Bab 1 Pernikahan Dan Masa Lalu
Meriahnya pesta pernikahan sungguh membuatku merasa seperti ratu. Semua perhatian tercurah padaku. Aku yang mengenakan gaun putih bersanding dengan seorang pria tampan yang baru saja mengikrarkan janji dan sumpah pernikahan.
Brandy Mahendra, pria gagah dengan jambang tipisnya sukses membuatku terkesima dengan pandangan pertama sejak ia datang menemui keluargaku.
Ya, kami menikah karena perjodohan. Ayahnya dan Ayahku, merekalah yang pada awalnya menginginkan pernikahan ini. Namun sekarang aku sama sekali tidak menyesalinya.
Setelah kupikir-pikir, aku cukup beruntung dinikahi oleh pria tersebut. Dia berasal dari keluarga kaya raya dengan perusahaan besar yang mereka kelola. Lagi pula, pria ini sepertinya memang benar-benar mencintaiku.
Brandy sungguh berhasil menghipnotis hatiku. Perlahan sosok lelaki yang baru saja menikahiku tersebut mampu menggantikan sosok pria acuh yang selama ini menjalin kasih denganku, hingga membuatku terlalu mudah melupakannya.
Sedang pikiran ini berbunga-bunga, tiba-tiba di antara para tamu undangan, mataku terpaku pada seorang pria yang ketahuan memperhatikan aku dari kejauhan.
Aku menyipitkan mata, mencoba memperjelas penglihatan. Namun, meski berkali-kali aku mengucek-ucek mata, lelaki itu tetap ada di sana. Berdiri dengan gagah.
"Ada apa, Sayang?" Brandy menggenggam jemariku.
Belum habis keherananku, lelaki yang tadi memperhatikan aku malah mendekat.
Jantungku berdegup kencang. Apa yang akan dia lakukan?
Aku takut. Aku khawatir dia akan merusak acara pernikahan ini. Aku gemetar.
"Selamat, Brandy! Kau mendapatkan istri yang sangat cantik. Aku bangga padamu!"
Di luar dugaan, lelaki itu menyalami kami, dan memberikan ucapan selamat.
Ku lihat Brandy tersenyum sumringah.
Aku kaget, apa mereka memang sudah saling mengenal? Atau mereka memang berteman? Mengapa aku tidak tahu?
"Ya, Kak. Terimakasih. Doain Brandy agar bisa menjadi suami yang baik buat Meranti."
Whatt?
Aku menutup mulut.
Brandy memanggil pria ini Kak? Ada apa dengan dua lelaki ini.
Aku kebingungan.
"Mera, kenalkan ini kakak sulungku, Kevin Abraham,"
Kali ini, pernyataan Brandy benar-benar membuat jantungku serasa copot. Bagaimana bisa Kevin Abraham merupakan kakak sulung dari pria yang menikahiku?
Sesungguhnya aku tidak memerlukan Brandy untuk mengenalkan pria ini. Karena aku memang sudah mengenalinya sejak lama.
Aku diam membungkam. Mulutku tidak mampu meski untuk sekedar berucap.
"Sayang, kamu tidak perlu merasa gugup di hadapan Kak Abraham. Dia orang baik. Memang dia jarang berada di rumah, dia tinggal di kota yang berbeda. Tapi jangan khawatir, dia tidak akan menelanmu dengan tampang sangarnya," ucap Brandy tersenyum tipis.
"Biarkan saja, Brandy. Mungkin Meranti belum terbiasa. Hehee, iya kan Mera?" Abraham memandangku.
Lagi-lagi tatapan mata itu tak mampu untuk ku balas. Rasa bersalah menghantuiku.
"Hmmm, i ... Iya!" Jawabku spontan.
"Nah kan, kok gugup, Sayang? Ooh, mungkin Mera belum begitu kenal dengan anggota-anggota keluargaku. Tampang keluargaku memang banyak yang sangar, Mera. Tapi mereka tampan-tampan lho. Hehee. Jadi jangan gugup." Goda Brandy.
Aku tersenyum.
Andai saja aku bisa berucap jujur, Aku kaget dan gugup bukan karena itu, Brandy.
Tapi karena Kevin Abraham, kakakmu itu adalah bagian dari masa laluku. Dia adalah seorang lelaki yang telah aku tinggalkan demi pernikahan ini, Brandy.
Ada secercah rasa bersalah di hatiku kekasih yang telah dua tahun menjalin hubungan khusus denganku ternyata merupakan kakak dari suamiku.
Aku mencoba untuk menahan rasa bersalah ini.
Kevin Abraham melayangkan senyum padaku. Entah ada apa di balik senyum itu.
***
Malam semakin menunjukkan kegelapan nya. Tibalah saatnya brandy mengajakku untuk masuk ke suatu ruangan yang cukup luas. Tanpa banyak bicara aku menurut.
Harum semerbak kamar pengantin, dengan bunga-bunga dan dekorasi yang dibuat sedemikian rupa, membuatku deg-degan.
Di kamar inilah aku berada. Di mana malam ini, aku dan Brandy akan menikmati malam bersama untuk pertama kalinya.
Mungkin orang-orang tertentu akan menganggapku kampungan karena belum pernah di sentuh oleh pria manapun sebelumnya. Ah masa bodoh. Sedari dulu aku memang berkomitmen untuk menjaga mahkota suci yang kumiliki untuk lelaki yang mengikrarkan ikrar pernikahan denganku.
Menjaga kesucian di tengah-tengah masyarakat modern memang tak mudah. Tapi berkat usaha dan pegangan erat pada komitmen, keinginan itu berhasil. Dan malam ini aku akan mengakhiri komitmen itu.
Bisa dibayangkan bukan bagaimana dag dig dug nya jantungku. Membayangkan....
Belum habis berkelana melalui khayalan, kulihat lelaki yang baru saja menikahiku tadi siang itu mendekat. Semakin ia mendekat semakin pula terasa jikalau bibir ini kaku tak mampu untuk sekedar bersuara.
Pemilik langkah itu memandang dengan lembut. Oh ternyata senyumannya tidak segarang wajahnya.
Aku tidak berani beranjak tetap duduk di tepian ranjang, menunggu was-was apa yang akan dilakukan oleh pria tersebut.
"Sayang,"
Degh...
Suara beratnya menyapa.
"Mmm, i iiya ..." Jawaban yang cukup gugup.
Hupp...
Jantungku yang berdetak tatkala ia meraih tanganku dan menggenggamnya erat.
"Mengapa terlihat gugup, Sayang? Tenang! aku tidak akan menelanmu bulat-bulat. Justru malam ini aku akan menghiburmu dengan cara yang cukup baik dan menyenangkan," bisiknya pada daun telinga ini. Lembut sekali.
Aku merinding. Benar-benar merinding. Kelu lidahku membuat tak mampu untuk membalas ucapannya.
"Tenangkan dirimu dahulu! Aku akan datang kembali nanti, ketika kau sudah siap," ucapnya datar sembari melangkah keluar ruangan.
Detak cepat jantungku yang sedari tadi tidak teratur, perlahan kembali normal. Setidaknya aku bisa merasa lega.
Kupalingkan pandangan ke arah cermin besar di dinding. Kupandang wajah dan tubuh.
Fyuuuh... Apa yang akan terjadi pada tubuh ini sebentar lagi. Sebuah pertanyaan datang menghampiri, sanggupkah aku menerima cumbuan Brandy?
Aku larut dalam bayangan-bayangan yang kutakuti sekaligus membuat penasaran.
Kututup kembali kimono yang sedikit terbuka di bagian dada. Sehingga bagian yang sedikit menyembul dan kenyal tadi tertutupi dengan sempurna. Meskipun aku sadar, pakaian ini memang dirancang terlalu mudah untuk di sibak dan dilepas.
Mama sih, menyarankan aku memakai baju ini di malam pertama. padahal aku tidak punya cukup rasa percaya diri untuk mengenakannya.
"Hai ...!"
Aku menoleh ke arah sumber suara.
Seorang laki-laki kekar berdiri memicingkan mata. Aku bergidik ngeri. Brewokannya itu yang membuat aku tak bisa membayangkannya mendarat di leherku. Nah kan pikiranku mulai melanglang buana.
Tanpa mempedulikan rasa gugup ini, Brandy malah mendaratkan sebuah kecupan di kening ini.Fyuuuh... aku menghela nafas panjang untuk meringankan rasa gugup yang kian menjalar.
Tanpa ragu Brandy melepaskan pakaiannya hingga menyisakan kaos pendek dan celana pendek. Keduanya bernuansa kontras hitam dan putih.
Huuuuh... Aku menutup mata ini ketika menangkap sesuatu yang membuatku merinding dari balik sesuatu.
"Sini ...!" Brandy menuju ke sisi sofa dimana ia duduk dengan santainya.
"Mmm.. nanti saja," elakku halus.
"Ini sudah waktunya, Sayang," ia mendekat.
Melingkari pinggangku dengan kedua tangannya dan entah dia sengaja atau tidak, bagian bawahnya menempel di sekitaran perut ini.
Astaga pria ini membuat bulu kuduk berdiri tegang.
Tanpa meminta izin, dia menempelkan dan melum*t bib*rku.
Demikianlah, malam itu kami larut dalam pelukan malam berselimut hangatnya kasih sayang.
Bersambung...
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir di cerita ini. semoga selalu bersemangat mengikuti cerita ini.
Cerita ini mengandung bawang. Siapkan tisu jika ingin melanjutkan membaca bab demi bab selanjutnya. Hehe ....
Semoga berkenan meninggalkan komen dan ulasannya.
Terimakasiih....
love you alll...
Bab 2 Sikap Aneh BrandyMobil kami berhenti di depan sebuah Villa."Ayo, turun Sayang," Brandy membukakan pintu untukku.Aku tersenyum lalu turun.Sebuah mobil telah berhenti mendahului kami sebelumnya.Aku heran.Sekonyong-konyong dari dalam mobil itu keluarlah Abraham.Aku terkhenyak.Ada apa dengannya? Mengapa dia harus turut ada di sini?"Sayang, kamu nampak kaget lagi. Tenang, Kak Abraham cuma nganterin kita ajah." Brandy menenangkan."Ya, aku tidak kaget kok." Jawabku berusaha tenang.Abraham tersenyum. Namun tanpa bicara.Berusaha untuk tanpa peduli, aku melangkahkan kaki membuntuti jejak Brandy. Sialnya Abraham malah mengekor.Ada apa dengan laki-laki itu? Apa dia tidak tahu kalau kami akan berlibur untuk merayakan honeymoon di sini? Mengapa dia turut serta?Menjelang malam harinya, aku memandang lautan lepas. Di pelukan Brandy, serasa malam ini semakin hangat. Namun tidak demik
Bab 3 Siapa Yang Menggauliku?"Bagaimana tadi, urusannya sudah selesai?" Tanyaku."Sudah, Sayang. Maaf membuatmu lama menunggu," jawabnya pelan.Ku rasakan tangan Brandi melingkari pinggangku.Beberapa saat lamanya kami terdiam."Jangan takut, aku tidak akan meninggalkanmu," bisik Brandy pada telingaku.Sentuhan jambangnya pada telingaku membuatku merinding."Aku sayang sama kamu!" Bisiknya lagi. Kali ini wajahnya sedikit mengarah ke tengkukku.Ah, sentuhan itu semakin menggoda."Sayang, tubuhmu indah sekali. Aku tidak menyangka bisa menikahi gadis secantik kamu. Makasih ya, aku mencintaimu," bisik Brandy tertahan.Suara itu, aku tahu laki-laki ini sedang menginginkan haknya.Tebakanku benar-benar kenyataan.Tangan kekar itu melepaskan kimonoku. Berhubung masih baru, aku masih bersikap pasif.Tangan itu mulai merayap. Aku serasa melayang.Permainan itu terus berlangsung, hingga aku tak
Bab 4 Strong Husband "Lho tadi kan sudah di kasih," serobotku. Aku aneh dengan sikap Brandy, bukankah tadi ia sudah mendapatkannya? Mengapa sekarang menagih lagi dengan semangat. Padahal kan Aku juga butuh waktu untuk istirahat. Hehe.. Sedangkan Brandy menyipitkan mata dengan ucapanku barusan. "Kapan? Toh aku baru saja pulang. Ooh mau nolak ya?" Godanya. Aku terhenyak. Kalau Brandy baru saja pulang, siapa yang menggauliku tadi? Pikiranku mulai tidak enak. "Sayang, apa kamu benar-benar baru pulang?" Tanyaku. "Iya. Memangnya kenapa?" Brandy menatapku. Bagaimana ini? Aku kebingungan. Siapa laki-laki yang tadi menggauliku? "Barusan mati lampu, aku mendengar ada ketu
Bab 5 Teror Kakak IparBeginikah rasanya berhadapan langsung dengan pria tampan? Sensasinya tidak bisa kuurai dengan kata-kata. "Aku ingin segera mempunyai malaikat kecil yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan kita, Mera. Jika perempuan, pasti nanti anak kita akan cantik seperti ibundanya," ucap Brandy. "Dan jikalau laki-laki pasti akan tampan seperti ayahandanya," balasku. "Bagaimana kalau nanti aku minta tiga anak? Senang sekali jika rumah kita di ramaikan dengan anak-anak yang lucu-lucu," Ucap Brandy. Aku senang mendengarnya, dengan demikian dia benar-benar mengharapkan aku menjadi istri yang akan melahirkan anak-anaknya. Tangan Brandy kembali merayap nakal. Menyusuri lekuk-lekuk yang tersembunyi pada tubuhku. Demikianlah, malam itu seusai bercengkerama, pertempuran hangat
Bab 6 Siapa Yang Abraham Ceritakan? "Pagi, Kak. Sedang lari pagi ya?" Brandy menjawab sapaan Abraham dengan hangat. Kevin Abraham, lelaki yang pernah singgah di hatiku itu mengangguk. Pakaian olahraga yang ia pakai tidak bisa menyembunyikan kegagahan yang ia miliki. Ucapan Brandy tempo hari memang benar. Dua bersaudara ini memang tampan. Aku yakin, semua orang yang melihat pasti berpikiran sama denganku. Pesona mereka membuat para wanita bertekuk lutut. Sungguh beruntung aku bisa mendapatkan Brandy. Namun aku tidak bisa menampik jika Kevin Abraham juga sesosok pria yang tidak kalah menarik. Sesuatu yang sebenarnya tidak ku harapkan terjadi. Dua kakak beradik itu memutuskan untuk duduk bersana. Tentu saja aku ada di antara mereka. "Asyiknya jika s
Bab 7 Misteri Wanita Yang Menyakiti Abraham "Sepertinya aku tidak bisa mengenalkan gadis itu pada kalian." Jawab Abraham dengan tatapan kosong. "Lho, mengapa?" Brandy menyipitkan mata."Karena wanita itu telah dinikahi oleh pria lain." Degh ...Jantungku berdegup kencang. Siapa wanita yang ia maksud? "Apaa?" Brandy terperanjat. "Ya, wanita yang selama ini sering aku ceritakan padamu, sudah menjadi istri orang lain." Jawab Abraham dengan jari-jari saling menggenggam satu sama lain. "Tega sekali wanita itu meninggalkan kakak untuk dinikahi oleh pria lain," Brandy nampak marah. "Itulah yang dinamakan takdir, Brandy. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Terkadang kita mencintai seseorang dengan sepenuh hati, tapi itu tidak menjamin kan k
Bab 8 Petaka Di Kamar Villa Aku asyik dengan ponselku. Sendirian. Brandy sedang keluar untuk menemui temannya kemarin yang kebetulan berada di kota yang sama di mana kami berada sekarang. Entah mengapa, badanku terasa panas, dan, ah seperti ada yang bergejolak. Seperti menuntut sesuatu yang tidak seharusnya. Karena sensasi panas ini, aku melepas pakaianku, apa yang terjadi padaku? Sebenarnya ingin rasanya aku keluar dari Villa dan menikmati taman sekedar menghirup udara segar. Namun untuk melangkahkan kaki keluar, aku tidak mempunyai keberanian yang cukup. aku khawatir akan bertemu dengan Abraham, si kakak ipar keras kepala. Clink, sebuah panggilan masuk ke ponsel. Heuumm ... Dari Brandy suamiku. "Sayang, coba cek ada dokumen di dalam tasku, tolong berikan sama kak Abra
Bab 9 Cinta Buta Sang Kakak Ipar "Bunuh saja aku ini, Abraham. Kau jahaat. Tidak ada gunanya lagi aku hidup. Tidak ada gunanya lagi. Aku ingin mati saja." Air mata mengalir deras. Tiba-tiba Abraham memelukku erat. "Maafkan aku, Mera. Maaf. Hapus airmatamu. Aku menyesal. Sangat menyesal. Kau tahu Mera, aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Kau tahu siapa yang aku ceritakan sama kalian di taman pagi tadi? Itu adalah kamu. Kamu membuatku gila, Mera. Kau meninggalkan aku demi Brandy," Serasa sekarang apa yang ia bicarakan adalah omong kosong belaka. Aku jijik mendengarnya. Rasa bersalahku terhadap Brandy kian menjadi-jadi. Rasa malu menggelayut di benakku. Tubuh ini, tubuh ini menjijikkan. Secepat kilat ku ambil sebuah gelas di atas meja di sisi tempat tidur, dan kulemparkan ke arah Abraham. "Brak