Setelah kejadian Mia mengatakan kalau dirinya tidak suka selalu dikira pacar Radit, Radit sudah tidak pernah mengantar ataupun menjemput Mia lagi. Mia sendiri sepertinya malah menikmatinya, karena dirinya sudah terbiasa dengan situasi yang seperti itu, malah kalau Radit tiba-tiba baik padanya, dirinya malah menjadi was-was.
Beberapa hari itu juga, Mia sudah sangat jarang bertemu dengan Radit, ia hanya bertemu dengan Rangga, dan ketika Mia menanyakan keberadaan Radit pada Rangga, Rangga hanya menjawab Radit sedang sibuk.
"Kenapa? Kamu kangen?" Tanya Rangga saat Mia menanyakan sosok Radit.Dengan cepat Mia menyangkalnya. "Nggak lah, cuma tumben aja nggak pernah kelihatan,"Rangga tertawa kecil. "Emang kenapa sih kok kayaknya kamu kesel amat sama Radit?"
"Ya kan dia sendiri yang mulai," jawab Mia enteng.
"Tapi dia sebenarnya peduli banget sama kamu lho," ujar Rangga karena dirinya sudah tidak tahan dengan tingkah Radit yang malah menjauhi Mia hanya karena kejadian beberapa hari yang lalu itu."Pedulinya kan cuma sesaat." Mia masih menanggapinya dengan tidak serius.Rangga menghelakan napasnya sejenak. "Kata siapa?' Katanya."Dia baiknya cuma sebentar, itu juga kayaknya nggak benar-benar tulus, setelah itu juga dia balik jahil lagi." Kata Mia.Rangga sudah benar-benar kehabisan kata-kata. Rangga masih berpikir mau menanyakan tentang apa lagi."Tapi sosok Radit termasuk cowok idaman kamu nggak?" Akhirnya Rangga memutuskan menanyakan hal itu.Mendapat pertanyaan yang tidak pernah ia duga sebelumnya, Mia tidak langsung menjawabnya, ia menatap kedua mata Rangga selama beberapa detik karena Mia ingin tahu apakah Rangga sedang bercanda ataukah serius, dan ternyata Rangga sedang serius."Nggak lah," jawab Mia dengan yakin. "Kalo boleh jujur aku lebih prefer tipe cowok yang kayak kamu daripada kayak Radit." Mia melanjutkannya dengan jujur.Rangga membelalakkan kedua matanya sejenak, ia juga melihat ke arah Mia untuk memastikan apakah Mia sedang bercanda atau serius. "Emang apa bedanya aku sama Radit?"Tanya Rangga karena dirinya memang tidak tahu perbedaan dirinya dengan Radit.
"Sangat beda." Kata Mia dengan tertawa."Beda gimana?" Rangga menghentikan langkah kakinya karena mereka berdua sudah sampai di depan rumah Rangga dan juga depan rumah Mia.Mia terlihat berpikir sebentar sebelum menjawabnya. "Kalo kamu tipe cowok yang care sama siapapun, tenang, serius," Mia berhenti sejenak. "Sedangkan Radit, dia lebih ke yang konyol, suka seenaknya sendiri, jahil, ya meskipun kadang-kadang aku dikagetkan dengan kebaikannya dia sih."Mendengar jawaban Mia, Rangga tersenyum kecil namun tidak dengan menatap Mia."Kenapa, salah yaa?" Tanya Mia karena tidak mendapat balasan dari Rangga."Iya, kamu sangat salah. Aku nggak sebaik yang kamu kira," ujar Rangga sambil menundukkan kepalanya supaya sejajar dengan wajah Mia.Mia tersipu malu, dan mengalihkan pandangannya dari Rangga. "Tapi yang aku tahu kamu kayak gitu, dan kamu termasuk tipe cowok yang aku idam-idamkan." Suara Mia memelan.Sebenarnya Rangga sudah merasa kalau Mia mulai tertarik padanya, tapi Rangga masih tidak bisa berbuat apa-apa karena Mia masih belum mengatakan yang sejujurnya padanya. Bisa jadi itu juga hanya sekedar perasaannya saja."Masuklah," akhirnya Rangga hanya bisa berkata seperti itu, tapi ia masih belum beranjak dari posisinya sekarang, ia masih mensejajarkan kedua matanya dengan kedua mata Mia."Kamu juga masuklah," suaranya terdengar malu-malu.Kali ini Rangga yang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lebar. Setelah itu Mia meninggalkan sosok Rangga di belakangnya, dan segera masuk ke rumah dengan perasaan yang sangat berbunga-bunga.Setelah melihat Mia sudah benar-benar masuk ke rumahnya, Rangga pun juga masuk ke rumahnya sendiri. Baru saja Rangga selangkah memasuki rumahnya, Rangga dikejutkan dengan sosok Radit yang sedang menatapnya dengan tatapan garang sambil mengepalkan kedua tangannya."Kalo elo berani-berani deketin Mia, gue nggak bakal maafin elo." Radit sudah sangat yakin dengan perasaan Mia sekarang. Radit mendengar semua percakapan Rangga dengan Mia tadi.Rangga terkesiap karena takut Radit akan tiba-tiba memukulnya, meskipun dirinya sangat mengenal Radit yang tidak akan memukul seseorang dengan sembarangan, tapi melihat raut wajahnya saat ini, Radit terlihat bisa saja memukul Rangga dengan keras. "Tenang man, gue kan udah bilang, gue nggak suka sama Mia," Rangga mencoba menenangkan kembarannya sambil masih berusaha menjauh dari Radit.Radit tidak membalas ucapan Rangga, ia hanya menatapi Rangga dengan serius. Dan dari situ, Radit bisa tahu kalau Rangga memang sungguh-sungguh saat mengatakan kalau dirinya tidak menyukai Mia.Tapi tetap saja, Mia suka denganmu, batin Radit. Memikirkan tentang fakta itu, membuat perasaan Radit semakin sakit.Radit memejamkan kedua mata sejenak untuk menenangkan perasaannya. Setelah merasa perasaannya sudah mulai membaik, Radit membalikkan badannya untuk masuk ke rumahnya dan meninggalkan Rangga di belakangnya.Baru beberapa langkah, Radit kembali membalikkan badannya menghadap Rangga yang kembali terkesiap. "Elo juga jangan terlalu baik sama dia, atau kalau nggak dia bakal naruh harapan ke elo, dan akhirnya elo bakal nyakitin perasaan dua orang." Ucap Radit dengan tegas. Setelah itu Radit melanjutkan langkah kakinya lagi tanpa menoleh ke arah Rangga."Ternyata elo benar-benar mencintai Mia," ujar Rangga dengan suara yang pelan.***
Keesokan harinya, ketika matahari belum benar-benar terbit, Radit sudah siap di depan rumah Mia. Radit menunggu dengan sabar kemunculan sosok Mia, ia berniat kembali mengantar Mia ke kantornya seperti beberapa hari yang lalu. Radit sudah tidak peduli dengan omongan orang lain, atau anggapan Mia seperti apa, yang ia pikirkan hanya dirinya tidak mau Mia akhirnya akan memilih Rangga daripada dirinya.
Saat Radit sedang membenarkan tali sepatunya yang terlepas, pintu rumah Mia terbuka lebar dan keluarlah sosok Mia. Mia sebenarnya sudah melihat Radit saat ia membuka pintu, tapi Mia mengabaikannya, Mia semakin menghiraukan Radit saat berjalan di depannya."Cuek amat," kata Radit dengan kesal.Mia menoleh ke belakang. "Kenapa?""Aku mau antar kamu." Kata Radit blak-blakan."Emang kamu nggak sibuk?" Mia ingin segera menolak tawaran Radit, namun karena Mia masih punya sopan santun, jadi ia bertanya seperti itu terlebih dulu."Nggak." Jawab Radit sambil langsung mengulurkan sebuah helm ke arah Mia."Kamu nggak kuliah?" Mia masih berusaha berkelih."Ini aku mau ke kampus sekalian," Radit memang berniat mau sekalian ke perpustakaan yang ada di kampusnya.Mia mengalihkan pandangannya dari Radit dan menundukkan kepalanya sejenak. "Ya udah kalo gitu," akhirnya mau nggak mau Mia menerima tawaran bisa dibilang paksaan Radit. Mia berjalan mendekati motor Radit, Radit sudah duduk di atas motornya. Radit tersenyum kecil melihat Mia berjalan mendekatinya.Mia naik ke atas motor Radit dengan berpegangan ke bahu Radit. "Besok nggak usah nungguin aku atau nganterin aku lagi." Kata Mia dengan suara yang tegas.Namun sepertinya Radit tidak mau menuruti ucapan Mia. "Iyalah, besok kan hari libur," canda Radit."Beneran." Karena motor sudah melaju dengan cepat, jadi Mia harus meninggikan suaranya, dan kekesalannya semakin terdengar jelas."Emang kenapa?" Tanya Radit sungguh-sungguh.Mia tidak langsung menjawabnya, ia terdiam dulu sebentar. "Nggak usah pura-pura baik ke aku, kalau ujung-ujungnya nantinya kamu bakal jahilin aku lagi." Jawab Mia jujur."Emang aku cuma pura-pura?" Radit bertanya karena ia benar-benar tidak menduga selama ini Mia menganggapnya hanya berpura-pura."Terus apa kalo kamu nggak sekedar pura-pura?" Balik tanya Mia.Radit menghelakan napasnya pelan. "Aku tulus tahu," Radit meyakinkan Mia.Karena mendapat respon yang serius dari Radit, Mia jadi tidak tahu harus menjawabnya seperti apa, jadi dirinya hanya diam, namun Mia masih meragukan ucapan Radit.Selama beberapa menit kemudian, Radit dan Mia saling diam, lalu Radit memecah keheningan itu. "Terus kenapa kamu nggak pernah menganggap Rangga juga cuma pura-pura baik ke kamu? Kenapa kamu merasa Rangga memang benar-benar tulus?" Motor sudah mulai mendekati kantor Mia.Mia tidak langsung menjawab pertanyaan mendadak yang datang dari Radit itu, ia masih memutar otaknya untuk mencari jawaban yang tepat."Karena Rangga nggak pernah jahilin aku," Mia sendiri sebenarnya merasa jawabannya terlalu kekanakkan.Radit tertawa sinis. "Bukankah itu bukan satu-satunya alasan, aku yakin alasan utamanya bukan itu," suara Radit terdengar sangat yakin.Radit terdiam sejenak, ia masih memikirkan apakah sebaiknya ia menanyakan pertanyaan yang sudah bersarang di pikirannya selama ini ke Mia, atau tidak. Setelah berdebat dengan pikirannya sendiri, akhirnya Radit menanyakan pertanyaan itu. "Apa kamu menyukai Rangga?" Tepat saat itu Radit menghentikan motornya, karena sudah sampai di depan kantor Mia.
Mia membelalakkan kedua matanya, tapi bukan karena mendapat pertanyaan yang mengagetkan seperti itu, namun lebih karena Mia merasa heran, apakah sangat kentara kalau Mia menyukai Rangga, sampai Radit menyadarinya."Kenapa kamu sampai kaget seperti itu?" Tanpa Mia sadari, Radit sudah turun dari motornya dan sedang menatapnya.Lamunan Mia buyar. "Bukan urusanmu." Jawab Mia ketus.Sakit hati Radit kembali timbul, namun Radit berusaha menahannya karena ia merasa sudah terlalu mencintai Mia. "Tentu itu urusanku," Radit hampir saja keceplosan mengatakan kalau dirinya menyukai Mia, tapi untungnya mulutnya bisa mengerem di waktu yang tepat. "Rangga itu kembaranku." Lanjut Radit akhirnya.Mia melepas helmnya dan menyerahkan ke Radit. "Tapi tetap saja bagiku itu bukan urusanmu." Kata Mia dan langsung meninggalkan Radit masuk ke kantornya.Radit masih belum beranjak dari tempatnya, bahkan setelah Mia sudah hilang dari pandangannya. Radit sangat putus asa saat ini karena dirinya merasa tidak dianggap sama sekali oleh Mia, Radit merasa Mia hanya menganggap kehadiran Rangga, dan tidak menganggap kehadirannya. Dan dari jawaban Mia tadi, Radit sekarang sangat yakin kalau Mia memang benar-benar menyukai Rangga. Hal itu juga membuat Radit putus asa.Meskipun bagimu itu bukan urusanku, tapi bagiku itu sangatlah berpengaruh. Ucap Radit di dalam hatinya.***
Sore harinya, Radit tidak menjemput Mia, tapi ia sengaja menunggu kepulangan Mia di depan gang. Radit menunggu cukup lama sampai sosok Mia muncul di hadapannya.
"Mau apa lagi?" Mia terlihat seperti merasa terganggu dengan kehadiran Radit."Nungguin kamu," Radit sudah tidak mau menutup-nutupi fakta tentang dirinya yang menyukai Mia."Ngapain?" Tanya Mia lagi, tapi Mia semakin mendekat ke arah Radit, pertanda Mia tidak benar-benar cuek."Kalo nggak mau ya udah," Radit kembali naik ke motornya dan menyalakan motornya.Dengan cepat Mia menyelanya. "Bukan begitu," Mia sendiri terkesiap dengan reaksinya sendiri. "Aku kan cuma tanya," ucap Mia kemudian dengan mengerucutkan bibirnya. Melihat ekspresi wajah Mia yang seperti itu, Radit tidak bisa menyembunyikan senyumannya.Namun sepertinya Mia menyalahartikan senyuman Radit, karena Mia langsung berkata, "Karena aku udah capek, makanya aku nerima tawaran kamu." Mia membela diri.Keinginan Radit untuk menggoda Mia kembali muncul. "Emang aku nawarin apa?" Katanya di sela-sela suara mesin motornya yang masih menyala.Mia menaikkan kedua alisnya, dan ekspresi wajah kesalnya kembali muncul, namun Radit semakin merasa gemas. "Ya udah kalo gitu," katanya ketus.Mia berjalan menjauhi Radit, melihat Mia meninggalkannya dengan cepat, Radit pun dengan segera mematikan motornya kembali dan mengejar Mia."Kalo udah setuju, jangan tiba-tiba batalin seenaknya sendiri gitu dong." Mia belum pernah mendengar nada suara selembut ini dari diri Radit sebelumnya.Mia sempat terdiam, karena merasa dirinya salah orang ketika mendengar nada suara Radit barusan, namun setelah Mia mengamati lebih teliti lagi, Mia tidak salah orang seperti yang dikiranya."Kenapa?" Tanya Radit ketika melihat Mia sedang mengamatinya dengan serius.Mia tersadar dan langsung malu karena ketahuan sedang mengamati Radit dengan serius.Tidak mendapat jawaban dari Mia, Radit kembali berkata, "Kamu mengira sedang berhadapan sama Rangga?" Anehnya Radit bisa langsung mengerti arti tatapan Mia, seolah-olah ia bisa membaca pikiran Mia, dan lebih anehnya lagi, Mia bukannya menyangkal, tapi ia malah membeku ditempatnya.Radit tertawa karena tebakannya benar, meskipun Mia tidak menjawabnya. "Kamu nggak salah orang, aku bukan Rangga." Kata Radit di sela-sela tawanya. "Kamu nggak tahu aja kalo dalam diriku ada sisi lembutnya," Radit kembali menggoda Mia, ia mendekatkan tubuhnya ke arah Mia.Seketika itu juga, perasaan malu yang dari tadi bersarang di dalam diri Mia, hilang dan berganti menjadi perasaan kesal dan heran. Bagaimana bisa tingkah dan sikap seseorang bisa berubah secepat ini, batin Mia. Mia jadi menyesal tadi sudah mengira Radit adalah Rangga.Tanpa membalas ucapan Radit, Mia mendorong tubuh Radit untuk menjauh darinya dan mengarahkannya ke motornya yang berada tidak jauh dari mereka berdua. Radit naik terlebih dulu ke motornya dan menyalakan mesinnya lagi, baru setelah itu Mia ikut naik.Radit sengaja mengendarai motornya dengan pelan, karena ia ingin bersama dengan Mia lebih lama. Radit dan Mia saling diam, dan itu membuat Radit berpikir kalau Mia sedang marah padanya lagi. "Kamu marah?" Tanyanya."Nggak," jawab Mia cepat. "Kenapa?" Tanya Mia kemudian."Kamu kok diam aja," kata Radit."Biasanya juga kamu yang banyak omong," kata Mia.Radit tertawa mendengar ucapan Mia, karena apa yang diucapkan Mia memang benar. Setelah itu mereka kembali terdiam, bahkan sampai motor sudah berhenti di depan rumah Mia.Saat Mia turun dari motor, pagar rumah Radit terbuka, dan keluarlah sosok Rangga yang sedang membawa kantong besar berisi sampah. Seketika itu juga Radit menoleh ke arah Mia yang sedang menatap ke arah Rangga dengan ekspresi wajah berseri-seri. Radit merasa iri pada Rangga karena dirinya belum pernah mendapat tatapan seperti itu dari Mia, cewek yang ia cintai."Hai!" Sapa Mia, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, sehingga suaranya terdengar sangat antusias.Rangga tidak langsung membalas sapaan Mia, ia berjalan menuju tempat sampah terlebih dulu untuk menaruh kantong yang sedang dibawanya. Setelah itu baru Rangga menoleh dan menatap ke arah Mia, namun Rangga membalas sapaan Mia hanya dengan anggukan kepala dan senyuman. Kemudian Rangga kembali masuk ke rumahnya.Raut wajah Mia berubah menjadi bingung, ia sempat bengong selama beberapa detik. Mia merasa Rangga berbeda dengan Rangga yang ia kenal, ia jadi merasa salah orang lagi."Dia Rangga beneran kan?" Mia menanyakan pertanyaan konyol itu pada Radit.Radit tertawa terbahak-bahak. "Menurutmu?" Radit menyerahkan jawabannya pada Mia sendiri.Mia menoleh ke Radit. "Kamu Rangga, dan Rangga itu kamu," karena pikiran Mia sedang tidak bisa bekerja dengan baik, jadi dirinya langsung mengeluarkan ucapan itu tanpa berpikir terlebih dahulu."Berarti sekarang kamu udah tahu kan, Rangga tidak sebaik yang kamu kira, dan aku tidak seburuk yang kamu kira." Setelah mengucapkannya, Radit merasa tidak enak pada Rangga.Mia tidak menjawab perkataan Radit, ia hanya menghelakan napasnya. Tanpa pamit pada Radit, Mia berjalan menuju rumahnya."Kenapa, kamu kecewa karena Rangga tiba-tiba berubah dingin ke kamu?" Tanya Radit saat Mia sudah membalikkan tubuhnya dan membelakangi Radit. Saat Mia memperlihatkan gestur akan menoleh ke arah Radit kembali, dengan cepat Radit berkata, "Jawab dengan posisimu seperti itu aja, tidak usah menoleh ke arahku.""Aku nggak kecewa," Mia menjawabnya dengan suara yang tidak meyakinkan. Setelah cukup lama Mia tidak mendengar suara Radit lagi, Mia pun melangkahkan kakinya kembali menuju rumahnya."Apa kau menyukai Rangga?" Radit kembali menanyakan pertanyaan yang tadi sudah ia tanyakan dengan menggertakkan giginya untuk menyembunyikan perasaan campur aduknya.Mendapat pertanyaan itu kembali dari Radit, Mia dengan segera menoleh ke arah Radit dan itu berarti ia tidak menuruti perintah Radit yang mengatakan supaya tidak menoleh ke arahnya.Cukup lama Mia menatap langsung ke arah kedua mata Radit, ia ragu untuk menjawabnya. Namun tatapan mata Radit seperti menghipnotis Mia untuk menjawab pertanyaan Radit dengan jawaban yang jujur."Iya, kurasa aku menyukainya." Jawab jujur Mia dengan suara yang pelan, namun cukup bisa didengar oleh Radit.
Radit membelalakkan kedua matanya, ia merasa seolah-olah ada sebongkah batu yang jatuh menimpa jantungnya. Meskipun Radit sudah bisa menduga akan hal itu, tapi tetap saja mendengar pengakuan itu langsung dari mulut Mia sendiri, membuat perasaannya semakin sakit.Saat Radit akan memberitahu Mia kalau Rangga sudah memiliki pacar yang bernama Andini, Radit melihat Mia sudah membalikkan tubuhnya lagi dan berjalan menuju ke rumahnya tanpa menoleh ke belakang lagi. Radit bisa melihat Mia juga sedang merasakan sakit hati, karena Mia berjalan dengan menundukkan kepalanya dan menyeret kedua kakinya, namun Radit yakin sakit hati yang dirasakan Mia tidak separah sakit hati yang dirasakan Radit sekarang ini.***
Hari Minggu kemarin, Mia tidak melihat sosok Rangga dan Radit sama sekali, padahal dirinya bolak balik keluar rumah untuk membeli sesuatu. Dibilang merasa kehilangan kehadiran mereka berdua, itu memang benar, tapi anehnya Mia lebih merasa kehilangan kehadiran Radit daripada Rangga, namun Mia menganggap perasaannya seperti itu karena ia masih merasa sakit hati atas kejadian kemarin, makanya dirinya lebih kehilangan sosok Radit.Hari ini Mia bangun kesiangan, sebenarnya tidak siang banget, tapi karena ini hari Senin, jadi Mia merasa ia bangun kesiangan. Mia mempersiapkan diri dengan kecepatan tinggi, karena ia tidak mau telat lagi. Begitu juga saat Mia memasang sepatu, ia lupa menutup pintu rumahnya terlebih dulu."Nggak usah buru-buru, aku antar kamu." Tiba-tiba terdengar suara Radit tidak jauh dari posisi Mia sekarang."Jangan ngagetin." Kata Mia dengan nada kesal, karena dirinya benar-benar terkejut saat mendengar suara
Hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Mia akhirnya datang, dan Mia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, bahkan sejak bangun tidur. Saking semangat dan bahagianya, kejadian langka di hari Minggu terjadi, yaitu Mia bangun pagi dan mandi pagi.Setelah mandi, Mia berganti baju rumah, karena Mia tidak akan mengajak keluar Rangga dan Radit sepagi ini, apalagi sepertinya mereka berdua baru saja sampai. Mia berjalan menuju jendela yang berada di samping pintu. Ia mengintip dari balik tirai, dan ia bisa melihat rumah Rangga dan Radit masih terlihat sepi. Cukup lama Mia mengintip dan melihat situasi disana. Lalu tidak lama kemudian, sosok Radit keluar dengan baju dan celana yang berantakan. Senyum Mia langsung mengembang, ia berlari keluar.Radit mendengar suara gaduh dari kejauhan, lalu tidak lama sosok Mia muncul dari balik pintu rumahnya dengan senyuman yang sudah sangat ia rindukan, seketika itu juga senyuman juga muncul di wajah Radit.
Beberapa jam kemudian, Radit baru teringat permintaan tolong Mia, ia berjanji akan menanyakan pada Rangga, apakah dirinya sibuk. Dengan langkah malas, Radit berjalan menuju kamar Rangga. Sebelum ia masuk ke kamar Rangga, Radit lebih dulu mengetuk pintu kamarnya.Setelah Radit mengetuknya 3 kali, dan mendapat jawaban dari Rangga untuk masuk, Radit akhirnya membuka pintu itu dan segera masuk.Rangga yang sedang duduk di kasurnya sambil memegang ponselnya, langsung menoleh ke arah Radit."Ngapain?" Rangga terlihat masih kesal dengan Radit.Radit terlihat salah tingkah. "Mia ngajak jalan, tadi pagi dia tanya, elo sibuk nggak hari ini?" Radit menyampaikan pesan Mia.Rangga ingin ketawa melihat wajah salah tingkah kembarannya, namun ia memilih menahannya. "Gue ada janji sama Andini." Jawab jujur Rangga.Mendengar nama Andini disebut oleh Rangga, di saat mereka berd
Sudah beberapa hari berlalu setelah kejadian menegangkan antara Mia dan Rangga. Selama beberapa hari itu, Mia menjalani kehidupannya dengan murung, sampai beberapa orang di kantornya menanyakan alasan Mia seperti itu, tapi tentu saja Mia tidak menjawabnya dengan jujur.Beberapa kali Mia juga sempat bertemu dengan Rangga ataupun dengan Radit, tapi sebisa mungkin Mia menghindari mereka berdua. Ketika Mia menghindari Rangga dan Radit, mereka berdua juga tidak memaksa Mia untuk berhenti menghindarinya, mereka terlihat seperti mengerti maksud Mia sebenarnya.Hari ini Mia sama sekali belum keluar dari rumahnya, karena hari ini adalah hari libur nasional. Sejak semalam, Mia sudah merencanakan untuk tidak keluar dari rumah sama sekali, apalagi semua bahan makanan sudah tersedia di dalam kulkasnya. Namun istilah manusia bisa berencana, tapi Tuhan yang memutuskan dirasakan oleh Mia.Ketika Mia sedang bermalas-malasan di kasurnya dengan memain
Mia sudah membeli sabun mandi yang ia butuhkan, sekarang waktunya Mia untuk kembali ke rumahnya. Dalam perjalanannya menuju rumah, Mia merasa was-was, ia takut akan bertemu dengan Rangga ataupun Radit di jalan atau di depan rumah. Mia berusaha untuk menghilangkan perasaan was-was itu.Tinggal beberapa langkah lagi, Mia sampai di depan rumahnya, tapi langkah kaki itu langsung terhenti saat Mia melihat sosok Radit keluar dari rumahnya dan langsung menatapnya dengan tajam, namun tatapan mata itu bukan menunjukkan kemarahan, lebih kepada tatapan mata dari seseorang yang sedang merindukan sosok yang berada di depannya. Langkah kaki Mia yang sempat terhenti, kembali berjalan mendekati Radit karena Radit sudah berada tepat di depan rumah Mia."Kenapa kamu menghindariku?" Tanya Radit langsung ketika Mia sudah berada di depannya. "Apa kamu masih marah denganku?" Tanya Radit lagi.Mia yang awalnya hanya menundukkan kepalanya dan t
"Aku menyukaimu," kalimat yang keluar dari mulut Radit itu bukan hanya mengejutkan Mia, tapi juga Rangga dan Andini, karena tidak ada yang pernah menyangka Radit akan menyatakan perasaannya di depan Rangga dan Andini. Mia yang semula sudah membalikkan tubuhnya menghadap rumahnya, kembali menghadapkan tubuhnya ke arah Radit, dan mau nggak mau ia membelalakkan kedua matanya ke arah Radit. Mia yang awalnya berniat akan memaafkan Radit, menjadi kembali kesal pada Radit. "Aku menyukaimu," Radit mengulangi ucapannya, dan seperti memberitahu Mia kalau dirinya tidak salah dengar. Mia masih membeku di tempatnya dengan tatapan matanya yang tidak beralih dari Radit sama sekali. Andini menggandeng lengan Rangga dan meninggalkan Radit dan Mia berdua tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sepeninggal Andini dan Rangga, Radit dan Mia masih hanya saling tatap tanpa ada yang mengeluarkan kata-kata. Cukup lama me
Hari ini Mia tidak terlalu sibuk, dan Mia sangat menikmati kesehariannya di kantor, bahkan ia bisa melupakan kejadian tidak mengenakkan yang dialaminya semalam. Mood Mia kembali membaik setelah sekian lama, ia berharap tidak ada yang bisa merusaknya lagi.Waktu berjalan terasa lebih cepat dari biasanya, sekarang sudah waktunya Mia untuk pulang, Mia pun mulai beres-beres. Meja sebelah Mia sudah kosong dan rapi karena Lina sudah pulang lebih awal, tadi ia mengeluh sedang tidak enak badan. Mia beres-beres dengan semangat tanpa memikirkan apa-apa lagi.Setelah merasa semua barangnya sudah masuk ke dalam tasnya, Mia mulai melangkahkan kakinya untuk turun dan pulang. Senyuman di wajah Mia masih mengembang dengan baik, sesekali orang-orang di sekitarnya menatapnya dengan bingung. Tidak lama kemudian senyuman itu sirna begitu saja, saat dirinya sudah sampai di dekat pintu utama kantornya. Mia melihat sosok Radit bersama motornya sudah menunggunya di depan k
Beberapa menit kemudian, mereka berdua sudah mulai bisa melihat rumah mereka masing-masing, walaupun dari jarak yang cukup jauh. Motor masih tetap melaju dengan kecepatan yang sama untuk mendekati rumah mereka. Saat motor sudah benar-benar sampai di depan rumah Mia, Radit menghentikan laju motornya. Belum sempat Radit memarkir motornya dengan baik, Mia sudah turun dari motor, jadilah Mia hampir jatuh. Melihat Mia akan jatuh, kecepatan reflek tubuh Radit berjalan dengan baik, ia langsung meraih dan memegangi tangan Mia dengan erat supaya Mia tidak terjatuh."Pelan-pelan." Nada suara Radit terdengar marah, bahkan Mia merasa Radit tidak pernah semarah itu kepadanya."Maaf," dan anehnya Mia langsung merasa bersalah, makanya dirinya langsung meminta maaf."Ada yang sakit nggak?" Radit menghiraukan ucapan maaf Mia.Mia tidak langsung menjawab, ia melihat ke arah kakinya terlebih dulu karena tadi ia merasa
Liburan Mia sudah berjalan selama 2 hari, dan selama 2 hari itu Mia sering dikejutkan dengan kejutan yang katanya sudah disiapkan Radit jauh-jauh hari. Mia tidak pernah menyangka Radit sosok yang seromantis ini, dirinya selalu mengira Radit adalah sosok yang jahil dan tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi romantis."Aku tidak pernah melihat Radit se-berusaha keras ini sebelumnya, sepertinya Radit benar-benar mencintaimu." Kalimat itu datang dari mulut Rangga ketika Mia dan Rangga duduk bersama di depan rumah, Andini dan Radit sedang mengambil makanan yang berada di dalam rumah.Mia menoleh sekilas ke arah Rangga, setelah itu ia kembali memfokuskan pandangannya ke arah piring dan sendok yang sudah ia tata rapi di atas meja. Senyuman Mia masih tidak bisa pergi dari wajahnya, justru senyuman itu semakin melebar setelah mendengar perkataan Rangga."Aku bersyukur kamu bisa menerima perasaan Radit, setidaknya dia tidak me
Perjalanan yang tidak disangka-sangka Mia itu membutuhkan waktu cukup lama, karena dilakukan ketika libur panjang, yaitu Jumat, Sabtu, dan Minggu, mereka bertiga ternyata memutuskan berlibur ke Bandung, bahkan tanpa meminta persetujuan dari Mia. Pantas saja Mia disuruh untuk membawa beberapa baju dan keperluan sehari-hari dirinya, namun awalnya Mia mengira mereka tidak berpergian sejauh ini. Karena mobil sudah terlanjur hampir sampai, Mia tidak bisa meminta pulang ataupun menolak begitu saja rencana yang telah dibuat.Ketika matahari sudah mulai naik dan sekarang sudah berada tepat di atas mereka berempat, mobil berhenti tepat di depan rumah atau mungkin vila, yang pemandangan di depannya terlihat sangat indah. Taman yang berada tepat di depan rumah itu dipenuhi dengan beragam tanaman, sangat pas dengan style rumah yang diinginkan Mia. Tanpa sadar Mia pun tersenyum senang ketika turun dari mobil dan melihat ke arah rumah itu."Kamu senang?"
Karena itulah kenapa sepagi ini Radit sudah stand by di depan rumah Mia bersama Andini dan Rangga. Tadi pagi Rangga meminjam mobil papanya, dan karena Ranggalah yang meminjam, papanya pun dengan cepat mengijinkannya. Awalnya Rangga yang duduk di bangku kemudi, namun setelah mereka berdua sampai di depan rumah Andini, Radit menyuruh Rangga untuk pindah ke bangku belakang supaya dirinya saja yang mengemudikan mobil, Radit tidak mau menjadi obat nyamuk di bangku belakang kalau Rangga dan Andinilah yang duduk di bangku depan. Karena Radit juga mengatakan alasannya pada Rangga, Rangga pun langsung menyetujui ucapan Radit, ia pindah ke belakang dengan tertawa.Sudah lumayan lama Radit, Rangga dan Andini menunggu Mia keluar dari rumahnya. Saat sampai di depan rumah Mia, Radit sengaja tidak turun dari mobil, ia hanya mengirim SMS ke Mia dan memberitahunya kalau mereka bertiga sudah sampai di depan rumahnya. Hanya butuh waktu sekitar 10 detik untuk Radit menerima balasan
"Udah sampai rumah?" Beberapa menit setelah Radit masuk ke kamarnya, dering telepon terdengar dari ponselnya. Radit mengambil ponselnya yang tadi ia geletakkan di meja yang berada di dekat lemari bajunya. Ketika Radit menatap ke arah layar ponselnya, dirinya langsung diperlihatkan foto Mia yang terlihat sangat cantik, itu pertanda dirinya sedang mendapat telepon dari Mia.Sebelum mendengar jawaban dari Mia, Radit sempat mendengar suara batuk yang samar. Udah, baru setelah itu Radit mendengar jawaban Mia."Kamu sakit?" Radit terdengar sangat khawatir.'Aku sedikit nggak enak badan, dari kemarin flu belum sembuh juga,' keluh Mia."Udah minum obat?" Radit masih terdengar khawatir, bahkan ia sempat berpikir untuk langsung pergi ke rumah Mia dan memastikannya sendiri kalau kekasihnya itu sudah makan dan minum obat.'Udah tadi waktu istirahat di kantor,' Mia memang tadi saat di kantor
Radit sudah siap siaga tepat di depan rumah Mia bahkan sebelum matahari benar-benar terbit. Radit tidak sendirian, ia juga bersama Rangga dan Andini. Radit duduk di bangku kemudi sedangkan Rangga dan Andini duduk bersebelahan di bangku belakang, sesekali mereka saling mengeluarkan candaan tanpa menghiraukan kehadiran Radit yang hanya bisa tersenyum kecut ketika menyaksikannya.***Beberapa hari yang lalu, Rangga, Radit dan Andini bertemu di rumah Radit dan Rangga. Di hari itu mereka bertiga mengobrol tentang banyak hal, hingga akhirnya Andini mengusulkan ide untuk double date."Kenapa nggak mau? Tanya Mia aja dulu, pasti dia mau." Kata Andini ketika mendengar Radit menolak ajakannya.Radit masih terlihat ragu, ia juga sangat tahu Mia pasti akan menerima ajakan Andini itu karena Mia sudah merasa baik-baik saja terhadap Rangga, tapi lain lagi dengan Radit, entah kenapa perasaan cemburunya tidak bisa hi
Hubungan antara Mia dan Radit sudah berjalan selama 4 bulan, dan selama 4 bulan itu, banyak hal yang terjadi di antara mereka berdua. Kebahagiaan, pertengkaran, kerinduan, dan lain sebagainya sudah mereka lalui bersama. Meskipun pertengkaran sering terjadi dalam hubungan mereka berdua, namun pertengkaran itu juga yang membuat hubungan mereka semakin kuat.Selama 4 bulan itu juga, hubungan Mia dengan Rangga juga membaik, Mia sudah bisa menghadapi Rangga tanpa merasa canggung. Beberapa hari yang lalu, Mia diajak Radit ke rumahnya, dan disana Mia bertemu dengan kedua orang tua Radit. Mia bertemu kedua orang tua Radit cukup singkat karena beliau harus berangkat ke suatu tempat saat itu juga, namun Mia justru bersyukur karenanya, Mia merasa dirinya masih belum siap untuk bertemu intens dengan kedua orang tua Radit.Ketika hari dimana Mia bertemu kedua orang tua Radit, Mia bertemu dengan Rangga juga, bahkan karena Radit harus ke kamar mandi, Mia d
Langit malam sudah berubah semakin pekat, hawa dingin juga semakin menyambar tubuh Mia yang tidak memakai jaket dan hanya memakai cardigan yang tipis. Motor melambat meskipun Mia merasa yakin kalau mereka belum sampai di rumah Mia. Motor berhenti tepat di depan sebuah halte, pikiran Mia langsung terarah ke perkataan Radit tadi yang berkata kalau dirinya tidak berniat mengantar pulang Mia, perasaan cemas langsung muncul di dalam pikiran Mia.Setelah menghentikan motornya, Radit turun dari motornya tanpa mengatakan apapun dan tanpa memedulikan perasaan cemas Mia. Radit melepas jaketnya dan mengulurkannya ke arah Mia yang masih menatapi Radit dengan tatapan harap-harap cemas. Karena tangannya yang sudah mulai capek menunggu Mia menerima jaketnya, Radit pun memilih langsung memakaikan jaket itu ke tubuh Mia. Setelah itu Mia baru terlihat tersadar dari lamunannya, senyuman malu Mia kembali muncul di wajahnya."Kenapa?" Tanya Radit dengan masih me
Senyum di wajah Radit semakin merekah dengan lebar, bahkan kali ini diiringi dengan pipinya yang memerah dan memanas. Radit yang menyadari perubahan kedua pipinya langsung memegangi kedua pipinya dengan malu.Baru kali ini Mia melihat Radit bertingkah seperti ini, namun entah kenapa Mia malah merasa gemas, karena sisi Radit yang seperti ini sangat tidak cocok dengan sisi Radit yang biasanya."Kamu jujur kan?" Radit masih merasa tidak percaya perasaannya akan terbalas secepat ini."Kamu nggak percaya?" Mia mulai kesal pada Radit karena ia masih merasa tidak percaya padanya."Bukan begitu," katanya dengan berusaha menghilangkan senyumnya yang terus berkembang di wajahnya. "Kukira semalam kamu cuma iseng." Radit menundukkan kepalanya."Aku kan nggak kayak kamu," canda Mia."Benar juga." Radit menerima candaan Mia dengan baik.Setelah itu mer
Radit yang sudah tidak sabar untuk lebih masuk, langsung merangkul bahu Mia dan mengajaknya mengikutinya. Kali ini Mia mengikuti Radit tanpa mengatakan apapun ataupun melakukan apapun, ia tidak merasa aneh ataupun salah tingkah dengan perlakuan Radit barusan, mungkin karena dirinya masih mengagumi kafe ini.Radit menuju ke arah tempat duduk yang berada di perbatasan tempat indoor dan outdoor. Radit mempersilahkan Mia duduk ke kursi yang sudah ia persiapkan, Mia pun duduk dengan tatapan matanya yang masih mengelilingi kafe."Apa kamu sekagum itu?" Tanya Radit sambil duduk di kursinya. Ia tidak menyangka Mia akan sekagum itu, ia hanya mengira Mia sekedar suka."Kafe seperti ini selalu ada di pikiranku, sangat persis seperti ini." Kata Mia dan sekarang tatapan matanya sedang menatap Radit dengan berbinar-binar.Radit langsung merasa usahanya berhasil, tapi dirinya juga merasa kagum dengan dirinya sendir