Sosok Dika memang sudah sangat di kenal di SMA Bhakti Mulia. Dia anak kelas sebelas yang paling tengil tapi ganteng tapi paling doyan bikin onar. Dia seringkali terlibat dalam tawuran dan perkelahian. Padahal pemicu perkelahian itu seringkali hanya soal masalah kecil. Tapi emang dasarnya Dika emosian jadi lah ia menanggapi semua tantangan yang datang padanya.
Seperti hari ini, tiba-tiba Gio datang diikuti Albert dan Revan yang terkenal menjadi sahabat Gio itu masuk ke dalam kelas IPS XI-1 yang menjadi kelas Dika. Sosok yang dicarinya sedang mengerjai teman didepannya dengan menaburi serbuk bekas serutan pensil diatas kepala Kania yang sedang tertidur.
Brak!
Alhasil bekas serutan yang masih tersisa di telapak tangan Dika tumpah ke seragam milik Kania bersamaan dengan terbangunnya teman satu kelasnya itu karena suara gaduh.
Dika berdecak kesal melihat siapa yang membuat kegaduhan di kelasnya. Ya setidaknya hanya ia yang boleh merusak ketenangan kelasnya ini." Dimana - mana masuk kelas orang itu ya di ketok dulu. Assalamualaikum dulu. Aduh! Sopan santunnya dimana sih senior?" Tanyanya dengan tampang polos yang semakin membuat Gio murka. Cowok itu langsung menghampiri Dika yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ya hanya Dika lah yang berani dengan senior seperti Gio yang sudah menginjak kelas dua belas, satu tingkat diatasnya. Tapi itu sama sekali tidak membuat Dika menciut. Baginya tingkatan kelas sama sekali tidak masalah yang penting keberaniannya kan. Iya sih berani sama songong beda tipis. Tapi selagi untuk membela dirinya sendiri, Dika tidak akan gentar.
" Lo ngapain sama Melly kemaren pas pensi?! Sok-sokan meluk dia dari belakang lagi!" Gio berkata sambil menarik kerah baju milik Dika tapi cowok itu tetap pasang wajah santai. Albert dan Revan hanya berdiri diluar kelas, takut-takut ada guru datang. Mereka lagi bosen keluar masuk ruang BK terus.
" Dia minta gue ajarin gitar. Ya kali gue ngajarin dari jauh. Lo pikir gue punya telepati?"
Bugh!
Suara pukulan itu begitu keras diiringi suara jeritan para siswi yang melihat tubuh Dika ambruk tepat di depan mereka.
Dika jatuh terduduk dengan bibir yang sedikit berdarah diujungnya. Ia mengusap darah disudut bibirnya sambil tersenyum dan bangkit kembali seolah tidak terjadi apa-apa." Segitu aja pukulan lo? Cewek lo aja yang centil minta diajarin sama gue. Padahal jelas-jelas cowoknya itu gitaris band sekolah." Ucapnya yang kemudian melayangkan pukulan balasan tepat ke rahang Gio sehingga cowok itu terdorong jauh ke belakang. Bisa dipastikan pukulan yang Dika lakukan jauh lebih menyakitkan. Gio saja sampai meringis kesakitan.
" Udah Dik!" Rudi menarik tubuh Dika yang semakin mendekat kearah Gio lagi. Ia gak mau sahabatnya ini dapet masalah cuma gara-gara senior itu yang selalu memancing emosi Dika sejak awal masuk sekolah ini. Jelas karena saat itu Dika memang langsung dikenal sebagai junior yang tampan dan agak berandal.
" Awas kalo gue liat lo sampe deket-deket sama Melly!" Ancam Gio dengan tatapan tajamnya yang sama sekali gak membuat Dika takut. Lalu Ia langsung pergi meninggalkan kelas itu bersama kedua sahabatnya.
Dika berdecih.
" Gue ambilin obat ke UKS ya." Ucap Rudi yang bersiap untuk pergi tapi Dika mencegahnya.
" Gue aja." Ucap Dika sambil meninggalkan Rudi di tempatnya.
Beberapa siswa lain yang ada dikelas itu kembali ke aktifitas mereka masing-masing. Semenjak satu kelas dengan Dika memang ada aja keributan dalam kelas mereka. Sebagian tidak peduli dan sebagian malah menganggapnya sebagai hiburan. Toh Dika pun tak pernah mencari masalah dengan teman sekelasnya sendiri. Kalo jail sih, jangan ditanya seberapa seringnya.
Dika melangkahkan kakinya menuju UKS yang berada di ujung koridor. Beberapa orang yang ia temui di koridor memperhatikan wajahnya yang terlihat kacau ditambah seragamnya yang acak-acakan.
" Lah itu muka kenapa? Kucel amat udah kayak baju belom dicuci." Ucap Nessa yang kebetulan berpapasan dengan Dika. Ia tadi abis dari kantin untuk beli beberapa cemilan wajib karena abis ini ada pelajaran sejarah yang pastinya bakal bikin ngantuk. Udah hampir seminggu di sekolah ini semenjak MOS berakhir, Nessa baru ngeliat Dika sedekat ini lagi. Biasanya ia hanya melihat seniornya ini jalan di lapangan atau pas jalan ke kelasnya.
" Kepentok meja." Jawab Dika berbohong dan Nessa tau kebohongannya.
" Meja salah apa sih sampe kepentok sama lo. Kasian mejanya." Nessa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dika berdecak kemudian menarik cewek mungil itu ke dalam UKS." Daripada ngebacot mending lo obatin luka gue." Ucapnya tak terbantahkan.
Nessa menelan ludahnya sendiri saat Dika menghapus jarak diantara mereka. Apalagi saat cowok itu mengambil kotak p3k yang berada dibelakangnya sehingga membuat Nessa mau tidak mau menghirup aroma maskulin dari tubuh seniornya itu.
Nessa menggelengkan kepalanya demi menyadarkan alam bawah sadarnya yang kadang suka lola dideket cowok ganteng macem Dika ini. Ia pun akhirnya mengambil kapas dan dilumuri dengan obat merah kemudian dioleskan ke sudut bibir Dika yang berdarah. Sesekali cowok itu memundurkan wajahnya dan meringis. Karena sebal akhirya Nessa sengaja menekan luka di sudut bibir cowok itu hingga Dika menjerit kesakitan." Lo mau ngebunuh gue ya?!"
Nessa terkekeh geli. Ternyata Dika bisa galak juga. Padahal biasanya dia kan pasang wajah tengil." Gue jadi inget sahabat gue aja. Dia kayak lo suka bikin onar. Kotak p3k gini nih udah jadi bawaan wajib." Ucapnya yang tanpa sadar malah menceritakan soal Cevin ke Dika.
Dika mengernyitkan dahinya." Oh yang kembar itu ya." Ia memang tau dua cowok kembar yang selalu ada dimanapun Nessa pergi.
Nessa mengangguk kemudian menempelkan hansaplast ke sudut bibir Dika." Selesai! Besok-besok kalo berantem lagi bilang aja biar gue jadi dokter pribadi lo." Ucapnya yang langsung bangkit dan meninggalkan Dika di dalam UKS sendirian.
Dika menyentuh hansaplast yang telah menempel di sudut bibirnya ini kemudian tersenyum.
....
" Lo sawan ya?" Cevin memegang dahi Nessa yang tidak terasa panas sama sekali. Anget sih tapi masih anget normal lah. Hangat karena hidup sih.
Pasalnya sejak kembali dari kantin, Nessa senyum-senyum terus sambil sesekali mengulum permen lollipop yag tadi ia beli di kantin.
" Kantin kita gak horor ah perasaan." Lanjut Cevin yang gak mendapat tanggapan dari sahabatnya itu.
" Hororan muka lo." Ucap Cavan yang lagi-lagi cuek walaupun ia penasaran kenapa Nessa keliatan sebahagia itu cuma beli lollipop doang.
Cevin berdecak kesal." Elah itu mulut sekalinya ngomong nyelekit amat."
" Berisik lo berdua ah! Mengganggu imajinasi gue tau gak?!" Omel Nessa yang merasa aktifitasnya melamunkan kejadian tadi dengan Dika di UKS jadi terganggu akibat dua sahabatnya ini.
" Lagi ngelamun jorok lu ya?" Tebak Cevin yang langsung dihadiahi dengan jitakan di kepalanya. “ Kok gak ngajak-ngajak?”
" Otak mesum dasar! Tadi tuh gue gak sengaja ketemu kak Dika terus dia kayak abis berantem gitu terus minta diobatin sama gue. Romantis kan kayak di novel-novel?"
Cavan yang sedikit menebak ada kaitannya dengan Dika itu pun hanya bisa menghela napas. Bahkan hal kecil aja bisa bikin Nessa heboh kalo berkaitan dengan Dika. Seperti hampir seminggu ini padahal cuma ngeliat Dika dari jauh aja udah heboh sendiri. Emang dasar cewek.
" Yah anjir gue kira apaan! Ada adegan cipok-cipoknya gak?"
Pletak!
Kali ini jitakan keras dari buku cetak bahasa Indonesia milik Cavan." Itu otak sapu dulu mending dah."
Nessa mengerucutkan bibirnya." Tau lo! Pacaran dulu baru cipok-cipok."
Pletak!
Kali ini jitakan pelan mengenai kepala Nessa tapi cewek itu malah cengengesan ngeliat pelototan dari Cavan." Elo sih Vin!" Ia malah menyalahkan Cevin yang sedang memegangi kepalanya itu. Takut kena jitakan dari Cavan lagi.
" Tai lo! Gue mulu disalahin!"
" Berisik." Ucap Cavan lagi yang kemudian kembali tenang seperti biasa.
Memang dari luar Cavan pembawaannya tenang dan dingin tapi kalo udah mengatasi kekacauan dua sahabatnya ini dia bisa jadi manusia paling galak dan menyeramkan.
"Mah! Nessa mau ke tempat si kembar ya!" Sahut Nessa dari bawah sambil mengenakansneakerswarna putih biru miliknya itu.Si kembar adalah sebutan buat Cevin dan Cavan. Keduanya sudah mengenal dekat keluarga Nessa begitupun sebaliknya." Ya udah jangan malem-malem pulangnya!" Sahut mamahnya dari arah dapur.Nessa lalu bangkit dari kursinya dan setengah berlari kearah rumah Cevin dan Cavan. Rutinita
" Udah suka sama gue belom kak?" Nessa tiba-tiba muncul didepan Dika yang sedang memakan baksonya. Jijiknya lagi bakso yang sudah masuk kemulut Dika itu keluar lagi dari mulutnya dan masuk kembali ka mangkuk." Jorok anjir!" Jerit Rudi lebih mirip emak-emak ketakutan pas ngeliat kecoa." Kampret! Ini anak kunti nongol darimana sih." Omel Dika ke Nessa namun cewek didepannya itu justru senyum-senyum gak jelas. Senyum penuh kekaguman, tapi gak didepan orangnya langsung juga kali." Gue bakal terus
Sorenya Nessa menepati janjinya untuk membantu kedua sahabatnya itu mengerjakan tugas sejarahnya, yaitu mencari cerita soal penjajahan Belanda.Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke toko buku mencari bahan materi untuk tugas mereka.Setelah mendapatkan buku yang dicari mereka pergi ke kasir dan membayarnya." Eh gue ke toilet bentar ya. Kalian tunggu di depan toko buku aja." Ucap Cevin yang keliatan menahan sesuatu.
Sial bener bener sial!Nessa merutuki perbuatan seniornya yang pengecut itu. Berani-beraninya mereka main keroyokan tadi dan menyiraminya dengan air comberan seperti ini. Bahkan sekarang meninggalkannya sendirian di halaman belakang sekolah. Cuma gara-gara Dika doang. Yaelah.Kalo Nessa nekat balik ke kelas yang ada ia akan dicecari banyak pertanyaan atau malah ditatap jijik oleh semua orang karena penampilan dan baunya sekarang gak ada bagus-bagusnya.
Bruk!Nessa merutuki siapapun orang yang ia tabrak sekarang. Disaat yang gak pas banget. Semoga aja Cavan beneran gak tau maksud omongannya tadi. Ia akan semakin malu kalo sampe sahabatnya yang pendiem itu tau maksud pembicaraannya tadi.Gimana gak malu ngomongin soal ukuran .... Ya gitu lah pokoknya." Pake lampu sen dong biar gak nabrak."Suara Dika.
Nessa menyadari kelonggaran hubungan persahabatannya dengan Cevin dan Cavan. Sebenernya ia juga terlibat karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan Dika dibanding mereka, juga Cevin yang sepertinya paling berbunga-bunga saat ini. Mungkin ini pertama kalinya ia menyukai seseorang walaupun diawali dengan menyukai....Sudahlah gak perlu dijelaskan.Yang jelas Nessa merasa bersalah dengan Cavan yang kadang sendirian itu. Apalagi Cevin sering pulang kemaleman. Bukan menyalahkan tapi Melan seakan menyita banyak waktu Cevin sehingga sahabatnya itu tidak bisa menghabiskan waktu dengan mereka lagi.
Tuk.Tuk.Tuk.Nessa berdecak kesal ketika satu persatu ceri mentah mengenai kepalanya, siapa lagi kalo bukan ulah pacarnya semenjak hampir satu bulan ini. Dika.Cowok itu terkekeh diatas pohon ceri melihat pacarnya mulai kesal dan mendongak kearahnya." Apa sih?"
"Sorrybanget ya Nes. Abisan Melan ngajak gue jalan kemaren abis dari toko buku. Kan gue masih pedekatean sama dia Nes. Ngerti ya Nesplease?"Cevin memohon didepan sahabatnya pagi ini sebelum Melan datang. Ia sadar kalo hari ini Nessa berangkat ke sekolah duluan karena dia marah. Apalagi kalo bukan karena Cevin yang mengingkari janjinya? Ditambah Cavan yang sejak semalam mendiamkannya dan memilih untuk langsung tidur dibanding main games sebagai ritual mereka sebelum tidur.Nessa menatap Cevin dengan malas. Sebenernya ia gak tega juga tapi sahaba
" Cavan mana sihh?!" Nessa celingukan di tempatnya mencari sosok cowok yang udah beberapa bulan ini menjadi pacarnya. Padahal sekarang acara prom night untuk perpisahan kelas dua belas tapi cowok itu tiba-tiba menghilang." Kapan ya gue dicariin sama cewek begini." Ucap Cevin yang sedari tadi berdiri disamping Sahabatnya itu.Nessa mencebikkan bibirnya." Makanya jangan jomblo terus."
" Gue kan udah bilang ke lo kalo Melan gak baik buat lo dan jelas dia juga gak baik buat gue lah," jawab Cavan dengan wajah tenangnya." Tapi gue gak nyangka kalo sampe sebegininya. Kalo dia gak baik kenapa lo malah deketin dia?" Cevin terduduk di samping saudara kembarnya itu dengan wajah pias, seakan semua ini seperti hantaman keras untuknya. Cewek yang selama ini ia sukai tidak sebaik yang ia pikir. Bahkan cewek itu begitu licik mendominasi dirinya dan menyuruhnya untuk menjauhi sahabatnya sendiri, Nessa. Ia semakin merasa bersalah dengan sikapnya dulu yang sangat bodoh." Gue gak mau kalo dia gangguin lo terus dan
" Hey." Sapa Cevin canggung ketika menemukan Nessa keluar dari gang rumahnya. Cewek itu nampak terkejut dengan kehadirannya dan segera bersiap untuk menghindar tetapi tangan Cevin berhasil menahannya." Tunggu Nes."Nessa diam tanpa menoleh kearah Cevin sedikitpun. Setengah hatinya masih merasa sakit dan tidak terima atas perlakuan mantan sahabatnya itu, namun setengah hatinya juga sangat merindukan sahabatnya, sangat. " Ada apa?" Susah payah Nessa menahan tangisnya agar tidak pecah saat mengatakannya." Gue .... Gue minta maaf. Gue terlalu bodoh dan emosian sampe gue nyakitin lo."
Lagi-lagi Dika melempari ceri mentah kearah kepala Nessa sehingga mengganggu cewek itu yang sedang konsentrasi membaca novelnya. Ia merengut saat melihat Dika yang malah cengengesan di atas sana.Seperti biasa, Dika sedang duduk santai di atas pohon sambil sesekali memetik ceri matang yang terjangkau olehnya sementara ceri yang mentah ia lempari ke Nessa.
" Kenapa lo ngikutin gue?" Cevin melirik cewek yang ikut duduk di sampingnya dengan nafas terengah. Karena memang tadi ia jalan cukup cepat." Gue khawatir sama lo," ucap Nessa setelah berhasil mengatur napasnya." Gue baik-baik aja." Jawab Cevin berbohong." Gak." Nessa menggeleng cepat, menyangkal jawaban penuh kebohongan sahabatnya ini. Cevin menaikkan sebelah alisnya, bingung. " Lo gak baik-baik aja. Kenapa gak baikan sama Cavan sih? Dia kan sodara lo, " ucapnya dengan tatapan memohon.
" Persahabatan mereka udah ancur kok sekarang," ucap Melan seraya tersenyum sinis kemudian menutup teleponnya.Cavan mendengar ucapan Melan dengan seseorang di telpon cewek itu. Tadinya ia ijin ke toilet sebentar tapi gak jadi karena toiletnya penuh dan memilih untuk kembali dan mendapati Melan sedang mengangkat telepon, entah dari siapa. Tapi mendengar kalimat terakhir yang diucapkan cewek itu, makin membuat Cavan curiga. Tadinya ia hanya berasumsi kalo Melan membenci Nessa karena cewek itu sahabat dekat mereka, tapi mendengar percakapan terakhir tadi, Cavan mengira kalo masalahnya lebih dari itu. Masalahnya bukan di Nessa, apalagi semenjak ia dekat dengan Melan, cewek itu gak sekali pun melarangnya deket sama Nessa seperti Cevin dulu.
Siang itu setelah pertandingan, Cevin dan teman-temannya berhasil memenangkan pertandingan. Ia pun berlari menghampiri Nessa dan Cavan yang sudah berdiri menatapnya dengan sorot mata gembira.Cevin langsung memeluk Nessa dan Cavan dengan sangat erat layaknyateletubies.Hingga Cavan yang mulai kekurangan oksigen langsung melepaskan pelukan itu secara paksa. " Gak bisa napas bego!" Ia menoyor kepala saudara kembar sekaligus sahabatnya itu.Cevin tertawa girang. " Keren kan permainan gue?" Ia mengusap-usap dagunya den
Cavan menatap cewek yang kini tertidur disampingnya, lalu matanya kembali terarah ke cowok berwajah mirip dengannya yang tertidur di sofa. Ia tersenyum melihat kepolosan dua sahabatnya kalo lagi tidur begini. Mereka baru selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia dirumah Nessa.Ia-Cavan menatap Nessa lekat-lekat. Entah kenapa perasaannya ke cewek itu kian mendalam. Ia sadar bahwa sosok ceria Nessa dalam hidupnya seakan mencairkan hatinya yang selama ini beku, beku karena ia gak pernah tau bagaimana jatuh cinta itu. Bahkan Nessa satu-satunya cewek yang dekat dengannya selain Ibunya. Sejak dulu ia hanya bermain dengan Cevin, lain hal setelah saudara kembarnya itu pulang dengan tangan terluka dengan seorang gadis polos di belakangnya.
" Kalian duluan aja nanti gue nyusul abis latihan," ucap Cevin seraya mengeluarkan seragam basketnya dari tas begitu bel pulang berbunyi." Gak kita tungguin aja?" tanya Nessa yang sudah memasukkan semua bukunya ke tas dan bersiap untuk keluar dari kelas mereka.Cevin menggeleng." Kelamaan. Lagian gue latihan bentar doang abis itu rapat baru cusss," ucapnya yang kemudian bangkit dari kursinya.Nessa hanya mengangguk.