Senja tampak heran melihat Pasukan Bimantara bersama Pengawalnya tengah mengarah ke kediamannya dengan menunganggi kuda. Senja pun memperhatikan mereka. Dia tampak semakin terkejut ketika melihat Bimantara yang berada paling depang menggunakan mahkota seperti seorang pangeran. Apalagi melihat pengawal yang dibawanya memakai pakaian perang.“Siapa mereka?” tanya Gadis itu dengan bingung. Setelah itu dia berlari hendak mencari Kakek Sangkala untuk memberitahukan itu.Sementara itu, Kakek Sangkala tengah melatih murid-muridnya ilmu bela diri di lapangan dalam pagar kediaman Tuan Kepala Wilayah. Tak lama kemudian, datang Senja sambil berlari ke arah mereka.“Kakek Guru! Kakek Guru!” teriak Senja.Kakek Sangkala berhenti mengajari murid-muridnya. Dia menoleh pada Senja dengan heran. Para murid pun tampak heran melihat gadis itu berlari dengan terengah-engah ke arah mereka.“Ada apa, Senja?” tanya Kakek Sangkala dengan heran.“Di luar sana ada sepasukan berkuda tengah menuju kemari,” jawab
Para pelayan di kediaman Tuan Kepala Wilayah sedang menjamu Bimantara bersama Pasukannya. Kakek Sangkala duduk di hadapan Bimantara dengan terheran-heran. Dia masih tak percaya jika pemuda pincang bermahkota itu adalah cucunya. Senja pun tampak tak percaya.“Seharusnya aku merahasiakan ini pada siapapun yang sudah dihapus ingatannya tentangku oleh para Dewa,” ucap Bimantara.Kakek Sangkala terdiam.“Aku hanya ingin tahu dan ingin melihat satu-satunya keluarga yang aku miliki saat ini,” lanjut Bimantara.“Siapapun engkau, jika memang para dewa telah mencabut ingatanku tentangmu, aku berterima kasih pada Sang Hyang Agung telah menjadikan keturunanku menjadi manusia suci,” ucap Kakek. “Aku berterima kasih telah memiliki seorang cucu yang perkasa sepertimu.” Kali ini air mata Kakek Sangkala berderai.Bimantara mendadak sedih melihatnya.“Tugasmu pasti berat, Nak. Aku tahu, Chandaka Uddhiharta memiliki tanggung jawab yang besar untuk melindungi bumi ini dari angkara murka. Kakek hanya dapa
“Bagaimana mungkin dia cucumu? Bukan kah kau sendiri bilang pada kami bahwa kau tidak memiliki seorang cucu?” tanya Tuan Kepala Wilayah dengan bingung.“Aku sendiri tidak tahu, Tuan,” jawab kakek Sangkala. “Aku tidak percaya apa yang diucapkan Yang Mulia Raja mengenai Chandaka Uddhiharta. Aku melihat di matanya tidak ada niat dan rencana kejahatan apapun yang ingin dilakukannya.”Tuan Kepala Wilayah tampak terdiam mendengar itu.“Aku juga tidak mau gegabah mempercayai semua perkataan Yang Mulia Raja. Kita lihat saja nanti,” ucap Tuan Kepala Wilayah lalu pamit pergi dari sana.Kini semua mata menatap Kakek Sangkala tak percaya. Senja pun datang mendekati Kakek Sangkala.“Rasanya tidak mungkin Bimantara akan melakukan itu,” ucap Senja. “Para Dewa memilihnya pasti karena sudah melihat siapa Bimantara sebenarnya.”“Aku juga berpikir begitu,” ucap Kakek Sangkala.Tak lama kemudian seorang prajurit datang menemui Kakek Sangkala yang hendak keluar dari ruangan itu.“Kakek Guru, Tuan ingin bi
Malam itu, semua penduduk kampung tengah dikumpulkan di tengah-tengah halaman rumah-rumah warga. Mereka berjongkok dikelilingin para prajurit. Panglima Sada berdiri di antara para prajurit itu.“Benar tidak ada Chandaka Uddhiharta yang bersembunyi di sini?” tanya Panglima Sada dengan tegasnya.“Tidak ada, Tuan, Panglima. Kami pun tidak pernah bertemu dengan Chandaka Uddhiharta, jangankan untuk menerima kehadirannya di kampung kami,” salah satu bapak-bapak yang cukup diketuakan di kampung itu.Tak lama kemudian seorang Prajurit yang baru datang dari menggeledah rumah warga mendekat ke Panglima Sada.“Lapor, Tuan, Panglima. Kami sudah menggeledah di seluruh rumah-rumah penduduk di kampung ini. Kami tidak menemukan satu tanda pun bahwa Chandaka Uddhiharta pernah hadir di sini,” ucap Prajurit itu.Panglima Sada pun mengangguk. Kemudian dia menatap para penduduk yang masih berjongkok dan berlutut di hadapannya.“Jika kalian terbukti menerima kehadiran Chandaka Uddhiharta, maka kalian akan
Bimantara masih mengawasi Panglima Sada dan Pasukannya yang tengah mengumpulkan para penduduk di perkampungan lainnya. Dia melihat para penduduk itu dikumpulkan di tengah-tengah lapangan pedesaan, dikelilingi oleh para prajuritnya. Sementara para prajurit lain tengah memasuki setiap rumah, mereka menggeledah dan mencari keberadaan dirinya.“Sepertinya mereka masih aman,” ucap Bimantara dalam hatinya. “Mereka tak akan menganiaya para penduduk. Aku harus melihat di dua kerajaan lainnya.”Bimantara pun diam-diam melompati pohon satu ke pohon lainnya dengan kaki cahaya naganya. Saat dia sudah jauh dari perkampungan itu, dia mengarahkan tongkatnya hingga membentuk bulatan cahaya yang besar. Bimantara memasuki bulatan cahaya itu lalu keluar di wilayah kerajaan Nusantara tengah.Bimantara langsung naik ke atas pohon. Dia melihat Panglima Adhira dan pasukannya sedang menggeledah rumah-rumah dan mengumpulkan para warga di lapangan pedesaan, sama yang dilakukan oleh Panglima Sada di kerajaan Nu
Raja Banggala tercengan melihat bulatan cahaya putih mendadak muncul di kediamannya. Seketika Bimantara keluar dari bulatan cahaya putih itu dengan tongkat hitamnya. Mahkota di kepalanya. Raja Banggala langsung meraih pedangnya untuk berjaga-jaga.“Chandaka Uddhiharta?” ucap Raja Banggala tak percaya.Seketika dari belakang, seorang pendekar datang berjalan di langit-langit ruangan itu sambil membawa pedangnya. Seketika dia melompat hendak mengarahkan pedangnya ke atas kepala Bimantara. Bimantara segera menghindar lalu merebut pedang di tangan pendekar itu dengan cepat. Kini Bimantara berhasil mengunci tubuh pendekar itu.Raja Banggala terkejut saat menyadari bahwa pendekar itu adalah Kancil alias Pangeran Pangaraban.“Putra Mahkota?”Kancil berusaha melepaskan diri dari kuncian Bimantara, namun sekuat tenaga dia melawan, dia tak mampu melepaskan dirinya.“Aku datang ke sini hanya untuk memberitahu kalian bahwa aku bukan musuh,” ucap Bimantara.“Jangan bohong! Kau ingin membunuh ayahk
“Menyingkirlah dari kami,” pinta Panglima Sada pada Pendekar Pedang Emas dan pasukannya. “Bagaimana pun perintah Yang Mulia Raja adalah yang utama. Aku tidak ingin percaya begitu saja sebelum mendapatkan buktinya bahwa apa yang dilihat Raja adalah ada yang mengadu domba.”Angin berembus begitu dingin, menyapu semua yang berada di tempat itu. Pendekar Pedang Emas tampak terdiam. Para Pendekar lainnya dari Perguruan Matahari pun terdiam. Para penduduk yang dikumpulkan oleh Panglima Sada tampak masih berlutut di kelilingi oleh para prajurit pasukan dari Panglima Sada.Pendekar Pedang Emas pun menarik napas berat lalu menghembuskannya. Sesaat kemudian dia bicara pada Panglima Sada. “Kaulah harapan kami satu-satunya,” ucap Pendekar Pedang Emas. “Kaulah yang bisa menjadi jembatan di antara kami dengan kerajaan Nusantara Timur. Kami berharap kau memikirkan apa yang kami katakan dan jangan sampai menyesal setelah semuanya hancur berantakan.”Panglima Sada terdiam mendengar itu. Bagaimana pun
Bimantara datang dengan kuda putihnya ke hadapan gerbang istana kerajaan Nusantara Timur. Para prajurit yang berjaga di atas pagar istana tampak terkejut melihat seorang pemuda bermahkota, berkaki pincang yang membawa tongkat hitam itu berada di sana.“Chandaka Uddhiharta!” teriak salah satu prajurit di atas sana.Melihanynya berada di sana, para prajurit langsung bersiap dengan anak panah masing-masing. Bimantara heran, dia tidak bisa memasuki kawasan istana itu. Ada dinding pembatas tak terlihat yang tidak bisa ditembusnya meski dia sudah mencoba memasuki ruang Raja Dwilaga dengan gerbang cahaya. Makanya dia berdiri di sana dengan heran.“Aku bukan musuh kalian!” teriak Bimantara.“Seraaang!” teriak salah satu prajurit di atas sana. Panglima Sada dan pasukan yang lain masih berkeliling kampung. Saat ini yang berjaga di seluruh pagar istana para prajurit yang tersisa, yang diperintahkan oleh Panglima Sada.Serangan anak panah itupun langsung mengarah ke Bimantara. Ratusan anak panah