Home / Lainnya / Bintang Kecil Di Hati Ibu / Bab 4 Pengorbanan Teman Sejati

Share

Bab 4 Pengorbanan Teman Sejati

Author: crystal
last update Last Updated: 2025-01-16 09:15:28

Aira terjaga sepanjang malam, pikirannya terus berputar tak henti. Setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa berat di dadanya. Melati masih terbaring tak berdaya di ruang perawatan rumah sakit, dan meskipun dokter sudah berusaha menenangkan, kenyataan bahwa pengobatan untuk kanker otak membutuhkan biaya yang sangat besar terus menggelayuti pikirannya.

Pagi itu, Aira duduk di sisi tempat tidur Melati, memandangi wajah putrinya yang pucat dan lemah. Ia tahu, jika tidak ada uang untuk pengobatan lebih lanjut, hidup Melati mungkin hanya tinggal beberapa hari saja. Apa yang bisa ia lakukan? Hanya Tuhan yang tahu, dan Aira merasa seolah berada di ujung jurang yang tak terjangkau.

Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka, dan Nina masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. "Aira, aku bawa sarapan. Kamu harus makan," kata Nina lembut sambil membawa kantong plastik berisi roti dan segelas air. Namun, Aira hanya menggelengkan kepala, matanya kosong, seakan tak mampu menerima kenyataan.

Nina duduk di sebelah Aira, menatap sahabatnya dengan penuh empati. “Aira, kamu tidak bisa terus begini. Kamu harus makan dan tetap kuat. Melati membutuhkan kamu,” kata Nina, suara lembut namun penuh ketegasan.

Aira menghela napas panjang. "Aku merasa begitu tidak berguna, Nina. Bagaimana bisa aku mengatasi ini? Bagaimana bisa aku menyelamatkan Melati dengan semua yang terjadi? Aku bahkan tidak punya uang untuk pengobatan yang sangat mahal itu."

Nina menatap Aira dengan tatapan yang dalam. “Aira, kamu bukan sendiri. Kita punya teman-teman yang peduli, aku juga ada untukmu. Jangan pernah merasa sendirian.”

Aira memalingkan wajahnya, mencoba menahan air mata yang ingin jatuh. "Tapi, uang itu… Aku tidak tahu harus mencari dari mana lagi. Kita tidak punya cukup waktu."

Nina menggenggam tangan Aira erat, menatap matanya dengan penuh tekad. “Aira, aku tahu kita tidak punya banyak waktu. Tapi aku punya sedikit tabungan yang bisa aku bantu. Mungkin tidak cukup untuk seluruh biaya, tapi ini bisa sedikit meringankan bebanmu.”

Aira terdiam, merasa cemas. “Nina, jangan. Kamu sudah banyak membantu. Aku tidak bisa membiarkanmu mengorbankan semua itu hanya untuk Melati. Kamu juga butuh uang untuk dirimu sendiri.”

Namun, Nina hanya tersenyum, meskipun ada rona kesedihan di matanya. “Aira, kita sudah saling kenal bertahun-tahun. Kamu adalah sahabat terbaikku, dan aku akan selalu ada untukmu. Jika aku bisa membantu, maka aku akan melakukan apapun untukmu, untuk Melati.”

“Aku tidak ingin kamu merasa terbebani, Nina,” kata Aira, suaranya bergetar.

“Nggak ada yang lebih penting bagi aku selain membantu kamu, Aira. Kamu tidak hanya teman, kamu adalah keluarga,” jawab Nina tegas. “Kamu tahu, aku menabung sedikit demi sedikit, karena aku ingin punya dana darurat. Tapi sekarang, aku lebih memilih memberikannya padamu. Melati butuh pengobatan, dan aku tahu ini adalah waktu yang sangat krusial.”

Aira terdiam, tak tahu apa yang harus dikatakan. Hatinya dipenuhi perasaan campur aduk. Nina sudah mengorbankan banyak hal untuknya. Selama ini, Nina selalu ada di sisinya, baik dalam suka maupun duka. Kini, Nina bahkan bersedia memberikan semua yang dimilikinya demi Melati.

“Kenapa kamu begitu baik padaku, Nina?” Aira akhirnya bertanya, suaranya penuh keharuan.

Nina mengelus punggung Aira dengan lembut. “Aira, karena aku tahu kamu akan melakukan hal yang sama untukku jika aku yang berada dalam situasi ini. Kebaikan itu saling mengalir, dan aku tahu ini adalah hal yang benar untuk dilakukan. Kamu dan Melati adalah keluarga bagiku.”

Aira tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia menunduk, mencoba menahan isak tangis yang semakin menguat. Betapa ia merasa bersyukur memiliki teman seperti Nina. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa besar rasa terima kasihnya. Hanya saja, rasa terharu yang menyelubungi hatinya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

“Nina, aku tidak tahu bagaimana cara membalas semua kebaikanmu. Aku merasa sangat bersalah,” kata Aira dengan suara tercekat.

Nina memeluk Aira dengan erat, membiarkan sahabatnya menangis. “Kamu nggak perlu membalas apa-apa, Aira. Aku melakukan ini karena aku peduli. Melati butuh kita, dan kita akan melalui ini bersama-sama. Kamu bukan sendiri.”

Setelah beberapa menit, Aira mengangkat wajahnya, matanya penuh dengan air mata. “Terima kasih, Nina. Aku tidak tahu bagaimana bisa hidup tanpa sahabat sebaik kamu.”

“Aira,” Nina berkata pelan, “jangan pernah merasa sendiri. Kita berdua akan melewati ini, bersama. Apa pun yang terjadi, aku ada di sini untukmu.”

Aira akhirnya menerima uang yang Nina berikan dengan berat hati. Itu adalah semua tabungan Nina, yang selama ini ia kumpulkan dengan susah payah. Meskipun jumlahnya tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya, namun itu lebih banyak dari yang Aira bisa dapatkan. Setidaknya, itu memberi harapan.

“Ini belum cukup, tapi ini akan membantu sedikit. Aku akan mencari cara lain untuk membantu, Aira. Kita akan lakukan ini bersama-sama,” kata Nina dengan senyum yang penuh keyakinan.

Aira menatap Nina, matanya penuh dengan terima kasih dan rasa hormat yang mendalam. “Aku tidak tahu bagaimana aku bisa membalas pengorbananmu. Tapi aku berjanji, aku akan berjuang sekuat tenaga untuk Melati.”

Nina mengangguk, matanya berbinar. “Kamu tidak perlu membalas apa pun, Aira. Yang penting sekarang adalah Melati. Kita akan berjuang, kita akan terus mencari cara, dan yang terpenting, kita tidak akan menyerah. Aku akan selalu ada di sisi kamu.”

Aira merasakan kehangatan dalam hatinya. Betapa pentingnya sahabat yang bisa diandalkan dalam situasi seperti ini. Kehadiran Nina memberikan kekuatan baru dalam dirinya. Meskipun masa depan terlihat penuh ketidakpastian, Aira tahu bahwa selama Nina ada di sisinya, dia tidak akan merasa sendirian.

Dengan tabungan Nina yang kini berada di tangannya, Aira merasa sedikit lega. Walaupun beban yang mereka hadapi masih sangat besar, setidaknya mereka tidak sendirian. Kebaikan Nina telah memberi Aira sedikit harapan, dan harapan itulah yang kini menjadi kekuatannya untuk berjuang lebih keras demi Melati.

“Aku janji, Melati akan mendapat kesempatan untuk berjuang. Aku tidak akan menyerah. Terima kasih, Nina. Terima kasih sudah menjadi sahabat terbaikku,” kata Aira dengan penuh tekad.

Nina tersenyum, matanya penuh kasih. “Aku selalu ada untukmu, Aira. Kita akan melalui ini bersama.”

Related chapters

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 5 Perjuangan yang Tak Terkira

    Aira menggenggam erat tas plastik yang berisi uang yang dikumpulkan oleh Nina, teman terbaiknya. Setiap lembar uang itu terasa begitu berat di tangannya. Setelah berhari-hari terjebak dalam kebingungan dan rasa putus asa, kini ia memiliki sedikit harapan. Meskipun jumlah uang yang terkumpul belum cukup untuk membayar seluruh biaya pengobatan, namun setidaknya itu memberi mereka kesempatan untuk memulai langkah pertama operasi untuk mengangkat tumor di otak Melati.Aira bergegas menuju meja administrasi rumah sakit, hatinya berdegup kencang. Setiap langkah terasa seperti ujian yang lebih berat. Begitu sampai di meja, Aira menyerahkan uang itu kepada petugas, matanya masih penuh kecemasan.“Saya ingin membayar biaya untuk tindakan operasi Melati,” kata Aira dengan suara bergetar. “Ini semua yang saya punya. Mohon, bantu kami.”Petugas itu melihat uang yang diberikan, lalu menatap Aira dengan ekspresi serius. “Kami mengerti, Ibu. Kami akan segera memprosesnya. Namun, biaya untuk tindakan

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 6 Masalah

    Waktu terasa berjalan begitu lambat. Aira duduk di ruang tunggu rumah sakit, matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang terkunci rapat. Dengan setiap suara langkah kaki di lorong, jantungnya berdegup lebih cepat. Operasi untuk mengangkat tumor Melati sudah dimulai beberapa jam yang lalu, dan meskipun dokter telah memberi penjelasan tentang semua kemungkinan, Aira merasa setiap detik semakin sulit untuk ditunggu. Semua yang ada di dalam dirinya hanyalah satu hal Melati harus selamat. Ia tidak bisa membayangkan kehilangan anak itu.Nina duduk di samping Aira, mencoba menenangkan sahabatnya. Wajah Nina juga tampak tegang, matanya berkaca-kaca. "Aira, kita harus tetap percaya. Melati kuat, dia pasti bisa melalui ini."Aira menatap Nina dengan mata yang lelah. "Aku hanya ingin dia baik-baik saja, Nina. Aku ingin dia bisa kembali bermain, tertawa seperti dulu." Suaranya bergetar, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat di hadapan sahabatnya.Tiba-tiba, pintu ruang tunggu terbuka, dan seora

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 1 Detik-Detik Terakhir

    “Aira! Melati… kenapa dia nggak bangun?” suara Nina terdengar panik dari luar rumah. Aira tak menjawab. Dia hanya berdiri di samping ranjang kecil itu, memegangi tangan Melati yang semakin dingin. Rasa takut semakin menggerogoti hatinya. Tubuh kecil itu terbaring lemah, mata terpejam rapat, napasnya semakin berat, dan Aira tidak tahu harus berbuat apa lagi.“Melati… sayang, bangun… ibu di sini.” Suara Aira bergetar, mencoba menenangkan dirinya, tapi percuma. Seolah seluruh dunia berhenti bergerak, membiarkan dia terperangkap dalam kekosongan ini.Nina akhirnya masuk ke dalam, melihat Aira yang tampak kehilangan harapan. “Aira, kita harus bawa Melati ke rumah sakit. Kita nggak punya waktu lagi,” kata Nina dengan cemas.Aira menatap Nina dengan mata penuh keputusasaan. “Nina, aku nggak punya uang. Dari mana lagi aku bisa cari uang? Aku sudah jual semua yang bisa dijual, mesin jahit, bahkan perhiasan warisan ibu. Apa lagi yang bisa aku lakukan?” Suaranya mulai pecah. Dia merasa terjebak

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 2 Mencari Harapan

    Aira berjalan keluar dari rumah sakit, tubuhnya terasa lelah dan lemas. Di tangannya, sebuah amplop tipis berisi tagihan yang tak terbayangkan. Sisa waktu yang diberikan dokter hanya satu hari. Hanya satu hari lagi untuk bisa menyelamatkan Melati, anaknya yang terbaring lemah di ruang perawatan.Nina berjalan di sampingnya, diam, memberi ruang bagi Aira untuk berpikir. Namun, mereka tahu waktu terus berjalan, dan semakin sedikit yang bisa mereka lakukan.“Bagaimana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang sesingkat ini, Aira?” Nina akhirnya bertanya, suaranya penuh kecemasan.Aira menggenggam amplop itu lebih erat, matanya berkerut, berusaha mencari solusi di tengah kepanikan yang merasuki dirinya. “Aku harus bisa. Aku tidak punya pilihan lain.” Suaranya terdengar tegas, meski hatinya penuh keraguan. “Melati tidak boleh mati karena kekurangan uang. Aku harus cari cara apapun.”Nina menepuk bahu Aira dengan lembut. “Kamu kuat, Aira. Kita akan cari jalan.”Aira menatap N

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 3 Harapan yang Memudar

    Aira duduk diam di ruang tunggu rumah sakit, matanya kosong menatap dinding yang tampak buram di depannya. Tangannya menggenggam tas plastik yang berisi beberapa baju yang baru saja diambil di rumah, namun hatinya kosong, jauh dari kenyamanan apapun. Di luar sana, kehidupan berjalan seperti biasa, sementara di dalam dirinya, dunia seakan runtuh.Nina, sahabat sekaligus teman dekat yang selalu ada di sisi Aira, duduk di sampingnya, menatap Aira dengan penuh perhatian. “Aira, kamu harus kuat. Melati butuh kamu,” kata Nina pelan, berusaha memberi semangat meski di balik kata-kata itu ada rasa takut yang sama.Aira menatap Nina, matanya mulai basah. “Aku takut, Nina. Aku takut aku nggak bisa membantu Melati. Aku nggak tahu harus berbuat apa lagi,” jawab Aira, suara penuh kecemasan.Tak lama setelah itu, seorang perawat keluar dari ruang perawatan dengan wajah yang serius. "Ibu Aira? Dokter meminta Anda segera masuk. Kami sudah melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan." Perawat itu terseny

    Last Updated : 2025-01-16

Latest chapter

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 6 Masalah

    Waktu terasa berjalan begitu lambat. Aira duduk di ruang tunggu rumah sakit, matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang terkunci rapat. Dengan setiap suara langkah kaki di lorong, jantungnya berdegup lebih cepat. Operasi untuk mengangkat tumor Melati sudah dimulai beberapa jam yang lalu, dan meskipun dokter telah memberi penjelasan tentang semua kemungkinan, Aira merasa setiap detik semakin sulit untuk ditunggu. Semua yang ada di dalam dirinya hanyalah satu hal Melati harus selamat. Ia tidak bisa membayangkan kehilangan anak itu.Nina duduk di samping Aira, mencoba menenangkan sahabatnya. Wajah Nina juga tampak tegang, matanya berkaca-kaca. "Aira, kita harus tetap percaya. Melati kuat, dia pasti bisa melalui ini."Aira menatap Nina dengan mata yang lelah. "Aku hanya ingin dia baik-baik saja, Nina. Aku ingin dia bisa kembali bermain, tertawa seperti dulu." Suaranya bergetar, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat di hadapan sahabatnya.Tiba-tiba, pintu ruang tunggu terbuka, dan seora

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 5 Perjuangan yang Tak Terkira

    Aira menggenggam erat tas plastik yang berisi uang yang dikumpulkan oleh Nina, teman terbaiknya. Setiap lembar uang itu terasa begitu berat di tangannya. Setelah berhari-hari terjebak dalam kebingungan dan rasa putus asa, kini ia memiliki sedikit harapan. Meskipun jumlah uang yang terkumpul belum cukup untuk membayar seluruh biaya pengobatan, namun setidaknya itu memberi mereka kesempatan untuk memulai langkah pertama operasi untuk mengangkat tumor di otak Melati.Aira bergegas menuju meja administrasi rumah sakit, hatinya berdegup kencang. Setiap langkah terasa seperti ujian yang lebih berat. Begitu sampai di meja, Aira menyerahkan uang itu kepada petugas, matanya masih penuh kecemasan.“Saya ingin membayar biaya untuk tindakan operasi Melati,” kata Aira dengan suara bergetar. “Ini semua yang saya punya. Mohon, bantu kami.”Petugas itu melihat uang yang diberikan, lalu menatap Aira dengan ekspresi serius. “Kami mengerti, Ibu. Kami akan segera memprosesnya. Namun, biaya untuk tindakan

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 4 Pengorbanan Teman Sejati

    Aira terjaga sepanjang malam, pikirannya terus berputar tak henti. Setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa berat di dadanya. Melati masih terbaring tak berdaya di ruang perawatan rumah sakit, dan meskipun dokter sudah berusaha menenangkan, kenyataan bahwa pengobatan untuk kanker otak membutuhkan biaya yang sangat besar terus menggelayuti pikirannya.Pagi itu, Aira duduk di sisi tempat tidur Melati, memandangi wajah putrinya yang pucat dan lemah. Ia tahu, jika tidak ada uang untuk pengobatan lebih lanjut, hidup Melati mungkin hanya tinggal beberapa hari saja. Apa yang bisa ia lakukan? Hanya Tuhan yang tahu, dan Aira merasa seolah berada di ujung jurang yang tak terjangkau.Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka, dan Nina masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. "Aira, aku bawa sarapan. Kamu harus makan," kata Nina lembut sambil membawa kantong plastik berisi roti dan segelas air. Namun, Aira hanya menggelengkan kepala, matanya kosong, seakan tak mampu menerima kenyataan.Nina

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 3 Harapan yang Memudar

    Aira duduk diam di ruang tunggu rumah sakit, matanya kosong menatap dinding yang tampak buram di depannya. Tangannya menggenggam tas plastik yang berisi beberapa baju yang baru saja diambil di rumah, namun hatinya kosong, jauh dari kenyamanan apapun. Di luar sana, kehidupan berjalan seperti biasa, sementara di dalam dirinya, dunia seakan runtuh.Nina, sahabat sekaligus teman dekat yang selalu ada di sisi Aira, duduk di sampingnya, menatap Aira dengan penuh perhatian. “Aira, kamu harus kuat. Melati butuh kamu,” kata Nina pelan, berusaha memberi semangat meski di balik kata-kata itu ada rasa takut yang sama.Aira menatap Nina, matanya mulai basah. “Aku takut, Nina. Aku takut aku nggak bisa membantu Melati. Aku nggak tahu harus berbuat apa lagi,” jawab Aira, suara penuh kecemasan.Tak lama setelah itu, seorang perawat keluar dari ruang perawatan dengan wajah yang serius. "Ibu Aira? Dokter meminta Anda segera masuk. Kami sudah melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan." Perawat itu terseny

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 2 Mencari Harapan

    Aira berjalan keluar dari rumah sakit, tubuhnya terasa lelah dan lemas. Di tangannya, sebuah amplop tipis berisi tagihan yang tak terbayangkan. Sisa waktu yang diberikan dokter hanya satu hari. Hanya satu hari lagi untuk bisa menyelamatkan Melati, anaknya yang terbaring lemah di ruang perawatan.Nina berjalan di sampingnya, diam, memberi ruang bagi Aira untuk berpikir. Namun, mereka tahu waktu terus berjalan, dan semakin sedikit yang bisa mereka lakukan.“Bagaimana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang sesingkat ini, Aira?” Nina akhirnya bertanya, suaranya penuh kecemasan.Aira menggenggam amplop itu lebih erat, matanya berkerut, berusaha mencari solusi di tengah kepanikan yang merasuki dirinya. “Aku harus bisa. Aku tidak punya pilihan lain.” Suaranya terdengar tegas, meski hatinya penuh keraguan. “Melati tidak boleh mati karena kekurangan uang. Aku harus cari cara apapun.”Nina menepuk bahu Aira dengan lembut. “Kamu kuat, Aira. Kita akan cari jalan.”Aira menatap N

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 1 Detik-Detik Terakhir

    “Aira! Melati… kenapa dia nggak bangun?” suara Nina terdengar panik dari luar rumah. Aira tak menjawab. Dia hanya berdiri di samping ranjang kecil itu, memegangi tangan Melati yang semakin dingin. Rasa takut semakin menggerogoti hatinya. Tubuh kecil itu terbaring lemah, mata terpejam rapat, napasnya semakin berat, dan Aira tidak tahu harus berbuat apa lagi.“Melati… sayang, bangun… ibu di sini.” Suara Aira bergetar, mencoba menenangkan dirinya, tapi percuma. Seolah seluruh dunia berhenti bergerak, membiarkan dia terperangkap dalam kekosongan ini.Nina akhirnya masuk ke dalam, melihat Aira yang tampak kehilangan harapan. “Aira, kita harus bawa Melati ke rumah sakit. Kita nggak punya waktu lagi,” kata Nina dengan cemas.Aira menatap Nina dengan mata penuh keputusasaan. “Nina, aku nggak punya uang. Dari mana lagi aku bisa cari uang? Aku sudah jual semua yang bisa dijual, mesin jahit, bahkan perhiasan warisan ibu. Apa lagi yang bisa aku lakukan?” Suaranya mulai pecah. Dia merasa terjebak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status