“Aku tidak mengira kalau pagi-pagi seperti ini, kau datang ke kantor.” Moses menghampiri Marcel. Ya, pria itu tak mengira kalau saudara kembarnya datang ke kantor di pagi hari seperti ini.Marcel melirik Moses sekilas. “Kau sendiri kenapa berada di sini?”“Well, aku memiliki meeting dengan Shawn satu jam lagi. Aku datang awal, karena Shawn sangat benci aku terlambat. Kau kenal sepupumu itu, kan? Meski dia meeting dengan saudaranya, dia tidak suka ada yang tidak taat dengan jam yang sudah ditentukan. Aku malas berdebat dengan Shawn. Jadi aku memutuskan datang lebih awal. Rencananya, aku ingin tidur sebentar di ruanganku sambil menunggu Shawn. Tapi asistenku bilang, kau datang. Jadi aku memutuskan untuk menemuimu,” terang Moses sambil duduk dengan santai di kursi kebesaran Marcel.“Ada beberapa dokumen yang harus aku urus. Aku hanya sebentar di sini. Aku akan sarapan di rumah bersama Joice,” jawab Marcel dingin dan datar.Moses terkekeh. “Kau sampai tidak sarapan, demi bisa sarapan deng
Waktu berjalan begitu cepat. Tanpa terasa hari yang ditunggu-tunggu oleh Marcel dan Joice sudah tiba. Perjalanan cinta mereka tidaklah mudah. Banyak lika-liku serta badai yang menghantam hubungan mereka. Tapi, pada akhirnya cinta mereka lebih kuat dari apa pun yang ada. Semesta kembali mempersatukan mereka, meski semua itu tidaklah mudah. Pernikahan pertama mereka berlandaskan karena Joice hamil. Kali ini berbeda dengan kondisi pernikahan pertama mereka. Sekarang, Marcel dan Joice saling mencintai. Berbeda dari sebelumnya, karena kondisinya sekarang Marcel telah sadar bahwa kehilangan Joice adalah hal terberat dari pria itu.Kehilangan Joice, telah memberikan banyak pelajaran berharga untuk Marcel. Pria itu menyadari bahwa hidupnya tak lagi utuh, jika tanpa Joice di sisinya. Berada di sisi Joice, merupakan tempat yang paling nyaman. Joice merupakan sumber kebahagiaan Marcel. Pria itu tidak bisa hidup tanpa Joice.Beberapa hari sebelum pernikahan, Marcel kedatangan Samuel dan Oliver.
Dean meneteskan air mata melihat penampilan Joice yang sangat cantik. Ini bukan pertama kali dia melihat Joice memakai gaun pengantin indah. Tapi rasanya kali ini berbeda dari yang pertama. Rasa haru bahagia jauh lebih kuat dari sebelumnya. Mungkin itu semua karena dia terharu putrinya, menjalani banyak sekali lika-liku kehidupan—sampai akhirnya putrinya mendapatkan sebuah kebahagiaan seutuhnya.Dean berada di ruang rias pengantin wanita. Pria paruh baya itu hanya berdua dengan putri tercintanya. Dia hanya berdua dengan putri kesayangannya. Nicole dan Hana yang menemani Joice sengaja untuk memberikan ruang waktu untuk Joice berdua dengan ayahnya. “Dad, jangan menangis di hari pernikahanku.” Joice menyeka air mata Dean yang jatuh membasahi pipi ayahnya itu.Dean menyentuh tangan Joice, dan menatap hangat serta lembut mata putrinya itu. “Perjalanan hidupmu yang berliku membuat Daddy bangga padamu. Kau adalah wanita yang hebat dan kuat. Berkali-kali badai datang, kau tetap bertahan. Ber
Maldives. Teriknya sinar matahari membuat Joice yang tengah berjemur memakai bikini merah, bersama dengan Janita. Bayi cantik itu berbaring di atas tubuh Joice memakai bikini merah sama seperti Joice. Kaca mata hitam yang bertengger di mata Joice dan Janita pun sangatlah kompak. Janita bagaikan titisan Joice. Bayi perempuan yang bertubuh gemuk itu dipastikan akan jauh lebih cantik dan terkenal dari Joice. Sekarang saja, Janita sudah pintar bergaya mengikuti setiap gaya Joice. Apa pun yang Joice pakaikan untuk Janita, selalu saja bayi perempuan cantik itu menurut, tidak sama sekali rewel. Lihat saja sekarang Janita memakai bikini merah, bando dengan motif bunga—serta kaca mata hitam kecil khusus bayi.“Janita, kau suka Maldives? Pemandangan sangat menakjubkan, Mommy menyukai di sini. Kau bujuk Daddy-mu untuk membeli pulau Maldives sebagai hadiah ulang tahun Mommy.” Joice bergumam mengajak Janita bicara.Janita tertawa-tawa di kala Joice mengajaknya bicara.“Kalau Maldives dijual, ma
Bulan madu romantis yang dulu tidak pernah terbayangkan oleh Joice, kini telah menjadi kenyataan. Wanita itu diperilakukan bagaikan ratu oleh sang suami tercinta. Meskipun dipernikahan mereka tidak pernah ada bulan madu, tapi semua telah terbayar lunas dipernikahan kedua mereka.Marcel yang sekarang bukan hanya menunjukkan cinta pada Joice, tapi juga selalu membahagiakannya. Joice kerap terbangun di tengah malam—membelai lembut pipi Marcel—untuk memastikan bahwa apa yang dialaminya ini semua adalah nyata, bukanlah mimpi. Bukan hanya Joice yang bahagia menikmati bulan madu romantis di Maldives, tapi Marvel dan juga Janita ikut merasakan kebahagiaan. Bayi kembar itu sama sekali tidak rewel. Malah selama di Meldives mereka selalu tertawa bahagia.Marvel dan Janita seolah tahu bahwa kedua orang tuanya sudah berkumpul. Mereka tidak rewel. Bahkan di kala kedua orang tua mereka makan malam romantis di luar, mereka kompak tidak ada tang menangis. Padahal usia mereka mana mengerti tentang ha
Tanpa terasa dua minggu sudah Joice dan Marcel berada di Meldives. Bulan madu manis mereka bersama dengan dua anak mereka. Lebih tepatnya, bukan hanya bulan madu biasa, tapi liburan menakjubkan.Jika bulan madu hanyalah ada pasangan suami istri baru menikah, lain halnya dengan kisah Marcel dan Joice. Mereka bulan madu romantis bersama dengan dua anak kembar mereka. Untungnya selama berada di Maldives, Marvel dan Janita tidak sama sekali rewel. Mereka tidak menyusahkan Marcel dan juga Joice. Dua bayi kembar itu malah setiap kali dijaga pengasuh ketika Marcel dan Joice ingin berkencan—tidak sama sekali menangis. Seolah dua bayi kembar itu mengerti bahwa kedua orang tua mereka, membutuhkan waktu untuk bersama.Matahari begitu tinggi. Sinarnya menyinari bumi. Joice tengah mengajak Janita berjalan-jalan melihat lautan yang indah. Air yang biru dan jernih. Serta cuaca yang menakjubkan membuat Joice sangat bahagia.“Janita, nanti kalau kau sudah bisa jalan, Mommy akan mengajakmu berjalan-j
Bulan madu indah dan romantis harus berakhir. Ya, besok Marcel dan Joice sudah harus kembali ke Milan. Mereka sudah tidak lagi tinggal di London. Sepulang dari Maldives memang mereka harus menetap tinggal di Milan.Milan adalah pusat dari De Luca Group. Marcel pun tidak akan mungkin bisa meninggalkan Italia. Sebenarnya De Luca Group memiliki cabang di London, tapi biasanya Marcel hanya fokus pada kantor pusat. Sedangkan cabang banyak dibantu oleh Moses dan Michaela.Sejak di mana Marcel dan Joice sudah resmi menikah, memang Marcel sudah membahas bahwa memang setelah pulang dari bulan madu, mereka akan kembali di Milan—menempati rumah mereka yang dulu.Lagi pula, jarak antara Milan ke London tidaklah jauh. Jadi, bukan masalah besar kalau Joice tinggal di Milan. Keluarga besar Joice akan mudah berkunjung, karena posisinya dari London ke Milan hanya dua jam jika menggunakan pesawat.“Sayang, barang-barang belanjaan yang kemarin aku beli ada di mana?” tanya Joice seraya menatap Marcel yan
Suara tangis Janita meraung sambil menarik-narik jas ayahnya, di kala ayahnya itu ingin berangkat bekerja. Bayi perempuan bertubuh gemuk itu seolah tak rela, ayahnya ingin pergi. Dia sampai meraung menangis kencang.“Janita, hey, Daddy ingin kerja. Jangan seperti itu, Nak.” Joice yang tengah menggendong Marvel, berusaha menenangkan Janita yang ada digendongan Marcel.“Da da da, no!” Celotehan suara bayi dari Janita membuat Joice menghela napas kasar. Untungnya, yang mengamuk hanya Janita. Sedangkan Marvel tetap tenang digendongan Joice. Memang benar anak perempuan paling dekat dengan ayahnya. Itu semua terbukti nyata.Ya, usia Marvel dan Janita sudah sepuluh bulan. Tubuh mereka semakin gemuk dan sehat. Tidak hanya itu saja, tapi Marvel dan Janita juga sangat pandai dalam berbicara. Seperti contoh memanggil Marcel dan Joice.Hal yang paling lucu adalah kata pertama yang terucap di bibir Marvel dan Janita adalah ‘Dada’. Itu berarti mereka fokus pada Marcel. Sedangkan menyebut ‘Mama’ mer