Bab 7 Misteri Wanita Yang Menyakiti Abraham
"Sepertinya aku tidak bisa mengenalkan gadis itu pada kalian." Jawab Abraham dengan tatapan kosong.
"Lho, mengapa?" Brandy menyipitkan mata.
"Karena wanita itu telah dinikahi oleh pria lain."
Degh ...
Jantungku berdegup kencang. Siapa wanita yang ia maksud?
"Apaa?" Brandy terperanjat.
"Ya, wanita yang selama ini sering aku ceritakan padamu, sudah menjadi istri orang lain." Jawab Abraham dengan jari-jari saling menggenggam satu sama lain.
"Tega sekali wanita itu meninggalkan kakak untuk dinikahi oleh pria lain," Brandy nampak marah.
"Itulah yang dinamakan takdir, Brandy. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Terkadang kita mencintai seseorang dengan sepenuh hati, tapi itu tidak menjamin kan kita untuk mendapatkan cinta dalam porsi yang sama," ungkap Abraham.
"Wanita itu jahat kak. Kurang apa lagi kak Abraham ini? Apa wanita itu sudah buta?"
"Tidak usah menyalahkan dia, Brandy. Salahkan saja kakak yang tidak bisa membuatnya nyaman. Mungkin selama ini kakak terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga membuatnya kesepian, lalu menerima pinangan pria lain. Wanita itu tidak bersalah. Meskipun sebenarnya aku sibuk bekerja tidak lain adalah untuk masa depan kami,"
"Ah sudahlah, menceritakan wanita itu tidak akan ada habis-habisnya. Melupakannya memang tak mudah. Tapi aku yakin, seiring waktu dia akan kembali lagi. Aku masih mencintainya. Aku tidak peduli dia sudah bersama pria lain,"
Aku terperanjat dengan kata-kata Abraham.
Ada rasa tak enak dengan kata-kata terakhirnya.
Bersamaan dengan itu Abraham menatapku dalam.
Astaga! Tatapannya itu.
Kuharap Brandy tidak menaruh curiga dengan ulah kakaknya. Keterlaluan sekali Abraham. Sepatutnya dia jangan melirikku seperti itu.
Sebenarnya siapakah wanita yang ia bicarakan? Apakah itu aku? Kuharap bukan.
Aku menepis semua pikiran-pikiran negatif yang datang menghampiri.
"Buat apa lagi kakak berharap pada perempuan busuk itu kak? Tidak usah menaruh harapan lagi padanya. Artinya dia bukan wanita baik-baik. Kakak bisa mendapatkan yang lebih dari dia. Di luar sana banyak gadis-gadis menarik yang menaruh hati sama kakak. Aku yakin itu," Ucap Brandy.
"Memang Brandy, di luaran sana banyak wanita yang menaruh hati sama kakak. Tapi tidak dengan cinta kakak. Sampai kapanpun cinta kakak tetap untuknya. Kedengarannya memang gila. Tapi mau bagaimana lagi, kakak sudah terlanjur mencintainya," tanggap Abraham.
"Lebih baik kakak lupakan saja dia, tidak ada gunanya mengharapkan seseorang yang sudah resmi milik orang lain, Kak. Kurasa tidaklah sulit bagi Kak Abraham untuk mencari pengganti yang lebih baik," Aku mencoba untuk menimbrung percakapan mereka.
Abraham melayangkan senyum tanpa ekspresi.
"Mera benar, Kak," timpal Brandy.
"Ya, Mera memang benar. Tapi sayangnya, aku tidak bisa hidup tanpa dia. Aku laki-laki, Mera. Aku akan tetap memperjuangkan apa yang menjadi keinginanku. Andai saja aku tidak mencintainya, tentu saja bukan hal sulit untuk membiarkannya hidup bersama orang lain. Tapi yang terjadi justru kebalikannya,"
Aku dan Brandy terdiam.
Sepertinya sia-sia untuk melunakkan hati laki-laki tersebut.
"Kakak tinggal dulu ya! Selamat berlibur," Abraham pamit meninggalkan kami.
Brandy memperhatikan punggung kakaknya yang perlahan menjauh.
"Dia memang keras kepala," ucap Brandy.
"Percuma juga kita bicara, dia pasti akan tetap melakukan apa yang menurutnya benar," lanjut Brandy lagi.
"Tapi meskipun demikian, dia orang baik, pekerja keras dan penyayang. Aku yakin cintanya untuk perempuan itu pasti sangat besar. Kalau tidak, Kak Abraham tidak akan bersikap seperti ini. Aku tahu betul sifatnya," brandy menceritakan perihal kakaknya.
Tiba-tiba dari kejauhan mataku melihat Abraham berjalan ke arah kamar kami.
"Ih sayang kenapa Kak Abraham masuk ke kamar kita?" Tanyaku heran.
"Ah paling juga ingin mengambil barang titipannya kemarin, Sayang." Jawab Brandy santai.
***
Aku asyik dengan ponselku. Sendirian. Brandy sedang keluar untuk menemui temannya kemarin yang kebetulan berada di kota yang sama di mana kami berada sekarang.
Entah mengapa, badanku terasa panas, dan, ah seperti ada yang bergejolak.
Seperti menuntut sesuatu yang tidak seharusnya.
Karena sensasi panas ini, aku melepas pakaian, apa yang terjadi padaku?
Bersambung...
Bab 8 Petaka Di Kamar Villa Aku asyik dengan ponselku. Sendirian. Brandy sedang keluar untuk menemui temannya kemarin yang kebetulan berada di kota yang sama di mana kami berada sekarang. Entah mengapa, badanku terasa panas, dan, ah seperti ada yang bergejolak. Seperti menuntut sesuatu yang tidak seharusnya. Karena sensasi panas ini, aku melepas pakaianku, apa yang terjadi padaku? Sebenarnya ingin rasanya aku keluar dari Villa dan menikmati taman sekedar menghirup udara segar. Namun untuk melangkahkan kaki keluar, aku tidak mempunyai keberanian yang cukup. aku khawatir akan bertemu dengan Abraham, si kakak ipar keras kepala. Clink, sebuah panggilan masuk ke ponsel. Heuumm ... Dari Brandy suamiku. "Sayang, coba cek ada dokumen di dalam tasku, tolong berikan sama kak Abra
Bab 9 Cinta Buta Sang Kakak Ipar "Bunuh saja aku ini, Abraham. Kau jahaat. Tidak ada gunanya lagi aku hidup. Tidak ada gunanya lagi. Aku ingin mati saja." Air mata mengalir deras. Tiba-tiba Abraham memelukku erat. "Maafkan aku, Mera. Maaf. Hapus airmatamu. Aku menyesal. Sangat menyesal. Kau tahu Mera, aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Kau tahu siapa yang aku ceritakan sama kalian di taman pagi tadi? Itu adalah kamu. Kamu membuatku gila, Mera. Kau meninggalkan aku demi Brandy," Serasa sekarang apa yang ia bicarakan adalah omong kosong belaka. Aku jijik mendengarnya. Rasa bersalahku terhadap Brandy kian menjadi-jadi. Rasa malu menggelayut di benakku. Tubuh ini, tubuh ini menjijikkan. Secepat kilat ku ambil sebuah gelas di atas meja di sisi tempat tidur, dan kulemparkan ke arah Abraham. "Brak
Bab 10 Aku Masih Mecintaimu, Mera! "Lupakan aku Abraham. Biarkan aku bahagia. Jangan menyiksa aku seperti ini. Jangan biarkan aku terus merasa bersalah pada Brandy. Jangan gerogoti hak yang seharusnya milik adikmu. Kau curang, Abraham!" "Tidakkah kau lihat luka menganga yang kau toreh untukku, Mera? Aku tahu perasaanku ini salah. Aku sadar itu, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar kau bisa berlalu dari benakku. Tolong ajari aku bagaimana caranya!" jelas sekali kulihat jikalau semua tutur kata yang keluar dari mulut Abraham menyimpan kesedihan yang mendalam. "Kalau kamu mencintaiku, tolong biarkan aku hidup nyaman," "Bagaimana bisa aku membiarkan kau hidup nyaman, sedangkan sesungguhnya aku masih belum bisa merelakan kau hidup dalam naungan rumah tangga bersama Brandy. Katakan padaku Mera, bahwa aku masih ada di hatimu?" Hatiku berkecamuk dengan pertanyaan k
Bab 11 Romansa Rintik Hujan "Sayang, mengapa kelihatan murung? Ada apa? Apa ada sesuatu yang kau pikirkan? Cerita dong! Jangan di pendam sendiri," Brandy mendekatiku. Aku merasa dilema. Apa harus aku menceritakan semuanya pada Brandy? Namun, harus berpikir dua kali untuk mengatakan kenyataan yang aku hadapi. Pertanyaannya, pantaskah? Pantaskah seorang suami sebaik Brandy harus mendengar kenyataan pahit itu? Kalau seandainya dia tahu apa yang telah terjadi, mungkin saja dia akan marah dan langsung menceraikan aku. Tidak, aku tidak ingin itu terjadi. Aku belum sanggup kehilangan suamiku. Kulihat Brandy beranjak dari duduknya, aku membiarkan saja. Sejenak kemudian ia kembali dengan sebuah gelas di tangan. "Minum dulu, Sayang. Supaya rileks. Ini aku bawakan suplemen makanan untukmu, di minum ya,"  
Bab 12 Pengintai Kemesraan"Lihat langit, mendung. Karena itu cuaca menjadi dingin. Tapi aku merasa suasana ini hangat," ucapnya datar. "Oh ya?" Timpalku seolah ingin menebak. "Kau tahu kenapa, Mera?" Aku menggeleng pelan. "Karena ada kamu, kamu yang membuat suasana berbeda," tawa renyahnya mengalir. "Gombal," imbuhku. "Kau tidak percaya, Mera?" Brandy membalikkan tubuhku, hingga kini wajahnya berada berhadapan denganku. "Kau satu-satunya wanita yang berhasil membuatku jatuh cinta. Senang sekali rasanya aku berhasil menjadikanmu istri," ujarnya. "Bagaimana menurutmu? Apa aku tampan?" Tanyanya lagi. Pertanyaan konyol. "Menurutmu sendiri bagaimana?" Aku balik bertanya.
Bab 13 Ipar Pengusik Ketenangan Uuuh Brandy, andai kau tahu siapa sebenarnya kakakmu itu. Tak sudi lagi rasanya aku melihat wajah Abraham s*alan itu. "Untuk apa dia duduk sendirian di sana? Cuaca sedang tidak bersahabat begini, malah berdingin-dingin di sana, nanti bisa sakit." gerutu Brandy Sebentar kemudian sosok Abraham beranjak, lalu berjalan masuk ke arah ruangan Villa.Ada apa dengan pria itu? "Mungkin dia sedang ingin menikmati hujan." Jawabku sekenanya. "Kasihan Kak Abraham, harus sendirian. Tapi salah sendiri mengapa tidak ingin segera menikah. Lama-lama bisa jadi perjaka tua dia," Brandy berucap sambil terkekeh. "Yuk, kita masuk, cuaca bertambah dingin. Sepertinya sebentar lagi hujan akan semakin deras," Tiba-tiba Brandy menggendong tubuhku.
Bab 14 Melupakan Itu Tak Mudah "Mana serangganya?" Aku kembali mengingat ke ucapan Brandy semula. "Tidak ada serangga, Sayang. Adanya ini," Brandy menyerahkan kotak itu ke tanganku. Aku menyambutnya riang. "Apa ini? Untukku? Cantik sekali!" Ulangku lagi. "Ya, Mera. Aku membelikan hadiah ini khusus buat kamu. Bukalah!" "Oowh, terimakasih, terimakasih," Perlahan aku membuka kotak kecil tersebut. What ...? Begitu kotak itu kubuka, terlihatlah sebuah untaian rantai halus dan elegan keperakan dengan sebuah mata liontin yang berwarna biru berkilau. Aku terkesima. "Bagaimana? Apa kau menyukainya?" tanya Brandy meminta pendapatku. "Ooh, tentu saja, tentu saja. Mmm, sebaliknya apa kau tidak rugi menghabisk
Bab 15 Moment Yang Telah Usai "Sekarang aku berbicara sebagai kakakmu, dan juga sebagai sesama laki-laki. Tolong, jagalah Mera baik-baik. Jangan sampai kau bertindak menyakitinya. Buatlah dia bahagia sekuat yang kau mampu," suara Abraham. Abraham, Abraham. Sebelum kau berpesan demikian, seharusnya kau sadar, bahwa kaulah pria pengusik ketenanganku. Aku merasa tidak enak dengan kehadiran Abraham di villa ini. Aku tidak menyukainya.. Bergegas aku mengganti pakaian. Dalam hati aku berharap Abraham akan segera berlalu dari sini. Aku tidak ingin terus-menerus terganggu karena kehadirannya yang lambat laun bisa saja membuat Brandy curiga. Sedikitpun aku tidak ingin membuat Brandy kecewa hanya karena kelakuan b*jat Abraham. Katanya mau le luar negeri, tapi mengapa pria itu belum pergi juga? Apa itu hanya akal-ak