di hadapannya, Edy dan Delon duduk berdampingan."Tapi, Mami baru tau keluarga Hanindra punya Cucu yang namanya Kevan. Dia anaknya siapa? Leon? Julian? Atau Ken? Mami cuma kenal sama Gibran."Dewi kembali bertanya. Namun, Miguel enggan menjawab. Karena dia terlanjur kesal. Dia akan menuntut balas atas perlakuan Kevan padanya. Miguel melirik Edy. Mantan pengacara keluarga Darwin tersebut pun paham makna lirikan mata Miguel."Izin jelasin, Nyonya," kata Edy
"Cia!"Mendengar Felicia memanggilnya, Ciara menoleh sejenak ke arah sang ibu. Namun, Ciara tidak bereaksi apapun saat melihat Felicia mengangguk.Kevan mengulurkan tangan hendak menarik Ciara lagi. Tetapi, Ciara menolak dan mengusirnya."Pergi dan jangan cari aku lagi!"Kedua mata Kevan sendu. Ciara melihat bekas infus pada tangan kiri Kevan.Ciara menyipitkan mata sambil bertanya-tanya di dalam hati. 'Kak Kevan sakit? Dia habis diinfus? Dia sakit apa? Kok dia bisa sakit?' "Cia, kamu kenapa? Ini aku." Suara Kevan yang lembut menggetarkan hati Ciara. "Aku ke sini untuk jemput kamu dan keluarga kamu."Kevan selalu lemah saat berhadapan dengan Ciara. Hatinya berkata tidak ingin kehilangan Ciara lagi. Jiwanya berkata merindukan Ciara. Pikirannya berkata membutuhkan Ciara agar bisa berpikir jernih. Bisa disimpulkan bahwa Kevan tidak bisa berjauhan dengan Ciara.Maka, apapun yang Ciara lontarkan, Kevan hanya bisa menerima. Kevan pantas mendapatkan cacian. Kevan pantas disalahkan atas semu
Atas saran Ziyad, Kevan mengalah dan mengikuti kemauan Ciara. Dia mengikuti setiap langkah Ciara.Bukan tidak tahu, tetapi Ciara memilih mengabaikan kehadiran Kevan. Dia dan Felicia terus berjalan menuju rumah juragan Jasmine.Mobil Kevan berhenti di tepi jalan. Kevan melihat Ciara memasuki sebuah rumah besar di kota Tango. Rumah itu adalah rumah kedua orang tuanya. "Oh, mereka jual semua barang di rumah kedua orang tuaku?" tanya Kevan terkejut."Kayaknya gitu, Tuan. Kan orang tua Anda Juragan pengepul."Tanpa mengulur waktu, Kevan menghubungi ibunya agar memberikan harga tinggi kepada Ciara dan Felicia. "Kevan, tumben kamu punya waktu telepon Mama. Kenapa? Kamu sakit, ya? Pulang aja ke sini, Van!""Ma, ke luar sekarang!"Tanpa basa-basi, Kevan langsung mengutarakan keinginannya. Kedua mata Kevan tidak pernah lengah menatap Ciara."Ngapain? Di luar dingin habis hujan." Jasmine menolak keinginan Kevan dengan halus."Ada cewek cantik sama Ibunya mau nimbang barang. Tolong kasih mereka
"Saya mau jodohin Ciara sama anak saya yang di luar kota. Gimana menurut Bu Feli?"Jasmine datang ke ruang makan. Dia tiba-tiba bertanya ketika Felicia sedang menata meja makan. Sendok makan di tangan Felicia hampir terjatuh saat mendengar pertanyaan Jasmine. Felicia gugup. Dia tidak ingin membuat kesalahan dan tidak ingin membuat image buruk di depan Jasmine. Maka, Felicia buru-buru meletakkan sendok makan beserta garpu di atas meja."Ternyata anak Juragan Jasmine laki-laki? Saya pikir perempuan. Maafin saya, Juragan. Karena di rumah ini nggak ada foto keluarga, jadi saya nggak tau."Jasmine tersenyum lembut. Dia duduk di salah satu kursi menunggu suaminya.Sebelumnya, Jasmine telah berdiskusi dengan Theo mengenai perjodohan Kevan dan Ciara. Jasmine berpikir, dengan campur tangan kedua orang tuanya, maka Kevan tidak kesulitan mendapatkan Ciara. Apalagi, Jasmine sudah mencari tahu tentang keluarga Darwin.Jasmine menyadari bahwa Felicia terkejut dengan pertanyaannya yang tiba-tiba. M