Atas saran Ziyad, Kevan mengalah dan mengikuti kemauan Ciara. Dia mengikuti setiap langkah Ciara.Bukan tidak tahu, tetapi Ciara memilih mengabaikan kehadiran Kevan. Dia dan Felicia terus berjalan menuju rumah juragan Jasmine.Mobil Kevan berhenti di tepi jalan. Kevan melihat Ciara memasuki sebuah rumah besar di kota Tango. Rumah itu adalah rumah kedua orang tuanya. "Oh, mereka jual semua barang di rumah kedua orang tuaku?" tanya Kevan terkejut."Kayaknya gitu, Tuan. Kan orang tua Anda Juragan pengepul."Tanpa mengulur waktu, Kevan menghubungi ibunya agar memberikan harga tinggi kepada Ciara dan Felicia. "Kevan, tumben kamu punya waktu telepon Mama. Kenapa? Kamu sakit, ya? Pulang aja ke sini, Van!""Ma, ke luar sekarang!"Tanpa basa-basi, Kevan langsung mengutarakan keinginannya. Kedua mata Kevan tidak pernah lengah menatap Ciara."Ngapain? Di luar dingin habis hujan." Jasmine menolak keinginan Kevan dengan halus."Ada cewek cantik sama Ibunya mau nimbang barang. Tolong kasih mereka
"Saya mau jodohin Ciara sama anak saya yang di luar kota. Gimana menurut Bu Feli?"Jasmine datang ke ruang makan. Dia tiba-tiba bertanya ketika Felicia sedang menata meja makan. Sendok makan di tangan Felicia hampir terjatuh saat mendengar pertanyaan Jasmine. Felicia gugup. Dia tidak ingin membuat kesalahan dan tidak ingin membuat image buruk di depan Jasmine. Maka, Felicia buru-buru meletakkan sendok makan beserta garpu di atas meja."Ternyata anak Juragan Jasmine laki-laki? Saya pikir perempuan. Maafin saya, Juragan. Karena di rumah ini nggak ada foto keluarga, jadi saya nggak tau."Jasmine tersenyum lembut. Dia duduk di salah satu kursi menunggu suaminya.Sebelumnya, Jasmine telah berdiskusi dengan Theo mengenai perjodohan Kevan dan Ciara. Jasmine berpikir, dengan campur tangan kedua orang tuanya, maka Kevan tidak kesulitan mendapatkan Ciara. Apalagi, Jasmine sudah mencari tahu tentang keluarga Darwin.Jasmine menyadari bahwa Felicia terkejut dengan pertanyaannya yang tiba-tiba. M
Kevan diam-diam tersenyum karena berhasil menggendong Ciara. Selain itu, Kevan juga senang melihat Ciara cemberut."Eh, anak nakal! Kamu tadi ngapain di rumah besar itu?"Ciara tidak menjawab. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Ya, suka-suka aku mau ngapain," jawabnya asal. "Nggak usah penasaran. Karena aku nggak akan kasih tau."Ciara berpikir bahwa Kevan akan marah setelah mendengar jawabannya. Namun yang Ciara dapatkan, Kevan tidak marah dan justru tertawa. "Ha! Ha! Ha!" Ini adalah pertama kalinya Kevan tertawa sejak kehilangan Ciara. Di kejauhan, Ziyad ikut tertawa bahagia. Ziyad membuntuti mereka dengan mengendarai mobil. Kevan melihat Felicia memasuki kawasan kontrakan kumuh. Jalanannya becek, berlubang dan bau sampah yang pekat. Rumah-rumah kontrakan itu terlihat rapuh dan banyak atap yang sudah tidak layak. 'Astaga! Kamu menyedihkan banget tinggal di sini, Cia,' pikir Kevan. 'Bahkan kontrakan murah Bos Gallon yang aku sewa buat teman-teman jauh lebih layak huni daripa
'Malem ini, semua salah paham aku dan keluarga Darwin harus selesai. Aku nggak mau masalah ini ketunda lagi sampai berlarut-larut.'Kevan berkata di dalam hatinya. Dia teringat wajah Julian dan Livy yang membuatnya muak.Diam-diam, Kevan memaki Julian dan Livy di dalam hati. 'Dasar brengsek! Paman Julian dan Bibi Livy emang konyol. Aku nggak akan biarin mereka hidup damai di atas penderitaan Cia! Mereka harus bayar semuanya!'Kevan selalu ikhlas dalam melakukan segala hal. Dia tidak peduli latar belakang seseorang yang dibantunya. Asalkan bisa membantu orang lain, Kevan selalu merasakan kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa dilukiskan. Kevan dengan sabar berusaha membantu Ciara mengingat kapan dia menandatangani akte rumah. Kevan bertanya, "Kamu inget, nggak? Waktu itu aku minta kamu tanda tangan di tab Ziyad?"Wajah Ciara memperlihatkan kebingungan. Dia mencoba mengingat-ingat. "Waktu itu kamu tanda tangan di kamar," ujar Kevan menambahkan. "Ya udah nggak apa-apa kalo nggak inget
Kevan menanggapi pertanyaan Jasmine dengan santai. "Astaga, Ma! Kok Mama fitnah anak sendiri!" Kevan terlihat malu-malu.Selama 25 tahun, Kevan baru menjalin hubungan dengan wanita sebanyak dua kali. Kedua wanita itu Nulla Hanifah dan Ciara Darwin. Kevan terlihat lebih bahagia bersama Ciara dibandingkan dengan Nulla. Selain cantik dan cerdas, Ciara memiliki kepribadian yang kuat dan unik daripada Nulla yang terkesan liar. Awalnya Kevan menolak perasaannya pada Ciara. Namun seiring berjalannya waktu, dia membuka hatinya untuk Ciara. Dia bersyukur karena Ciara membalas perasaannya."Selama ini kan kamu banyak tinggal di luar daripada di rumah. Mama nggak mau kamu terjerumus ke kehidupan luar yang kelam, Van. Kayak judi, mabuk-mabukan, mainan cewek, bunuh orang dan menurut Mama yang paling parah tuh konsumsi obat terlarang."Kekhawatiran seorang ibu memang selalu beralasan. Kevan mengerti. Dia tidak membantah ataupun marah pada Jasmine.Jasmine menambahkan. "Apalagi sekarang kamu udah p
"Permisi, Juragan."Seorang pekerja katering datang menghampiri Jasmine. Dia adalah seorang wanita muda. Diam-diam, dia melirik Kevan yang sibuk bermain handphone."Nova, apa semuanya udah rapi?" tanya Jasmine sambil menatapnya."Iya, Juragan. Semuanya udah rapi sesuai permintaan Anda," jawab Nova sopan. "Oke. Saya periksa sekarang."Jasmine berdiri. Dia berjalan menuju ruang keluarga. Dia memeriksa beberapa menu makanan yang tertata di meja panjang. Sementara itu, Kevan sibuk mengirimkan pesan untuk Ciara.Kevan bergumam sambil mengetik pesan. "Daripada nunggu Cia lama, mendingan aku jemput aja di hotel. Terus, aku ajak ke sini sekalian sama Nyonya Feli dan Tuan Rudi." Kevan: Yang, udah bangun belum?Sambil menunggu pesan balasan dari Ciara, Kevan mengetuk-ngetuk meja makan dengan ujung jari. Dia tidak sabar. Kevan: Yang, nanti ketemuan ya. Aku jemput kamu di hotel.Kevan mengirimkan pesan ke-2. Namun, Ciara tidak juga kunjung membalasnya. Kesabaran Kevan benar-benar habis. Keva
Saat Ciara masih sibuk dengan pikiran-pikirannya, Jasmine melangkah mendekati dia dan Kevan. Jasmine melepaskan tangan Kevan dari Ciara. Lalu, dia merangkul Ciara sambil tersenyum manis. "Ciara, ayo masuk! Hari ini kan kamu udah janji mau ke rumah saya. Kok malah mau pergi mulung, sih?" Jasmine menggenggam tangan Ciara sambil menatap anaknya. Kevan terpaksa merelakan Jasmine membawa Ciara. Namun, siapa sangka Ciara menolak ajakan Jasmine. Ciara maju beberapa langkah ke hadapan Kevan. Dia emosi.Melihat Ciara mendekatinya, Kevan senyum-senyum kegirangan.Buk! Buk! Buk!"Kamu gemes sama aku ya, Cia? Kalo kangen ngomong aja! Jangan mukulin gitu!"Bukannya marah, Kevan justru semangat menggoda Ciara. Tingkah Kevan dan Cia sontak membuat Jasmine dan yang lainnya senyum-senyum.Ciara memukul perut Kevan berulang kali, lalu mendorongnya kuat-kuat. Wajahnya bersemu kemerahan karena menahan malu. Karena Kevan terang-terangan menggodanya."Cia, kamu ngapain?!" Felicia berseru memanggil nama
Awalluddin sudah selesai berbincang dengan kedua orang tua Kevan. Mereka mengatur waktu istirahat dan jam konsumsi obat Kevan. Namun seperti biasa, Kevan tidak memedulikan semuanya.Jasmine tahu, Kevan tidak suka mengkonsumsi obat-obatan jika sakit. Maka, dia memberikan banyak peringatan untuk anaknya."Van, kamu harus istirahat total di rumah. Jangan keluyuran! Badan kamu tuh sakit," celoteh Jasmine. "Kamu harus rutin minum obat dan makan yang teratur."Jasmine berdiri di sisi kiri ranjang Kevan sambil memasang plester penghilang pusing di dahi. Dia berharap Ciara bisa membujuk anaknya. "Ciara, bantu saya bujuk Kevan, ya! Kali aja dia nurut sama kamu," pinta Jasmine. Sepertinya Jasmine sudah kehabisan akal "Iーiya, Juragan," jawab Ciara sopan."Berhenti ngerokok sama kopi dulu, Van!" Theo menambahkan. Sebagai seorang Ayah, Theo memang cenderung cuek. Namun jika Kevan sudah jatuh sakit, dia tidak ada bedanya dengan Jasmine yang banyak bicara.Kevan memijit pelipisnya. Dia tidak mere
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te