Dewa angin datang ke tengah lautan hingga menyebabkan angin puting beliung berputar mengangkat lautan ke atas langit. Tak lama kemudian Dewa Air keluar dari permukaan air laut dengan wajah geramnya.“Kenapa kau datang merusak lautku?” tanya Dewa air heran.“Aku datang ingin bertanya sesuatu padamu,” ucap Dewa angin dengan geram.“Aku tahu, kau pasti ingin menanyakan kenapa aku membuat Bimantara hilang ingatan kan?”“Kenapa kau lakukan itu?” tanya Dewa Angin heran.“Urusanmu dengannya telah selesai. Kini Maha Dewa tengah mengutusku untuk mengurusi anak itu. Dia tak tahu diri. Dia sudah kita angkat menjadi Chandaka Uddhiharta tapi lupa pada jati dirinya. Aku sengaja menghukumnya agar dia menjadi jati dirinya kembali.”“Tapi kenapa harus mencabut semua ingatannya? Bukankah dengan begitu kau menghambat tugasnya?” tanya Dewa Angin heran.“Justru aku berniat untuk mengembalikan semangatnya sebagai Chandaka Uddhiharta. Bimantara ingin pergi dari daratan itu, mengindahkah tugasnya sebagai Cha
Amita berlari menembus hutan gelap itu. Sinar matahari pun tak dapat menembus rimbunnya pepohonan di sana. Keringat di dahinya bercucuran. Napasnya terengah-engah. Dia kelelahan berlari jauh sudah setua itu. Saat dia tiba di semak-semak dekat mulut gua, dua penjaga tampak heran melihatnya. Tak biasanya Amita datang dengan terburu-buru begitu.“Aku ingin menemui Yang Mulia Padama,” ucap Amita sambil terengah-engah.“Masuklah,” ucap dua penjaga itu sambil melihat-lihat di kejauhan sana. Mereka khawatir ada yang diam-diam mengikuti Nenek itu. Jika sampai ada yang mengikutinya, tempat persembuyian itu akan diketahui pihak kerajaan. Itu sangat berbahaya bagi mereka. Rencana mereka selama ini untuk merebut kekuasaan di kerajaan akan rusak. Gua itu adalah gua tempat persembunyian Padama. Sang Pangeran yang terbuang, yang seharusnya meniti tahta di kerajaan negeri itu.Dahulu kala, Raja Brama yang sedang memimpin di kerajaan itu mendadak meninggal dunia, sementara Pangeran Padama masih kecil.
Bimantara keluar dari dalam rumah itu memandangi hujan yang baru saja turun. Dia melihat Lelaki Tua sedang memanggul sayuran dari kebun, yang baru masuk dari gerbang rumah itu. Lelaki Tua itu berhenti melangkah ketika melihat sosok Bimantara yang sedang berjalan menggunakan tongkatnya. Wajahnya tampak pucat melihatnya. Bimantara heran.“Bapak pelayan di rumah ini?” tanya Bimantara.Sebelum Lelaki Tua itu menjawab, Seorang Pelayan yang mengurus rumah itu berlari keluar dari dalam rumah menghampiri Bimantara.“Dia ayahku,” jawab Pelayan itu lalu segera membantu Lelaki Tua itu untuk memasukkan sayur mayurnya ke dalam rumah. “Tuan ini adalah kekasih Yang Mulia Putri,” lanjut Pelayan itu mengenalkan Bimantara pada Lelaki Tua itu.Lelaki Tua itu tampak terbelalak mendengarnya.“Ampun Tuan. Hamba tidak tahu siapa Tuan hingga Hamba tidak hormat pada Tuan,” ucap Lelaki Tua itu langsung bersimpuh di hadapan Bimantara.“Berdirilah,” pinta Bimantara.Lelaki Tua itupun berdiri. Pelayan masuk ke da
Sang Pelayan dan Lelaki Tua itu masuk ke dalam sana. Bimantara heran melihat Lelaki Tua itu datang dari luar. Seharusnya dia datang dari dalam karena pamit membuang air kecil di sana.“Ampun Tuan, kemana ayah hamba yang bicara dengan Tuan tadi?” tanya Sang Pelayan.“Bukannya tadi pamit buang air kecil ke dalam sana?” tanya Bimantara.Sang Pelayan dan Lelaki Tua itu tampak merinding mendengarnya.“Ampun Tuan. Hamba baru datang dari kebun,” ucap Lelaki Tua itu pada Bimantara.“Benar Tuan. Ini Ayah hamba yang asli. Tadi itu bukan ayah hamba, mungkin saja dia makhluk halus yang sengaja ingin menggangu Tuan,” tambah Sang Pelayan.Bimantara terbelalak mendengarnya.“Bapak tidak berbohong kan sama saya?” tanya Bimantara tak percaya.“Ampun, Tuan. Hamba benar-benar datang dari kebun.”“Kalau Bapak baru datang, siapa yang barusan tadi datang?” tanya Bimantara heran.Sang Pelayan dan Lelaki Tua itu tampak merinding. Lelaki Tua itu menatap Sang Pelayan dengan ketakutan.“Bakar kemenyan. Ayah har
Hujan telah berhenti. Pasukan Putri Kidung Putih hampir tiba di gerbang istana. Panglima dan para prajurit mengiringi kereta kencana yang di dalamnya ada Sang Putri ditemani Kepala Pelayannya. Kepala Pelayan yang tampak ketakutan rahasia Sang Putri diketahui Sang Raja menatapnya dengan khawatir.“Yang Mulia yakin bahwa Yang Mulia Raja tidak akan mengetahui rahasia ini? Bukan kah mata-mata Yang Mulia Raja sangat banyak?” tanya Kepala Pelayan padanya.“Jika ayahku sudah tahu pun, aku tidak takut. Justru aku pulang untuk memberitahukan soal pemuda itu pada ayah. Aku ingin meminta restu ayah agar bisa menikah dengannya. Mungkin itulah cara satu-satunya untuk mengendalikan Bimantara agar ramalan itu tidak akan terjadi,” jawab Sang Putri.“Apakah Yang Mulia yakin kalau Bimantara tidak akan kabur dari kediaman Yang Mulia di sana? Bagaimana jika ingatannya kembali pulih lalu dia kabur dari sana?”“Aku sudah mengutus para prajurit terbaik untuk menjaga kediaman itu. Aku juga sudah mengutus bin
Bimantara masih duduk menunggu Lelaki Tua dan Sang Pelayan melakukan ritual pengusiran arwah. Aroma kemenyan menyeruak, tercuim ke hidungnya. Tak lama kemudian ritual itu selesai dilakukan mereka. Lelaki Tua itu langsung bersimpuh di hadapan Bimantara.“Ampun, Tuan,” ucap Lelaki Tua itu. “Sepertinya hamba tidak menemukan roh jahat yang datang ke tempat ini. Hamba hanya melihat sebuah cahaya putih yang terang benderang. Sepertinya yang datang itu adalah roh baik yang ingin menyampaikan sesuatu pada Tuan.”Bimantara tercengang mendengar itu.“Roh baik yang ingin menyampaikan sesuatu padaku?” tanya Bimantara tak percaya.“Benar, Tuan,” jawab Lelaki Tua itu.Bimantara tampak berpikir mendengar itu. Roh baik yang menyamar menjadi Lelaki Tua itu menceritakan soal kerajaan Iblis padanya. Dia yakin pasti ada hubungan dengannya.“Ampun, Tuan. Jika hamba boleh tahu. Apa yang dikatakan roh yang menyamar menjadi hamba itu pada Tuan?” tanya Lelaki Tua itu. Dia memang sudah lama menjaga kediaman Pu
Bimantara melompati pagar itu dengan tongkatnya lalu mendarat di atas tanah di luar pagar kediaman itu. Dia melihat harimau-harimau buas tengah mengerang kepada para prajurit terbaik utusan dari kerajaan itu. Harimau-harimau itu kini menatap Bimantara. Mereka mengerang marah. Para prajurit terbaik itu tampak mundur. Kesempatan emas untuk menjauh dari harimau-harimau yang terlihat seperti kelaparan itu.Bimantara mengarahkan tongkatnya pada harimau-harimau itu. Seketika harimau-harimau itu menjadi jinak dan terdiam. Naluri ilmu penakluk hewan dan binatangnya keluar dari dalam diri Bimantara tanpa disadarinya. Para prajurit itu pun tampak heran dan tak percaya.“Kenapa Yang Mulia Raja mengutus kalian ke sini?” tanya Bimantara kemudian.“Yang Mulia Raja meminta kami untuk membawamu ke istana,” jawab salah satu dari prajurit terbaik itu.Bimantara heran mendengarnya.“Apakah karena Yang Mulia Raja sudah tahu akan hubunganku dengan Tuan Putri?” tanya Bimantara.“Kami tidak tahu alasannya a
Langit di atas kerajaan Andana Warih tampak cerah. Putri Kidung Putih tampak duduk melamun di teras kamarnya. Tak lama kemudian Kepala Pelayan datang membawa minuman hangat untuknya. Dia langsung menghidangkannya di hadapan Tuan Putri.“Ini minumnya, Yang Mulia,” ucap Kepala Pelayan itu dengan wajah khawatir. Dia belum tahu apa yang dikatakan Sang Raja padanya saat Sang Raja meminta Tuan Putri ke ruangannya. Dia penasaran namun enggan bertanya karena takut.“Terima kasih,” jawab Sang Putri.Kepala Pelayan mengangguk. Dia kembali berjalan keluar membawa nampannya. Saat Kepala Pelayan itu hampir saja mendekati pintu keluar kamar itu, Sang Putri memanggilnya.“Kepala Pelayan!”Kepala Pelayan itu menoleh padanya.“Iya, Yang Mulia,” jawab Kepala Pelayan.“Kemarilah!”Kepala Pelayan bergegas kembali mendekati Sang Putri.“Ada apa, Yang Mulia?” tanya Kepala Pelayan heran.“Ayah tengah mengirim utusan terbaiknya untuk menjemput Bimantara ke istana,” jawab Tuan Putri.Kepala Pelayan terbebalak