Share

BR ~ 2

Lima belas tahun kemudian.

~~~~~~~~

Jakarta.

Akhirnya, Anggun kembali menginjakkan kaki di tempat dia dilahirkan, setelah 15 tahun berada di Surabaya. Hidup tertatih, dengan semua kekurangan dan harus mengganti identitas menjadi Indah Kurnia, seperti yang disarankan oleh Sita. 

Anggun Kalingga, sudah tiada. Ia dititipkan Bahar ke seseorang di Surabaya dan rutin mengirimkan uang sampai Anggun lulus SMA.

Namun, setelahnya Bahar tidak lagi mengirimkan uang dan hilang begitu saja. Sementara Sita, Anggun sudah tidak tahu menahu tentang wanita itu sejak mereka berpisah di bus kala itu.

“Belum selesai, In?” tanya Sabda, eksekutif produser yang menangani program debat politik – Retorika – di Warta. Salah satu perusahaan media ternama, di ibukota yang terkenal dengan liputan mendalam dan kontroversinya.

Indah terkesiap, ketika seseorang menepuk pundak dan sudah berdiri di sampingnya. Tidak bisa mengganti layar komputer, karena Sabda pasti sudah melihat apa yang Indah lakukan.

“Kalingga?” tanya Sabda lalu menunduk. Mensejajarkan kepalanya dengan Indah yang masih duduk di kursinya. “Nggak ada berita politik di sana.”

Indah tersenyum formal. Menggeser kursi berodanya sedikit menjauh, untuk menjaga jarak mereka. “Saya dengar, anaknya yang punya Kalingga Grup mau nikah sama pengacara ... siapa, Mas, namanya?” tanyanya pura-pura tidak tahu.

“Mau apa tanya-tanya?” Sabda menarik napas dalam dan kembali berdiri tegak. Ia bersedekap, menatap tajam ke arah Indah yang hanya memberikan senyum kecil, senyum yang terlihat begitu formal dan berjarak.

"Kamu asli Surabaya atau cuma kuliah dan kebetulan kerja di sana?” Sabda masih saja dalam mode selidik dan tetap menjaga wibawanya. “Padahal asli sini?”

“Asli Suroboyo!” seru Indah sambil mengeluarkan logat Jawanya yang dipelajarinya selama tinggal di daerah tersebut.  “Saya dengar dari anak-anak aja, sih, Mas. Katanya acaranya tertutup. Nggak boleh diliput.”

Sabda menghela panjang dan mengangguk. “Mereka butuh privacy.”

Indah tersenyum samar dan kembali ke posisinya. Menutup browser di layar, lalu mematikan perangkat komputernya. “Oia, Mas Sabda ada perlu sama saya?”

“Sudah mau pulang? Atau masih ada yang mau dikerjain?”

“Pulang.” Indah mengambil ranselnya yang tergeletak di lantai lalu memakainya. “Tapi mau makan bentar di kantin bawah.”

“Ayo!” Sabda sudah berbalik pergi meninggalkan Indah lebih dulu. “Aku traktir makan di atas, bukan di bawah.”

~~~~~~~~~~~~

“Sadhana.” Sabda membuka obrolan ketika lift sudah melesat ke atas.

“Sadhana?” Indah mengulang ucapan Sabda dengan pelan, karena tidak asing dengan dengan nama tersebut. Masih bertanya-tanya, mengapa Sabda mendadak mengajaknya makan di rooftop kantor? “Kenapa dengan Sadhana?”

“Keluarga Sadhana punya 10 persen saham di perusahaan ini,” terang Sabda tanpa menoleh dan hanya menatap lurus ke arah pintu. “Jadi, kita nggak bisa sembarangan memberitakan mereka.”

“Oke.” Empat tahun menjadi reporter, Indah sudah paham akan politik yang tersembunyi di balik pemberitaan yang tersebar di masyarakat. “Dan kenapa kita mendadak bicarain mereka?”

Sabda keluar lebih dulu ketika pintu lift terbuka, tanpa memberi jawaban pada Indah. Ia berhenti sejenak untuk melihat meja kosong, tetapi, tatapannya terhenti pada satu meja yang berada di area indoor yang sepi. Hanya ada dua orang yang berada di dalamnya dan mereka berada tepat di tengah ruang.

“Karena kamu sedang melihat website Kalingga Grup.” Sabda kembali membuka suara, ketika Indah sudah berada di sampingnya. Kemudian, telunjuknya mengarah pada area indoor restoran. “Lihat di sana.”

Indah memicing sambil menurunkan sedikit kacamatanya. Melihat dua orang pria yang sedang duduk berseberangan, tetapi anehnya tidak ada siapa pun di dalam sana kecuali mereka.

“Mereka—”

“Wahyu Sadhana. Kemeja hitam,” putus Sabda. “Dia pengacara yang akan menikah dengan Aprilia Kalingga dua minggu lagi.

Kedua tangan Indah mengepal erat saat mendengar nama sepupunya. “Terus, siapa yang ada di depan pak Wahyu?”

“Direktur Warta yang selalu datang nggak dijemput, pulang nggak diantar.” Sabda kembali meninggalkan Indah menuju meja kosong yang berada tidak jauh dari area indoor.

“Ha?” Indah segera mengejar pria itu. “Kok, kayak jelangkung?”

“Pak Budiman memang begitu,” ujar Sabda menarik kursi lalu mendudukinya. “Dia itu seperti jelangkung. Nggak tahu kapan datang dan kapan pulangnya. Suka-suka dia. Duduk.”

Indah menggeleng. Menatap area indoor yang sepi dari pengunjung. “Saya mau duduk di dalam.”

“Nggak ada satu orang pun yang boleh ke dalam, kalau ada mereka di sana,” larang Sabda.

“Kenapa?” Semakin dilarang, Indah semakin penasaran. Terlebih, ketika melihat kedua pria itu hanya terdiam dan berkonsentrasi dengan bidak-bidak catur di hadapan.

“Karena memang begitu peraturannya.”

“Saya nggak tahu ada peraturan seperti itu.”

Gambling.

Indah tersenyum samar dan berjalan cepat meninggalkan Sabda. Kesempatan yang ada di depan mata, tidak boleh terbuang sia-sia. Dengan wajah polosnya, ia memasuki area indoor dan memesan minuman terlebih dahulu.

“Mas, saya pesan—”

“Silakan pesan di luar, Kak,” ujar seorang pria yang berada di belakang meja bar. “Di sini—”

“Tapi saya mau di—”

“Ruangan ini sudah di reservasi sama pak Budiman.”

Indah berbalik. Kembali memasang wajah polos dan melihat ke arah yang dimaksud. Tatapannya langsung bersirobok dengan pria yang memakai kemeja hitam. Wahyu Sadhana.

“Kamu! Anak baru di sini?” tanya Wahyu datar.

Indah mengangguk. Membenarkan kacamatanya, lalu memegang kedua tali ranselnya dengan erat. Sejurus itu, ia berpaling dari Wahyu karena suara decakan pria yang baru saja membuka pintu.

“Maaf,” ucap Sabda hanya memberi lirikan pada Wahyu yang menatapnya. “Dia anak baru, nggak tahu apa-apa.” Ketika sudah berada di samping Indah, Sabda segera meraih siku gadis itu lalu menariknya keluar.

“Sabda,” panggil pria yang duduk berseberangan dengan Wahyu. “Duduk di sini.”

“Aku lapar, mau makan di luar,” jawab Sabda.

Indah bertahan di tempat. Kembali bertanya-tanya tentang Sabda, yang berani menjawab sang direktur tanpa formalitas sama sekali. Sepertinya, ada hal yang terlewat oleh Indah.

“Duduk di sini.” Wahyu menarik kursi yang berada di antara dirinya dan Budiman. Kemudian, mengangkat satu tangan guna memanggil seorang pelayan. “Skakmat. Gantikan pak Budiman.”

Sabda menarik napas panjang dan melepas lengan Indah. “Aku traktir lain kali. Pulang sana.”

Bukannya melangkah keluar resto, Indah justru melangkah pelan menghampiri meja Wahyu dan Budiman. “Boleh saya yang gantiin pak Budiman?”

Wahyu dan Budiman menatap Indah bersamaan. Dengan kompaknya, mereka menelisik penampilan Indah dari ujung rambut hingga kaki.

“Kami main, bukan untuk sekadar main-main.” Wahyu beralih pada bidak-bidak di papan catur dan menyusunnya kembali. “Ada yang dipertaruhkan di sini. Jadi, keluar.”

“In, pulanglah,” titah Sabda agak khawatir dengan nasib Indah karena sudah lancang mengganggu Budiman dan Wahyu. “Sampai ketemu besok.”

“Apa ... yang jadi taruhan?” tanya Indah tetap memasang wajah polosnya. “Uang?”

“In—”

“Pekerjaanmu,” Wahyu menyela Sabda untuk mengancam gadis yang menurutnya hanya mencari perhatian. “Kamu boleh gantikan pak Budiman, asal taruhannya pekerjaanmu. Kalah 10 langkah, pergi dari Warta dan jangan kembali lagi.”

“Indah, pulang sekarang!” titah Sabda masih mencoba sabar. “Jangan—”

“Oke!” Indah duduk di kursi yang seharusnya untuk Sabda. “Tapi kalau saya masih bertahan dalam 10 langkah, apa yang saya dapat?”

Wahyu tersenyum miring. Beranjak dari kursinya lalu duduk berhadapan dengan Indah. Wahyu ingin lihat, sampai di mana gadis tersebut bisa menyombongkan diri. “Apa pun ... yang kamu mau.”

“Oke.” Indah mengangguk pelan dan tetap berusaha terlihat canggung, juga bodoh di depan Wahyu maupun Budiman. “Ayo kita mulai!”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
hhhmm kayaknya kepergian Indah dari Jakarta emang sudah diatur.. apalagi klo bukan perebutan harta..
goodnovel comment avatar
Siti Juli
seperti nya om nya indah yg bikin kecelakaan ortunya. dan perusahaan di ambil alih oleh regan
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
keren sih indah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status