Hari ini adalah hari pertama Mia pindah ke lingkungan yang sangat asing bagi dirinya. Mia diharuskan pindah karena tuntutan kerjaannya, maka dari itu dengan perasaan yang berat, Mia harus pindah dan tinggal jauh dari kedua orang tuanya dan kakak-kakaknya.
Beberapa minggu yang lalu, Mia sudah mencari-cari rumah yang tidak terlalu kecil maupun besar, yang sekiranya cocok untuknya. Setelah mengelilingi daerah rumahnya yang sekarang, akhirnya Mia bisa menemukan sebuah rumah yang sangat cocok baginya. Mia pun memasuki rumah itu bersama pemiliknya, dan saat dirinya memasuki rumah tersebut, Mia semakin puas dengan rumah itu. Tanpa pikir panjang Mia langsung membayar biaya sewa rumah tersebut pada pemiliknya.
Karena rumah yang Mia sewa sudah ada perabotannya, jadi Mia pindah hanya dengan membawa sebuah koper yang berisi beberapa baju dan barang-barang penting lainnya. Ketika langkah kaki Mia sudah mendekati rumah, pagar rumah yang berada tepat di depan rumah yang disewa Mia terbuka. Sesosok cowok keluar dari sana. Seketika itu juga kedua mata mereka berdua saling bertemu. Sempat terjadi kecanggungan di antara mereka, namun Mia dengan cepat berusaha membuyarkan kecanggungan tersebut. Mia tersenyum lebar ke arah cowok tersebut, namun tidak disangkanya, cowok itu tidak membalas senyuman ramah Mia, ia hanya melengos dan melanjutkan langkah kakinya yang tadi sempat terhenti.
"Sombong banget sih," ucap Mia dengan suara yang pelan sambil menatap kesal ke arah cowok itu yang sedang berjalan menjauhi dirinya.
Setelah itu Mia kembali melangkahkan kakinya menuju rumahnya. Sesampai di depan pintu rumah, Mia melepaskan tangannya dari dorongan kopernya, dan mencari-cari kunci rumah yang tadi ia ingat sudah ia letakkan di tas kecilnya. Namun karena yang ia letakkan di tas kecilnya bukan hanya kunci rumah, Mia tidak kunjung menemukan kuncinya. Mia mencarinya dengan perasaan kesal karena ia sudah cukup capek hari ini. Akhirnya setelah ia membongkar barang-barangnya, Mia bisa menemukan kunci itu.
Mia memasuki rumah tersebut, dan tanpa membereskan barang-barangnya terlebih dulu, ia langsung menuju ke kamar yang berada dekat dengan pintu depan. Di dalam kamar tersebut sudah ada sebuah kasur yang terlihat sangat empuk. Mia semakin tidak sabar untuk tidur di kasur tersebut. Dengan langkah cepat Mia langsung ke arah sana, Mia segera membanting tubuhnya ke kasur itu, dan dengan cepat Mia hanyut dalam tidurnya.
***
Keesokan harinya Mia bangun kesiangan karena semalam tidur Mia sangat nyenyak. Mia tidak menyangka dirinya akan tidur senyenyak itu di tempat yang bisa dikatakan belum pernah ia tempati atau kenali sebelumnya.
Bangun dari tidurnya dan mengetahui kalau jam sudah menunjukkan pukul 7.00 WIB, Mia langsung berlari menuju ke kamar mandi untuk mandi. Mia mandi dengan kecepatan tinggi, ia sudah tidak peduli apakah badannya sudah benar-benar bersih atau belum. Yang Mia pikirkan saat ini hanyalah dirinya tidak boleh terlambat karena hari ini adalah hari pertama dirinya bertugas di tempat itu.
Selesai melakukan tugasnya, yaitu mandi, Mia berlari kembali menuju kamar untuk mengganti baju handuknya menjadi baju yang akan ia pakai untuk kerja. Mia melakukan kegiatan tersebut juga dengan terburu-buru.
Akhirnya dengan sekejap mata, Mia sudah memakai bajunya dengan lengkap. Sekarang hanya tinggal berdandan, begitu pikir Mia. Mia menuju meja rias yang berada tidak jauh dari kasurnya. Mia berdandan dengan terburu-buru, bahkan saat dirinya memakai lipstik, Mia tidak sadar kalau lipstiknya tergores di giginya sedikit. Karena Mia tidak menyadarinya, Mia pun melanjutkan kegiatannya tanpa banyak pikir.
Tepat pukul 7.45 WIB Mia sudah siap, ia pun langsung berlari menuju luar rumah. Mia memakai sepatunya tanpa melihat ke sekeliling.
Di depan rumah Mia, ada tetangga yang kemarin disapa Mia namun mengabaikannya. Mia tidak menyadari kehadiran tetangga itu sampai saat ia mendongakkan kepalanya untuk berjalan menuju depan gang. Seketika itu juga kedua mata mereka berdua saling bertemu kembali, Mia bisa melihat cowok tersebut sedang memanaskan motornya. Meskipun Mia sedang buru-buru, namun Mia menyempatkan menyapa tetangganya dengan tersenyum ramah sambil memperlihatkan giginya. Kemudian tanpa disangka-sangka Mia, tetangga tersebut langsung tertawa cukup keras saat melihat gigi Mia. Karena Mia tidak mengetahui alasan mengapa cowok itu tertawa, Mia pun berniat langsung meninggalkannya dengan perasaan kesal.
"Ada sesuatu di salah satu gigimu, sepertinya lipstikmu tergores disana saat kamu memakainya," sebelum Mia menjauh, cowok itu berkata seperti itu.
Sesaat itu juga, Mia merasa ada petir yang menyambarnya. Dengan cepat Mia mengeluarkan ponselnya dan mencari tombol kamera. Mia langsung melihat giginya dan Mia semakin malu karena apa yang dikatakan laki-laki itu ternyata benar, ada sebuah goresan yang tidak terlalu besar maupun kecil di salah satu giginya. Mia langsung membalikkan badannya dan mengambil tisu yang sudah ia letakkan di tasnya tadi, dan segera mengelap goresan lipstik itu.
Karena masih merasa malu, Mia berpamitan tanpa menatap langsung ke arah cowok itu. "Kalau begitu saya permisi dulu," begitu ucap Mia dengan wajah yang tersipu.
Mia merasa cowok tersebut masih menatapnya walaupun ia sudah berjalan menjauhinya. "Kulihat kamu sepertinya sedang buru-buru, apa kamu telat?" Tanyanya dengan suara yang kencang.
Mia yang sudah berada cukup jauh, langsung menoleh kepalanya lagi karena ia tidak menyangka cowok tersebut secara tiba-tiba bertanya seperti itu. Perasaan malu dan canggung Mia yang tadi ia rasakan entah mengapa langsung lenyap, dan ia berkata, "Iya saya kesiangan, jadi saya harus buru-buru berangkat kerja." Mia mengucapkannya dengan meringis.
Kemudian cowok itu berjalan mendekatinya, lalu ia tersenyum. "Apa kamu mau berangkat denganku?" Pertanyaan itu lebih mengagetkan lagi bagi Mia, namun di saat Mia menatap ke arahnya, ia juga terlihat tidak menyangka pertanyaan itu bisa keluar dari mulutnya sendiri.
Dengan cepat Mia menggelengkan kepalanya dan menggoyang-goyangkan telapak tangannya ke kanan dan ke kiri, pertanda ia menolak ajakan cowok itu. "Tidak usah, terima kasih." Tolak Mia dengan sopan. "Tempat kerja saya tidak terlalu jauh dari sini," lanjut Mia.
Cowok itu mengangguk-angguk kecil. "Ya sudah kalau begitu," ujarnya dengan tersenyum ramah. Mia merasa cowok yang ada di depannya saat ini sangatlah berbeda dengan cowok yang ia temui semalam, namun wajah mereka berdua sangatlah mirip, jadi Mia sedikit bingung, apakah mereka berdua adalah orang yang sama atau tidak.
Saat Mia sudah menganggukkan kepalanya untuk berpamitan, cowok itu kembali menghentikan langkah kaki Mia, dan itu membuat perasaan kesal Mia semakin meninggi. "Kalau boleh tahu, namamu siapa?" Tanyanya.
Dengan perasaan dongkol, Mia berusaha menjawab pertanyaan itu dengan berpura-pura ramah. "Nama saya Mia, nama Anda?"
Cowok itu mengulurkan tangannya, dan mau nggak mau Mia pun menerima uluran tangan tersebut. "Namaku Radit." Ucapnya.
Karena Mia sudah sangat telat, jadi ia memberanikan diri berpamitan kembali pada Radit. "Kalau begitu saya berangkat dulu." Kali ini Mia mengucapkannya dengan sangat tegas.
Radit menyadari maksud ucapan Mia. "Ah iya maaf aku sudah mengulur waktumu." Suara Radit terdengar sungguh-sungguh menyesali perbuatannya.
Mia menggelengkan kepalanya, lalu ia menundukkan badannya sedikit dan mulai berjalan cepat menuju depan gang.
Setelah Mia berjalan menjauhi Radit, Radit masih setia menatap ke arah Mia. Selama beberapa menit Radit menatap Mia, sampai-sampai ia tidak sadar ada seseorang yang mengajaknya bicara.
"Lagi lihat apaan sih?" Tanya seseorang itu sambil celingukan mencari sumber dari tatapan Radit, namun seseorang itu tidak menemukan sesuatu yang pantas dipandangi seserius itu.
Radit terkejut dengan suara yang muncul terlalu tiba-tiba itu. "Ngagetin aja," ucap Radit dengan suara kesal.
"Emang elo lagi ngeliatin apaan?" Tanya seseorang itu lagi.
"Elo nggak perlu tahu," ada nada usil di suara Radit sekarang.
"Meskipun elo nggak ngasih tahu gue sekarang, nggak lama juga gue bakal tahu sendiri," seseorang itu menghentikan ucapannya sejenak. "Gue kan kembaran elo." Lanjutnya.
***
Benar dugaan Mia, di hari pertama dirinya ditugaskan di kantor barunya ia sudah terlambat. Kurang lebih selama 20 menit, Mia mendapatkan ceramah pagi dari bos barunya.Ini semua salah cowok itu, batin Mia di sela-sela mendapat ceramah pagi.Sesudah dirinya mendapat ceramah pagi, Mia kembali ke meja kerjanya dengan menggerutu karena dirinya menyesali keputusannya untuk berusaha ramah dengan tetangga barunya.Sesampai di meja kerjanya, Mia disapa oleh rekan kerjanya yang sedang duduk di samping meja kerja Mia."Kamu anak baru itu yaa," nada suaranya terdengar sangat ramah sehingga perasaan kesal Mia langsung hilang.Mia tersenyum dengan tidak kalah ramah. "Iya," Mia menjawabnya tanpa merasa canggung sama sekali. "Nama anda siapa?" Karena Mia tidak mau dianggap sok dekat, ia pun memilih menggunakan bahasa formal terlebih dulu."Namaku Lina, kamu?" Rekan kerja Mi
Hari ini Mia berangkat kerja lebih pagi dari biasanya karena sudah tidak ada lagi yang harus ia lakukan di rumah, jadi pikir Mia tidak ada salahnya dirinya berangkat kerja lebih pagi.Mia keluar dari rumahnya dengan mood yang baik, senyum merekah terpasang di wajahnya. Setelah mengunci pintu rumahnya dengan benar, Mia membalikkan badannya dan segera berjalan menuju luar gang untuk menunggu kedatangan angkot yang menuju tempat kerjanya.Selama berjalan menuju luar gang, senyuman Mia masih belum menghilang, sampai Mia takut orang akan mengira dirinya adalah orang gila. Alasan di balik mood baik Mia hari ini adalah, ide Mia kemarin diterima dengan baik oleh atasannya dan karyawan lainnya, bahkan Mia mendapat pujian dari atasannya yang terkenal sangat jarang memberikan pujian, maka dari itu perasaan bahagia dan puas itu masih bersarang di dirinya.Karena Mia sedang larut dalam dunianya sendiri, Mia tidak menyadari ada sebuah
Keesokan harinya, karena hari ini adalah hari minggu yang berartikan sebagai hari libur bagi Mia, Mia pun berniat bangun siang, namun ternyata ada yang merusak niatnya, ia adalah Radit. Ketika Mia masih berada di alam mimpinya, Mia mendengar suara ketukan pintu yang tak kunjung reda. Awalnya Mia mengira suara ketukan pintu itu hanyalah mimpinya, namun karena ketukan pintu itu tidak kunjung reda, Mia pun segera membangunkan diri, dan ternyata ketukan pintu memang terjadi di dunia nyata. Dengan perasaan kesal, Mia berjalan menuju pintu depan untuk membukanya. Mia bertanya-tanya siapakah yang membuatnya kesal sepagi ini. Saat sudah berada tepat di depan pintu, Mia segera membukanya, dan setelah itu sosok Radit dan Rangga langsung terpampang jelas di depannya. Melihat sosok Radit dan Rangga berada di depannya dengan tampilan yang sudah rapi sedangkan dirinya tampilannya sangat berantakan dan sangat tidak pantas untuk dilihat, Mia langsung menutup kembali pintu rumahnya.
Setelah kejadian Mia mengatakan kalau dirinya tidak suka selalu dikira pacar Radit, Radit sudah tidak pernah mengantar ataupun menjemput Mia lagi. Mia sendiri sepertinya malah menikmatinya, karena dirinya sudah terbiasa dengan situasi yang seperti itu, malah kalau Radit tiba-tiba baik padanya, dirinya malah menjadi was-was.Beberapa hari itu juga, Mia sudah sangat jarang bertemu dengan Radit, ia hanya bertemu dengan Rangga, dan ketika Mia menanyakan keberadaan Radit pada Rangga, Rangga hanya menjawab Radit sedang sibuk."Kenapa? Kamu kangen?" Tanya Rangga saat Mia menanyakan sosok Radit.Dengan cepat Mia menyangkalnya. "Nggak lah, cuma tumben aja nggak pernah kelihatan,"Rangga tertawa kecil. "Emang kenapa sih kok kayaknya kamu kesel amat sama Radit?""Ya kan dia sendiri yang mulai," jawab Mia enteng."Tapi dia sebenarnya peduli banget sama kamu lho," ujar Rangga karena dirinya sudah tidak
Hari Minggu kemarin, Mia tidak melihat sosok Rangga dan Radit sama sekali, padahal dirinya bolak balik keluar rumah untuk membeli sesuatu. Dibilang merasa kehilangan kehadiran mereka berdua, itu memang benar, tapi anehnya Mia lebih merasa kehilangan kehadiran Radit daripada Rangga, namun Mia menganggap perasaannya seperti itu karena ia masih merasa sakit hati atas kejadian kemarin, makanya dirinya lebih kehilangan sosok Radit.Hari ini Mia bangun kesiangan, sebenarnya tidak siang banget, tapi karena ini hari Senin, jadi Mia merasa ia bangun kesiangan. Mia mempersiapkan diri dengan kecepatan tinggi, karena ia tidak mau telat lagi. Begitu juga saat Mia memasang sepatu, ia lupa menutup pintu rumahnya terlebih dulu."Nggak usah buru-buru, aku antar kamu." Tiba-tiba terdengar suara Radit tidak jauh dari posisi Mia sekarang."Jangan ngagetin." Kata Mia dengan nada kesal, karena dirinya benar-benar terkejut saat mendengar suara
Hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Mia akhirnya datang, dan Mia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, bahkan sejak bangun tidur. Saking semangat dan bahagianya, kejadian langka di hari Minggu terjadi, yaitu Mia bangun pagi dan mandi pagi.Setelah mandi, Mia berganti baju rumah, karena Mia tidak akan mengajak keluar Rangga dan Radit sepagi ini, apalagi sepertinya mereka berdua baru saja sampai. Mia berjalan menuju jendela yang berada di samping pintu. Ia mengintip dari balik tirai, dan ia bisa melihat rumah Rangga dan Radit masih terlihat sepi. Cukup lama Mia mengintip dan melihat situasi disana. Lalu tidak lama kemudian, sosok Radit keluar dengan baju dan celana yang berantakan. Senyum Mia langsung mengembang, ia berlari keluar.Radit mendengar suara gaduh dari kejauhan, lalu tidak lama sosok Mia muncul dari balik pintu rumahnya dengan senyuman yang sudah sangat ia rindukan, seketika itu juga senyuman juga muncul di wajah Radit.
Beberapa jam kemudian, Radit baru teringat permintaan tolong Mia, ia berjanji akan menanyakan pada Rangga, apakah dirinya sibuk. Dengan langkah malas, Radit berjalan menuju kamar Rangga. Sebelum ia masuk ke kamar Rangga, Radit lebih dulu mengetuk pintu kamarnya.Setelah Radit mengetuknya 3 kali, dan mendapat jawaban dari Rangga untuk masuk, Radit akhirnya membuka pintu itu dan segera masuk.Rangga yang sedang duduk di kasurnya sambil memegang ponselnya, langsung menoleh ke arah Radit."Ngapain?" Rangga terlihat masih kesal dengan Radit.Radit terlihat salah tingkah. "Mia ngajak jalan, tadi pagi dia tanya, elo sibuk nggak hari ini?" Radit menyampaikan pesan Mia.Rangga ingin ketawa melihat wajah salah tingkah kembarannya, namun ia memilih menahannya. "Gue ada janji sama Andini." Jawab jujur Rangga.Mendengar nama Andini disebut oleh Rangga, di saat mereka berd
Sudah beberapa hari berlalu setelah kejadian menegangkan antara Mia dan Rangga. Selama beberapa hari itu, Mia menjalani kehidupannya dengan murung, sampai beberapa orang di kantornya menanyakan alasan Mia seperti itu, tapi tentu saja Mia tidak menjawabnya dengan jujur.Beberapa kali Mia juga sempat bertemu dengan Rangga ataupun dengan Radit, tapi sebisa mungkin Mia menghindari mereka berdua. Ketika Mia menghindari Rangga dan Radit, mereka berdua juga tidak memaksa Mia untuk berhenti menghindarinya, mereka terlihat seperti mengerti maksud Mia sebenarnya.Hari ini Mia sama sekali belum keluar dari rumahnya, karena hari ini adalah hari libur nasional. Sejak semalam, Mia sudah merencanakan untuk tidak keluar dari rumah sama sekali, apalagi semua bahan makanan sudah tersedia di dalam kulkasnya. Namun istilah manusia bisa berencana, tapi Tuhan yang memutuskan dirasakan oleh Mia.Ketika Mia sedang bermalas-malasan di kasurnya dengan memain
Liburan Mia sudah berjalan selama 2 hari, dan selama 2 hari itu Mia sering dikejutkan dengan kejutan yang katanya sudah disiapkan Radit jauh-jauh hari. Mia tidak pernah menyangka Radit sosok yang seromantis ini, dirinya selalu mengira Radit adalah sosok yang jahil dan tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi romantis."Aku tidak pernah melihat Radit se-berusaha keras ini sebelumnya, sepertinya Radit benar-benar mencintaimu." Kalimat itu datang dari mulut Rangga ketika Mia dan Rangga duduk bersama di depan rumah, Andini dan Radit sedang mengambil makanan yang berada di dalam rumah.Mia menoleh sekilas ke arah Rangga, setelah itu ia kembali memfokuskan pandangannya ke arah piring dan sendok yang sudah ia tata rapi di atas meja. Senyuman Mia masih tidak bisa pergi dari wajahnya, justru senyuman itu semakin melebar setelah mendengar perkataan Rangga."Aku bersyukur kamu bisa menerima perasaan Radit, setidaknya dia tidak me
Perjalanan yang tidak disangka-sangka Mia itu membutuhkan waktu cukup lama, karena dilakukan ketika libur panjang, yaitu Jumat, Sabtu, dan Minggu, mereka bertiga ternyata memutuskan berlibur ke Bandung, bahkan tanpa meminta persetujuan dari Mia. Pantas saja Mia disuruh untuk membawa beberapa baju dan keperluan sehari-hari dirinya, namun awalnya Mia mengira mereka tidak berpergian sejauh ini. Karena mobil sudah terlanjur hampir sampai, Mia tidak bisa meminta pulang ataupun menolak begitu saja rencana yang telah dibuat.Ketika matahari sudah mulai naik dan sekarang sudah berada tepat di atas mereka berempat, mobil berhenti tepat di depan rumah atau mungkin vila, yang pemandangan di depannya terlihat sangat indah. Taman yang berada tepat di depan rumah itu dipenuhi dengan beragam tanaman, sangat pas dengan style rumah yang diinginkan Mia. Tanpa sadar Mia pun tersenyum senang ketika turun dari mobil dan melihat ke arah rumah itu."Kamu senang?"
Karena itulah kenapa sepagi ini Radit sudah stand by di depan rumah Mia bersama Andini dan Rangga. Tadi pagi Rangga meminjam mobil papanya, dan karena Ranggalah yang meminjam, papanya pun dengan cepat mengijinkannya. Awalnya Rangga yang duduk di bangku kemudi, namun setelah mereka berdua sampai di depan rumah Andini, Radit menyuruh Rangga untuk pindah ke bangku belakang supaya dirinya saja yang mengemudikan mobil, Radit tidak mau menjadi obat nyamuk di bangku belakang kalau Rangga dan Andinilah yang duduk di bangku depan. Karena Radit juga mengatakan alasannya pada Rangga, Rangga pun langsung menyetujui ucapan Radit, ia pindah ke belakang dengan tertawa.Sudah lumayan lama Radit, Rangga dan Andini menunggu Mia keluar dari rumahnya. Saat sampai di depan rumah Mia, Radit sengaja tidak turun dari mobil, ia hanya mengirim SMS ke Mia dan memberitahunya kalau mereka bertiga sudah sampai di depan rumahnya. Hanya butuh waktu sekitar 10 detik untuk Radit menerima balasan
"Udah sampai rumah?" Beberapa menit setelah Radit masuk ke kamarnya, dering telepon terdengar dari ponselnya. Radit mengambil ponselnya yang tadi ia geletakkan di meja yang berada di dekat lemari bajunya. Ketika Radit menatap ke arah layar ponselnya, dirinya langsung diperlihatkan foto Mia yang terlihat sangat cantik, itu pertanda dirinya sedang mendapat telepon dari Mia.Sebelum mendengar jawaban dari Mia, Radit sempat mendengar suara batuk yang samar. Udah, baru setelah itu Radit mendengar jawaban Mia."Kamu sakit?" Radit terdengar sangat khawatir.'Aku sedikit nggak enak badan, dari kemarin flu belum sembuh juga,' keluh Mia."Udah minum obat?" Radit masih terdengar khawatir, bahkan ia sempat berpikir untuk langsung pergi ke rumah Mia dan memastikannya sendiri kalau kekasihnya itu sudah makan dan minum obat.'Udah tadi waktu istirahat di kantor,' Mia memang tadi saat di kantor
Radit sudah siap siaga tepat di depan rumah Mia bahkan sebelum matahari benar-benar terbit. Radit tidak sendirian, ia juga bersama Rangga dan Andini. Radit duduk di bangku kemudi sedangkan Rangga dan Andini duduk bersebelahan di bangku belakang, sesekali mereka saling mengeluarkan candaan tanpa menghiraukan kehadiran Radit yang hanya bisa tersenyum kecut ketika menyaksikannya.***Beberapa hari yang lalu, Rangga, Radit dan Andini bertemu di rumah Radit dan Rangga. Di hari itu mereka bertiga mengobrol tentang banyak hal, hingga akhirnya Andini mengusulkan ide untuk double date."Kenapa nggak mau? Tanya Mia aja dulu, pasti dia mau." Kata Andini ketika mendengar Radit menolak ajakannya.Radit masih terlihat ragu, ia juga sangat tahu Mia pasti akan menerima ajakan Andini itu karena Mia sudah merasa baik-baik saja terhadap Rangga, tapi lain lagi dengan Radit, entah kenapa perasaan cemburunya tidak bisa hi
Hubungan antara Mia dan Radit sudah berjalan selama 4 bulan, dan selama 4 bulan itu, banyak hal yang terjadi di antara mereka berdua. Kebahagiaan, pertengkaran, kerinduan, dan lain sebagainya sudah mereka lalui bersama. Meskipun pertengkaran sering terjadi dalam hubungan mereka berdua, namun pertengkaran itu juga yang membuat hubungan mereka semakin kuat.Selama 4 bulan itu juga, hubungan Mia dengan Rangga juga membaik, Mia sudah bisa menghadapi Rangga tanpa merasa canggung. Beberapa hari yang lalu, Mia diajak Radit ke rumahnya, dan disana Mia bertemu dengan kedua orang tua Radit. Mia bertemu kedua orang tua Radit cukup singkat karena beliau harus berangkat ke suatu tempat saat itu juga, namun Mia justru bersyukur karenanya, Mia merasa dirinya masih belum siap untuk bertemu intens dengan kedua orang tua Radit.Ketika hari dimana Mia bertemu kedua orang tua Radit, Mia bertemu dengan Rangga juga, bahkan karena Radit harus ke kamar mandi, Mia d
Langit malam sudah berubah semakin pekat, hawa dingin juga semakin menyambar tubuh Mia yang tidak memakai jaket dan hanya memakai cardigan yang tipis. Motor melambat meskipun Mia merasa yakin kalau mereka belum sampai di rumah Mia. Motor berhenti tepat di depan sebuah halte, pikiran Mia langsung terarah ke perkataan Radit tadi yang berkata kalau dirinya tidak berniat mengantar pulang Mia, perasaan cemas langsung muncul di dalam pikiran Mia.Setelah menghentikan motornya, Radit turun dari motornya tanpa mengatakan apapun dan tanpa memedulikan perasaan cemas Mia. Radit melepas jaketnya dan mengulurkannya ke arah Mia yang masih menatapi Radit dengan tatapan harap-harap cemas. Karena tangannya yang sudah mulai capek menunggu Mia menerima jaketnya, Radit pun memilih langsung memakaikan jaket itu ke tubuh Mia. Setelah itu Mia baru terlihat tersadar dari lamunannya, senyuman malu Mia kembali muncul di wajahnya."Kenapa?" Tanya Radit dengan masih me
Senyum di wajah Radit semakin merekah dengan lebar, bahkan kali ini diiringi dengan pipinya yang memerah dan memanas. Radit yang menyadari perubahan kedua pipinya langsung memegangi kedua pipinya dengan malu.Baru kali ini Mia melihat Radit bertingkah seperti ini, namun entah kenapa Mia malah merasa gemas, karena sisi Radit yang seperti ini sangat tidak cocok dengan sisi Radit yang biasanya."Kamu jujur kan?" Radit masih merasa tidak percaya perasaannya akan terbalas secepat ini."Kamu nggak percaya?" Mia mulai kesal pada Radit karena ia masih merasa tidak percaya padanya."Bukan begitu," katanya dengan berusaha menghilangkan senyumnya yang terus berkembang di wajahnya. "Kukira semalam kamu cuma iseng." Radit menundukkan kepalanya."Aku kan nggak kayak kamu," canda Mia."Benar juga." Radit menerima candaan Mia dengan baik.Setelah itu mer
Radit yang sudah tidak sabar untuk lebih masuk, langsung merangkul bahu Mia dan mengajaknya mengikutinya. Kali ini Mia mengikuti Radit tanpa mengatakan apapun ataupun melakukan apapun, ia tidak merasa aneh ataupun salah tingkah dengan perlakuan Radit barusan, mungkin karena dirinya masih mengagumi kafe ini.Radit menuju ke arah tempat duduk yang berada di perbatasan tempat indoor dan outdoor. Radit mempersilahkan Mia duduk ke kursi yang sudah ia persiapkan, Mia pun duduk dengan tatapan matanya yang masih mengelilingi kafe."Apa kamu sekagum itu?" Tanya Radit sambil duduk di kursinya. Ia tidak menyangka Mia akan sekagum itu, ia hanya mengira Mia sekedar suka."Kafe seperti ini selalu ada di pikiranku, sangat persis seperti ini." Kata Mia dan sekarang tatapan matanya sedang menatap Radit dengan berbinar-binar.Radit langsung merasa usahanya berhasil, tapi dirinya juga merasa kagum dengan dirinya sendir