Suara tawa memenuhi ruang kolam renang megah. Marvel dan Janita tertawa di kala berenang bersama dengan kedua orang tua mereka. Ya, pagi menyapa, Marcel mengajak Joice serta dua bayi kembar mereka untuk berenang.Tawa Marvel dan Janita yang begitu renyah membuat Joice dan Marcel melukiskan senyuman bahagia. Memiliki waktu berkualitas bersama dengan dua anak mereka adalah hal yang sangat membahagiakan mereka. Masalah yang ada di tengah-tengah mereka, seolah lenyap tergantikan dengan sebuah kebahagiaan. Joice yang sempat belakangan ini muram, menjadi jauh lebih baik. Semua itu karena Marcel serta dua bayi kembar mereka.Alasan Joice bisa bahagia adalah bersama dengan pria yang begitu mencintainya, serta dua bayi kembarnya. Senyuman Joice berasal dari mereka. Tawa Marvel dan tawa Janita seolah memberikan energy baru di hidup Joice. Joice dan Marcel kini menghujani anak mereka dengan kecupan. Tawa Marvel dan Janita semakin terdengar—membuat Joice dan Marcel semakin gemas. Joice dan Mar
Joice menatap cincin berlian yang tersemat di jari manisnya. Senyuman di wajahnya terlukis begitu indah. Kilauan cincin berlian itu sangat menakjubkan. Tapi bukan harga berlian yang membuatnya bahagia. Hal yang membuatnya bahagia adalah Marcel melamarnya dengan cara yang luar biasa.Joice sama sekali tidak mengira kalau ternyata Marcel menyiapkan kejutan indah. Tidak pernah terpikir olehnya kalau Marcel akan kembali melamarnya. Joice bahagia bahkan amat sangat merasa bahagia.Joice belum pernah merasakan sebahagia ini dalam hidupnya. Jika dulu, gadis itu selalu berderai air mata, kali ini berbeda. Yang sekarang Joice rasakan adalah kebahagiaan yang tak sama sekali terkira.Awan gelap yang melingkupi kehidupan Joice sudah tergantikan dengan mentari yang bersinar terang. Awan gelap itu perlahan mulai lenyap tergantikan dengan Pelangi yang memukau. Terang tak selamanya terang. Begitupun gelap tak selamanya gelap. Akan ada fase di mana semua akan berganti. Seperti kisah cinta Joice. Wani
Hati Joice sedikit tidak bisa tenang. Perasaan takut menyelimuti dirinya. Dugaan-dugaan membuat hatinya menimbulkan perasaan cemas. Ya, wanita itu sekarang tengah di perjalanan bersama dengan Marcel dan juga dua bayi kembarnya. Saat ini Joice berada di perjalanan menuju mansion keluarganya. Marcel yang mengemudikan mobil. Joice duduk di kursi depan. Sedangkan Marvel dan Janita ada di kursi belakang—tepatnya berbaring di kursi khusus bayi. Keheningan membentang dari dalam mobil. Joice nampak muram akibat pikiran negative menyerang dirinya. Dia sudah berusaha menepis perasaan takut dalam dirinya. Tapi itu tidak mudah. Bohong kalau Joice mengatakan dirinya tenang.Marcel yang tengah mengemudikan mobilnya, menatap Joice yang nampak cemas dan khawatir. Pria itu tersenyum melihat rasa takut menyelimuti diri Joice. Dia membelai lembut pipi Joice.“Jangan khawatir. Aku selalu di sisimu,” ucap Marcel berusaha menenangkan Joice dari perasaan takut.Senyuman hangat di wajah Joice terlukis di k
Persiapan penikahan Joice dan Marcel kali ini jauh lebih menyusahkan daripada persiapan pernikahan mereka pertama kali dulu. Meski pernikahan kedua, tapi nyatanya persiapan pernikahan disiapkan sedemikian sempurna.Tentu, ide agar pernikahan Joice dan Marcel tercetus dari Brianna dan Miracle. Ibu Joice dan ibu Marcel itu yang merencanakan pernikahan Joice dan Marcel haruslah megah dan mewah. Sebenarnya. Joice menginginkan pernikahan yang sederhana saja, apalagi ini pernikahan kedua, bukan pernikahan pertama. Tapi sayang keinginan Joice tidak didengarkan oleh Brianna dan Miracle. Malah dua wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu menepis keinginan Joice yang menginginkan pernikahan sederhana. Hubungan Joice dan Marcel terbilang menggemparkan media. Dulu, pernikahan mendadak, lalu berpisahan, dan sekarang kembali rujuk. Itu kenapa pembahasan pemberitaan Joice dan Marcel tidak ada habis-habisnya.Banyak orang yang sebenarnya menyukai hubungan Joice dan Marcel. Publik mengatakan
“Aku tidak mengira kalau pagi-pagi seperti ini, kau datang ke kantor.” Moses menghampiri Marcel. Ya, pria itu tak mengira kalau saudara kembarnya datang ke kantor di pagi hari seperti ini.Marcel melirik Moses sekilas. “Kau sendiri kenapa berada di sini?”“Well, aku memiliki meeting dengan Shawn satu jam lagi. Aku datang awal, karena Shawn sangat benci aku terlambat. Kau kenal sepupumu itu, kan? Meski dia meeting dengan saudaranya, dia tidak suka ada yang tidak taat dengan jam yang sudah ditentukan. Aku malas berdebat dengan Shawn. Jadi aku memutuskan datang lebih awal. Rencananya, aku ingin tidur sebentar di ruanganku sambil menunggu Shawn. Tapi asistenku bilang, kau datang. Jadi aku memutuskan untuk menemuimu,” terang Moses sambil duduk dengan santai di kursi kebesaran Marcel.“Ada beberapa dokumen yang harus aku urus. Aku hanya sebentar di sini. Aku akan sarapan di rumah bersama Joice,” jawab Marcel dingin dan datar.Moses terkekeh. “Kau sampai tidak sarapan, demi bisa sarapan deng
Waktu berjalan begitu cepat. Tanpa terasa hari yang ditunggu-tunggu oleh Marcel dan Joice sudah tiba. Perjalanan cinta mereka tidaklah mudah. Banyak lika-liku serta badai yang menghantam hubungan mereka. Tapi, pada akhirnya cinta mereka lebih kuat dari apa pun yang ada. Semesta kembali mempersatukan mereka, meski semua itu tidaklah mudah. Pernikahan pertama mereka berlandaskan karena Joice hamil. Kali ini berbeda dengan kondisi pernikahan pertama mereka. Sekarang, Marcel dan Joice saling mencintai. Berbeda dari sebelumnya, karena kondisinya sekarang Marcel telah sadar bahwa kehilangan Joice adalah hal terberat dari pria itu.Kehilangan Joice, telah memberikan banyak pelajaran berharga untuk Marcel. Pria itu menyadari bahwa hidupnya tak lagi utuh, jika tanpa Joice di sisinya. Berada di sisi Joice, merupakan tempat yang paling nyaman. Joice merupakan sumber kebahagiaan Marcel. Pria itu tidak bisa hidup tanpa Joice.Beberapa hari sebelum pernikahan, Marcel kedatangan Samuel dan Oliver.
Dean meneteskan air mata melihat penampilan Joice yang sangat cantik. Ini bukan pertama kali dia melihat Joice memakai gaun pengantin indah. Tapi rasanya kali ini berbeda dari yang pertama. Rasa haru bahagia jauh lebih kuat dari sebelumnya. Mungkin itu semua karena dia terharu putrinya, menjalani banyak sekali lika-liku kehidupan—sampai akhirnya putrinya mendapatkan sebuah kebahagiaan seutuhnya.Dean berada di ruang rias pengantin wanita. Pria paruh baya itu hanya berdua dengan putri tercintanya. Dia hanya berdua dengan putri kesayangannya. Nicole dan Hana yang menemani Joice sengaja untuk memberikan ruang waktu untuk Joice berdua dengan ayahnya. “Dad, jangan menangis di hari pernikahanku.” Joice menyeka air mata Dean yang jatuh membasahi pipi ayahnya itu.Dean menyentuh tangan Joice, dan menatap hangat serta lembut mata putrinya itu. “Perjalanan hidupmu yang berliku membuat Daddy bangga padamu. Kau adalah wanita yang hebat dan kuat. Berkali-kali badai datang, kau tetap bertahan. Ber
Maldives. Teriknya sinar matahari membuat Joice yang tengah berjemur memakai bikini merah, bersama dengan Janita. Bayi cantik itu berbaring di atas tubuh Joice memakai bikini merah sama seperti Joice. Kaca mata hitam yang bertengger di mata Joice dan Janita pun sangatlah kompak. Janita bagaikan titisan Joice. Bayi perempuan yang bertubuh gemuk itu dipastikan akan jauh lebih cantik dan terkenal dari Joice. Sekarang saja, Janita sudah pintar bergaya mengikuti setiap gaya Joice. Apa pun yang Joice pakaikan untuk Janita, selalu saja bayi perempuan cantik itu menurut, tidak sama sekali rewel. Lihat saja sekarang Janita memakai bikini merah, bando dengan motif bunga—serta kaca mata hitam kecil khusus bayi.“Janita, kau suka Maldives? Pemandangan sangat menakjubkan, Mommy menyukai di sini. Kau bujuk Daddy-mu untuk membeli pulau Maldives sebagai hadiah ulang tahun Mommy.” Joice bergumam mengajak Janita bicara.Janita tertawa-tawa di kala Joice mengajaknya bicara.“Kalau Maldives dijual, ma
Lombok, Indonesia. Menepuh perjalanan jauh dari London ke Lombok adalah hal yang tak pernah Joice sangka-sangka. Saat usia Janita dan Marvel dua tahun, Joice pernah diajak Marcel ke Bali dan Jakarta. Hanya saja dia belum pernah ke Lombok. Wanita cantik itu takjub, di kala Marcel membawanya benar-benar berkeliling pedesaan.Joice tak pernah mengira Marcel akan membawanya serta tiga anaknya berlibur ke Lombok. Liburan di benua Eropa dan Amerika adalah hal biasa untuk Joice bersama keluarga. Akan tetapi, liburan ke Asia benar-benar sangat menakjubkan!“Sayang, ini indah sekali. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Mata Joice berkaca-kaca menatap Marcel dengan haru.Marcel mengecup kening Joice. “Aku sudah yakin kau akan menyukai tempat ini.”Joice tersenyum lembut seraya menatap tiga anaknya yang sedang berlari-larian. “Waktu terasa sangatlah cepat. Dulu, aku selalu hidup berdua dengan Hana. Ke mana pun aku pergi, maka Hana akan ikut denganku. Tapi sekarang semua berubah di kala takdi
London, UK. Janji suci pernikahan yang terucap secara bergantian di bibir Landon dan Anya—wanita yang menikah dengan Landon—nampak membuat Joice sejak tadi tersenyum penuh haru bahagia. Sepasang iris mata Joice menunjukkan betapa dia bahagia. Kepingan memori teringat akan masa kecilnya bersama dengan sang adik, membuat Joice meneteskan air mata haru.Landon bertemu dengan Anya saat adiknya itu tengah berlibur ke Singapore. Singkat cerita, mereka hanya berawal berkencan biasa, namun ternyata berujung pada pernikahan. Tentunya perjalanan mereka tak selalu mulus. Ada kalanya naik turun. Tapi Joice selalu memberikan nasihat terbaik untuk adiknya, di kala adiknya mengalami masalah hubungan percintaan.Joice menetap tinggal di Milan, karena ikut dengan sang suami. Jarak tinggalnya dengan orang tua serta adiknya memang jauh, tapi Joice sering sekali mengunjungi London. Banyak keluarga yang tinggal di London, tentunya membuat Joice wajib mengunjungi kota indah itu.Selama proses upacara pern
*Dua minggu lagi hari pernikahanku. Kau pasti akan ke London, kan? Jangan bilang kau sibuk. Aku tidak akan lagi menganggapmu, jika kau sampai tidak datang di hari pernikahanku.* Pesan singkat dari Landon membuat Joice mengulumkan senyumannya. Wanita berparas cantik itu terlihat gemas akan pesan yang dia baca ini. Well, Joice tak akan mungkin hari pernikahan adiknya yang akan diadakan dua minggu lagi.Singkat cerita, beberapa bulan lalu Landon mendatangi Milan, memperkenalkan seseorang wanita cantik yang merupakan calon istri adiknya itu. Joice tentu saja bahagia mendengar kabar Landon akan segera menikah.Sudah sejak lama Joice meminta Landon untuk segera menikah. Karena bagaimanapun, Joice tahu bahwa kedua orang tuanya menginginkan Landon memiliki keluarga seperti dirinya dan Marcel. Doa Joice selama ini terjawab. Adiknya akhirnya dipertemukan dengan takdirnya.“Kenapa kau senyum-senyum seperti itu, Sayang?” Marcel mendekat, menghampiri sang istri. Joice mengalihkan pandangannya,
“Mommy, Daddy, kami pulang.”Marvel, Janita, dan si bungsu—Maxime—menghamburkan tubuh mereka pada kedua orang tua mereka. Pun tentu Joice dan Marcel membalas pelukan tiga anak mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.Kemarin, kedua orang tua Marcel sudah kembali ke Milan. Namun, mereka tidak langsung mengembalikan Maxime. Yang mereka lakukan malah menjemput Marvel dan Janita untuk berjalan-jalan. Weekend terakhir, tak ingin diasia-siakan oleh kedua orang tua Marcel itu.Sekarang Marvel, Janita, dan Maxime dipulangkan, karena Marvel dan Janita akan masuk sekolah. Maxime juga dipulangkan, karena pastinya Marcel dan Joice sangatlah merindukan putra bungsu mereka.“Sayang Mommy. Ah, kalian baru pulang jalan-jalan. Pasti kalian happy.” Joice menciumi ketiga anaknya itu. Bergantian dengan Marcel yang kini menciumi tiga anaknya. “Mommy kami senang sekali diajak jalan-jalan Grandpa Mateo dan Grandma Miracle,” ucap Janita dengan riang gembira.Joice tersenyum mendengar apa yang dikatakan
Joice turun dari mobil, dan melangkah terburu-buru masuk ke dalam mansion menuju kamar. Tentu saja, Marcel segera menyusul Joice yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Sejak di mana bertemu dengan Poppy—Joice memang terlihat masih marah. Padahal seharusnya Joice sudah tidak lagi marah padanya.“Joice, kau masih mendiamiku setelah aku memberikan penjelasan padamu?” Marcel masuk ke dalam kamar, mendekat pada Joice.“Aku ingin istirahat, Marcel. Tolong kau keluar.” Joice tetap bersikap dingin, dan acuh, meminta Marcel untuk keluar. Dia masih enggan untuk bicara dengan suaminya. Sekalipun, tadi dia sudah bertemu dengan Poppy—tetap saja dia masih kesal dan marah.Marcel berusaha bersabar menghadapi sang istri yang cemburu buta. Dia menarik tangan Joice—membuat tubuh istrinya itu masuk ke dalam dekapannya. Tampak Joice berontak di kala Marcel memeluknya dengan erat.“Marcel, lepaskan aku! Lepas!” Joice mendorong dada bidang Marcel.“Jika kau berontak, maka aku akan benar-benar b
Mobil sport milik Marcel terhenti di sebuah restoran ternama di Milan. Detik itu juga raut wajah Joice berubah menunjukkan jelas kebingungannya. Dia sedang marah, tapi kenapa malah diajak ke restoran? Apa-apaan ini? Sungguh! Joice menjadi semakin kesal pada Marcel.“Marcel, kau kenapa mengajakku ke sini?” seru Joice kesal pada Marcel.“Kita akan bertemu dengan seseorang.” Marcel membuka seat belt-nya, turun dari mobil—dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya itu.“Bertemu siapa?!” Joice enggan untuk bertemu siapa pun. Dalam kondisi raut wajah yang sedang marah, menunjukkan jelas rasa tak suka jika harus bertemu dengan orang. Entah siapa yang ingin ditunjukkan oleh suaminya itu. Marcel menunduk, membuka seat belt sang istri. “Kau akan tahu, jika kau sudah turun.” Lalu, pria itu menarik tangan istrinya—memaksa untuk turun dari mobil. Joice mendesah kasar ketika tangannya ditarik sang suami masuk ke dalam restoran. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk mengikuti suaminya it
“Mom, kenapa kau tidur di kamarku? Nanti Daddy kesepian. Kasihan Daddy, Mom. Daddy bilang padaku, dia tidak akan bisa tidur nyenyak, jika tanpa Mommy.” Janita menatap Joice yang tidur di kamarnya. Biasanya ibunya itu akan menemaninya tidur, jika dia tengah sakit. Tapi dia sehat dan baik-baik saja. Itu yang membuat gadis kecil itu bingung.Joice memeluk Janita dan mengecupi pipi bulat putrinya itu. “Mommy sangat merindukanmu. Itu kenapa Mommy tidur denganmu. Memangnya kau tidak suka tidur bersama Mommy?”Janita tersenyum lembut dan manis. “Tentu saja aku suka, Mommy. Aku suka tidur bersama Mommy. Tapi, aku kasihan pada Daddy tidur sendiri. Nanti Daddy kesepian. Bagaimana kalau Daddy diajak tidur bersama kita saja?” Gadis kecil itu memberikan ide luar biasa.“Tidak!” tolak Joice tegas, dengan raut wajah jengkel.“Kenapa tidak, Mommy? Kasihan Daddy tidur sendiri.” Raut wajah Janita muram.“Daddy tidak tidur sendiri. Malam ini Daddy tidur bersama Marvel, Little Girl.” Marcel melangkah men
Weekend tiba. Marvel dan Janita bersorak riang gembira. Dua anak kembar itu libur. Mereka sekarang asik berkutat pada dengan iPad mereka masing-masing. Mereka tenang tak memiliki gangguan. Pasalnya Maxime masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Jika Maxime ada di rumah, sudah pasti adiknya itu akan mengganggu dengan membuat kekacauan. Marvel asik bermain game mobil balap. Janita asik bermain game barbie. Akan tetapi tentu Janita bermain game sambil mengemil cake yang dibuatkan pelayan. Gadis kecil itu memang terkenal sangat menyukai cake manis.“Marvel, Janita. Kalian mendapatkan video call Grandpa Dean dan Grandma Brianna. Ayo jawab telepon kakek kalian dulu.” Joice menghampiri dua anak kembarnya yang tengah asik bermain dengan iPad.“Yes, Mommy.” Marvel dan Janita menjawab dengan patuh. Mereka langsung berlari menghampiri pengasuh mereka—yang tengah memegang ponsel. Dua bocah itu bahagia mendengar kakek dan nenek mereka video call.Joice tersenyum sambil menggeleng-gelengkan k
Janita tersenyum-senyum seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Gadis kecil cantik itu baru saja pulang sekolah—dengan wajah yang riang gembira. Sayangnya tidak dengan Marvel yang pulang dalam keadaan menekuk bibirnya.“Mommy, aku dan Kak Marvel sudah pulang.” Janita berseru dengan suara cempreng dan nyaring—membuat Marvel harus menutup kedua telinganya.“Anak-anak Mommy sudah pulang.” Joice tersenyum menyambut dua anak kembarnya yang sudah pulang. “Ayo ganti pakaian kalian dulu. Cuci tangan bersih, lalu kita makan siang bersama.”Janita dan Marvel sama-sama mengangguk patuh. Mereka menuju ke kamar mereka masing-masing bersamaan dengan para pengasuh mereka. Tepat di kala Janita dan Marvel sudah masuk ke dalam kamar—Joice bersenandung sambil menyiapkan makanan lezat yang sudah dia siapkan untuk dua anak kembarnya. Joice telah mengurangi pekerjaannya yang bergelut di dunia model. Bukan berhenti, tapi hanya mengurangi porsi pekerjaan. Bisa dikatakan fokus utama Joice adalah mengurus suam