Satu jam, dua jam, tiga jam, hingga akhirnya meeting Satya dengan klien di hotel miliknya selesai.
"Tolong kamu urus Clarissa di kamarnya. Aku akan segera pulang menyusul Hilya," kata Satya lirih pada pria yang duduk di sebelahnya saat di ruang meeting.
"Iya," sahut laki-laki berkulit sawo matang itu sembari menutup laptop yang ada di hadapannya.
Satya mulai melangkah keluar dari hotel megah berbintang miliknya, setelah acara meeting berakhir.
Dia terlihat masuk ke dalam mobil mewah, yang dikemudikan oleh seorang sopir, dan mobil itu melaju cepat keluar dari area hotel.
Sekitar tiga jam perjalanan, akhirnya mobil itu sampai tujuan.
Satya bergegas keluar dari mobil setelah sampai di depan rumah mewah milik orang tuanya. Laki-laki itu berlari masuk ke dalam rumah, dengan memanggil-manggil asisten rumah tangganya.
"Bibi! Bibi!" seru Satya dengan berjalan menuju koridor yang mengarah ke dapur.
Terdengar suara tangis dari kamar Clar
Pagi itu di rumah Dokter Melvina, tampak Hilya sedang membantu Mbok Nah menyiapkan sarapan untuk keluarga."Mbak Hilya istirahat saja! Jangan terlalu capek!" kata wanita paruh bawa itu."Nggak papa, Mbok! Aku capek kalau harus istirahat terus," sahut Hilya."Ya sudah, kalau begitu tolong bantu Mbok Nah menata makanan ini di meja!""Siap, Mbok!" sahut Hilya sembari membawa makanan yang sudah selesai Mbok Nah plating ke meja makan.Terlihat dokter Melvina sudah berada di meja makan pagi itu."Selamat pagi Hilya!" sapa dokter Melvina sembari tersenyum ketika melihat Hilya menata makanan di meja."Selamat pagi dokter."Hilya tersenyum."Jangan terlalu capek, ya!" pesan dokter Melvina kemudian.Hilya terlihat mengangguk sembari tersenyum."O,
Dokter Candra mulai melontarkan pertanyaan kepada mamanya, saat Hilya sudah tidak berada di meja makan."Mama! Apa mama tidak salah? Hilya itu masih terlihat sangat muda. Terlihat seperti gadis yang belum menikah. Apa mama yakin dia sedang hamil?""Mama dulu juga mengira seperti itu. Mama pikir, dia gadis yang sengaja kabur dari rumah karena hamil, dan pacarnya tidak bertanggung jawab. Ternyata dugaan mama salah. Setelah dia menceritakan semuanya pada mama. Mama percaya kalau gadis itu tidak berbohong!" ucap dokter Melvina.Dalam percakapan mereka tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu."Sayang! Sepertinya ada tamu, mama lihat dulu ya!"Dokter Melvina berlahan bangkit dari tempat duduknya, dan berjalan menuju ruang tamu.Sementara dokter Candra, tampak melangkah menuju dapur rumahnya."Mbok Nah! Tolong buatkan aku teh, ya!" ujar dokter Candra.Hilya yang saat itu tengah membereskan piring kotor di dapur, menoleh ke
Hari telah berganti. Kini, pagi telah menjelang. Terlihat Hilya sedang merawat tanaman yang ada di halaman rumah dokter melvina."Hilya! Jangan terlalu capek, ya!" kata Dokter Melvina, saat dia hendak berangkat ke rumah sakit.Hilya menoleh ke arah dokter Melvina sembari mengangguk."Dokter!" seru Hilya saat dokter Melvina hendak masuk ke dalam mobil."Iya. Ada apa?"Hilya bergegas meletakkan selang air yang dia pegang, sembari berjalan cepat menghampiri dokter Melvina."Bagaimana tentang pekerjaan baru saya, Dok?" tanya wanita cantik itu."Nanti, ibu tanyakan lagi ya. Sekarang kamu jaga kesehatan, yang banyak makan, terus jangan kecapean!"Hilya mengangguk sembari tersenyum, saat mendengar pesan dari dokter cantik yang selama ini telah menolongnya."Hmmmh!"Terde
Keesokan harinya. Hilya sudah bersiap untuk berangkat ke tempat kerjanya yang baru. Dan terlihat Dokter Candra juga sudah bersiap untuk mengantar wanita cantik itu.Kini Hilya mulai bekerja di sebuah lembaga pendidikan Islam milik Ustadz Ja'far, teman baik Dokter Candra.Ada 3 jenjang pendidikan di yayasan milik Ustadz Ja'far ini. Mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah.Bukan hanya itu, di yayasan pendidikan ini, juga memiliki asrama yang diperuntukkan bagi siswa dan siswi Tsanawiyah dan Aliyah.Hilya menjadi guru kelas, serta guru mata pelajaran bahasa Arab dijenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah.Karena rajin dan gigih dalam bekerja, akhirnya Ustadz Ja'far menawarkan kepada Hilya untuk menjadi ustadzah pendamping dia asrama putri yayasan miliknya ini.Hilya akan mendapatkan gaji tambahan dan mess untuk tempat tinggal, jika dia berkenan menjadi ustadzah pendamping di asrama perempuan yayasan ini.Da
Pagi telah menjelang. Terlihat Hilya berjalan di koridor sekolah menuju kelas dimana dia akan mengajar."Hilya!" seru seorang laki-laki menghentikan langkahnya saat hendak memasuki pintu kelas.Hilya spontan menoleh."Assalamualaikum, Dokter!" sapa Hilya dengar tersenyum ke arah laki-laki yang hampir setiap hari mengunjunginya itu."Waalaikumus salam!" sahut Dokter Candra. "Aku ingin bicara sebentar, bisa kan?""Iya."Hilya mengangguk sembari mengikuti langkah dokter Candra yang berjalan menuju mobilnya.Terlihat dokter Candra membukakan pintu mobil untuk Hilya.Dengan rasa penasaran Hilya pun masuk ke dalam mobil itu."Ada apa ya, Dok?" tanya Hilya saat dokter Candra sudah masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelahnya."Hilya! Kamu perlu tahu, kalau aku dan mama benar-benar tulus, ingin menolongmu! Jadi, tolong katakan yang jujur kepada kami!""Maksud dokter?" Hilya mengernyitkan dahi."Hilya, jangan
Seharian ini, Satya tampak berkeliling di area lembaga pendidikan milik Ustadz Ja'far. Entah apa yang Satya lakukan. Namun terlihat Ustadz Ja'far sangat bahagia saat menemani laki-laki itu berkeliling melihat-lihat gedung sekolah miliknya.Hingga kemudian dia meminta ijin pada Ustadz Ja'far untuk bertemu dengan Hilya."O, iya. Ustadz! Boleh tidak saya bertemu dengan Ustadzah Hilya. Mmm, dulu dia pernah bekerja sebagai guru privat keponakan saya. Jadi, saya ingin menyapanya!" kata Satya."O, iya, tentu saja. Apa perlu saya panggil biar Ustadzah Hilya ke sini?"Ustadz Ja'far menawarkan pada Satya untuk memanggil Hilya ke kantornya."Tidak usah, biar saya cari dia ke kelasnya saja!""Oooh, iya. Boleh, silahkan! Sebentar lagi anak-anak istirahat kedua dan sholat dzuhur berjamaah, jadi bapak Satya bisa langsung bertemu dengan Ustadzah Hilya!""Iya, terima kasih!" sahut Satya.Sesaat setelah itu, Satya melangkah menuju kelas di mana
Clarissa terlihat bersandar lemas di tembok rumah itu, dengan air mata yang terus berlinang. "Maafkan aku!" kata Satya lirih dengan kembali menyentuh lengan wanita cantik itu. Seketika Clarissa menepis tangan Satya. "Katakan padaku? Seperti apa wanita yang sudah merebut kamu dariku?" Clarisa menegakkan kepalanya dan kembali menarik kerah baju Satya. "Selama ini. Kamu selalu memujiku, mengagumiku, mengatakan kalau aku adalah kebahagiaanmu! Katakan padaku! Siapa wanita itu?" teriak Clarissa lagi. "Apa yang membuat kamu, lebih memilih dia dari pada aku?" pekik Clarissa. "Apa dia lebih baik dari aku?" tanya Clarissa dengan semakin kuat menarik kerah baju Satya hingga kancing baju Satya berjatuhan. "Iya," sahut Satya lirih dengan menatap sendu mata Clarissa. "Apa?" tanya Clarissa lagi meyakinkan dirinya dengan jawaban Satya yang baru saja dia dengar. "Iya," sahut Satya dengan jawaban yang sama. Seketi
Sore telah menjelang. Kegiatan belajar-mengajar di sekolah itu telah selesai.Setelah membereskan lembar kerja murid-muridnya, Hilya bergegas keluar dari kelas.Dia berjalan menyusuri ruang-ruang kelas menuju kantor sekolah.Di tengah perjalanan, Ustadzah Naila memanggilnya."Ustadzah! Tunggu!"Ustadzah Naila menghampiri Hilya dan menjejeri langkahnya."Ustadzah, terima kasih ya! Aku nggak nyangka, pak direktur benar-benar perhatian, membawakan aku makanan dan buket buah juga," kata Ustadzah Naila.Hilya tersenyum tipis mendengar uangkapan bahagia sahabatnya. Meski sebenarnya ada rasa bersalah di hati Hilya, karena sudah berbohong dengan mengatakan kalau buket buah dan makanan itu adalah hadiah dari Pak Direktur untuk Ustadzah Naila yang dititipkan padanya.Ditengah keasyikan Ustadzah Naila bercerita tentang kebahagiaannya. Tiba-tiba Pak Direktur Satya berdiri di hadapan mereka berdua."Assalamualaikum, Ustadzah!" sapa S