"Udah selesai."Kevan berdiri menatap si wanita. Dia diam-diam memperhatikan wajah oriental wanita di hadapannya.'Nacita cantik. Ras putih Tionghoa gini sama persis kayak JessyーIstrinya Ken Hanindra. Tapi, kenapa dia masih single? Apa dia trauma jalin hubungan cinta?' Kevan memiliki banyak pertanyaan di dalam benaknya.Ya. Wanita itu adalah Nacita Erlangga. Sesuai dengan arahan kedua pemegang saham Darwin Group malam itu, Kevan bertekad mendekati Nacita. Beberapa alasan kuat membuat Kevan tertarik pada Nacita. Diantaranya karena Nacita memiliki lebih banyak saham daripada Senopati, Hamdi dan Rinanto."Makasih," ucap si Nacita. Kemudian, dia pergi begitu saja."Dih, cuma makasih doang gitu?" Kevan berusaha mencuri perhatian Nacita.Kevan melihat Nacita kesal. Nacita berbalik. Nacita menghela napas panjang. "Terus?!" tanyanya dengan emosi."Kamu nggak bisa ikat tali sepatu. Tapi, aku udah bantuin kamu. Masa sekarang harus aku juga yang kasih inisiatif, sih? Emangnya kamu nggak ada i
"Aku nggak tau, kamu kenapa? Tapi aku minta maaf kalo udah buat kamu nangis, Nacita."Kevan dan Nacita duduk di taman. Orang-orang yang berada sana menatap mereka. Namun, tidak ada yang menegur."Kita baru kenal. Aku sama sekali nggak ngerti, kenapa cewek hatinya sensitif banget!"Kevan berusaha berempati. Dia ingin tahu Nacita lebih banyak lagi. "Nggak. Kamu nggak salah, Van. Aku yang salah. Aku ... aku ...."Nacita ragu. Kevan tahu itu. Sebagai pria sejati, Kevan akan bertindak sebagai mestinya."Jangan ngomong apa-apa ke orang asing! Lagian, aku juga nggak maksa kamu buat cerita kalo nggak mau."Nacita menatap Kevan dengan wajah memelas. "Kamu baik, beda banget sama anggota keluarga Hanindra yang aku kenal."Nacita menangis lagi. Kali ini, tangisannya lebih kencang dari sebelumnya.Jantung Kevan berdebar kencang. Hatinya terasa seperti terkena busur panah api."Boleh aku pinjem bahu kamu?" Kevan tidak menjawab pertanyaan Nacita. Tapi tanpa sungkan, wanita bermata sipit itu menyan
"Egi, sini!"Rumah mewah Nacita. Kevan sedang berada di rumah mewah Nacita. Rumah 2 lantai dengan desain modern berdinding putih membuat Kevan merasa seperti di rumahnya sendiri.'Kayaknya aku kangen rumah. Aku mau cepet-cepet pulang dan lihat Cia,' ungkap hati kecil Kevan. "Iya Mom."Bocah laki-laki berwajah tampan dengan alis dan bibir tebal menghampiri Nacita. Dia adalah buah cinta Nacita dan Ken Hanindra.Nacita memeluk anaknya. "Kenalin, dia Kevan."Bocah itu mengulurkan tangan kepada Kevan dengan patuh. "Egi Erlangga." Bocah laki-laki itu memperkenalkan diri. Dia menatap Kevan seolah menemukan kesamaan dengan dirinya.Kevan sedikit terkejut. "Aku Kevan. Senang kenalan sama kamu."Egi tidak membalas. Dia menatap Nacita. "Udah kan, Mom? Aku mau lanjut main game."Nacita mengangguk. "Iya."Egi pergi tanpa menghiraukan Kevan. "Duduk, Van! Jangan berdiri terus nanti tambah tinggi!"Nacita mengajak Kevan duduk di ruang tamu. Kevan yang semula canggung, kini mulai membiasakan diri
"Sembarangan! Aku nggak selingkuh, Cia! Jangan nuduh sembarangan weehh!"Ciara menjauhi dirinya dari Kevan sambil melotot."Oh ya? Kakak bener nggak selingkuh?" tanya Ciara was-was."Iya, Cia."Ciara tetap mencurigai Kevan. Baru sekali ini dia merasa kecewa pada Kevan."Terus, kenapa kamu pakai parfum cewek?! Kamu pikir, aku nggak tau?!"'Astaga! Bener pemikiran aku tadi kalo aku harusnya mandi dulu terus baru ke kamar Cia,' sesal Kevan. Kevan kebingungan. Emosi Ciara sudah terlanjur meledak. "Yang, dengerin aku!""Nggak," tolak Ciara cepat. "Kamu pergi aja! Aku males ngomong sama Kakak."Kevan menyerah. Dia tidak ingin berdebat dengan Ciara. "Oke, aku pergi. Kalo kamu udah nggak marah, bilang ya! Aku tetep nunggu kamu."Ciara mengira Kevan akan benar-benar pergi dari kamarnya. Dia dengan santai menanggapi."Mau pergi, ya pergi aja! Berisik banget!"Kevan gregetan. Dia dengan cepat menarik tubuh Ciara dan memeluknya erat dari belakang. "Kak, lepasin!"Kevan tidak mendengarkan teri
"PIN kartu ini ulang tahun Nona Cia. Aku harap, Nyonya nggak nolak."Felicia terharu. Dia kehabisan kata-kata."Saya nggak tau lagi mau ngomong apa! Kamu bener-bener penyelamat keluarga saya, Van."Kevan menyodorkan kartu gold tersebut. Felicia pun menerimanya.***Hari Senin berikutnya.Kevan sudah berada di kantor cabang K.C Tobacco. Dia merekrut banyak karyawan. Sesuai dengan prediksinya, bisnis K.C Tobacco berjalan lancar. Beberapa sales, SPG, dan team leader yang lolos wawancara hari ini mulai bertugas. Mereka terbagi menjadi beberapa tim. "Oke, Fauzan. Kerja kamu bagus. Kamu berhasil memimpin mereka di meeting pertama tadi."Fauzan, kawan baik satu-satunya yang Kevan miliki selama kuliah di Universitas Golden Baubau. Dia bekerja sebagai kepala kantor cabang K.C Tobacco di HEV, Baubau. Sekarang, Kevan sedang berada di dalam ruang kantornya di lantai dua. Dia menandatangani berkas perusahaan K.C Tobacco bersama Ali Osman, Ziyad dan Omar. "Aku udah angkat Samir jadi kepala Supe
"Masuk aja!"Kevan berteriak ketika seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya. "Mereka pasti Fauzan dan Samir."Omar bangkit dari kursinya menyusul Ziyad yang sudah berdiri di sisi kanan Kevan. Sedangkan Ali tetap duduk di kursinya.Pintu terbuka. Sesuai dugaan Kevan, Fauzan dan Samir masuk bersamaan. Samir terkejut begitu melihat wajah Kevan sedang menetap ke arahnya. Langkahnya terhenti. Samir menepuk pundak kiri Fauzan. "Fauzan ini bener ruangan yang punya K.C Tobacco?" tanyanya kebingungan."Iya. Ayo masuk cepetan!" ajak Fauzan. Dia tidak menghiraukan perasaan Samir."Van, ini aku udah ajak Samir ke sini," kata Fauzan. Mau tidak mau Samir mengikuti Fauzan. Dia berdiri di belakang Fauzan dengan wajah tertunduk. Dia gugup sehingga salah tingkah. "Oke," sahut Kevan. "Keーkenapa di sini ada Kevan?" Samir berbisik di telinga Fauzan. Samir benar-benar penasaran dengan kehadiran Kevan. Pasalnya, sejak awal Fauzan mengajaknya bekerja, dia sama sekali tidak tahu siapa pemilik K.C Tobac
"Tuan Rudi, gimana kabarnya? Apa udah baikan?"Pagi hari berikutnya.Kevan datang ke rumah sakit Mitra Internasional Baubau. Dia melihat Ciara tertidur di sofa panjang dengan wajah lelah. Kevan tidak tega. Dia juga marah. Felicia mengikuti arah pandang Kevan. Dia berjalan mendekati Kevan."Van, saya udah suruh Cia pulang. Tapi, dia nggak mau. Saya takut dia capek dan kambuh. Kamu tau sendiri, kan? Rumah sakit banyak virus.""Iya, Nyonya. Nanti aku coba ngomong sama Nona Cia." Kevan terus memandangi Ciara. "Gimana perkembangan kesehatan Tuan Rudi?""Kata Dokter, kalo rutin minum obat dan terapi bisa cepet pulih, Van."Sekarang, Kevan dan Felicia memandangi Rudi. Kevan sedikit tersenyum."Dokter udah ngasih yang terbaik. Obatnya juga dikasih yang paten. Sekarang, Tuan Rudi harus usaha maksimal supaya cepet sembuh."Kevan memberikan kalimat motivasi untuk Rudi. Felicia tersenyum saat melihat suaminya mengangguk pelan.Rudi menyentuh tangan Kevan. "Ada yang mau Tuan omongin sama aku?"
"Orang lain?! Aku orang lain?! Siapa yang kalian anggap orang lain?!"Kevan murka. Rahang tegasnya mengeras. Kedua mata cekungnya melotot. Emosinya sudah meledak."Kalian tahu?! Aku ini tangan kanan Tuan Rudi. Sekarang aku tanya kalian."Kevan menatap wajah petugas keamanan satu persatu."Tambang emas ini punya Tuan Rudi Darwin atau Miguel Wijaya?! Hemm?!"Dengan ragu dan waspada, ketiga petugas menjawab dengan serempak, "Tambang emas ini punya Tuan Rudi.""Cerdas. Sekarang, buka pintunya!"Dengan satu tarikan napas, Kevan memberikan perintah. "Iーiya, Tuan Kevan."Gerbang dibuka. Kevan dan Angga berlari menuju podium. "Van, kamu jangan sampai kepancing emosi sama Miguel! Inget, jangan ada kesalahan!"Angga Abbas, anak ke-2 Gunawan Abbas yang belum menikah. Dia juga tidak pernah peduli dengan pabrik rokok keluarga Abbas. Sama seperti Kevan, Angga memilih hidup bebas dan mandiri. Angga tahu semua cerita tentang keluarga Darwin. Angga juga tahu rencana Kevan. Dia selalu berada di piha