"Mah! Nessa mau ke tempat si kembar ya!" Sahut Nessa dari bawah sambil mengenakan sneakers warna putih biru miliknya itu.
Si kembar adalah sebutan buat Cevin dan Cavan. Keduanya sudah mengenal dekat keluarga Nessa begitupun sebaliknya.
" Ya udah jangan malem-malem pulangnya!" Sahut mamahnya dari arah dapur.
Nessa lalu bangkit dari kursinya dan setengah berlari kearah rumah Cevin dan Cavan. Rutinitas mereka setiap sore adalah main basket di halaman depan rumah yang memang sengaja dibuat seperti lapangan basket . Lengkap dengan ring basketnya.
Cevin dan Cavan sudah lebih dulu memulai permainan dan sekarang mereka sedang sibuk saling merebut bola dan melemparnya ke ring. Jika orang yang belum pernah bertemu mereka pasti mengira mereka hanya satu orang saking miripnya. Persis seperti Nessa yang terkejut dengan kemiripan keduanya beberapa tahun yang lalu.
Nessa langsung ikut bergabung dan berhasil menangkap bola yang dilemparkan Cavan padanya.
" Dua lawan satu hm?" Sahut Cevin yang merasa terkhianati oleh saudara kembarnya sendiri. Cavan hanya mengedikkan dagunya seolah menantang." Yah kalo lo sama curut sih gak masuk itungan dua lawan satu."
Nessa berdecak kesal karena disebut curut. Ia pun berlari menghindari Cevin dengan sebelumnya sengaja menginjak kaki cowok itu hingga menjerit dan langsung melempar bola sampai masuk tepat ke ring." Makan tuh curut!"
Cevin sampai berjingkat-jingkat karena kakinya yang memang sengaja gak pake sepatu itu terinjak oleh kaki Nessa. Ya walaupun cewek itu mungil dan enteng, tetep aja kalo diinjeknya pake sneakers ya sakit." Kartu merah nih kartu merah."
" Lo pikir maen bola." Cavan menyenggol lengan Cevin dan langsung menerima bola basket dari Nessa.
" Sialan ya kalian!"
" Sama sama." Sahut Nessa sambil memeletkan lidahnya.
Sore itu pun mereka habiskan dengan bermain basket hingga kelelahan. Ketiganya berbaring di lapangan basket itu tanpa memperdulikan baju mereka yang akan kotor.
Langit sore menyajikan lukisan awan yang indah didominan dengan warna jingga dan ungu.
Cevin mengatur napasnya." Gimana sama Dika?" Tanyanya yang mengingat akhir-akhir ini Nessa mulai mendekati senior mereka itu.
Nessa mengulum senyum membayangkan wajah tengil Dika." Kayaknya gue jatuh cinta." Ucapnya dengan tatapan berbinar.
" Bagus deh. Ternyata sahabat gue normal." Cevin mengusap-usap rambut Nessa sementara Cavan memilih untuk diam, merasakan sesuatu yang aneh di dalam rongga dadanya.
Sesak.
.....
" Oyy kak!" Nessa mempercepat langkahnya begitu melihat Dika berjalan di koridor kelasnya bersama Rudi. Meninggalkan Cavan dan Cevin yang lebih memilih untuk langsung menuju kelas mereka.
" Korban baru Dik?" Ledek Cowok di sebelah Dika yang Nessa ketahui adalah sahabatnya Dika. Rudi.
" Pala lu! Lo kira gue PK apa." Ucap Dika sembari menoyor kepala Rudi." kenapa Nes? Kangen ya?" tanyanya ke cewek yang berjalan menyejajarinya.
Nessa mengerucutkan bibirnya." Iya sih. Eh tapi luka lo itu gimana?" Ia melirik luka di sudut bibir Dika yang sudah gak di plester tapi masih terlihat kebiruan disana.
" Luka kecil. Nanti deh kalo gue terluka lagi lo langsung gue panggil. Oke?" Dika berkata kemudian mengusap lenbut rambut Nessa.
" Sialan! Dikira gue ambulan!" Kata Nessa yang menyembunyikan rona gembiranya. Itu berarti Dika akan selalu mengingatnya. Ya walaupun kalo pas luka aja sih. Tapi Nessa gak berharap cowok itu terluka terus. Kasian kan ntar mukanya bonyok lagi.
" Yaudah sana masuk kelas lo. Gue mau nyebat dulu. Bawa kan, Di?" Dika mengalihkan pandangannya ke Rudi yang mengeluarkan sekotak rokok pesenan sahabatnya itu.
Nessa menggeleng-geleng." Rokok kok diisep. Kan mahal. Mending lo ngisep asep bajai aja dah. Banyak noh. Gratis lagi." Ucapnya sambil mempercepat langkahnya sebelum Dika melakukan aksi jahilnya. Ya cowok itu seringkali memiting lehernya di ketek ataupun sikut. Seperti Cevin.
Iya seperti Cevin.
" Ajaib tuh cewek ya. Kagak ada takut-takutnya sama elo." Ucap Rudi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Baru kali ini dia ketemu sama anak kelas sepuluh yang suka ngegodain Dika tanpa takut sedikit pun.
" Gue kan ganteng. Mungkin kalo dia takut ya palingan takut jatuh cinta."
" Idih najis! Lo ganteng juga terkenal jones bodoh!" Rudi menoyor kepala Dika yang sebenernya hanya beberapa centi lebih tinggi darinya itu.
" Yeee gue males aja pacaran sama cewek-cewek sini. Gak ada yang menarik." Ucap Dika tanpa kebohongan sedikitpun. Karena emang yang suka sama dia banyak, yang deketin banyak, tapi baru Nessa aja yang keliatan paling berani deket-deket dengannya. Dibanding cewek-cewek lain yang memilih hanya mengagumi dari jauh karena tau reputasi jelek seorang Mahardika Nadindra.
" Ati-ati ntar jatuh cinta lo sama Nessa."
" Pacaran lah susah amat!"
.....
Pelajaran pagi itu diawali dengan matematika yang cukup menguras otak. Nessa sampe lemes pas jam istirahat karena otaknya dipaksa memikirkan rumus dan angka-angka absurd itu.
" Fix gue mau masuk IPS aja. Biar sama kayak Kak Dika." Ucap Nessa yang gak menyadari adanya sosok yang sedang ia bicarakan didekatnya itu.
" Tetep aja gak bakal sekelas." Ucap Cevin acuh. Ia menyadari sosok yang sedang dibicarakan Nessa itu sudah duduk didepannya tapi Nessa sibuk mengaduk-aduk baksonya.
" Biarin aja. Yang penting sehati."
" Cie yang mau sehati sama gue " Dika sudah tidak dapat menahan tawanya lagi melihat kepolosan cewek didepannya ini.
Menyadari bahwa dirinya sedang dikerjain, Nessa mendelik kearah Cevin dan Cavan seolah bilang kenapa gak bilang kalo ada kak Dika! Tapi kedua sahabatnya itu hanya mengedikkan bahunya.
" Eh eh suapin dong. Aaaaaa." Dika malah membuka mulutnya didepan Nessa.
Nessa tersenyum jahil kemudian menyuapi satu bakso besar yang langsung memenuhi mulut seniornya itu. Sampe-sampe Dika sulit mengunyahnya.
" Lo gia. Ii de nget." Ucap Dika dengan suara gak jelas yang makin membuat Nessa ngakak. Cevin dan Cavan gak bisa menahan tawa mereka. Biarin deh sekali-sekali ngetawain badboy sekolah ini.
" Anggep ini bales dendam ya kak Dika sayang." Nessa tanpa malu-malu lagi menggoda seniornya itu.
Dari jauh beberapa siswi menatap kesal kearah Nessa yang dengan mudahnya dekat dengan Dika hanya karena sikap gak tau malu cewek itu. Padahal mereka sulit banget mau deket sama Dika aja udah takut duluan. Karena biarpun jail begitu, Dika sebenernya agak galak sama cewek. Tapi ke Nessa?
" Kampret lo ya." Kata Dika yang berhasil menelan bakso dari mulutnya itu." Untung gak langsung ketelen tuh bakso."
Nessa masih terkekeh geli." Lagian sih bukannya beli sendiri malah minta disuapin."
" Kan biar so sweet sayang."
Mendadak pipi Nessa bersemu merah karena satu kata terakhir yang Dika ucapkan barusan.
" Cie blushing ciee. Uuuuu ucul anet sih." Dika mengusap-usap kepala Nessa tapi cewek itu menepisnya sambil menggembungkan pipinya dengan tampang kesal. Namun malah keliatan menggemaskan.
" Rese lo ah! Ntar suka sama gue aja baru tau rasa."
" Duh ! Suka sama lo ya? Mikir dulu deh gue." Dika memasang tampang sok mikir keras , bikin Nessa makin kesel dibuatnya.
" Kalo udah suka bilang ya." Ucap Nessa yang sepertinya urat malunya udah putus itu. Kemudian ia menarik kedua sahabatnya untuk segera pergi dari sana karena pas dengan bel yang menandakan istirahat telah selesai berbunyi. Meninggalkan Dika yang malah senyum-senyum sendiri di tempatnya.
Entah hanya Cavan aja yang merasakan atau gimana, kenapa mendadak suasana kantin agak panas?
" Udah suka sama gue belom kak?" Nessa tiba-tiba muncul didepan Dika yang sedang memakan baksonya. Jijiknya lagi bakso yang sudah masuk kemulut Dika itu keluar lagi dari mulutnya dan masuk kembali ka mangkuk." Jorok anjir!" Jerit Rudi lebih mirip emak-emak ketakutan pas ngeliat kecoa." Kampret! Ini anak kunti nongol darimana sih." Omel Dika ke Nessa namun cewek didepannya itu justru senyum-senyum gak jelas. Senyum penuh kekaguman, tapi gak didepan orangnya langsung juga kali." Gue bakal terus
Sorenya Nessa menepati janjinya untuk membantu kedua sahabatnya itu mengerjakan tugas sejarahnya, yaitu mencari cerita soal penjajahan Belanda.Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke toko buku mencari bahan materi untuk tugas mereka.Setelah mendapatkan buku yang dicari mereka pergi ke kasir dan membayarnya." Eh gue ke toilet bentar ya. Kalian tunggu di depan toko buku aja." Ucap Cevin yang keliatan menahan sesuatu.
Sial bener bener sial!Nessa merutuki perbuatan seniornya yang pengecut itu. Berani-beraninya mereka main keroyokan tadi dan menyiraminya dengan air comberan seperti ini. Bahkan sekarang meninggalkannya sendirian di halaman belakang sekolah. Cuma gara-gara Dika doang. Yaelah.Kalo Nessa nekat balik ke kelas yang ada ia akan dicecari banyak pertanyaan atau malah ditatap jijik oleh semua orang karena penampilan dan baunya sekarang gak ada bagus-bagusnya.
Bruk!Nessa merutuki siapapun orang yang ia tabrak sekarang. Disaat yang gak pas banget. Semoga aja Cavan beneran gak tau maksud omongannya tadi. Ia akan semakin malu kalo sampe sahabatnya yang pendiem itu tau maksud pembicaraannya tadi.Gimana gak malu ngomongin soal ukuran .... Ya gitu lah pokoknya." Pake lampu sen dong biar gak nabrak."Suara Dika.
Nessa menyadari kelonggaran hubungan persahabatannya dengan Cevin dan Cavan. Sebenernya ia juga terlibat karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan Dika dibanding mereka, juga Cevin yang sepertinya paling berbunga-bunga saat ini. Mungkin ini pertama kalinya ia menyukai seseorang walaupun diawali dengan menyukai....Sudahlah gak perlu dijelaskan.Yang jelas Nessa merasa bersalah dengan Cavan yang kadang sendirian itu. Apalagi Cevin sering pulang kemaleman. Bukan menyalahkan tapi Melan seakan menyita banyak waktu Cevin sehingga sahabatnya itu tidak bisa menghabiskan waktu dengan mereka lagi.
Tuk.Tuk.Tuk.Nessa berdecak kesal ketika satu persatu ceri mentah mengenai kepalanya, siapa lagi kalo bukan ulah pacarnya semenjak hampir satu bulan ini. Dika.Cowok itu terkekeh diatas pohon ceri melihat pacarnya mulai kesal dan mendongak kearahnya." Apa sih?"
"Sorrybanget ya Nes. Abisan Melan ngajak gue jalan kemaren abis dari toko buku. Kan gue masih pedekatean sama dia Nes. Ngerti ya Nesplease?"Cevin memohon didepan sahabatnya pagi ini sebelum Melan datang. Ia sadar kalo hari ini Nessa berangkat ke sekolah duluan karena dia marah. Apalagi kalo bukan karena Cevin yang mengingkari janjinya? Ditambah Cavan yang sejak semalam mendiamkannya dan memilih untuk langsung tidur dibanding main games sebagai ritual mereka sebelum tidur.Nessa menatap Cevin dengan malas. Sebenernya ia gak tega juga tapi sahaba
Nessa merasa ada yang aneh. Atau emang perasaannya aja yang akhir-akhir ini aneh.Cevin masih tetep kekeuh buat dapetin Melan, Cavan masih selalu menemaninya kemana pun, tapi Dika seakan menjauh.Padahal biasanya setiap istirahat cowok itu akan ke kelas Nessa untuk mengajaknya ke kantin bareng ataupun sekedar berbincang di pohon ceri favorit Dika.Tapi hari ini Nessa gak berhasil menemukan Dika dimanapun. Cowok itu seperti hilang ditelan bumi.
" Cavan mana sihh?!" Nessa celingukan di tempatnya mencari sosok cowok yang udah beberapa bulan ini menjadi pacarnya. Padahal sekarang acara prom night untuk perpisahan kelas dua belas tapi cowok itu tiba-tiba menghilang." Kapan ya gue dicariin sama cewek begini." Ucap Cevin yang sedari tadi berdiri disamping Sahabatnya itu.Nessa mencebikkan bibirnya." Makanya jangan jomblo terus."
" Gue kan udah bilang ke lo kalo Melan gak baik buat lo dan jelas dia juga gak baik buat gue lah," jawab Cavan dengan wajah tenangnya." Tapi gue gak nyangka kalo sampe sebegininya. Kalo dia gak baik kenapa lo malah deketin dia?" Cevin terduduk di samping saudara kembarnya itu dengan wajah pias, seakan semua ini seperti hantaman keras untuknya. Cewek yang selama ini ia sukai tidak sebaik yang ia pikir. Bahkan cewek itu begitu licik mendominasi dirinya dan menyuruhnya untuk menjauhi sahabatnya sendiri, Nessa. Ia semakin merasa bersalah dengan sikapnya dulu yang sangat bodoh." Gue gak mau kalo dia gangguin lo terus dan
" Hey." Sapa Cevin canggung ketika menemukan Nessa keluar dari gang rumahnya. Cewek itu nampak terkejut dengan kehadirannya dan segera bersiap untuk menghindar tetapi tangan Cevin berhasil menahannya." Tunggu Nes."Nessa diam tanpa menoleh kearah Cevin sedikitpun. Setengah hatinya masih merasa sakit dan tidak terima atas perlakuan mantan sahabatnya itu, namun setengah hatinya juga sangat merindukan sahabatnya, sangat. " Ada apa?" Susah payah Nessa menahan tangisnya agar tidak pecah saat mengatakannya." Gue .... Gue minta maaf. Gue terlalu bodoh dan emosian sampe gue nyakitin lo."
Lagi-lagi Dika melempari ceri mentah kearah kepala Nessa sehingga mengganggu cewek itu yang sedang konsentrasi membaca novelnya. Ia merengut saat melihat Dika yang malah cengengesan di atas sana.Seperti biasa, Dika sedang duduk santai di atas pohon sambil sesekali memetik ceri matang yang terjangkau olehnya sementara ceri yang mentah ia lempari ke Nessa.
" Kenapa lo ngikutin gue?" Cevin melirik cewek yang ikut duduk di sampingnya dengan nafas terengah. Karena memang tadi ia jalan cukup cepat." Gue khawatir sama lo," ucap Nessa setelah berhasil mengatur napasnya." Gue baik-baik aja." Jawab Cevin berbohong." Gak." Nessa menggeleng cepat, menyangkal jawaban penuh kebohongan sahabatnya ini. Cevin menaikkan sebelah alisnya, bingung. " Lo gak baik-baik aja. Kenapa gak baikan sama Cavan sih? Dia kan sodara lo, " ucapnya dengan tatapan memohon.
" Persahabatan mereka udah ancur kok sekarang," ucap Melan seraya tersenyum sinis kemudian menutup teleponnya.Cavan mendengar ucapan Melan dengan seseorang di telpon cewek itu. Tadinya ia ijin ke toilet sebentar tapi gak jadi karena toiletnya penuh dan memilih untuk kembali dan mendapati Melan sedang mengangkat telepon, entah dari siapa. Tapi mendengar kalimat terakhir yang diucapkan cewek itu, makin membuat Cavan curiga. Tadinya ia hanya berasumsi kalo Melan membenci Nessa karena cewek itu sahabat dekat mereka, tapi mendengar percakapan terakhir tadi, Cavan mengira kalo masalahnya lebih dari itu. Masalahnya bukan di Nessa, apalagi semenjak ia dekat dengan Melan, cewek itu gak sekali pun melarangnya deket sama Nessa seperti Cevin dulu.
Siang itu setelah pertandingan, Cevin dan teman-temannya berhasil memenangkan pertandingan. Ia pun berlari menghampiri Nessa dan Cavan yang sudah berdiri menatapnya dengan sorot mata gembira.Cevin langsung memeluk Nessa dan Cavan dengan sangat erat layaknyateletubies.Hingga Cavan yang mulai kekurangan oksigen langsung melepaskan pelukan itu secara paksa. " Gak bisa napas bego!" Ia menoyor kepala saudara kembar sekaligus sahabatnya itu.Cevin tertawa girang. " Keren kan permainan gue?" Ia mengusap-usap dagunya den
Cavan menatap cewek yang kini tertidur disampingnya, lalu matanya kembali terarah ke cowok berwajah mirip dengannya yang tertidur di sofa. Ia tersenyum melihat kepolosan dua sahabatnya kalo lagi tidur begini. Mereka baru selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia dirumah Nessa.Ia-Cavan menatap Nessa lekat-lekat. Entah kenapa perasaannya ke cewek itu kian mendalam. Ia sadar bahwa sosok ceria Nessa dalam hidupnya seakan mencairkan hatinya yang selama ini beku, beku karena ia gak pernah tau bagaimana jatuh cinta itu. Bahkan Nessa satu-satunya cewek yang dekat dengannya selain Ibunya. Sejak dulu ia hanya bermain dengan Cevin, lain hal setelah saudara kembarnya itu pulang dengan tangan terluka dengan seorang gadis polos di belakangnya.
" Kalian duluan aja nanti gue nyusul abis latihan," ucap Cevin seraya mengeluarkan seragam basketnya dari tas begitu bel pulang berbunyi." Gak kita tungguin aja?" tanya Nessa yang sudah memasukkan semua bukunya ke tas dan bersiap untuk keluar dari kelas mereka.Cevin menggeleng." Kelamaan. Lagian gue latihan bentar doang abis itu rapat baru cusss," ucapnya yang kemudian bangkit dari kursinya.Nessa hanya mengangguk.