Naka dan Fujitora tentu dibuat bingung harus bagaimana karena dihadang oleh dua mobil yang tidak mereka kenali dengan jelas siapa. Beberapa orang keluar dari mobil dengan membawa beberapa senjata tajam seperti parang dan pedang.“Dad! Bawalah mobil, aku dan paman botak akan menghadapi mereka. Renata harus segera sampai rumah sakit,” kata Naka“Tapi, Ka. Ini bahaya buat kamu,” balas Fujitora, seolah tidak terima jika terjadi sesuatu pada putranya.“Percaya aku, aku bisa menghadapi mereka!” tegas Naka sambil mengambil sebilah pedang dari jok mobil belakang, “Paman botak! Kita turun!”“Siap Tuan Muda!” balas Baldy yang sudah turun duluan dengan membawa pedang juga, lalu disusul Naka. Fujitora kemudian mengambil alih kemudi dan memundurkan mobil, mengambil jalan lain untuk segera sampai di rumah sakit. “Mereka ada 10 orang paman, bagi dua bisa?” tanya Naka“Tentu saja bisa,” jawab Baldy.“Kalian siapa!?” tanya Naka, “Dan kita punya urusan apa!?”“Jadi, kamu yang bernama Naka? Anak dari
Kebahagiaan keluarga besar Naka sangat tergambar jelas, kelahiran kembali seorang putra membuat Fujitora semakin mantap bahwa kelak penerus keluarganya akan kuat seperti dirinya, apalagi kelak anak Naka juga akan lahir dengan jenis kelamin laki-laki.Renata dan si kecil Saga akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah. Selama perjalanan pulang, Naka mengerahkan beberapa anak buah untuk melakukan penjagaan dengan ketat, tidak mau kejadian saat Saga akan lahir terulang lagi, apalagi jelas-jelas sekarang keluarga Asoka terang-terangan menabuh genderang perang pada keluarganya.Harta memang selalu menjadi incaran banyak orang, karena dengan harta maka kekuasaan juga akan mengikuti, itulah yang Naka pelajari selama ini hidup sebagai anak seorang Saito. Meski klan Saito merupakan klan keluarga besar, namun nyatanya tidak ada ketenangan didalamnya.Satu pelajaran berharga lain yang menjadi patokan untuk Naka, bahwa hubungan saudara tiri, terkadang justru menjadi boomerang dikehidupan yang akan da
Umur kehamilan Orin sudah memasuki 9 bulan. Naka semakin protektif karena istrinya sebentar lagi melahirkan. Sebagai seorang pria dewasa, tentu Naka harus memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Naka masih bisa menjaga istrinya sendiri, tetapi Naka juga harus memikirkan keamanan keluarga istrinya, keluarga sang mertua juga harus dia perhatikan karena Asoka pasti tengah mencari titik kelemahan Naka ada dimana. Fujitora sudah memperingatkan Naka untuk berhati-hati pada semua sepak terjang Asoka, karena mereka selalu muncul tiba-tiba dan berbuat licikpun dilakukan demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.Sore itu, Orin tengah duduk dikursi malas sambil menonton acara favoritnya, kartun spongebob. Sementara Naka tampak baru saja keluar dari kamar mandi, tubuhnya terlihat lebih segar setelah mandi. Setelah mengenakan pakaian santai kemudian dia duduk disebelah istrinya."Sayang, kamu tidak lapar?" tanya Naka"Tadi udah makan bareng Renata. Renata makannya banyak banget, anaknya minum
Semua orang memanggil bayi Naka dengan panggilan Kin, selain singkat juga mudah menyebutnya. Kin kecil tumbuh dengan baik, sama kuat juga dalam hal menyusu, seperti paman kecilnya Saga. Entah di masa yang akan datang, apakah Kin akan memanggil Saga dengan sebutan paman, atau cukup memanggil nama Saga, karena perbedaan usia mereka yang hanya 2 bulan saja.Naka bahkan berasa memiliki dua bayi.Setiap pagi pria tampan itu membawa 2 stroller untuk menjemur dua bayi itu, supaya terpapar sinar matahari dan tetap sehat. Bahkan daripada bingung, Naka pun meminta Saga kelak memanggilnya sebagai Daddy, sama seperti putranya Kin."Hai, Kin! Hai, Saga! Cepat besarlah kalian, agar kelak ada yang bantu Daddy mengurus ini dan itu," kata Naka sambil tersenyum.Meski sibuk dengan anak dan adiknya, Naka tetap harus mengurus pekerjaannya, terlebih sekarang perusahaan semakin berkembang dengan baik.Siang itu, Naka lama tidak bertemu dengan mertuanya, dia mengunjungi perusahaan milik mertuanya."Naka! Bag
Naka tengah berada di lantai 3 rumahnya, tempat biasa melakukan pertemuan dengan banyak anak buahnya, termasuk Baldy dan Reiji. Mereka tengah membahas masalah pengeboman yang terjadi di perusahaannya."Aku kira pelakunya tetap Asoka, karena bagaimanapun musuh terbesar keluarga ini adalah keluarga Asoka," kata Reiji"Lalu bagaimana kalau kita menyerangnya saja?" tanya Baldy"Idemu bsgus Paman Botak, tapi kita harus memikirkan strateginya dengan benar," kata Naka, "Bahkan aku tidak habis pikir dengan apa yang mereka pikirkan, kenapa berani melakukan itu.""Mereka memang sejak dulu disinyalir terlibat dalam jaringan teroris," balas Reiji, "Maka juga kita harus berhati-hati dengan mereka.""Paman, aku akan menyelesaikan semua ini, aku tidak mau ada pertumpahan darah lagi diantara keluarga kita," kata Naka dengan geram.Naka, Baldy, dan Reiji duduk bersama di ruangan itu, dengan mata memandang ke arah tengah. Mereka diam sejenak, merenungkan rencana yang akan mereka lakukan untuk menghadapi
Naka berusaha menggerakan tubuhnya, tetapi rasanya sangat sulit. Dia merasakan sebuah rasa sakit yang luar biasa di sekitar perut dan kakinya, serta beberapa luka dan memar di sekujur tubuhnya. Dia berusaha untuk mengumpulkan kekuatan untuk bergerak, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk itu. Dia menarik nafas dalam-dalam dan memanggil nama Kin."Kin ... kamu baik-baik saja?" tanya Naka dengan suaranya yang lemah.Bayi kecil itu hanya menangis pelan saja, seakan dia tahu tidak ingin menambah panik ayahnya yang tengah kebingungan dengan situasi saat ini."Ya Tuhan, tolong bantu kami!" jerit Naka yang seolah memang sudah tidak memiliki daya apapun, jangankan menolong anak dan istrinya, menolong dirinya saja tidak bisa.Naka merasa nyeri yang amat mendalam saat melihat Orin masih tidak sadarkan diri. Dia berusaha untuk bergerak, tetapi tidak bisa. Dia melihat ke arah Orin dengan khawatir mendalam.Naka menggelengkan kepala. Dia tahu bahwa dia harus tetap berpegang pada kesadaran. Dia memeri
Naka tentu saja bingung dengan perubahan sikap Orin. Dokter kemudian mendekati Orin."Mbak Orin, bisa tenang dulu. Boleh saya menjelaskan dan menanyakan sesuatu?" tanya Dokter Bayu, dokter yang menangani Orin. Suara nya lembutOrin hanya menganggukkan kepala lemah, kepalanya juga masih terasa berat, sehingga dia memilih untuk diam dan mendengarkan."Mbak Orin baru saja mengalami kecelakaan mobil sekitar 2 minggu yang lalu, bersama Mas Naka," kata Dokter Bayu, "Akibat kecelakaan itu, Mbak Orin mengalami cidera kepala lumayan berat, sehingga Mbak Orin mengalami koma, dan baru saja sadar. Ingat tidak?"Orin memejamkan mata, lalu menggelengkan kepalanya. Mencoba mengingat justru membuat kepalanya semakin berdenyut."Mbak Orin, ingat ini siapa?" tanya Doktee Bayu sambil menunjuk ke Anindito"Papi," jawab Orin"Lalu ini?" Dokter Bayu menunjuk pada Sonia"Mami," jawab Orin"Ini siapa?" tanya Dokter Bayu lagi, kali ini menunjuk Naka."Naka, bodyguardku," jawab OrinBagai disambar petir. Orin m
Sudah satu minggu berlalu, dan Orin masih belum bisa mengingat kepingan-kepingan ingatannya tentang Naka. Tetapi Naka bersyukur, akhirnya Orin mau menyentuh Kin, bahkan mau menggendongnya."Daddynya ngalah dulu ya," bisik Anindito"Aku selalu sabar, Pi," balas Naka, "Yang penting Orin sudah mau dengan Kin, aku sudah bahagia.""Cepat atau lambat pasti Orin akan mengingat kembali kalau kamu suaminya," kata Anindito"Pi, aku mau bicara sesuatu yang penting sama Papi," kata Naka"Ayo kita bicarakan di ruang kerja Papi saja," balas AninditoDua pria beda generasi itu kemudian melangkah memasuki salah satu ruangan di rumah itu, merupakan ruang kerja Anindito."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Anindito"Pi, aku tidak bisa membiarkan keluarga Asoka terus-terusan meneror keluargaku seperti ini, hampir saja kami bertiga kehilangan nyawa, itu sudah cukup," jawab Naka"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Anindito"Kali ini aku sudah ambil keputusan, Pi. Aku akan habisi mereka semua, kar