Naka tengah berada di lantai 3 rumahnya, tempat biasa melakukan pertemuan dengan banyak anak buahnya, termasuk Baldy dan Reiji. Mereka tengah membahas masalah pengeboman yang terjadi di perusahaannya."Aku kira pelakunya tetap Asoka, karena bagaimanapun musuh terbesar keluarga ini adalah keluarga Asoka," kata Reiji"Lalu bagaimana kalau kita menyerangnya saja?" tanya Baldy"Idemu bsgus Paman Botak, tapi kita harus memikirkan strateginya dengan benar," kata Naka, "Bahkan aku tidak habis pikir dengan apa yang mereka pikirkan, kenapa berani melakukan itu.""Mereka memang sejak dulu disinyalir terlibat dalam jaringan teroris," balas Reiji, "Maka juga kita harus berhati-hati dengan mereka.""Paman, aku akan menyelesaikan semua ini, aku tidak mau ada pertumpahan darah lagi diantara keluarga kita," kata Naka dengan geram.Naka, Baldy, dan Reiji duduk bersama di ruangan itu, dengan mata memandang ke arah tengah. Mereka diam sejenak, merenungkan rencana yang akan mereka lakukan untuk menghadapi
Naka berusaha menggerakan tubuhnya, tetapi rasanya sangat sulit. Dia merasakan sebuah rasa sakit yang luar biasa di sekitar perut dan kakinya, serta beberapa luka dan memar di sekujur tubuhnya. Dia berusaha untuk mengumpulkan kekuatan untuk bergerak, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk itu. Dia menarik nafas dalam-dalam dan memanggil nama Kin."Kin ... kamu baik-baik saja?" tanya Naka dengan suaranya yang lemah.Bayi kecil itu hanya menangis pelan saja, seakan dia tahu tidak ingin menambah panik ayahnya yang tengah kebingungan dengan situasi saat ini."Ya Tuhan, tolong bantu kami!" jerit Naka yang seolah memang sudah tidak memiliki daya apapun, jangankan menolong anak dan istrinya, menolong dirinya saja tidak bisa.Naka merasa nyeri yang amat mendalam saat melihat Orin masih tidak sadarkan diri. Dia berusaha untuk bergerak, tetapi tidak bisa. Dia melihat ke arah Orin dengan khawatir mendalam.Naka menggelengkan kepala. Dia tahu bahwa dia harus tetap berpegang pada kesadaran. Dia memeri
Naka tentu saja bingung dengan perubahan sikap Orin. Dokter kemudian mendekati Orin."Mbak Orin, bisa tenang dulu. Boleh saya menjelaskan dan menanyakan sesuatu?" tanya Dokter Bayu, dokter yang menangani Orin. Suara nya lembutOrin hanya menganggukkan kepala lemah, kepalanya juga masih terasa berat, sehingga dia memilih untuk diam dan mendengarkan."Mbak Orin baru saja mengalami kecelakaan mobil sekitar 2 minggu yang lalu, bersama Mas Naka," kata Dokter Bayu, "Akibat kecelakaan itu, Mbak Orin mengalami cidera kepala lumayan berat, sehingga Mbak Orin mengalami koma, dan baru saja sadar. Ingat tidak?"Orin memejamkan mata, lalu menggelengkan kepalanya. Mencoba mengingat justru membuat kepalanya semakin berdenyut."Mbak Orin, ingat ini siapa?" tanya Doktee Bayu sambil menunjuk ke Anindito"Papi," jawab Orin"Lalu ini?" Dokter Bayu menunjuk pada Sonia"Mami," jawab Orin"Ini siapa?" tanya Dokter Bayu lagi, kali ini menunjuk Naka."Naka, bodyguardku," jawab OrinBagai disambar petir. Orin m
Sudah satu minggu berlalu, dan Orin masih belum bisa mengingat kepingan-kepingan ingatannya tentang Naka. Tetapi Naka bersyukur, akhirnya Orin mau menyentuh Kin, bahkan mau menggendongnya."Daddynya ngalah dulu ya," bisik Anindito"Aku selalu sabar, Pi," balas Naka, "Yang penting Orin sudah mau dengan Kin, aku sudah bahagia.""Cepat atau lambat pasti Orin akan mengingat kembali kalau kamu suaminya," kata Anindito"Pi, aku mau bicara sesuatu yang penting sama Papi," kata Naka"Ayo kita bicarakan di ruang kerja Papi saja," balas AninditoDua pria beda generasi itu kemudian melangkah memasuki salah satu ruangan di rumah itu, merupakan ruang kerja Anindito."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Anindito"Pi, aku tidak bisa membiarkan keluarga Asoka terus-terusan meneror keluargaku seperti ini, hampir saja kami bertiga kehilangan nyawa, itu sudah cukup," jawab Naka"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Anindito"Kali ini aku sudah ambil keputusan, Pi. Aku akan habisi mereka semua, kar
Malam begitu pekat, udara yang dingin menusuk tulang seolah sudah menjadi teman baik malam, setiap orang tengah terlelap dengan mimpi indah masing-masing, namun tidak untuk Asoka dan seluruh anak buahnya.Mereka masih berpesta minum dengan dalih merayakan kemenangan sementara mereka karena menganggap Naka dan keluarga kecilnya sudah merasakan ancaman dari mereka, tinggal melakukan eksekusi terakhir, yaitu menekan Fujitora supaya memberikan seluruh kekayaan keluarga Saito.Tetapi ternyata semua diluar dugaan, diluar markas mereka beberapa pasang mata telah melakukan pengintaian, dengan mata elang mereka masing-masing. Naka sudah maju terlebih dahulu bersama Reiji untuk membaca situasi. Asoka ke Indonesia ternyata memang benar tidak dengan banyak anak buah, terlihat Asoka dan kedua putranya tengah berpesta bersama."Tuan Muda, anda kanan saya kiri," kata Reiji"Oke!" balas Naka, "Michi! Marco! Kalian siap dari atas!?"Naka menggunakan alat komunikasinya untuk berbicara dengan yang lain.
20 tahun kemudian ..."Ach... Kamu memang benar-benar suka sekali menggangguku, Kin!" teriak seorang wanita, dengan hanya berbalut selimut saja, tubuh telanjangnya madih dalam dekapan seorang pria."Karena aku suka mengganggumu," bisik pria yang memeluknya, sambil tangannya mengusap-usap bagian inti milik wanita itu, "Kamu suka, sayang?""Semalam sudah 3 ronde, Kin! Tubuhku remuk," rengek wanita itu lagi, "Kamu benar-benar kuat, Sayang.""Tapi kamu suka dengan morning sex, sayang. Buktinya kamu mendesah juga, artinya menikmati setiap sentuhanku," Pria itu tidak menghentikan aktivitasnya justru semakin ganas saja permainan jemarinya dibawah sana, membuat wanita cantik disebelahnya itu mendesah-desah liar.Dialah Orinaka Kin, atau orang biasa menyebutnya Kin Orinaka, putra pertama dari pasangan Orin dan Naka, sudah berusia 20 tahun, dan diusia 20 tahunnya, dia telah mencapai kesuksesan tertingginya, sebagai CEO disalah satu perusahaan milik Daddynya. Kesuksesan yang jarang terjadi tentu
"Selamat datang di rumah kami para Tuan Muda," sapa istri dari Reiji dengan ramah. Silvia menyambut kedatangan para tuan muda keluarga Saito, wanita itu masih terlihat cantik diusianya 48 tahun."Aunty Silvia kenapa masih saja tetap cantik, apa rahasianya?" tanya Kin sambil tersenyum"Rahasianya, tanyakan saja pada pamanmu itu Tuan Muda," jawab Silvia sambil memandang suaminya"Kalau anda sudah menikah, nanti juga akan tahu bagaimana caranya menjadikan istri tetap awet muda," kata Reiji"Pantas anaknya cantik, emaknya aja cantik banget gini," kata Kin.dalam hati, sambil sesekali menatap Kiyo dengan tatapan kagum.Kiyo memang terlihat cantik natural, bahkan Kin tahu jika Kiyo tidak memoleskan apapun diwajahnya, hanya mungkin sedikit lipstik warna nude untuk memperindah bibirnya yang tipis itu. Berbeda dengan Lona, wanita itu jika tidak berdandan, pasti terlihat biasa saja wajahnya."Paman, hati-hati, anakmu perempuan sudah mulai ada yang lirik-lirik," sindir Gara"Tenang saja, Kiyo itu
Malam hari, Reiji bersama Kin dan Gara menuju markas para mafia, tapi kali ini ada satu lagi orang yang ikut. Gadis cantik dengan balutan setelan kulit hitam, juga sepatu boat kulit hitam, membuat gadis itu terlihat cantik dan seksi. Kiyo duduk disebelah Kin di jok bagian belakang, sementara Gara didepan menemani Reiji yang menyetir mobil.Kurang dari 1 jam mereka sampai di markas, sebuah tempat tersembunyi disebuah pantai, jauh dari keramaian kota tentunya. Ternyata sudah banyak yang datang, dan mereka semua menyambut kedatangan Reiji sebagai orang yang ditunjuk memimpin kelompok mafia tersebut."Paman, apa tidak apa-apa membawa Kiyo kemari?" tanya Gara yang melihat banyak pria menatap Kiyo dengan tatapan lapar, lapar ingin melahapnya."Tidak apa-apa, mereka tahu anak saya, mana berani mereka sembarangan kurang ajar pada Kiyo," jawab Reiji"Lihat saja ada yang berani kurang ajar, akan aku habisi," bisik Kin, "Apa gunanya kita disini kalau tidak menjaga Kiyo juga, heh!"Pertemuan berj