Beranda / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 366. Panglima Sada VS Pendekar Pedang Emas

Share

366. Panglima Sada VS Pendekar Pedang Emas

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Menyingkirlah dari kami,” pinta Panglima Sada pada Pendekar Pedang Emas dan pasukannya. “Bagaimana pun perintah Yang Mulia Raja adalah yang utama. Aku tidak ingin percaya begitu saja sebelum mendapatkan buktinya bahwa apa yang dilihat Raja adalah ada yang mengadu domba.”

Angin berembus begitu dingin, menyapu semua yang berada di tempat itu. Pendekar Pedang Emas tampak terdiam. Para Pendekar lainnya dari Perguruan Matahari pun terdiam. Para penduduk yang dikumpulkan oleh Panglima Sada tampak masih berlutut di kelilingi oleh para prajurit pasukan dari Panglima Sada.

Pendekar Pedang Emas pun menarik napas berat lalu menghembuskannya. Sesaat kemudian dia bicara pada Panglima Sada. “Kaulah harapan kami satu-satunya,” ucap Pendekar Pedang Emas. “Kaulah yang bisa menjadi jembatan di antara kami dengan kerajaan Nusantara Timur. Kami berharap kau memikirkan apa yang kami katakan dan jangan sampai menyesal setelah semuanya hancur berantakan.”

Panglima Sada terdiam mendengar itu. Bagaimana pun
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   367. Pelindung Istana

    Bimantara datang dengan kuda putihnya ke hadapan gerbang istana kerajaan Nusantara Timur. Para prajurit yang berjaga di atas pagar istana tampak terkejut melihat seorang pemuda bermahkota, berkaki pincang yang membawa tongkat hitam itu berada di sana.“Chandaka Uddhiharta!” teriak salah satu prajurit di atas sana.Melihanynya berada di sana, para prajurit langsung bersiap dengan anak panah masing-masing. Bimantara heran, dia tidak bisa memasuki kawasan istana itu. Ada dinding pembatas tak terlihat yang tidak bisa ditembusnya meski dia sudah mencoba memasuki ruang Raja Dwilaga dengan gerbang cahaya. Makanya dia berdiri di sana dengan heran.“Aku bukan musuh kalian!” teriak Bimantara.“Seraaang!” teriak salah satu prajurit di atas sana. Panglima Sada dan pasukan yang lain masih berkeliling kampung. Saat ini yang berjaga di seluruh pagar istana para prajurit yang tersisa, yang diperintahkan oleh Panglima Sada.Serangan anak panah itupun langsung mengarah ke Bimantara. Ratusan anak panah

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   368. Pangeran Sakai VS Bimantara

    Salah satu prajurit datang menghadap Raja Dwilaga.“Ampun, Yang Mulia! Di depan gerbang istana telah datang Chandaka Uddhiharta! Sepertinya beliau hendak menyerang istana!” ucap prajurit itu penuh hormat pada Sang Raja.Raja Dwilaga yang dirasuki Walat itu tampak terkejut mendengarnya.“Apakah dia berhasil memasuki gerbang?” tanya Raja Dwilaga.“Beliau masih berada di depan gerbang istana saat hamba datang ke sini untuk menemui Yang Mulia,” jawab prajurit itu.Raja Dwilaga penasaran, apakah ajian dinding pembatas tak terlihat yang dibuatnya untuk melindungi istana berhasil dilakukannya atau tidak.“Aku harus ke sana,” ucap Raja Dwilaga.Prajurit pun mengangguk dengan hormat. Raja Dwilaga pun keluar dari kediamannya. Kuda dan kereta kencana sudah menunggunya di depan kediamannya. Raja Dwilaga menaiki kereta kecana itu untuk menuju gerbang pertama. Pengawal itu langsung memacukan kudanya, menarik kereta kencana yang sudah duduk Sang Raja di dalamnya, prajurit lain mengiringi mereka dari

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   369. Kembali

    Pangeran Sakai kembali menyerang Bimantara dengan pedangnya. Kini pedang itu bercahaya. Bimantara pun kembali bertahan dari serangannya. Pertarungan hebat kembali terjadi. Tendangan demi tendangan dilakukan Pangeran Sakai untuk menyerang Bimantara, namun dengan sigap Bimantara mampu menghindarinya. Mudah bagi Bimantara untuk mengalahkannya, namun dia masih mencoba bertahan karena dia sudah tahu bahwa Pangeran Sakai tengah diracuni oleh energi hitam.“Kembalilah,” suara itu terdengar dari telinga Bimantara. Suara dari Aksara. Tidak ada pilihan lain, Bimantara pun terpaksa menghadirkan bulatan cahaya lalu segera memasuki gerbang cahayanya itu. Dia menghilang secepat kilat di hadapan Pangeran Sakai.Pangeran Sakai berdiri dengan napas terengah-engah. Pedang masih di tangannya. Dia heran kenapa Bimantara menghilang dan pergi darinya. Yang paling membuat Pangeran Sakai heran adalah Bimantara selalu menahan serangan demi serangan darinya. Bimantara sama sekali tidak melakukan serangan balik

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   370. Surat dari Leluhur

    Saat Aksara hampir saja melangkah keluar dari pintu kamar itu, langkahnya terhenti ketika mendengar igauan dari Bimantara.“Dahayu...”Aksara mengernyit lalu menoleh ke arah Bimantara yang masih tidur terlelap di atas ranjang.“Dahayu... kaulah jodohku... bukan Pangeran Sakai...”Aksara pun mendekat ke sisi ranjang Bimantara kembali. Tangannya mengulur ke kepala Bimantara. Dia penasaran tentang mimpi yang dialami Bimantara saat itu. Aksara tercengang ketika melihat Bimantara tengah berlari di padang Bunga sambil menarik tangan Dahayu yang sedang berseri-seri menatap Bimantara.“Kau ingin membawa aku ke mana, Bimantara?” tanya Dahayu dalam penghlihatan Aksara.“Aku ingin membawamu keluar dari alam peri ini karena kaulah jodohku,” jawab Bimantara.“Aku tidak bisa keluar dari sini,” ucap Dahayu sambil melepas tarikan tangan Bimantara. Dahayu dan Bimanatra berhenti berlari.“Kenapa?” tanya Bimantara dengan heran.“Aku ditakdirkan untuk menetap di sini. Aku tidak bisa kembali ke alam dunia

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   371. Kitab Pengembali Ingatan

    Kepala Perguruan pun segera keluar lalu berlari dari ruangan ritual itu. Dia pun berlari ke tengah-tengah lapangan lalu berteriak memanggil seluruh penduduk perguruan. Tak lama kemudian penghuni perguruan matahari keluar dari kediaman masing-masing lalu berkumpul mengelilingi Kepala Perguruan dengan heran.“Ada apa, Tuan Guru Besar?” tanya Pendekar Pedang Emas heran.“Para leluhur telah memberitahuku bahwa Chandaka Uddhiharta adalah murid di perguruan matahari,” jawab Kepala Perguruan itu.Semua tampak tercengang dan tak percaya mendengarnya.“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya Pendekar Rambut Emas tak percaya. “Kita sudah tahu bahwa hanya ada tujuh murid baru di angakatan terbaru?”“Para Dewa telah menghapus ingatan siapapun yang pernah mengenal Chandaka Uddhiharta. Para Dewa pun menghapus ingatan Chandaka Uddhiharta pada orang-orang yang dahulu dikenalnya,” jawab Kepala Perguruan.Semua kembali tercengang mendengar itu.“Pantas saja selama ini saya merasa ada yang kurang dalam hidup

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   372. Tamu dari Timur

    Kakek kepala Perguruan Elang Putih sedang melatih murid-muridnya di lapangan padepokan tempat yang dulu dijadikan markas Gajendra bersama murid-muridnya. Langit di atasnya tampak cerah. Kakek itu berjalan memperhatikan gerakan murid-muridnya dalam berlatih bertarung satu lawan satu. Di tangannya sebuah kendi berisi arak sedang dipengangnya. Tongkat bambu untuk memecut muridnya pun berada di tangannya. Sesekali dia menenggak minumannya lalu memukul bagian tubuh murid-muridnya yang salah melakukan gerakan yang dilatihnya.“Ingat baik-baik yang sudah aku ajarkan pada kalian!” tegas Kakek itu.Semua muridnya terdiam.“Sekali saja kalian salah mengeluarkan jurus, maka musuh akan menggunakan kesempatan itu untuk melumpuhkan kalian!” teriak Kakek itu lagi.“Siap, Tuan Guru!” teriak murid-muridnya.“Lanjutkaaan!” tegas Kakek itu.“Siaaap!” teriak murid-muridnya. Mereka kembali berlatih. Kakek itu kembali mengelilingi mereka, memperhatikan satu persatu gerakan murid-muridnya.Tak lama kemudian

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   373. Nasihat Pengawal

    Pangeran Sakai tampak bingung saat mendapatkan surat dari Perguruan Matahari yang mengundangnya untuk datang ke sana. Dia memanggil Pengawal Pribadinya. Pengawal Pribadinya datang menghadapnya.“Ampun, Pangeran. Apa yang Pangeran inginkan dari hamba, hamba siap menjalankan perintah,” ucap Pengawal Pribadinya.Pangeran Sakai menatap Pengawal Pribadinya dengan lekat.“Sejak kecil, ayah telah mempercayakan dirimu untuk menjagaku. Bahkan saat aku belajar ilmu bela diri di Perguruan Matahari, engkaulah yang selalu setia menjagaku dari mara bahaya di luar sana. Saat ini engkaulah yang paling aku percayai,” ucap Pangeran Sakai.Pengawal Pribadinya terdiam, menunggu kata-kata selanjutnya dari Pangeran Sakai.“Aku sedang bingung mana yang harus aku percayai, apakah ayahku atau ucapan dari Chandaka Uddhiharta itu sendiri? Sementara saat ini aku mendapatkan surat dari Perguruan Matahari, Guru Besar Kepala Perguruan mengundangku datang ke sana. Aku khawatir jika Perguruan Matahari membela Chandak

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   374. Sebuah Pembuktian Sang Pendekar

    Bimantara masih menelusuri isi kitab yang sedang dibacanya di perpustakaan istana batu itu. Dia terhenti membaca ketika mendapati tulisan bahwa dinding pembatas yang dibuat oleh energi hitam harus memusnahkan Penguasa Kegelapan terlebih dahulu jika ingin meruntuhkannya. Bimantara pun memanggil Akasara setelah membaca itu.Aksara datang dengan heran.“Ada apa, Bimantara?” tanya Aksara.“Katanya aku harus memusnahkan Penguasa Kegelapan untuk meruntuhkan dinding pembatas tak terlihat itu,” ucap Bimantara.“Berarti kau harus menemukan tempat di mana para Dewa mengurungnya,” ucap Aksara.“Para Dewa mengurungnya?” tanya Bimantara tak percaya.“Iya,” jawab Aksara. “Para Dewa telah mengurungnya.”“Apakah aku harus meminta petunjuk kepada para Dewa untuk menemukannya?” tanya Bimantara penasaran.“Kau harus mencari tahu sendiri,” jawab Aksara.Bimantara bingung.“Memangnya kenapa jika aku hendak meminta petunjuk pada Dewata?”“Bukan kah mudah bagimu?”“Mudah bagaimana?”“Kau tinggal menggunakan

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

DMCA.com Protection Status