Meeting dadakan jajaran direksi sudah selesai. Mereka sepakat dengan usulan Kevan untuk mempekerjakan seseorang yang unggul di bidang keuangan. Sebagai Dirut SDM, Senopati yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Saat ini, Kevan sedang menerima panggilan telepon masuk dari Dabin. Dia bersandar sambil memijit pelipisnya."Aku nggak tau arah pembicaraan kamu, Paman Dabin. Jadi intinya, Kakek mau aku pulang sekarang ke kota Paloma, gitu?"Ziyad yang duduk di dekat ranjang hanya bisa tersenyum miris. Dia tahu betul perasaan dan kondisi Kevan yang sakit-sakitan."Apa di pikiran Tuan Besar Christian cuma ada bisnis, bisnis dan bisnis aja? Apa Tuan Besar Christian nggak mikirin perasaan Cucu pertamanya?"Kevan bahkan memanggil Christian dengan sebutan Tuan Besar. Dia masih berusaha bersikap tenang saat berinteraksi dengan Dabin. "Bukan seperti itu, Tuan Muda. Tapiー"Kevan menyela ucapan Dabin. Dia menaikan sedikit nada bicaranya."Tapi, Tuan Besar Christian takut kehilangan laba besar kalo
Angga pergi ke beberapa lokasi kontrakan murah sesuai perkataan Gallon. Dia dan anak buah Raymond menyebar mencari Ciara. Semua orang berharap, kali ini mereka akan berhasil menemukan Ciara."Kalian bertiga pergi ke kontrakan di gang Kelinci pas banget di depan Masjid Nurul Huda! Aku sama mereka berdua ke kontrakan kumuh di seberang toko bangunan deket stasiun.""Oke, Bos Angga. Terus, nanti kita kumpul lagi di sini?" tanya salah satu dari anak buah Raymond."Kalo ada yang liat Nona Ciara, langsung telepon aku! Kalo kita gagal lagi, langsung kumpul aja di sini! Nanti aku pikirin kita mau nyari ke mana."Setelah mendapatkan instruksi dari Angga, mereka semua berpencar. Angga dan kedua anak buah Raymond memasuki area kontrakan kumuh."Astaga! Bau banget sampah di sini." Angga berkata sambil memakai masker guna menutupi mulut dan hidungnya. "Aku nggak yakin, Cia di sini. Tapi, nggak ada salahnya dicoba aja!"Angga melihat dua gerobak memasuki area kontrakan. Dia menunggu keduanya mendeka
Pintu kamar Kevan terbuka. Kevan mendengar suara langkah kaki, tetapi dia tidak menoleh. Karena dia berpikir, orang yang membuka pintu itu sudah pasti asistennya."Tuan Muda!"Ziyad berjalan cepat-cepat menuju bawah jendela di mana Kevan berdiri menghisap rokoknya. Wajah Kevan tidak begitu pucat seperti beberapa hari lalu, meskipun mata cekungnya mengatakan bahwa dia kurang tidur. Sedangkan tangannya masih bersahabat dengan jarum infus.Kevan mengembuskan asap rokok tinggi ke udara dengan frustasi. Lalu, dia membiarkan Ziyad mendekatinya."Tuan, saya udah minta penjaga siapin mobil. Kita harus ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tango sekarang. Karena Pak Henry baru ngasih tau ada transaksi di sana. Kemungkinan besar itu adalahー"Kevan melepaskan jarum infus. Dia berjalan meraih jaket yang tergeletak di atas ranjang. Dia tahu arah pembicaraan Ziyad.Kevan berjalan menuju pintu kamar. Dia juga berteriak begitu tahu Ziyad masih mematung di tempatnya. "Kenapa diem aja?! Cepetan ambil handph
Kerinduan Kevan akhirnya terbalaskan. Dia mendekap erat tubuh gadis itu seolah tidak akan melepaskannya lagi. Kevan tidak sadar menjatuhkan air matanya. Karena terlalu bahagia, Kevan memeluk si gadis sambil berputar. Kevan tidak peduli dengan banyaknya pasang mata yang melihatnya."Cia, aku kangen banget sama kamu. Aku cari-cari kamu ke setiap sudut kota Tango. Aku seneng banget bisa nemuin kamu. Tapi, kenapa kamu sendirian? Mami dan Papi mana?"Gadis itu tidak merespon. Meskipun begitu, Kevan tidak berhenti mengutarakan isi hati. "Kamu nggak boleh jalan sendirian di jalan raya kayak gini, Cia! Itu bahaya buat kamu."Kevan mendengar gadis itu terbatuk, tetapi Kevan tetap memeluknya dengan erat.Ziyad terheran dengan sikap Kevan. Ziyad baru saja turun dari mobil. Dia berjalan menghampiri Kevan.Ziyad menyipitkan mata. "Tuan Muda, Anda ngapainー" Ziyad memanggil tuannya dan hendak memberitahu. Namun, Kevan mengabaikan. "Sssstttttt, diem!" Kevan membentak Ziyad. Dia tidak peduli dengan
Miguel masih bersikap tenang. Dia tidak terprovokasi oleh Nulla. Dia duduk bersandar sambil menatap Nulla yang mulai menangis."Ini positif? Maksud aku, kamu positif hamil?"Nada bicara Miguel yang tenang membuat Nulla berani berpikir bahwa bosnya akan bertanggung jawab terhadap kehamilannya. Apa mungkin Miguel dengan mudahnya akan mengakui anak di dalam kandungan Nulla?"Hasil testpack ini garis dua, Pak," kata Nulla, dia menghapus air mata. "Artinya aku positif hamil."Nulla menatap kedua mata hitam Miguel dengan berkaca-kaca. Dia menaruh harapan penuh pada Miguel agar memberikan anak di dalam kandungannya kehidupan yang layak."Tapi, kenapa kamu kasih testpack ini ke aku? Apa tujuan kamu, Nulla?"Nulla cemas. Dia merasa dipermainkan oleh Miguel Wijaya."Pak Miguel jangan pura-pura bodoh! Juga jangan pura-pura nggak ngerti maksud aku!"Miguel duduk tegak. Dia membawa tangannya ke atas meja, lalu mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari telunjuk kanan. Nulla terdiam ketika melihat ked
Dewi bertanya dengan kedua mata yang melotot. "Jadi, semua ini ulah Cucu pertama keluarga Hanindra? Siapa tadi namanya, Miguel? Aduh, ingatan Mami setipis tisu Rp 2000-an!"Miguel kembali lagi ke ruangan khusus untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Dia sedang berbincang dengan Jhonny dan Dewi Wijaya. Di tengah-tengah mereka, terdapat dua pengacara handal. Yaitu Edy Sudiarta dan Delon Sunanta."Kevan Hanindra, Mami," jawab Miguel, dia mencoba menahan kesal ketika menyebutkan nama Kevan.Miguel duduk diantara Jhonny dan Dewi. Tepat di hadapannya, Edy dan Delon duduk berdampingan."Tapi, Mami baru tau keluarga Hanindra punya Cucu yang namanya Kevan. Dia anaknya siapa? Leon? Julian? Atau Ken? Mami cuma kenal sama Gibran."Dewi kembali bertanya. Namun, Miguel enggan menjawab. Karena dia terlanjur kesal. Dia akan menuntut balas atas perlakuan Kevan padanya. Miguel melirik Edy. Mantan pengacara keluarga Darwin tersebut pun paham makna lirikan mata Miguel."Izin jelasin, Nyonya," kata Edy
"Cia!"Mendengar Felicia memanggilnya, Ciara menoleh sejenak ke arah sang ibu. Namun, Ciara tidak bereaksi apapun saat melihat Felicia mengangguk.Kevan mengulurkan tangan hendak menarik Ciara lagi. Tetapi, Ciara menolak dan mengusirnya."Pergi dan jangan cari aku lagi!"Kedua mata Kevan sendu. Ciara melihat bekas infus pada tangan kiri Kevan.Ciara menyipitkan mata sambil bertanya-tanya di dalam hati. 'Kak Kevan sakit? Dia habis diinfus? Dia sakit apa? Kok dia bisa sakit?' "Cia, kamu kenapa? Ini aku." Suara Kevan yang lembut menggetarkan hati Ciara. "Aku ke sini untuk jemput kamu dan keluarga kamu."Kevan selalu lemah saat berhadapan dengan Ciara. Hatinya berkata tidak ingin kehilangan Ciara lagi. Jiwanya berkata merindukan Ciara. Pikirannya berkata membutuhkan Ciara agar bisa berpikir jernih. Bisa disimpulkan bahwa Kevan tidak bisa berjauhan dengan Ciara.Maka, apapun yang Ciara lontarkan, Kevan hanya bisa menerima. Kevan pantas mendapatkan cacian. Kevan pantas disalahkan atas semu
Atas saran Ziyad, Kevan mengalah dan mengikuti kemauan Ciara. Dia mengikuti setiap langkah Ciara.Bukan tidak tahu, tetapi Ciara memilih mengabaikan kehadiran Kevan. Dia dan Felicia terus berjalan menuju rumah juragan Jasmine.Mobil Kevan berhenti di tepi jalan. Kevan melihat Ciara memasuki sebuah rumah besar di kota Tango. Rumah itu adalah rumah kedua orang tuanya. "Oh, mereka jual semua barang di rumah kedua orang tuaku?" tanya Kevan terkejut."Kayaknya gitu, Tuan. Kan orang tua Anda Juragan pengepul."Tanpa mengulur waktu, Kevan menghubungi ibunya agar memberikan harga tinggi kepada Ciara dan Felicia. "Kevan, tumben kamu punya waktu telepon Mama. Kenapa? Kamu sakit, ya? Pulang aja ke sini, Van!""Ma, ke luar sekarang!"Tanpa basa-basi, Kevan langsung mengutarakan keinginannya. Kedua mata Kevan tidak pernah lengah menatap Ciara."Ngapain? Di luar dingin habis hujan." Jasmine menolak keinginan Kevan dengan halus."Ada cewek cantik sama Ibunya mau nimbang barang. Tolong kasih mereka
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te