Bab 37 Aku Bukan Monster
"Waalaikumsalam, Abraham? Kamu sudah sampai, Sayang?" ujar Nyonya Jonathan dengan aura bahagia.
"Ya, Bu. Ibu apa kabar?"
Abraham memeluk ibunya.
"Alhamdulillah, baik juga. Ibu senang kau datang," ucap Nyonya Jonathan.
"Kak, Brandy tidak tahu apa yang terjadi pada Mera. Lihatlah, tubuhnya kian kurus dan lemah," ucap Brandy dengan suara prihatin.
"Sabar, semua pasti ada hikmahnya,"
Abraham mengambil tempat duduk agak jauh dariku.
"Mera, tadi Kak Abraham bawakan oleh-oleh. Apa kau mau mencicipinya?" Tanya Brandy.
"Nanti saja," ucapku.
Sebenarnya aku malu untuk mengakui bahwa aku sangat menginginkannya. Tiba-tiba saja aku berselera dengan oleh-oleh yang Abraham bawa.
Ya Tuhan. Apa aku terlalu lebay? Tidak! Apa yang kurasakan ini memang murni dari naluri.
"Bu, Ibu boleh istirahat dulu. Kan ada aku dan Kak Abraham, buat menjaga Mera" tutur Brandy.
"Oh iya. Mera, Ibu pu
Bab 38 Bukan Aku Yang MenginginkannyaSelama ini, seringkali Nyonya Jonathan atau Brandy membelikan aku buah apel jenis itu. Tepi seleraku tidak seperti ini. Semakin aneh saja."Mau apelnya? Itu kan buah kesukaanmu, Bukan?" Suara berat AbrahamAku tersentak.Kulihat Abraham beranjak, berjalan mendekati meja.Abraham membawa keranjang buah tersebut mendekatiku. Aku menelan ludah ketika melihat ranumnya apel merah segar di dalam keranjang di tangan Abraham.Kulihat Abraham mengupas apel tersebut, lalu memotongnya menjadi beberapa bagian.Rupanya logat Abraham masih tetap sama seperti dulu. Dulu inilah pemandangan yang biasa kulihat. Dimana ia mengupas buah dan mencandaiku lembut dengan gayanya yang khas.Tapi sekarang candaan itu sudah tidak terlihat lagi.Kuperhatikan wajahnya kembali. Kuperhatikan baik-baik. Aku perhatikan wajah itu memang sungguh menarik. Di dekatnya tidaklah mengerikan seperti dulu. Melaink
Bab 39 Sebuah Firasat "Mera, rasa sayangku padamu tidak akan pernah pudar. Hanya saja, sekarang rasa sayang itu biar kusimpan dalam bentuk kasih sayang seorang kakak pada sang adik. Jujur Mera, aku tidak bisa mencari penggantimu. Aku belum mampu. Kuharap, kau segera pulih dan tidak lagi harus dirawat seperti ini." Aku diam saja mendengar ucapannya. "Abraham, mengapa kau jual rumah yang telah kau bangun kepada Brandy dengan harga begitu murah?" Aku tidak bisa menahan pertanyaan yang telah kusimpan sejak lama. "Tidak usah bicara soal rumah itu, Mera. Aku tidak menyinggung masalah itu. Aku sudah cukup senang bila kau tinggal di rumah seperti yang pernah kau impikan sebelumnya. Meski kau tidak tinggal disana bersamaku, tapi kau bisa menempatinya bersama Brandy." "Itu untukmu, Me
Bab 40 Entahlah sudah dua hari ini badanku terasa lebih baikkan. Tubuhku tidak lagi lemah dan selera makan pun meningkat. Karena ini aku meminta untuk pulang dan tidak dirawat lagi di klinik kesehatan. Kondisi klinik sudah terlalu memuakkan bagiku. "Aku senang melihat kesehatanmu membaik, Sayang. Semoga buah hati kita selalu dianugerahi kesehatan. Maaf ya sayang. Gara-gara mengandung anakku badanmu jadi sakit-sakitan," ucap Brandy mencium perutku. "Ah ini bukan salahmu. Janin yang sedang berada dalam perutku ini adalah anakku juga." Ucapku. Keluar dari klinik aku memilih untuk berjalan sendiri. Brandy membimbing langkahku. Menurut ucapannya ia belum begitu percaya untuk melepaskan aku untuk berjalan sendiri. Entahlah. Perhatian lelaki itu memang terlalu besar. &nbs
41 Tubuh Mera benar-benar sehat. Seluruh anggota keluarga merasa senang dengan kesehatan Mera. Tidak lagi seperti dulu, dimana Mera selalu memilih-milih makanan yang kira-kira bisa lolos dari kerongkongan. Sekarang apapun yang ada di meja makan akan lahapnya dengan berselera. Seperti kali ini, sepotong pizza di atas meja makan menarik perhatian perempuan itu. Tak urung Mera melahap pizza tersebut. Di sudut lain steak daging pun tak luput dari giliran santapannya. Tingkahnya membuat geleng-geleng kepala seorang laki-laki yang diam-diam memperhatikan tingkah Mera. Setelah semuanya berhasil di lahap habis, segelas minuman pun di seruputnya hingga tersisa sedikit saja. Wanita tersebut nampak menyetel AC. Sembari mengelus perut. Mera mengubah posisi duduk dengan lebih santai. Menikmat
Bab 42 Brandy mengernyitkan dahi melihat sikap istrinya yang mendadak berubah. "Ada apa, Sayang? Kelihatannya kamu terkejut," ucap Brandy samping mengambil posisi tempat duduk di samping Mera. Tangan kanan yang meraih jari-jemari Mera. Sadar akan kebingungan suaminya, Mera bergegas bersikap untuk mengubah sikap menjadi sebiasa mungkin. "Ah tidak apa-apa. Cuma sedikit bingung saja kok Kak Abraham cepat sekali kembali ke Jerman," sahut Mera. "Oh itu ... Namanya juga tuntutan kerja, Sayang," jelas Brandy tersenyum. "Iya, di mana-mana memang selalu saja pekerjaan yang kerap menjadi alasan utama seseorang untuk tinggal berjauhan dari saudara mereka. Bahkan lintas negara," ujar Mera. Sembari bibirnya berucap, Mera menyibakkan rambutnya ke belakang. Kakinya melangkah menuju ke je
Bab 43 Hingga akhirnya tibalah di mana hari Abraham harus kembali lagi ke Jerman. "Kak, biar aku yang bawa barangnya," ujar Brandy mendorong koper yang tidak terlalu besar yang berisi barang-barang kakaknya. Sedangkan Mera terpekur lesu di kursi ruang kamar.. "Mera ...? Ada apa denganmu kok malah terlihat murung, Sayang," Brandy mengernyitkan dahi. "Tidak apa, Sayang. Cuma sedikit pusing," sahut Mera kemudian. "Apa kesehatanmu kembali menurun?" Brandy mulai khawatir. "Kurasa tidak. Aku baik-baik saja," jawab Mera pelan. "Kita akan mengantar kak Abraham berangkat ke bandara. Tapi ... Hmmm ... Kalau kondisimu sedang dalam keadaan tidak baik, biar Ibu sama Ayah saja yang pergi, aku akan menemanimu," Brandy membelai pundak Mera. "Ku kira ak
Bab 44 Sambil menunggu, Nyonya Jonathan beserta keluarga asyik dalam obrolan. Suasana begitu hangat. Mungkin karena mereka berpikir, nanti akan butuh waktu yang lama agar bisa kembali mengobrol bersama sang anak sulung. Sedangkan Mera tidak terlalu banyak mengeluarkan suara. Hanya sesekali saja ia menyunggingkan senyum dan tertawa sekenanya. "Mera, kau baik-baik saja kan?" Brandy menggenggam tangan istrinya. "Ya, tentu. Aduh ... Sebentar ya, aku ke toilet dulu," sahut Mera. Ia takut jika Brandy memperhatikan tingkahnya. "Mau kutemani ...?" Brandy mendekatkan wajah. "Tidak usah. Lagian cuma ke toilet aja kok," sahut Mera. Merah bergegas melangkah menjauh. Setelah pintu toilet tertutup, wanita cantik itu tidak kuasa lagi menahan tetesan-tetesan bening yang seda
Bab 45 Sungguh Mera bergidik gelagapan melihat siapa yang memotong ucapannya. "A ... Abraham ... Me ... mengapa kau membuntuti langkahku ...?" Dengan gugup suara itu keluar terbata-bata dari bibir Mera. "Aku tak membuntutimu, ini hanya kebetulan saja" sahut Abraham dingin. Tidak tahan menahan dorongan dari dalam hatinya, Mera mendongakkan kepala, menatap wajah yang selama ini mengganggu kenyamanan hidupnya. Wajah tampan itu semakin membuat Mera terenyuh. Dadanya mulai sesak menahan rasa serba salah, rindu, kagum, takut kehilangan, dan sejuta rasa lainnya yang tak mampu untuk ia urai. 'Andai saja kau halal untukku sentuh, tentu saja sudah kudekap dirimu erat-erat, Abraham ... Andai kau tahu, bagaimana gemuruh rasa yang ku tanggung ... Andai saja kau berada di posisiku sekarang, belum tentu kau mampu berta