Chapter: Waktu adalah segalanyaDi sisi lain, Daniel, ayah Melati, kini duduk di samping Aira, tampak gelisah. Sesekali ia melihat ke arah pintu ruang operasi, namun tampaknya jauh di dalam dirinya, ia masih terperangkap dalam kebingungannya sendiri. Alkohol yang masih terasa di tubuhnya tidak membantu menenangkan pikirannya. Aira hanya bisa menatapnya dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa sedikit lega karena Daniel akhirnya ada di sini, tetapi di sisi lain, ia merasa marah dan kecewa. Suami yang dulu dia cintai, kini hadir dengan kondisi yang jauh dari harapan. Seorang ayah yang lebih sering mengabaikan anaknya, seorang pria yang lebih memilih larut dalam kebiasaan buruknya, dan kini muncul dengan penuh alasan yang tak pernah bisa diterima. Aira menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosi yang mulai meluap. "Kenapa baru sekarang kamu datang, Daniel?" tanya Aira dengan suara serak, berusaha menahan air mata yang hampir menetes. "Melati sudah berjuang seharian, dan kamu baru muncul sekarang.
Last Updated: 2025-03-26
Chapter: Waktu terasa begitu panjang Detak jantung Aira semakin cepat, seakan setiap detik yang berlalu adalah satu beban yang harus dipikul sendirian. Keputusan yang sulit kini ada di tangannya. Apakah ia harus mengambil risiko dan melanjutkan operasi tanpa darah golongan A, atau menunggu dengan harapan yang semakin memudar? Bagaimana jika Melati tidak bisa bertahan lebih lama? Aira merasa tubuhnya mulai lelah, dan pikirannya dipenuhi kecemasan yang tak terkendali. Setiap suara langkah kaki di lorong membuatnya terlonjak, dan ia tidak tahu lagi harus berharap pada siapa. “Aira…” suara Nina terdengar lembut, namun penuh kecemasan. “Apa yang akan kita lakukan?” Aira menatap sahabatnya, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak tahu, Nina. Aku merasa tidak ada pilihan lagi… jika kita menunggu lebih lama, bagaimana kalau sudah terlambat? Tapi jika kita melanjutkan tanpa darah golongan A, Melati bisa saja kehilangan nyawanya.” Saat itu, pintu ruang tunggu terbuka dengan suara keras. Aira menoleh, dan matanya terbelalak melihat sosok
Last Updated: 2025-03-26
Chapter: Bab 6 MasalahWaktu terasa berjalan begitu lambat. Aira duduk di ruang tunggu rumah sakit, matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang terkunci rapat. Dengan setiap suara langkah kaki di lorong, jantungnya berdegup lebih cepat. Operasi untuk mengangkat tumor Melati sudah dimulai beberapa jam yang lalu, dan meskipun dokter telah memberi penjelasan tentang semua kemungkinan, Aira merasa setiap detik semakin sulit untuk ditunggu. Semua yang ada di dalam dirinya hanyalah satu hal Melati harus selamat. Ia tidak bisa membayangkan kehilangan anak itu.Nina duduk di samping Aira, mencoba menenangkan sahabatnya. Wajah Nina juga tampak tegang, matanya berkaca-kaca. "Aira, kita harus tetap percaya. Melati kuat, dia pasti bisa melalui ini."Aira menatap Nina dengan mata yang lelah. "Aku hanya ingin dia baik-baik saja, Nina. Aku ingin dia bisa kembali bermain, tertawa seperti dulu." Suaranya bergetar, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat di hadapan sahabatnya.Tiba-tiba, pintu ruang tunggu terbuka, dan seora
Last Updated: 2025-01-16
Chapter: Bab 5 Perjuangan yang Tak TerkiraAira menggenggam erat tas plastik yang berisi uang yang dikumpulkan oleh Nina, teman terbaiknya. Setiap lembar uang itu terasa begitu berat di tangannya. Setelah berhari-hari terjebak dalam kebingungan dan rasa putus asa, kini ia memiliki sedikit harapan. Meskipun jumlah uang yang terkumpul belum cukup untuk membayar seluruh biaya pengobatan, namun setidaknya itu memberi mereka kesempatan untuk memulai langkah pertama operasi untuk mengangkat tumor di otak Melati.Aira bergegas menuju meja administrasi rumah sakit, hatinya berdegup kencang. Setiap langkah terasa seperti ujian yang lebih berat. Begitu sampai di meja, Aira menyerahkan uang itu kepada petugas, matanya masih penuh kecemasan.“Saya ingin membayar biaya untuk tindakan operasi Melati,” kata Aira dengan suara bergetar. “Ini semua yang saya punya. Mohon, bantu kami.”Petugas itu melihat uang yang diberikan, lalu menatap Aira dengan ekspresi serius. “Kami mengerti, Ibu. Kami akan segera memprosesnya. Namun, biaya untuk tindakan
Last Updated: 2025-01-16
Chapter: Bab 4 Pengorbanan Teman SejatiAira terjaga sepanjang malam, pikirannya terus berputar tak henti. Setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa berat di dadanya. Melati masih terbaring tak berdaya di ruang perawatan rumah sakit, dan meskipun dokter sudah berusaha menenangkan, kenyataan bahwa pengobatan untuk kanker otak membutuhkan biaya yang sangat besar terus menggelayuti pikirannya.Pagi itu, Aira duduk di sisi tempat tidur Melati, memandangi wajah putrinya yang pucat dan lemah. Ia tahu, jika tidak ada uang untuk pengobatan lebih lanjut, hidup Melati mungkin hanya tinggal beberapa hari saja. Apa yang bisa ia lakukan? Hanya Tuhan yang tahu, dan Aira merasa seolah berada di ujung jurang yang tak terjangkau.Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka, dan Nina masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. "Aira, aku bawa sarapan. Kamu harus makan," kata Nina lembut sambil membawa kantong plastik berisi roti dan segelas air. Namun, Aira hanya menggelengkan kepala, matanya kosong, seakan tak mampu menerima kenyataan.Nina
Last Updated: 2025-01-16
Chapter: Bab 3 Harapan yang MemudarAira duduk diam di ruang tunggu rumah sakit, matanya kosong menatap dinding yang tampak buram di depannya. Tangannya menggenggam tas plastik yang berisi beberapa baju yang baru saja diambil di rumah, namun hatinya kosong, jauh dari kenyamanan apapun. Di luar sana, kehidupan berjalan seperti biasa, sementara di dalam dirinya, dunia seakan runtuh.Nina, sahabat sekaligus teman dekat yang selalu ada di sisi Aira, duduk di sampingnya, menatap Aira dengan penuh perhatian. “Aira, kamu harus kuat. Melati butuh kamu,” kata Nina pelan, berusaha memberi semangat meski di balik kata-kata itu ada rasa takut yang sama.Aira menatap Nina, matanya mulai basah. “Aku takut, Nina. Aku takut aku nggak bisa membantu Melati. Aku nggak tahu harus berbuat apa lagi,” jawab Aira, suara penuh kecemasan.Tak lama setelah itu, seorang perawat keluar dari ruang perawatan dengan wajah yang serius. "Ibu Aira? Dokter meminta Anda segera masuk. Kami sudah melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan." Perawat itu terseny
Last Updated: 2025-01-16