Home / Lainnya / Bintang Kecil Di Hati Ibu / Bab 5 Perjuangan yang Tak Terkira

Share

Bab 5 Perjuangan yang Tak Terkira

Author: crystal
last update Last Updated: 2025-01-16 09:15:35

Aira menggenggam erat tas plastik yang berisi uang yang dikumpulkan oleh Nina, teman terbaiknya. Setiap lembar uang itu terasa begitu berat di tangannya. Setelah berhari-hari terjebak dalam kebingungan dan rasa putus asa, kini ia memiliki sedikit harapan. Meskipun jumlah uang yang terkumpul belum cukup untuk membayar seluruh biaya pengobatan, namun setidaknya itu memberi mereka kesempatan untuk memulai langkah pertama operasi untuk mengangkat tumor di otak Melati.

Aira bergegas menuju meja administrasi rumah sakit, hatinya berdegup kencang. Setiap langkah terasa seperti ujian yang lebih berat. Begitu sampai di meja, Aira menyerahkan uang itu kepada petugas, matanya masih penuh kecemasan.

“Saya ingin membayar biaya untuk tindakan operasi Melati,” kata Aira dengan suara bergetar. “Ini semua yang saya punya. Mohon, bantu kami.”

Petugas itu melihat uang yang diberikan, lalu menatap Aira dengan ekspresi serius. “Kami mengerti, Ibu. Kami akan segera memprosesnya. Namun, biaya untuk tindakan lanjutan, seperti yang telah dijelaskan dokter, sangat besar. Ini hanya sebagian dari yang diperlukan.”

Aira hanya bisa mengangguk, bibirnya bergetar. “Saya tahu. Tetapi ini satu-satunya kesempatan untuk Melati.”

Petugas itu tersenyum simpati. “Kami akan melakukan yang terbaik. Kami akan bantu prosesnya.”

Setelah membayar dan menyelesaikan administrasi yang diperlukan, Aira kembali ke ruang perawatan, tempat Melati terbaring lemah. Anak kecil itu tak mampu bergerak banyak, hanya sesekali membuka matanya. Aira duduk di sisi tempat tidur, memandang wajah putrinya dengan hati yang penuh rasa cemas.

Beberapa saat kemudian, seorang perawat datang menghampiri mereka. “Ibu Aira, dokter akan segera datang untuk menjelaskan lebih lanjut sebelum tindakan operasi. Silakan duduk di ruang konsultasi.”

Aira mengangguk pelan, hatinya semakin berat. Ketika mereka menuju ruang konsultasi, dokter yang menangani Melati sudah berdiri menunggu, wajahnya serius. Aira langsung merasakan ketegangan yang menyelimuti udara di sekitarnya.

“Selamat pagi, Ibu Aira,” kata dokter itu dengan nada tenang, meskipun ada rona keprihatinan di matanya. “Kami sudah siap untuk melakukan operasi. Namun, sebelum itu, saya ingin mengingatkan Anda tentang risiko yang sangat besar dalam prosedur ini.”

Aira menatap dokter itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Apa maksud Anda, Dokter? Apakah ada kemungkinan Melati tidak bisa bertahan?”

Dokter itu menghela napas, menatap Aira dengan pandangan penuh empati. “Operasi pengangkatan tumor otak ini memang sangat penting untuk memberi kesempatan pada Melati. Namun, saya harus jujur, Ibu. Ada banyak risiko. Tumor ini terletak di bagian otak yang sangat sensitif, dan pengangkatan tumor besar seperti ini bisa menyebabkan komplikasi serius, bahkan mempengaruhi fungsi motorik, penglihatan, atau bahkan kemampuan berbicara Melati.”

Aira merasa seperti terhuyung-huyung mendengar itu. “Lalu… apakah ada harapan?”

“Jika operasi ini berhasil, Melati bisa memiliki kesempatan untuk sembuh. Tapi jika ada komplikasi saat operasi, kita harus siap menghadapi kemungkinan terburuk,” jawab dokter itu pelan.

“Apa yang harus saya lakukan, Dokter? Saya tidak bisa membayangkan kehilangan Melati,” kata Aira, suaranya penuh kecemasan dan tangisan yang tertahan.

“Keputusan ada di tangan Anda, Ibu. Kami akan melakukan yang terbaik. Tapi saya perlu Anda mengerti bahwa ini adalah keputusan yang sangat berat,” jawab dokter dengan tegas.

Aira memejamkan mata, memikirkan semua yang telah dilalui. Bagaimana ia bisa kehilangan harapan begitu saja? Bagaimana ia bisa memberi kesempatan pada Melati untuk berjuang? Melihat mata anaknya yang penuh kebahagiaan dan impian, Aira tahu ia tidak bisa menyerah begitu saja.

“Lakukanlah, Dokter. Saya percaya pada kalian. Saya ingin Melati berjuang. Apa pun yang terjadi, saya akan bertahan,” jawab Aira dengan penuh tekad.

Dokter itu mengangguk, memberi senyuman kecil. “Kami akan segera memulai persiapan. Saya akan menghubungi Anda setelah operasi selesai. Semoga berhasil.”

Setelah dokter pergi, Aira kembali ke ruang perawatan. Melati masih terbaring lemah, matanya setengah tertutup. Aira duduk di sampingnya, menggenggam tangan Melati dengan penuh kasih sayang. “Melati, sayang, ibu ada di sini. Ibu akan selalu ada untukmu. Kamu harus kuat, ya? Kita akan melalui ini bersama-sama.”

Sementara itu, Nina yang sejak tadi menunggu di luar, datang menghampiri Aira. “Aira, kamu pasti bisa. Kita semua mendukung kamu dan Melati. Kamu tidak sendiri.”

Aira hanya mengangguk, mencoba mengendalikan perasaan. Perasaan cemas dan takut itu terus menghantui. Sekitar satu jam kemudian, tim medis masuk dan membawa Melati menuju ruang operasi. Setiap detik yang berlalu seolah semakin menambah beban di hati Aira. Ia berdiri di sana, menatap pintu ruang operasi yang perlahan tertutup.

“Aira, kita berdoa. Kita berharap yang terbaik untuk Melati,” kata Nina, berusaha menenangkan sahabatnya.

Aira hanya bisa mengangguk, bibirnya terkunci. Ia tak bisa berkata-kata lagi. Dalam hati, ia hanya bisa berdoa. Berharap bahwa ini bukanlah akhir bagi Melati. Berharap agar anak kecil itu bisa melawan penyakit ini dan kembali ceria seperti dulu.

Menunggu di luar ruang operasi adalah pengalaman yang tak terbayangkan. Setiap suara langkah kaki, setiap pintu yang terbuka, membuat jantung Aira berdegup lebih cepat. Waktu terasa berjalan begitu lambat, dan setiap detik terasa seperti berjam-jam. Aira hanya bisa berdoa dan menunggu, dengan harapan yang tak putus.

"Melati, kamu harus kuat. Kami semua menunggumu, sayang," bisik Aira dalam hati, menatap kosong ke depan. Matanya tak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Tetapi, dalam hatinya, ada keyakinan bahwa putrinya akan bertahan. Karena Aira tahu, untuk Melati, ia akan berjuang sekuat tenaga.

Related chapters

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 6 Masalah

    Waktu terasa berjalan begitu lambat. Aira duduk di ruang tunggu rumah sakit, matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang terkunci rapat. Dengan setiap suara langkah kaki di lorong, jantungnya berdegup lebih cepat. Operasi untuk mengangkat tumor Melati sudah dimulai beberapa jam yang lalu, dan meskipun dokter telah memberi penjelasan tentang semua kemungkinan, Aira merasa setiap detik semakin sulit untuk ditunggu. Semua yang ada di dalam dirinya hanyalah satu hal Melati harus selamat. Ia tidak bisa membayangkan kehilangan anak itu.Nina duduk di samping Aira, mencoba menenangkan sahabatnya. Wajah Nina juga tampak tegang, matanya berkaca-kaca. "Aira, kita harus tetap percaya. Melati kuat, dia pasti bisa melalui ini."Aira menatap Nina dengan mata yang lelah. "Aku hanya ingin dia baik-baik saja, Nina. Aku ingin dia bisa kembali bermain, tertawa seperti dulu." Suaranya bergetar, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat di hadapan sahabatnya.Tiba-tiba, pintu ruang tunggu terbuka, dan seora

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 1 Detik-Detik Terakhir

    “Aira! Melati… kenapa dia nggak bangun?” suara Nina terdengar panik dari luar rumah. Aira tak menjawab. Dia hanya berdiri di samping ranjang kecil itu, memegangi tangan Melati yang semakin dingin. Rasa takut semakin menggerogoti hatinya. Tubuh kecil itu terbaring lemah, mata terpejam rapat, napasnya semakin berat, dan Aira tidak tahu harus berbuat apa lagi.“Melati… sayang, bangun… ibu di sini.” Suara Aira bergetar, mencoba menenangkan dirinya, tapi percuma. Seolah seluruh dunia berhenti bergerak, membiarkan dia terperangkap dalam kekosongan ini.Nina akhirnya masuk ke dalam, melihat Aira yang tampak kehilangan harapan. “Aira, kita harus bawa Melati ke rumah sakit. Kita nggak punya waktu lagi,” kata Nina dengan cemas.Aira menatap Nina dengan mata penuh keputusasaan. “Nina, aku nggak punya uang. Dari mana lagi aku bisa cari uang? Aku sudah jual semua yang bisa dijual, mesin jahit, bahkan perhiasan warisan ibu. Apa lagi yang bisa aku lakukan?” Suaranya mulai pecah. Dia merasa terjebak

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 2 Mencari Harapan

    Aira berjalan keluar dari rumah sakit, tubuhnya terasa lelah dan lemas. Di tangannya, sebuah amplop tipis berisi tagihan yang tak terbayangkan. Sisa waktu yang diberikan dokter hanya satu hari. Hanya satu hari lagi untuk bisa menyelamatkan Melati, anaknya yang terbaring lemah di ruang perawatan.Nina berjalan di sampingnya, diam, memberi ruang bagi Aira untuk berpikir. Namun, mereka tahu waktu terus berjalan, dan semakin sedikit yang bisa mereka lakukan.“Bagaimana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang sesingkat ini, Aira?” Nina akhirnya bertanya, suaranya penuh kecemasan.Aira menggenggam amplop itu lebih erat, matanya berkerut, berusaha mencari solusi di tengah kepanikan yang merasuki dirinya. “Aku harus bisa. Aku tidak punya pilihan lain.” Suaranya terdengar tegas, meski hatinya penuh keraguan. “Melati tidak boleh mati karena kekurangan uang. Aku harus cari cara apapun.”Nina menepuk bahu Aira dengan lembut. “Kamu kuat, Aira. Kita akan cari jalan.”Aira menatap N

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 3 Harapan yang Memudar

    Aira duduk diam di ruang tunggu rumah sakit, matanya kosong menatap dinding yang tampak buram di depannya. Tangannya menggenggam tas plastik yang berisi beberapa baju yang baru saja diambil di rumah, namun hatinya kosong, jauh dari kenyamanan apapun. Di luar sana, kehidupan berjalan seperti biasa, sementara di dalam dirinya, dunia seakan runtuh.Nina, sahabat sekaligus teman dekat yang selalu ada di sisi Aira, duduk di sampingnya, menatap Aira dengan penuh perhatian. “Aira, kamu harus kuat. Melati butuh kamu,” kata Nina pelan, berusaha memberi semangat meski di balik kata-kata itu ada rasa takut yang sama.Aira menatap Nina, matanya mulai basah. “Aku takut, Nina. Aku takut aku nggak bisa membantu Melati. Aku nggak tahu harus berbuat apa lagi,” jawab Aira, suara penuh kecemasan.Tak lama setelah itu, seorang perawat keluar dari ruang perawatan dengan wajah yang serius. "Ibu Aira? Dokter meminta Anda segera masuk. Kami sudah melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan." Perawat itu terseny

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 4 Pengorbanan Teman Sejati

    Aira terjaga sepanjang malam, pikirannya terus berputar tak henti. Setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa berat di dadanya. Melati masih terbaring tak berdaya di ruang perawatan rumah sakit, dan meskipun dokter sudah berusaha menenangkan, kenyataan bahwa pengobatan untuk kanker otak membutuhkan biaya yang sangat besar terus menggelayuti pikirannya.Pagi itu, Aira duduk di sisi tempat tidur Melati, memandangi wajah putrinya yang pucat dan lemah. Ia tahu, jika tidak ada uang untuk pengobatan lebih lanjut, hidup Melati mungkin hanya tinggal beberapa hari saja. Apa yang bisa ia lakukan? Hanya Tuhan yang tahu, dan Aira merasa seolah berada di ujung jurang yang tak terjangkau.Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka, dan Nina masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. "Aira, aku bawa sarapan. Kamu harus makan," kata Nina lembut sambil membawa kantong plastik berisi roti dan segelas air. Namun, Aira hanya menggelengkan kepala, matanya kosong, seakan tak mampu menerima kenyataan.Nina

    Last Updated : 2025-01-16

Latest chapter

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 6 Masalah

    Waktu terasa berjalan begitu lambat. Aira duduk di ruang tunggu rumah sakit, matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang terkunci rapat. Dengan setiap suara langkah kaki di lorong, jantungnya berdegup lebih cepat. Operasi untuk mengangkat tumor Melati sudah dimulai beberapa jam yang lalu, dan meskipun dokter telah memberi penjelasan tentang semua kemungkinan, Aira merasa setiap detik semakin sulit untuk ditunggu. Semua yang ada di dalam dirinya hanyalah satu hal Melati harus selamat. Ia tidak bisa membayangkan kehilangan anak itu.Nina duduk di samping Aira, mencoba menenangkan sahabatnya. Wajah Nina juga tampak tegang, matanya berkaca-kaca. "Aira, kita harus tetap percaya. Melati kuat, dia pasti bisa melalui ini."Aira menatap Nina dengan mata yang lelah. "Aku hanya ingin dia baik-baik saja, Nina. Aku ingin dia bisa kembali bermain, tertawa seperti dulu." Suaranya bergetar, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat di hadapan sahabatnya.Tiba-tiba, pintu ruang tunggu terbuka, dan seora

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 5 Perjuangan yang Tak Terkira

    Aira menggenggam erat tas plastik yang berisi uang yang dikumpulkan oleh Nina, teman terbaiknya. Setiap lembar uang itu terasa begitu berat di tangannya. Setelah berhari-hari terjebak dalam kebingungan dan rasa putus asa, kini ia memiliki sedikit harapan. Meskipun jumlah uang yang terkumpul belum cukup untuk membayar seluruh biaya pengobatan, namun setidaknya itu memberi mereka kesempatan untuk memulai langkah pertama operasi untuk mengangkat tumor di otak Melati.Aira bergegas menuju meja administrasi rumah sakit, hatinya berdegup kencang. Setiap langkah terasa seperti ujian yang lebih berat. Begitu sampai di meja, Aira menyerahkan uang itu kepada petugas, matanya masih penuh kecemasan.“Saya ingin membayar biaya untuk tindakan operasi Melati,” kata Aira dengan suara bergetar. “Ini semua yang saya punya. Mohon, bantu kami.”Petugas itu melihat uang yang diberikan, lalu menatap Aira dengan ekspresi serius. “Kami mengerti, Ibu. Kami akan segera memprosesnya. Namun, biaya untuk tindakan

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 4 Pengorbanan Teman Sejati

    Aira terjaga sepanjang malam, pikirannya terus berputar tak henti. Setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa berat di dadanya. Melati masih terbaring tak berdaya di ruang perawatan rumah sakit, dan meskipun dokter sudah berusaha menenangkan, kenyataan bahwa pengobatan untuk kanker otak membutuhkan biaya yang sangat besar terus menggelayuti pikirannya.Pagi itu, Aira duduk di sisi tempat tidur Melati, memandangi wajah putrinya yang pucat dan lemah. Ia tahu, jika tidak ada uang untuk pengobatan lebih lanjut, hidup Melati mungkin hanya tinggal beberapa hari saja. Apa yang bisa ia lakukan? Hanya Tuhan yang tahu, dan Aira merasa seolah berada di ujung jurang yang tak terjangkau.Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka, dan Nina masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. "Aira, aku bawa sarapan. Kamu harus makan," kata Nina lembut sambil membawa kantong plastik berisi roti dan segelas air. Namun, Aira hanya menggelengkan kepala, matanya kosong, seakan tak mampu menerima kenyataan.Nina

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 3 Harapan yang Memudar

    Aira duduk diam di ruang tunggu rumah sakit, matanya kosong menatap dinding yang tampak buram di depannya. Tangannya menggenggam tas plastik yang berisi beberapa baju yang baru saja diambil di rumah, namun hatinya kosong, jauh dari kenyamanan apapun. Di luar sana, kehidupan berjalan seperti biasa, sementara di dalam dirinya, dunia seakan runtuh.Nina, sahabat sekaligus teman dekat yang selalu ada di sisi Aira, duduk di sampingnya, menatap Aira dengan penuh perhatian. “Aira, kamu harus kuat. Melati butuh kamu,” kata Nina pelan, berusaha memberi semangat meski di balik kata-kata itu ada rasa takut yang sama.Aira menatap Nina, matanya mulai basah. “Aku takut, Nina. Aku takut aku nggak bisa membantu Melati. Aku nggak tahu harus berbuat apa lagi,” jawab Aira, suara penuh kecemasan.Tak lama setelah itu, seorang perawat keluar dari ruang perawatan dengan wajah yang serius. "Ibu Aira? Dokter meminta Anda segera masuk. Kami sudah melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan." Perawat itu terseny

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 2 Mencari Harapan

    Aira berjalan keluar dari rumah sakit, tubuhnya terasa lelah dan lemas. Di tangannya, sebuah amplop tipis berisi tagihan yang tak terbayangkan. Sisa waktu yang diberikan dokter hanya satu hari. Hanya satu hari lagi untuk bisa menyelamatkan Melati, anaknya yang terbaring lemah di ruang perawatan.Nina berjalan di sampingnya, diam, memberi ruang bagi Aira untuk berpikir. Namun, mereka tahu waktu terus berjalan, dan semakin sedikit yang bisa mereka lakukan.“Bagaimana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang sesingkat ini, Aira?” Nina akhirnya bertanya, suaranya penuh kecemasan.Aira menggenggam amplop itu lebih erat, matanya berkerut, berusaha mencari solusi di tengah kepanikan yang merasuki dirinya. “Aku harus bisa. Aku tidak punya pilihan lain.” Suaranya terdengar tegas, meski hatinya penuh keraguan. “Melati tidak boleh mati karena kekurangan uang. Aku harus cari cara apapun.”Nina menepuk bahu Aira dengan lembut. “Kamu kuat, Aira. Kita akan cari jalan.”Aira menatap N

  • Bintang Kecil Di Hati Ibu    Bab 1 Detik-Detik Terakhir

    “Aira! Melati… kenapa dia nggak bangun?” suara Nina terdengar panik dari luar rumah. Aira tak menjawab. Dia hanya berdiri di samping ranjang kecil itu, memegangi tangan Melati yang semakin dingin. Rasa takut semakin menggerogoti hatinya. Tubuh kecil itu terbaring lemah, mata terpejam rapat, napasnya semakin berat, dan Aira tidak tahu harus berbuat apa lagi.“Melati… sayang, bangun… ibu di sini.” Suara Aira bergetar, mencoba menenangkan dirinya, tapi percuma. Seolah seluruh dunia berhenti bergerak, membiarkan dia terperangkap dalam kekosongan ini.Nina akhirnya masuk ke dalam, melihat Aira yang tampak kehilangan harapan. “Aira, kita harus bawa Melati ke rumah sakit. Kita nggak punya waktu lagi,” kata Nina dengan cemas.Aira menatap Nina dengan mata penuh keputusasaan. “Nina, aku nggak punya uang. Dari mana lagi aku bisa cari uang? Aku sudah jual semua yang bisa dijual, mesin jahit, bahkan perhiasan warisan ibu. Apa lagi yang bisa aku lakukan?” Suaranya mulai pecah. Dia merasa terjebak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status