Home / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 76. Tempat Persembunyian Sada

Share

76. Tempat Persembunyian Sada

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2022-03-26 03:27:47

Pangeran Sakai berdiri di teras kamarnya sambil memandangi aktivitas istana di pagi itu. Embun memenuhi halaman kediamannya. Bebungaan tak begitu jelas terlihat karena kabut menutupinya. Telah lama dia meninggalkan istananya. Namun dipikirannya saat ini tak lain selain Dahayu. Wajah itu sejak semalam telah membayangi pikirannya. Rasa rindunya kian membuncah. Dia sudah tidak sabar lagi untuk kembali ke perguruan. Namun satu tugas harus dia selesaikan.

Pejabat istana datang menghampirinya.

“Pangeran,” panggilnya.

Pangeran Sakai menoleh padanya. “Ada apa?” tanyanya.

“Mata-mata istana telah menemukan kediaman mantan Panglima Sada,” jawabnya.

Pangeran Sakai senang mendengarnya. Itu artinya dia memiliki harapan untuk kembali ke perguruan secepatnya.

“Di mana dia bersembunyi?” tanya Pangeran Sakai penasaran.

“Di perkampungan dekat dermaga menuju Perguruan Matahari, Pangeran,” jawab

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   77. Alasan di Balik Dendam

    Sada pun bergegas keluar kamar lalu mengintip keluar sana. Dia melihat ada Tuan Kepala Kampung bersama pejabat istana dan para prajuritnya. Sukma mendekat padanya.“Darimana pejabat istana tahu keberadaan kakang di sini?” bisik Sukma dengan heran.“Aku tidak tahu istriku. Apa aku harus kabur melalui pintu belakang?” tanya Sada dengan bingung.“Aku rasa kedatangan mereka tidak membawa kabar buruk untukmu. Aku rasa ini bukan tentang masalahmu dengan Panglima Cakara. Mereka datang baik-baik. Mereka memintaku memanggilmu karena ada pesan dari Yang Mulia Raja, suamiku. Sebaiknya kau temui mereka dengan baik-baik,” pinta Sukma.Sada pun mengangguk. Kedua orang tua Dahayu itu pun membuka pintu rumah sederhana mereka. Sada dan Sukma pun mendatangi mereka dengan penuh hormat.“Ada apa gerangan pejabat istana sampai datang ke sini menemui hamba. Bukan kah hamba sudah tidak ada urusan lagi dengan istana?” tanya

    Last Updated : 2022-03-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   78. Pengakuan Kakek Sangkala

    “Bimantara memiliki dendam dengan Adji Darma,” ucap Ki Walang pada Kakek Sangkala. “Sementara syarat kelulusan Perguruan Matahari adalah tak ada dendam dalam hati. Leluhur akan memilih siapa yang pantas menjadi pendekar sejati. Jika di hati Bimantara masih ada dendam itu, maka lelulur tak akan membiarkannya keluar dari Perguruan hingga dendamnya menghilang. Benarkah yang diceritakan Bimantara itu tentang Adji Darma yang sekarang bukan Adji Darma yang asli?”Kakek Sangkala mengajak Ki Walang dan Bimantara untuk duduk di bale depan gubuknya. Kakek Sangkala menceritakan semuanya tentang mendiang ayah Bimantara, seperti yang dia ceritakan dulu kepada Bimantara. Ki Walang terkejut mendengarnya.“Aku kira, pedang perak cahaya merah itu memang datang sendiri ke mendiang ayah Bimantara. Dan aku kira pedang itu memilih Bimantara untuk mengurusnya. Jika benar seperti itu, penduduk perguruan haru tahu bahwa pemimpin perguruan yang sekarang buka

    Last Updated : 2022-03-26
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   79. Pesan Terakhir

    “Guruuu!” isak Bimantara sambil memeluk Ki Walang dalam keadaan lemah. Ki Walang tampak lemas tak berdaya. Darah masih keluar dari mulutnya. Ajian pembelah bulan yang diserang oleh Adji Darma telah melumpuhkan setengah tubuhnya.Bimantara melepas pelukannya lalu berdiri menghadap Adji Darma dengan geram dan penuh amarah.“Kenapa Tuan Guru Besar tega menyakiti Tuan Guruku?! Dia tidak bersalah! Di tak seharusnya kalian sakiti!!!” teriak Bimantara geram pada Adji Darma.“Kau tidak tahu apa-apa, Bimantara! Memang kami keliru atas kematianmu! Tapi dia telah membunuh banyak prajurit untuk kekuatannya!” jawab Adji Darma geram.“Ini fitnah! Ini pasti ada sengaja mau menghancurkan perguruan kitaaa!!!” teriak Bimantara.Pendekar Pedang Emas tampak geram melihat Bimantara. Sementara Kancil dan Dahayu mulai ragu dengan keyakinan mereka kalau Ki Walang adalah pelaku pembunuh para Prajurit itu. Sementara Pendekar T

    Last Updated : 2022-03-27
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   80. Serangan Tak Terduga

    “Baik, Tuan Guru. Tapi Tuan Guru harus percaya, bahwa Tuan Guru akan baik-baik saja. Meskipun tak ada ramuan untuk menyembuhkan luka di dalam tubuhmu, aku akan mencarinya meskipun itu berada di ujung dunia! Bertahanlah Tuan Guru, aku tak akan membalaskan dendamku pada Adji Darma,” isak Bimantara.Ki Walang mencoba tertawa di tengah lemahnya. “Kau memang ceroboh. Bertindak tanpa memikirkan akibat kedepannya. Tapi aku suka kau begitu.”“Bertahanlah, Tuan Guru! Jangan pergi dariku!” isak Bimantara.“Peganglah tanganku,” pinta Ki Walang padanya.Bimantara pun meraih tangan Ki Walang lalu menggengamnya dengan erat sambil terisak.“Mulai sekarang aku memberimu gelar ; Pendekar Kaki Satu,” ucap Ki Walang.Bimantara terisak dengan haru. Tak lama kemudian sebuah cahaya keluar dari tubuh Ki Walang, cahaya itu mengalir dari genggaman tangan Bimantara hingga mengaliri tubuh Bimantara. Bimantara

    Last Updated : 2022-03-27
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   81. Mengembara ke Gunung Menara

    Bimantara menatap sekawanan para Binatang buas di hadapannya itu. “Pergilah ke tempat asal kalian! Tuan Guruku tidak menginginkan kalian menuntut balasan!” pinta Bimantara.Lalu seketika sekawanan binatang buas itu berlarian ke arah hutan di belakang pagar perguruan. Hingga semuanya tercengang tak percaya melihat Bimantara bisa menaklukkan mereka. Namun naga besar itu masih berada di hadapan Bimantara. Dia mengerti sepertinya Bimantara hendak menungganginya untuk meninggalkan perguruan itu.Bimantara menghadap Adji Darma. “Tolong kuburkan dengan layak dan penuh hormat Tuan Guru besarku. Aku akan pergi dari sini untuk melaksanakan perintah terakhir dari Tuan Guruku,” ucap Bimantara.Adji Darma diam saja. Tak lama kemudian Bimantara naik ke punggung Naga itu. Naga itupun membawa Bimantara terbang menuju pulau seberang. Kancil yang merasa bersalah atas semuanya berlari mengejarnya.“Bimantara!!! Tungguuu!!!” teriak Kancil

    Last Updated : 2022-03-27
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   82. Pangeran Dawuh

    Istana Kerajaan Nusantara Tengah tampak megah. Menara-menaranya tinggi menjulang. Diantara kerjaan lainnya, Istana itulah yang memiliki banyak menara. Menara yang digunakan untuk mengintai jika ada pembelot atau pemberontak hendak menyerang. Karena posisinya berada di tengah, diantara kerajaan Nusantara Timur dan Barat, Sang Raja memiliki siasat untuk membangun menara yang banyak di setiap sudut istana dan di pagar-gapar istana yang berlapis-lapis itu.Pangeran Dawuh berdiri di atas menara itu sambil menatap rindangan pepohonan di bawah sana. Dia tidak begitu tinggi dan tidak juga pendek. Kedua bola matanya sipit, berkulit sawo matang. Dia tidak begitu tampan dan tidak juga jelek. Tak lama kemudian seorang lelaki tinggi datang menghadapnya.“Ampun, Pangeran. Pemilihan penjaga utamamu sudah berhasil dilaksanakan, sekarang kita sudah mendapatkan seorang pendekar yang sakti untuk menjagamu kemana pun kamu pergi,” ucap lelaki itu.Pangeran Dawuh menoleh

    Last Updated : 2022-03-28
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   83. Kuda Penyamar

    Tak lama kemudian kuda itu berubah menjadi hitam. Bimantara terkejut lalu segera turun dari kuda dengan tongkatnya. Bimantara mundur dari kuda itu dengan heran.“Kau menipuku?” tanya Bimantara heran pada kuda itu.Kuda itu mengangkat kedua kakinya lalu bersuara di hadapan Bimantara yang berdiri dengan tongkatnya. Tak lama kemudian tercium bau harum di hidungnya. Aroma bebungaan itu pernah dirasakannya. Bimantara menoleh ke arah air terjun. Di atas permukaan air mengambang seorang perempuan cantik yang dulu pernah menggodanya dan hendak menciumnya.“Ratu Peri?” ucap Bimantara terbelalak. “Kenapa kau bawa aku ke sini?! Apa tujuanmu mengirimkan kuda untuk membawaku ke sini?” tanya Bimantara heran.Ratu Peri itu tersenyum penuh kemenangan. Wajahnya yang cantik membuat Bimantara menunduk, dia tak mau terhipnotis lagi seperti dulu.“Kau tak akan bisa lepas dariku wajah Bimanatra. Pedang Perak Cahaya Merah Itu tel

    Last Updated : 2022-03-28
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   84. Desa Mati

    Kancil dan Dahayu pun turun. Mereka mengikat kuda hitam itu di pohon depan gubuk tua. Kancil dan Dahayu pun duduk di bale depan gubuk itu. Kancil mengeluarkan tempat air minum lalu memberikannya pada Dahayu. Dahayu meminumnya, menyembuhkan dahaganya.“Kemana kita harus mencari Bimantara?” tanya Dahayu kemudian.Kancil tampak bingung. “Kita harus mencarinya kemana pun sampai kita menemukannya,” jawab Kancil.Dahayu tampak terdiam.“Jika kau tidak ingin lelah, sebaiknya kau kembali saja ke Perguruan Matahari,” pinta Kancil.“Aku tak akan kembali ke Perguruan Matahari sampai aku menemukan Bimantara,” ucap Dahayu.Tak lama kemudian terdengar suara kuda mendekat ke arah mereka. Kancil dan Dahayu berdiri sambil melihat-lihat ke arah sumber suara. Kancil dan Dahayu terbelalak ketika mendapati Bimantara tengah menunggangi kudanya sambil memegangi tongkatnya.Kancil dan Dahayu berlari ke arah Bim

    Last Updated : 2022-03-28

Latest chapter

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status