Bab 3 Siapa Yang Menggauliku?
"Bagaimana tadi, urusannya sudah selesai?" Tanyaku.
"Sudah, Sayang. Maaf membuatmu lama menunggu," jawabnya pelan.
Ku rasakan tangan Brandi melingkari pinggangku.
Beberapa saat lamanya kami terdiam.
"Jangan takut, aku tidak akan meninggalkanmu," bisik Brandy pada telingaku.
Sentuhan jambangnya pada telingaku membuatku merinding.
"Aku sayang sama kamu!" Bisiknya lagi. Kali ini wajahnya sedikit mengarah ke tengkukku.
Ah, sentuhan itu semakin menggoda.
"Sayang, tubuhmu indah sekali. Aku tidak menyangka bisa menikahi gadis secantik kamu. Makasih ya, aku mencintaimu," bisik Brandy tertahan.
Suara itu, aku tahu laki-laki ini sedang menginginkan haknya.
Tebakanku benar-benar kenyataan.
Tangan kekar itu melepaskan kimonoku. Berhubung masih baru, aku masih bersikap pasif.
Tangan itu mulai merayap. Aku serasa melayang.
Permainan itu terus berlangsung, hingga aku tak tahu kapan terakhir balutan benang tipis di tubuhku terlepas.
Tanpa kusadari lelaki yang sekarang bersamaku juga dalam keadaan yang sama.
Aku tidak menyangka, kali ini permainan Brandy berbeda dari sebelum-sebelumnya. Aku merasa kali ini, aku benar-benar di sanjung dan di puja. Aku salut padanya. Sepertinya dia mengenali tipikal permainan yang ku suka.
Aku tidak mampu berkata. Namun dalam hati aku mengakui keahlian Brandy. Mungkin saja karena ini adalah malam honeymoon kami. Mungkinkah selama ini ia menyembunyikan kepiawaiannya?
Setelah selesai, Brandy memelukku erat.
"Terimakasih, Sayang. Aku benar-benar mencintaimu. Aku yang akan selalu menjagamu, Mera," bisik Brandy seraya mengecup keningku.
Aku tersentuh dengan ucapannya.
"Makasih, sudah bersedia menjadi suami yang baik untukku,"
Brandy diam
Tanpa sengaja aku menyentuh wajahnya. Aneh. Ada yang basah di sana.
Hatiku bertanya-tanya, mengapa Brandy menitikkan air mata. Bukankah ini moment bahagia. Atau dia sedang terharu?
Aku memeluk Brandy erat.
Sejenak kemudian, Brandy sibuk dengan dirinya sendiri. Kurasa dia sedang mengenakan pakaiannya.
Mengapa dia tidak membersihkan tubuh terlebih dahulu? Tapi ah sudahlah. Sikap lelaki siapa yang tahu. Aku membatin, Malam ini Brandy sedikit aneh.
"Sayang, aku akan keluar sebentar. Tutup kembali pintunya, ya!" ucapnya.
"Kemana lagi, Sayang?" Tanyaku.
"Sebentar saja,"
"Tapi lampunya mati, aku takut," Ujarku.
"Jangan takut. Sebentar lagi juga akan menyala kembali, jangan lupa cepat bersihkan tubuh ya, Sayang. Nanti suamimu ini ingin minta ronde kedua," celotehnya.
Akhirnya aku menyerah.
Sebelum keluar, kembali Brandy memelukku. Aku heran dengan sikapnya.
Sesaat setelah Brandy keluar.
Benar saja. Lampu menyala. Aku merasa lega.
Aku membersihkan tubuhku. Kemudian tempat tidur yang acak-acakan pun ku rapikan kembali.
Semuanya telah rapi.
Cukup lama aku menunggu Brandy kembali.
"Lama banget sih," aku menggerutu.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Assalamualaikum, Sayang!" Suara Brandy jelas.
Tanpa ragu aku membuka pintu.
"Maaf sayang, lama. Soalnya tadi masalah penting yang di bahas dan harus selesai besok. Maaf ya!"
Emmmuach.
Sebuah kecupan hangat mendarat di dahiku.
Brandy melangkah masuk.
"Oh ya, tadi sepeninggalku tidak ada yang aneh-aneh kan, Sayang. Nggak ada hantu kan? Oh ya kamu udah bobok tadi ya, ih malam ini suamimu ingin nagih yang spesial lho. Tahu kan? Dah kebelet tadi pengen pulang dan menemui istri cantikku ini," Brandy mencolek daguku.
"Lho tadi kan sudah di kasih," serobotku.
Aku aneh dengan sikap Brandy, bukankah tadi ia sudah mendapatkannya? Mengapa sekarang menagih lagi dengan semangat. Padahal kan Aku juga butuh waktu untuk istirahat. Hehe..
Sedangkan Brandy menyipitkan mata dengan ucapanku barusan.
"Kapan? Toh aku baru saja pulang. Ooh mau nolak ya?" Godanya.
Aku terhenyak.
Kalau Brandy baru saja pulang, siapa yang menggauliku tadi?
Bersambung...
Bab 4 Strong Husband "Lho tadi kan sudah di kasih," serobotku. Aku aneh dengan sikap Brandy, bukankah tadi ia sudah mendapatkannya? Mengapa sekarang menagih lagi dengan semangat. Padahal kan Aku juga butuh waktu untuk istirahat. Hehe.. Sedangkan Brandy menyipitkan mata dengan ucapanku barusan. "Kapan? Toh aku baru saja pulang. Ooh mau nolak ya?" Godanya. Aku terhenyak. Kalau Brandy baru saja pulang, siapa yang menggauliku tadi? Pikiranku mulai tidak enak. "Sayang, apa kamu benar-benar baru pulang?" Tanyaku. "Iya. Memangnya kenapa?" Brandy menatapku. Bagaimana ini? Aku kebingungan. Siapa laki-laki yang tadi menggauliku? "Barusan mati lampu, aku mendengar ada ketu
Bab 5 Teror Kakak IparBeginikah rasanya berhadapan langsung dengan pria tampan? Sensasinya tidak bisa kuurai dengan kata-kata. "Aku ingin segera mempunyai malaikat kecil yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan kita, Mera. Jika perempuan, pasti nanti anak kita akan cantik seperti ibundanya," ucap Brandy. "Dan jikalau laki-laki pasti akan tampan seperti ayahandanya," balasku. "Bagaimana kalau nanti aku minta tiga anak? Senang sekali jika rumah kita di ramaikan dengan anak-anak yang lucu-lucu," Ucap Brandy. Aku senang mendengarnya, dengan demikian dia benar-benar mengharapkan aku menjadi istri yang akan melahirkan anak-anaknya. Tangan Brandy kembali merayap nakal. Menyusuri lekuk-lekuk yang tersembunyi pada tubuhku. Demikianlah, malam itu seusai bercengkerama, pertempuran hangat
Bab 6 Siapa Yang Abraham Ceritakan? "Pagi, Kak. Sedang lari pagi ya?" Brandy menjawab sapaan Abraham dengan hangat. Kevin Abraham, lelaki yang pernah singgah di hatiku itu mengangguk. Pakaian olahraga yang ia pakai tidak bisa menyembunyikan kegagahan yang ia miliki. Ucapan Brandy tempo hari memang benar. Dua bersaudara ini memang tampan. Aku yakin, semua orang yang melihat pasti berpikiran sama denganku. Pesona mereka membuat para wanita bertekuk lutut. Sungguh beruntung aku bisa mendapatkan Brandy. Namun aku tidak bisa menampik jika Kevin Abraham juga sesosok pria yang tidak kalah menarik. Sesuatu yang sebenarnya tidak ku harapkan terjadi. Dua kakak beradik itu memutuskan untuk duduk bersana. Tentu saja aku ada di antara mereka. "Asyiknya jika s
Bab 7 Misteri Wanita Yang Menyakiti Abraham "Sepertinya aku tidak bisa mengenalkan gadis itu pada kalian." Jawab Abraham dengan tatapan kosong. "Lho, mengapa?" Brandy menyipitkan mata."Karena wanita itu telah dinikahi oleh pria lain." Degh ...Jantungku berdegup kencang. Siapa wanita yang ia maksud? "Apaa?" Brandy terperanjat. "Ya, wanita yang selama ini sering aku ceritakan padamu, sudah menjadi istri orang lain." Jawab Abraham dengan jari-jari saling menggenggam satu sama lain. "Tega sekali wanita itu meninggalkan kakak untuk dinikahi oleh pria lain," Brandy nampak marah. "Itulah yang dinamakan takdir, Brandy. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Terkadang kita mencintai seseorang dengan sepenuh hati, tapi itu tidak menjamin kan k
Bab 8 Petaka Di Kamar Villa Aku asyik dengan ponselku. Sendirian. Brandy sedang keluar untuk menemui temannya kemarin yang kebetulan berada di kota yang sama di mana kami berada sekarang. Entah mengapa, badanku terasa panas, dan, ah seperti ada yang bergejolak. Seperti menuntut sesuatu yang tidak seharusnya. Karena sensasi panas ini, aku melepas pakaianku, apa yang terjadi padaku? Sebenarnya ingin rasanya aku keluar dari Villa dan menikmati taman sekedar menghirup udara segar. Namun untuk melangkahkan kaki keluar, aku tidak mempunyai keberanian yang cukup. aku khawatir akan bertemu dengan Abraham, si kakak ipar keras kepala. Clink, sebuah panggilan masuk ke ponsel. Heuumm ... Dari Brandy suamiku. "Sayang, coba cek ada dokumen di dalam tasku, tolong berikan sama kak Abra
Bab 9 Cinta Buta Sang Kakak Ipar "Bunuh saja aku ini, Abraham. Kau jahaat. Tidak ada gunanya lagi aku hidup. Tidak ada gunanya lagi. Aku ingin mati saja." Air mata mengalir deras. Tiba-tiba Abraham memelukku erat. "Maafkan aku, Mera. Maaf. Hapus airmatamu. Aku menyesal. Sangat menyesal. Kau tahu Mera, aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Kau tahu siapa yang aku ceritakan sama kalian di taman pagi tadi? Itu adalah kamu. Kamu membuatku gila, Mera. Kau meninggalkan aku demi Brandy," Serasa sekarang apa yang ia bicarakan adalah omong kosong belaka. Aku jijik mendengarnya. Rasa bersalahku terhadap Brandy kian menjadi-jadi. Rasa malu menggelayut di benakku. Tubuh ini, tubuh ini menjijikkan. Secepat kilat ku ambil sebuah gelas di atas meja di sisi tempat tidur, dan kulemparkan ke arah Abraham. "Brak
Bab 10 Aku Masih Mecintaimu, Mera! "Lupakan aku Abraham. Biarkan aku bahagia. Jangan menyiksa aku seperti ini. Jangan biarkan aku terus merasa bersalah pada Brandy. Jangan gerogoti hak yang seharusnya milik adikmu. Kau curang, Abraham!" "Tidakkah kau lihat luka menganga yang kau toreh untukku, Mera? Aku tahu perasaanku ini salah. Aku sadar itu, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar kau bisa berlalu dari benakku. Tolong ajari aku bagaimana caranya!" jelas sekali kulihat jikalau semua tutur kata yang keluar dari mulut Abraham menyimpan kesedihan yang mendalam. "Kalau kamu mencintaiku, tolong biarkan aku hidup nyaman," "Bagaimana bisa aku membiarkan kau hidup nyaman, sedangkan sesungguhnya aku masih belum bisa merelakan kau hidup dalam naungan rumah tangga bersama Brandy. Katakan padaku Mera, bahwa aku masih ada di hatimu?" Hatiku berkecamuk dengan pertanyaan k
Bab 11 Romansa Rintik Hujan "Sayang, mengapa kelihatan murung? Ada apa? Apa ada sesuatu yang kau pikirkan? Cerita dong! Jangan di pendam sendiri," Brandy mendekatiku. Aku merasa dilema. Apa harus aku menceritakan semuanya pada Brandy? Namun, harus berpikir dua kali untuk mengatakan kenyataan yang aku hadapi. Pertanyaannya, pantaskah? Pantaskah seorang suami sebaik Brandy harus mendengar kenyataan pahit itu? Kalau seandainya dia tahu apa yang telah terjadi, mungkin saja dia akan marah dan langsung menceraikan aku. Tidak, aku tidak ingin itu terjadi. Aku belum sanggup kehilangan suamiku. Kulihat Brandy beranjak dari duduknya, aku membiarkan saja. Sejenak kemudian ia kembali dengan sebuah gelas di tangan. "Minum dulu, Sayang. Supaya rileks. Ini aku bawakan suplemen makanan untukmu, di minum ya,"  
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed
Bab 117"Sebaiknya kamu jangan bersikap seperti itu kepada istrimu, Brandy! Sebab bagaimanapun sebagai seseorang yang telah mengenal Mera jauh sebelumnya, maka aku sudah tahu bagaimana sikap Mera yang sebenarnya. Dia sama sama sekali bukan wanita yang buruk. Kau tahu, Brandy, setelah dia menjadi istrimu, sama sekali Mera tak pernah bersikap tak wajar padaku, meskipun kami pernah memiliki masa lalu bersama. Bahkan bicara denganku saja dia tak pernah terkesan tak wajar, justru ia tak pernah ingin mengobrol denganku lagi, kemudian Mera tak pernah melemparkan senyum padaku. Apalagi senyum yang menyiratkan ketidakwajaran. Dia benar-benar menjauhiku. Aku yakin sekali, itu adalah bentuk cintanya padamu dan bagaimana usahanya dalam menjaga perasaanmu sebagai suami." ucap Abraham. Dalam hati laki-laki itu sangat menyayangkan sikap Brandy yang terlihat cuek dan tak peduli dengan kejujuran dari wanita sebaik Mera."Aku tahu Kakak memang jauh lebih mengenal Mera daripada aku. Bagaimana tidak, to
Bab 116"Mera apa yang kau katakan? Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Aku sudah bilang jika akulah yang bersalah, Mera!Bukan kamu! Jika ada hal buruk yang harus ditimpakan atas semua ini, maka timpakan saja semuanya padaku, bukan pada kalian!" Abraham bangun dari duduknya."Kau tidak perlu membelaku, Abraham! Akulah yang bersalah! Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini, menyadari kesalahanku sendiri. Jujur saja aku merasa benar-benar tak pantas memasuki keluarga kalian. Tepatnya tak pantas berdiri di antara kalian berdua, menghancurkan persaudaraan kalian, dan membuat kalian hampir saja bercerai-berai seperti ini. Membuat kalian berselisih paham. Aku hanya orang lain yang datang dan tanpa sengaja merusak sebuah ikatan persaudaraan kalian." Mera berkata lirih tanpa ekspresi."Tidak Mera! Tolong jangan katakan itu!" Abraham kembali bersuara.Sedangkan Brandy tetap diam. Meski hatinya tak bisa berbohong jika tengah gundah gulana. Sebenarnya hatinya pilu mendengar ucapan Mera
Bab 115"Patutkah kau mempertanyakan itu padaku Brandy?" Abraham mempertanyakan sebuah pertanyaan."Kak, aku bertanya karena aku memang merasa patut mengutarakan pertanyaan ini. Kalau aku merasa tak patut, tentu saja aku tidak akan mengutarakannya." Brandy mencoba menjawab."Brandy, bagaimana jika aku katakan bahwa seseorang yang aku ceritakan padamu dulu padamu, kamu tak mungkin mengenalnya. Karena dia adalah orang yang ada di masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Pertanyaanmu sama saja dengan mengulang luka yang dulu pernah ia torehkan." Abraham menjawab pertanyaan sang adik.Itulah jawaban yang terbersit di benak Abraham saat ini.Meski Abraham sendiri merasa berdosa telah kembali mengukang sebuah kebohongan, tak bisa nicara dengan kejujuran. Karena jujur akan memberi peluang luka lebih besar untuk Brandy. Itulah secuil pertimnangan yang Abraham pikirkan untuk sementara ini."Jujurlah, Kak! Apakah wanita yang kakak sebutkan telah menyakiti Kakak dahulu bukan Mera is