Clarissa terlihat bersandar lemas di tembok rumah itu, dengan air mata yang terus berlinang.
"Maafkan aku!" kata Satya lirih dengan kembali menyentuh lengan wanita cantik itu.
Seketika Clarissa menepis tangan Satya.
"Katakan padaku? Seperti apa wanita yang sudah merebut kamu dariku?"
Clarisa menegakkan kepalanya dan kembali menarik kerah baju Satya.
"Selama ini. Kamu selalu memujiku, mengagumiku, mengatakan kalau aku adalah kebahagiaanmu! Katakan padaku! Siapa wanita itu?" teriak Clarissa lagi.
"Apa yang membuat kamu, lebih memilih dia dari pada aku?" pekik Clarissa.
"Apa dia lebih baik dari aku?" tanya Clarissa dengan semakin kuat menarik kerah baju Satya hingga kancing baju Satya berjatuhan.
"Iya," sahut Satya lirih dengan menatap sendu mata Clarissa.
"Apa?" tanya Clarissa lagi meyakinkan dirinya dengan jawaban Satya yang baru saja dia dengar.
"Iya," sahut Satya dengan jawaban yang sama.
Seketi
Sore telah menjelang. Kegiatan belajar-mengajar di sekolah itu telah selesai.Setelah membereskan lembar kerja murid-muridnya, Hilya bergegas keluar dari kelas.Dia berjalan menyusuri ruang-ruang kelas menuju kantor sekolah.Di tengah perjalanan, Ustadzah Naila memanggilnya."Ustadzah! Tunggu!"Ustadzah Naila menghampiri Hilya dan menjejeri langkahnya."Ustadzah, terima kasih ya! Aku nggak nyangka, pak direktur benar-benar perhatian, membawakan aku makanan dan buket buah juga," kata Ustadzah Naila.Hilya tersenyum tipis mendengar uangkapan bahagia sahabatnya. Meski sebenarnya ada rasa bersalah di hati Hilya, karena sudah berbohong dengan mengatakan kalau buket buah dan makanan itu adalah hadiah dari Pak Direktur untuk Ustadzah Naila yang dititipkan padanya.Ditengah keasyikan Ustadzah Naila bercerita tentang kebahagiaannya. Tiba-tiba Pak Direktur Satya berdiri di hadapan mereka berdua."Assalamualaikum, Ustadzah!" sapa S
Keesokan paginya, mobil Satya sudah terparkir di halaman gedung sekolah tempat Hilya mengajar.Satya mengurungkan niatnya untuk keluar dari dalam mobil, ketika sebuah mini bus warna hitam berhenti, dan parkir di sebelah mobil mewahnya.Terlihat seorang laki-laki berkemeja hijau, keluar dari dalam mobil.Dia adalah Ustadz Imran. Dia tampak bercermin di jendela kaca mobilnya, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.Saat Ustadz Imran masih berdiri di samping mobilnya. Tiba-tiba Satya membuka pintu mobil, dan menghempaskan pintu itu dengan keras hingga mengenai tubuh Ustadz Imran."Astaghfirullah!"Ustadz Imran terkejut."Maaf! Aku tidak sengaja!" kata Satya pura-pura tidak sengaja melakukannya."Mmm, tidak apa-apa!" sahut Ustadz Imran dengan tersenyum."O, iya. Kenalkan! Aku Satya. Donatur yang sedang menyelesaikan pembangunan gedung baru di sekolah ini!" kata Satya dengan menjulurkan tangannya untuk bersalaman."Iya."Ustadz Imran langsung menjabat tangan Satya dengan mengangguk."
Pagi telah menjelang. Seperti biasa Ibu Diana sudah duduk rapi di meja makan.Satya yang baru turun dari lantai dua rumahnya, segera menghampiri wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu."Selamat pagi, Ma!" sapanya dengan mencium pipi mamanya.Pagi ini Satya terlihat berpenampilan casual dengan celana jeans dan sweater panjang yang lengannya dia tarik ke atas hingga mendekati siku.Laki-laki itu tampak duduk di hadapan mamanya dengan menyendok nasi dan sayuran untuk dia makan."Hari ini mama akan ke rumah sakit lagi! Mama harap, kamu bisa menemani mama ke sana!""Maaf, Ma! Pagi ini aku sudah janji pada Clara, akan mengantarnya jalan-jalan ke toko buku.""Satya!"Ibu Diana menatap Satya kesal."Mama akan tunggu!" timpal Ibu Diana."Setelah mengantar Clara. Satya ada janji dengan klien," sahut Satya."Ini hari minggu! Apa tidak ada hari lain untuk bertemu dengan klien?""Sudah terlanjur janji.""Hmmmh!"Ibu Diana membuang napas kesal."Kenapa kamu berubah menjadi jahat pada Clar
"Lepas!"Hilya berusaha menggerakkan tangannya untuk melepaskan cengkraman kuat tangan Satya."Aku sudah cukup bersabar dengan sikap angkuh, kamu! Dan sekarang aku tidak akan melepaskanmu!" kata Satya kesal."Kamu mau apa?" tanya Hilya dengan membalikkan badan, dan mendongakkan wajahnya melihat ke arah Satya."Sudah cukup kamu menyiksa aku seperti ini!" tegas Satya. "Berhenti menolak diriku! Berhenti bersikap angkuh padaku! Berhenti mengacuhkanku! Sekarang juga ikut aku!" kata Satya dengan menarik lengan Hilya."Aku tidak mau! Lepas!" pekik Hilya dengan berusaha melepaskan tangan kuat Satya yang menarik lengannya hingga terasa sakit.Dengan mengerahkan semua tenaganya, akhirnya Hilya dapat melepaskan cengkraman tangan kuat Satya itu. Dan, Satya kembali menarik tangan Hilya yang hendak berlari meninggalkannya."Mau kemana kamu? Aku tidak akan melepaskanmu!"Satya terlihat geram."Dengar ya Hilya! Aku benar-benar tidak habis pikir dengan sikapmu. Kamu bisa bersikap ramah pada laki-laki
Satya masih tampak berlutut di ujung kaki Ibu Diana.Ibu Diana masih bergeming dan terisak tangis."Keluarga pasien Hilya!" panggil seorang perawat rumah sakit.Seketika Satya bangkit dan menoleh ke arah suara itu."Saya suaminya!" kata Satya dengan menghampiri perawat perempuan itu."Pasien Hilya masih kritis. Dia kehabisan darah yang cukup banyak. Kita sudah melakukan donor darah, dan persediaan darah di bank darah, tidak mencukupi. Tolong! Mungkin ada keluarga atau sanak saudara yang memiliki golongan darah sama, dan bisa mendonorkan!" kata perawat itu.Terlihat kemudian, perawat itu menjelaskan tentang golongan darah Hilya di depan Satya dan Ibu Diana.Setelah perawat itu pergi. Satya mulai menoleh ke arah mamanya."Ma, tolong Hilya dan anakku, Ma!" kata laki-laki itu dengan mengatupkan kedua tangan.Ibu Diana yang masih diselimuti rasa kesal dan kesedihan segera meraih handphone dari dalam tas kecilnya, dan mulai menghubungi entah siapa untuk meminta pertolongan donor darah.Seme
Setelah kepergian Dirga dari kamarnya, Satya kembali memikirkan kata-kata Dirga. Timbul pertanyaan di benaknya, mungkinkan dokter Candra akan mempengaruhi Hilya untuk menuntut dirinya.Ada perasaan cemas di pikirannya, kalau-kalau dokter Candra benar-benar akan melakukan hal itu."Hmmmh!"Terdengar dia membuang napas kuat, dan kemudian menepis perasaannya itu dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.Kakinya mulai melangkah mendekat ke arah tempat tidur Hilya. Dengan perasaan kacau, dia memandangi wanita yang terkulai lemas di atas bed rumah sakit karena keegoisannya itu.Ada rasa bersalah di hatinya. Apalagi saat ini, wanita itu tengah mengandung anaknya.Namun tiba-tiba di tengah kegundahannya, seorang wanita dengan selang infus di tangan masuk ke dalam kamar itu mengejutkan dirinya."Clarissa? Kenapa kamu ada sini?" tanyanya kaget, saat melihat mantan tunangannya tiba-tiba berdiri di belakangnya."Sayang! Aku tahu kamu adalah laki-laki yang baik! Aku tahu kamu memutuskan hubungan kita
Sore ini, Satya sudah berada di kamar Hilya. Hilya masih juga belum terjaga dari tidurnya.Perasaan Satya mulai cemas, karena sudah hampir dua hari Hilya belum juga terjaga.Dreeet! Terasa handphone di saku jasnya bergetar. Satya segera mengangkat handphone tersebut."Aku dan orang tua Hilya sudah berada di depan kamar," kata Dirga pada laki-laki itu.Tidak lama setelah menutup telepon.Ceklek!Suara pintu dibuka."Assalamualaikum!"Dirga membawa seorang perempuan berbaju syar'i warna hijau dengan balutan kerudung dengan warna senada, bersama seorang laki-laki tua mengenakan baju koko dan sarung serta kopiyah warna putih di kepalanya."Waalaikum salam!" jawab Satya. "Ummi, Abah! Mari masuk!"Satya bergegas menghampiri sepasang suami istri itu, sembari mencium tangannya."Jangan cemas ya, Nak! Wanita hamil itu, keluar masuk rumah sakit sudah biasa. Dulu waktu ummi hamil Hilya, ummi juga sakit selama berhari-hari!" kata seorang wanita cantik yang kurang lebih berusia 45 tahun itu, menc
Sudah lima hari Hilya berada di rumah sakit, ditemani oleh ibunya. Satya menjaga dan merawat Hilya dengan baik saat di rumah sakit.Kini dokter sudah mengijinkan Hilya untuk pulang.Dengan suka cita Satya membawa Hilya pulang ke rumahnya, bersama ayah mertua dan ibu mertua juga."Abah tidak salah kan, Mi? Memilihkan jodoh untuk putri kita. Menantu kita benar-benar orang kaya!" ujar Haji Abdul Ghofur dengan wajah sangat bahagia ketika sampai di depan rumah Satya.Tampak laki-laki tua itu memperhatikan sekeliling rumah menantunya dengan takjub."Masya Allah! Kaya sekali ya, Bah, Nak Satya!" sahut Hajjah Halimah dengan melihat sekeliling rumah Satya dari dalam mobil mewah yang mereka naiki.Tidak lama kemudian mereka keluar dari dalam mobil.Hilya yang mengendarai mobil berbeda dengan orang tuanya, keluar dari mobil terlebih dahulu."Abah bangga punya menantu kamu, Nak! Kamu benar-benar kaya!"Terlihat Haji Abdul Ghofur menghampiri Satya dan menepuk-nupuk pundak menantunya dengan rasa ba