Bulan madu romantis yang dulu tidak pernah terbayangkan oleh Joice, kini telah menjadi kenyataan. Wanita itu diperilakukan bagaikan ratu oleh sang suami tercinta. Meskipun dipernikahan mereka tidak pernah ada bulan madu, tapi semua telah terbayar lunas dipernikahan kedua mereka.Marcel yang sekarang bukan hanya menunjukkan cinta pada Joice, tapi juga selalu membahagiakannya. Joice kerap terbangun di tengah malam—membelai lembut pipi Marcel—untuk memastikan bahwa apa yang dialaminya ini semua adalah nyata, bukanlah mimpi. Bukan hanya Joice yang bahagia menikmati bulan madu romantis di Maldives, tapi Marvel dan juga Janita ikut merasakan kebahagiaan. Bayi kembar itu sama sekali tidak rewel. Malah selama di Meldives mereka selalu tertawa bahagia.Marvel dan Janita seolah tahu bahwa kedua orang tuanya sudah berkumpul. Mereka tidak rewel. Bahkan di kala kedua orang tua mereka makan malam romantis di luar, mereka kompak tidak ada tang menangis. Padahal usia mereka mana mengerti tentang ha
Tanpa terasa dua minggu sudah Joice dan Marcel berada di Meldives. Bulan madu manis mereka bersama dengan dua anak mereka. Lebih tepatnya, bukan hanya bulan madu biasa, tapi liburan menakjubkan.Jika bulan madu hanyalah ada pasangan suami istri baru menikah, lain halnya dengan kisah Marcel dan Joice. Mereka bulan madu romantis bersama dengan dua anak kembar mereka. Untungnya selama berada di Maldives, Marvel dan Janita tidak sama sekali rewel. Mereka tidak menyusahkan Marcel dan juga Joice. Dua bayi kembar itu malah setiap kali dijaga pengasuh ketika Marcel dan Joice ingin berkencan—tidak sama sekali menangis. Seolah dua bayi kembar itu mengerti bahwa kedua orang tua mereka, membutuhkan waktu untuk bersama.Matahari begitu tinggi. Sinarnya menyinari bumi. Joice tengah mengajak Janita berjalan-jalan melihat lautan yang indah. Air yang biru dan jernih. Serta cuaca yang menakjubkan membuat Joice sangat bahagia.“Janita, nanti kalau kau sudah bisa jalan, Mommy akan mengajakmu berjalan-j
Bulan madu indah dan romantis harus berakhir. Ya, besok Marcel dan Joice sudah harus kembali ke Milan. Mereka sudah tidak lagi tinggal di London. Sepulang dari Maldives memang mereka harus menetap tinggal di Milan.Milan adalah pusat dari De Luca Group. Marcel pun tidak akan mungkin bisa meninggalkan Italia. Sebenarnya De Luca Group memiliki cabang di London, tapi biasanya Marcel hanya fokus pada kantor pusat. Sedangkan cabang banyak dibantu oleh Moses dan Michaela.Sejak di mana Marcel dan Joice sudah resmi menikah, memang Marcel sudah membahas bahwa memang setelah pulang dari bulan madu, mereka akan kembali di Milan—menempati rumah mereka yang dulu.Lagi pula, jarak antara Milan ke London tidaklah jauh. Jadi, bukan masalah besar kalau Joice tinggal di Milan. Keluarga besar Joice akan mudah berkunjung, karena posisinya dari London ke Milan hanya dua jam jika menggunakan pesawat.“Sayang, barang-barang belanjaan yang kemarin aku beli ada di mana?” tanya Joice seraya menatap Marcel yan
Suara tangis Janita meraung sambil menarik-narik jas ayahnya, di kala ayahnya itu ingin berangkat bekerja. Bayi perempuan bertubuh gemuk itu seolah tak rela, ayahnya ingin pergi. Dia sampai meraung menangis kencang.“Janita, hey, Daddy ingin kerja. Jangan seperti itu, Nak.” Joice yang tengah menggendong Marvel, berusaha menenangkan Janita yang ada digendongan Marcel.“Da da da, no!” Celotehan suara bayi dari Janita membuat Joice menghela napas kasar. Untungnya, yang mengamuk hanya Janita. Sedangkan Marvel tetap tenang digendongan Joice. Memang benar anak perempuan paling dekat dengan ayahnya. Itu semua terbukti nyata.Ya, usia Marvel dan Janita sudah sepuluh bulan. Tubuh mereka semakin gemuk dan sehat. Tidak hanya itu saja, tapi Marvel dan Janita juga sangat pandai dalam berbicara. Seperti contoh memanggil Marcel dan Joice.Hal yang paling lucu adalah kata pertama yang terucap di bibir Marvel dan Janita adalah ‘Dada’. Itu berarti mereka fokus pada Marcel. Sedangkan menyebut ‘Mama’ mer
Sinar matahari pagi bersinar begitu indah. Joice duduk di taman belakang sambil memangku Marvel. Sedangkan Jania seperti biasa berada di pangkuan Marcel. Seperti biasa dua insan saling mencintai itu tengah bersantai—menikmati pagi yang cerah. “Sayang, kemarin saat meeting apa yang dikatakan Grandpa William dan Shawn?” tanya Joice ingin tahu. Kebetulan pagi itu, Marcel belum berangkat bekerja, karena rencananya Marcel akan berangkat pada siang hari.“Perusahaan kakekku memiliki kerja sama bisnis cukup besar. Project-nya berada di Berlin. Aku diperintahkan untuk berangkat ke Berlin. Tapi aku menolak. Aku akan membantu project itu, tapi mengawasi dari sini. Aku meminta Moses yang berangkat,” jawab Marcel memberi tahu.Tadi malam, dia pulang terlambat. Dia pulang ke rumah dalam keadaan istrinya sudah tidur. Hal itu yang membuat Joice tidak tahu, karena Marcel memang belum sempat bercerita pada wanita itu. Mata Joice melebar akibat keterkejutannya. “Kau meminta Moses yang berangkat? Mem
Joice menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Wanita itu tengah duduk di taman belakang menikmati keindahan pagi yang indah. Dua bayi kembarnya sekarang berada di dalam ruang bermain tengah bermain dengan para pengasuh. Pagi ini, Marcel berangkat ke kantor lebih awal bahkan sebelum Marvel dan Janita membuka mata. Untungnya, Marcel berangkat lebih awal sebelum dua bayi kembarnya terbangun, jadi tidak perlu ada lagi drama Janita mengamuk seperti kemarin.Suara dering ponselnya terengar. Joice mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang ada di atas meja tepat di samping cangkir tehnya. Wanita itu mengambil ponselnya dan menatap ke layar tertera nama ‘Hana’ yang terpampang di sana. Joice segera menggeser tombol hijau, untuk menerima panggilan telepon itu.“Ya, Hana?” jawab Joice kala panggilan terhubung.“Joice, apa aku mengganggumu?” ujar Hana dari seberang sana. “Tidak, kau sama sekali tidak menggangguku. Ada apa, Hana?”“Begini, Joice … aku baru saja mendapatkan pena
Satu botol wine sudah berada di atas meja Marcel. Ketika emosi menyelimuti dirinya, pria itu akan minum alkohol. Hal yang membuat emosinya semakin terpancing adalah di kala dirinya membayangkan Joice memakai bikini.Pekerjaan Joice memang menuntut wanita itu untuk berpakaian seksi. Tapi itu dulu sebelum di mana Joice masih sendiri. Setelah menikah, Marcel membatasi penawaran pekerjaan Joice.Bahkan di kala mereka kembali pindah ke Milan, Marcel meminta Joice fokus pada Marvel dan Janita. Pekerjaan Joice hanya untuk mengisi kekosongan di kala Joice merasakan bosan di rumah.Akan tetapi, menerima pekerjaan yang dimaksud Marcel, bukan menerima harus berpakaian seksi. Itu sama saja memancing kemarahan dalam dirinya. Dia tidak rela ketika tubuh sang istri menjadi fantasi liar di pikiran pria.“Jadi setiap kau marah akan selalu menghindar dari istrimu, hm?” Joice melangkah menghampiri Marcel yang duduk di kursi kerjanya.Marcel menatap Joice dengan tatapan lekat. “Tidurlah. Jangan ganggu ak
“Paman Samuel? Bibi Selena?” Joice menghamburkan tubuhnya ke pelukan Samuel dan Selena yang baru saja tiba di mansion-nya. Wanita itu nampak sangat bahagia karena Paman dan Bibinya ternyata datang ke Milan mengunjunginya.Samuel dan Selena pun bergantian memeluk Joice. Kedua orang tua Oliver itu menyayangi Joice, sudah seperti menyayangi putri kandung mereka sendiri. Hal tersebut yang menyebabkan Samuel mudah sekali murka jika ada yang berani melukai Joice.Selena yang melihat Marcel berdiri tak jauh darinya, segera memeluk keponakannya itu. Bisa dikatakan memang hubungan antara Marcel dan Joice terjalin karena sejak kecil mereka sering bertemu.Marcel adalah keponakan kandung Selena. Yang mana ibu Marcel adalah saudara kembar Selena. Sedangkan Joice adalah keponakan kandung Samuel. Yang mana ibu kandung Joice adalah adik kandung Samuel. Jadi, tidak heran kalau hubungan keluarga Marcel dan keluarga Joice sangatlah dekat. “Marcel, Bibi sangat merindukanmu.” Selena membelai rahang Ma