Bab 4 Strong Husband
"Lho tadi kan sudah di kasih," serobotku.
Aku aneh dengan sikap Brandy, bukankah tadi ia sudah mendapatkannya? Mengapa sekarang menagih lagi dengan semangat. Padahal kan Aku juga butuh waktu untuk istirahat. Hehe..
Sedangkan Brandy menyipitkan mata dengan ucapanku barusan.
"Kapan? Toh aku baru saja pulang. Ooh mau nolak ya?" Godanya.
Aku terhenyak.
Kalau Brandy baru saja pulang, siapa yang menggauliku tadi?
Pikiranku mulai tidak enak.
"Sayang, apa kamu benar-benar baru pulang?" Tanyaku.
"Iya. Memangnya kenapa?" Brandy menatapku.
Bagaimana ini? Aku kebingungan. Siapa laki-laki yang tadi menggauliku?
"Barusan mati lampu, aku mendengar ada ketukan pintu ..."
Belum selesai aku berbicara, Brandy malah tertawa. Seolah apa yang kukatakan adalah hal lucu yang patut ditertawakan.
"Istriku ini penakut rupanya. Sudahlah, mungkin itu hanya halusinasimu ajah, Sayang." Brandy membelai rambutku.
"Mmm, bukan begitu. Maksudku tadi benar-benar ada..."
"Ada apa lagi?" Potong Brandy.
"Sudahlah, Sayang. Tidak usah takut lagi. Ada aku disini. Lagi pula tidak mungkin ada seorangpun yang berani mengganggumu. Kak Abraham masih ada di sini kok. Tidak ada yang berani macam-macam sama kita selagi berada di dekatnya,"
Aku tersentak, Kevin Abraham ada di sini? Astagaa. Mengapa darahku berdesir hebat ketika nama itu di sebut.
Sebisa mungkin aku menyembunyikan kegelisahan hati. Untuk menceritakan semuanya secara detail, ada rasa takut bergelayut di hati.
Kembali aku bersikap biasa-biasa saja. Kulihat Brandy yang kelelahan, kulepas jaketnya. Ia tersenyum.
"Kamu cantik, Mera." Pujinya.
"Makasiih," tanggapku pendek.
"Sebentar, apa ini?" Brandy memegang leherku.
Aku terkejut. Mulai lagi pikiranku tidak enak.
"Mera, mengapa lehermu ada bekas merah?"
Brandy memegang leherku bagian depan.
"Bukankah kamu yang melakukannya?" Jawabku spontan.
Aku mengingat-ingat, memang tadi sore Brandy sempat mendaratkan kecupan di sana.
"Oh iya. Hehee. Nggak nyangka sampe ninggalin bekas," Brandy mengulas senyum.
Dalam hati aku kebingungan. Mungkin saja Brandy ingin mengerjaiku? Atau dia hanya pura-pura lupa akan pertempuran menggairahkan tadi?
"Bagaimana, Mera? Apa kau merasa baik-baik saja? Kulihat kau sedikit gelisah." Ucap Brandy sembari merangkul pundakku.
Ia mendekatkan wajahnya pada wajahku. Padangan kami bertemu. Mata tajam itu sekarang menatap kedua mata ini lekat.
"Tidak. Aku baik-baik saja. Maksudku, aku tidak apa-apa." Jawabku.
Wajah tampan Brandy kian mendekati wajah ini. Membuatku lagi-lagi gemetar tidak karuan.
Beginikah rasanya berhadapan langsung dengan pria tampan? Sensasinya tidak bisa kuurai dengan kata-kata.
Wajahnya kian mendekat. Aku memejamkan mata. Bibirnya menempel pada bibirku. Hangat. Aku mencoba menikmati permainan lidahnya.
Sementara lidahnya menari-nari beringas, tangannya beraksi liar kesana kemari.
Tangannya menyibak gaun tipis yang aku kenakan. Kembali tubuh ini di buat pasrah dan takluk tanpa mampu bicara sepatah kata pun.
Sungguh aku kembali dibuat berg*irah. Kehangatan kembali membakar. Membuat tubuhku lagi-lagi berpeluh.
Sebagai pengantin baru aku terbilang beruntung. Mendapatkan lelaki perkasa di segala bidang.
Meski ini adalah yang kedua kalinya untuk malam ini, tapi rasanya aku tak merasa bosan menghadapi permainan yang di berikan Brandy.
Eh, nanti dulu, apakah yang pertama tadi benar-benar Brandy? Ya tuhan. Aku hampir melupakannya.
Aku menepuk dahi.
Ini pasti karena terlalu terbawa suasana.
"Kenapa, Sayang? Apa kau menikmatinya?" Tanya Brandy sembari merapatkan tubuhnya padaku.
"Tentu," balasku cepat.
Kembali Brandy membuatku terbuai dengan sentuhan-sentuhan yang membuatku hanyut dalam kenikmatan.
Bersambung...
Bab 5 Teror Kakak IparBeginikah rasanya berhadapan langsung dengan pria tampan? Sensasinya tidak bisa kuurai dengan kata-kata. "Aku ingin segera mempunyai malaikat kecil yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan kita, Mera. Jika perempuan, pasti nanti anak kita akan cantik seperti ibundanya," ucap Brandy. "Dan jikalau laki-laki pasti akan tampan seperti ayahandanya," balasku. "Bagaimana kalau nanti aku minta tiga anak? Senang sekali jika rumah kita di ramaikan dengan anak-anak yang lucu-lucu," Ucap Brandy. Aku senang mendengarnya, dengan demikian dia benar-benar mengharapkan aku menjadi istri yang akan melahirkan anak-anaknya. Tangan Brandy kembali merayap nakal. Menyusuri lekuk-lekuk yang tersembunyi pada tubuhku. Demikianlah, malam itu seusai bercengkerama, pertempuran hangat
Bab 6 Siapa Yang Abraham Ceritakan? "Pagi, Kak. Sedang lari pagi ya?" Brandy menjawab sapaan Abraham dengan hangat. Kevin Abraham, lelaki yang pernah singgah di hatiku itu mengangguk. Pakaian olahraga yang ia pakai tidak bisa menyembunyikan kegagahan yang ia miliki. Ucapan Brandy tempo hari memang benar. Dua bersaudara ini memang tampan. Aku yakin, semua orang yang melihat pasti berpikiran sama denganku. Pesona mereka membuat para wanita bertekuk lutut. Sungguh beruntung aku bisa mendapatkan Brandy. Namun aku tidak bisa menampik jika Kevin Abraham juga sesosok pria yang tidak kalah menarik. Sesuatu yang sebenarnya tidak ku harapkan terjadi. Dua kakak beradik itu memutuskan untuk duduk bersana. Tentu saja aku ada di antara mereka. "Asyiknya jika s
Bab 7 Misteri Wanita Yang Menyakiti Abraham "Sepertinya aku tidak bisa mengenalkan gadis itu pada kalian." Jawab Abraham dengan tatapan kosong. "Lho, mengapa?" Brandy menyipitkan mata."Karena wanita itu telah dinikahi oleh pria lain." Degh ...Jantungku berdegup kencang. Siapa wanita yang ia maksud? "Apaa?" Brandy terperanjat. "Ya, wanita yang selama ini sering aku ceritakan padamu, sudah menjadi istri orang lain." Jawab Abraham dengan jari-jari saling menggenggam satu sama lain. "Tega sekali wanita itu meninggalkan kakak untuk dinikahi oleh pria lain," Brandy nampak marah. "Itulah yang dinamakan takdir, Brandy. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Terkadang kita mencintai seseorang dengan sepenuh hati, tapi itu tidak menjamin kan k
Bab 8 Petaka Di Kamar Villa Aku asyik dengan ponselku. Sendirian. Brandy sedang keluar untuk menemui temannya kemarin yang kebetulan berada di kota yang sama di mana kami berada sekarang. Entah mengapa, badanku terasa panas, dan, ah seperti ada yang bergejolak. Seperti menuntut sesuatu yang tidak seharusnya. Karena sensasi panas ini, aku melepas pakaianku, apa yang terjadi padaku? Sebenarnya ingin rasanya aku keluar dari Villa dan menikmati taman sekedar menghirup udara segar. Namun untuk melangkahkan kaki keluar, aku tidak mempunyai keberanian yang cukup. aku khawatir akan bertemu dengan Abraham, si kakak ipar keras kepala. Clink, sebuah panggilan masuk ke ponsel. Heuumm ... Dari Brandy suamiku. "Sayang, coba cek ada dokumen di dalam tasku, tolong berikan sama kak Abra
Bab 9 Cinta Buta Sang Kakak Ipar "Bunuh saja aku ini, Abraham. Kau jahaat. Tidak ada gunanya lagi aku hidup. Tidak ada gunanya lagi. Aku ingin mati saja." Air mata mengalir deras. Tiba-tiba Abraham memelukku erat. "Maafkan aku, Mera. Maaf. Hapus airmatamu. Aku menyesal. Sangat menyesal. Kau tahu Mera, aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Kau tahu siapa yang aku ceritakan sama kalian di taman pagi tadi? Itu adalah kamu. Kamu membuatku gila, Mera. Kau meninggalkan aku demi Brandy," Serasa sekarang apa yang ia bicarakan adalah omong kosong belaka. Aku jijik mendengarnya. Rasa bersalahku terhadap Brandy kian menjadi-jadi. Rasa malu menggelayut di benakku. Tubuh ini, tubuh ini menjijikkan. Secepat kilat ku ambil sebuah gelas di atas meja di sisi tempat tidur, dan kulemparkan ke arah Abraham. "Brak
Bab 10 Aku Masih Mecintaimu, Mera! "Lupakan aku Abraham. Biarkan aku bahagia. Jangan menyiksa aku seperti ini. Jangan biarkan aku terus merasa bersalah pada Brandy. Jangan gerogoti hak yang seharusnya milik adikmu. Kau curang, Abraham!" "Tidakkah kau lihat luka menganga yang kau toreh untukku, Mera? Aku tahu perasaanku ini salah. Aku sadar itu, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar kau bisa berlalu dari benakku. Tolong ajari aku bagaimana caranya!" jelas sekali kulihat jikalau semua tutur kata yang keluar dari mulut Abraham menyimpan kesedihan yang mendalam. "Kalau kamu mencintaiku, tolong biarkan aku hidup nyaman," "Bagaimana bisa aku membiarkan kau hidup nyaman, sedangkan sesungguhnya aku masih belum bisa merelakan kau hidup dalam naungan rumah tangga bersama Brandy. Katakan padaku Mera, bahwa aku masih ada di hatimu?" Hatiku berkecamuk dengan pertanyaan k
Bab 11 Romansa Rintik Hujan "Sayang, mengapa kelihatan murung? Ada apa? Apa ada sesuatu yang kau pikirkan? Cerita dong! Jangan di pendam sendiri," Brandy mendekatiku. Aku merasa dilema. Apa harus aku menceritakan semuanya pada Brandy? Namun, harus berpikir dua kali untuk mengatakan kenyataan yang aku hadapi. Pertanyaannya, pantaskah? Pantaskah seorang suami sebaik Brandy harus mendengar kenyataan pahit itu? Kalau seandainya dia tahu apa yang telah terjadi, mungkin saja dia akan marah dan langsung menceraikan aku. Tidak, aku tidak ingin itu terjadi. Aku belum sanggup kehilangan suamiku. Kulihat Brandy beranjak dari duduknya, aku membiarkan saja. Sejenak kemudian ia kembali dengan sebuah gelas di tangan. "Minum dulu, Sayang. Supaya rileks. Ini aku bawakan suplemen makanan untukmu, di minum ya,"  
Bab 12 Pengintai Kemesraan"Lihat langit, mendung. Karena itu cuaca menjadi dingin. Tapi aku merasa suasana ini hangat," ucapnya datar. "Oh ya?" Timpalku seolah ingin menebak. "Kau tahu kenapa, Mera?" Aku menggeleng pelan. "Karena ada kamu, kamu yang membuat suasana berbeda," tawa renyahnya mengalir. "Gombal," imbuhku. "Kau tidak percaya, Mera?" Brandy membalikkan tubuhku, hingga kini wajahnya berada berhadapan denganku. "Kau satu-satunya wanita yang berhasil membuatku jatuh cinta. Senang sekali rasanya aku berhasil menjadikanmu istri," ujarnya. "Bagaimana menurutmu? Apa aku tampan?" Tanyanya lagi. Pertanyaan konyol. "Menurutmu sendiri bagaimana?" Aku balik bertanya.