Hari Minggu kemarin, Mia tidak melihat sosok Rangga dan Radit sama sekali, padahal dirinya bolak balik keluar rumah untuk membeli sesuatu. Dibilang merasa kehilangan kehadiran mereka berdua, itu memang benar, tapi anehnya Mia lebih merasa kehilangan kehadiran Radit daripada Rangga, namun Mia menganggap perasaannya seperti itu karena ia masih merasa sakit hati atas kejadian kemarin, makanya dirinya lebih kehilangan sosok Radit.
Hari ini Mia bangun kesiangan, sebenarnya tidak siang banget, tapi karena ini hari Senin, jadi Mia merasa ia bangun kesiangan. Mia mempersiapkan diri dengan kecepatan tinggi, karena ia tidak mau telat lagi. Begitu juga saat Mia memasang sepatu, ia lupa menutup pintu rumahnya terlebih dulu.
"Nggak usah buru-buru, aku antar kamu." Tiba-tiba terdengar suara Radit tidak jauh dari posisi Mia sekarang.
"Jangan ngagetin." Kata Mia dengan nada kesal, karena dirinya benar-benar terkejut saat mendengar suara Radit yang muncul tiba-tiba tadi.
"Aku nggak ngagetin," Radit memelankan suaranya. "Dari tadi aku udah disini, kamunya aja yang nggak melihatku." Bela Radit.
Mia malu karena ternyata itu salahnya sendiri. "Sama aja," Mia tidak mau mengakui kalau itu salahnya di depan Radit. Mia berjalan mendekati Radit dan motornya yang sudah terparkir disana. "Aku nerima ajakanmu karena hari ini aku kesiangan," Mia membela diri dengan malu-malu.
Radit hanya tertawa kecil mendengar pembelaan diri Mia.
"Kenapa ketawa? Aku beneran, besok aku nggak bakal nerima ajakanmu, kalo kamu ngajakin aku bareng lagi." Mia masih membela diri.
Radit semakin gemas. "Oke oke, tenang aku besok nggak bakal antar kamu, besok aku harus ke Surabaya." Kata Radit, ia sudah melihat ke arah Mia kembali. "Lagian meskipun besok aku nggak ke Surabaya, emang kata siapa aku bakal antar kamu lagi?" Lanjut Radit dengan mengeluarkan senyum isengnya.
Pipi Mia semakin memerah karena malu. "Ngeselin banget sih," nada suara Mia sekarang terdengar benar-benar kesal. Lalu setelah mengatakan itu, Mia membalikkan badannya untuk jalan.
"Ngambekan banget sih," Radit membalik omongan Mia.
Karena dirinya dibilang ngambekan, Mia dengan cepat membalikkan badannya lagi, ia berjalan menuju Radit dan meraih helm yang tergantung di spion sebelah kanan motor Radit, dan langsung memakainya. "Cepetan!" Mia sedikit berteriak.
Radit bukannya marah, justru kembali tertawa. "Pegangan, aku bakal ngebut, biar kamu nggak telat." Ucap Radit saat ia sudah siap untuk melajukan motornya. Namun sampai beberapa detik setelah Radit berkata seperti itu, Mia masih belum pegangan pada Radit. Akhirnya Radit memutuskan tetap mengebut, dan benar saja, dengan segera Mia langsung melingkarkan kedua tangannya ke tubuh Radit. Radit merasakan desiran darah di sekujur tubuhnya saat mendapat pelukan tiba-tiba dari Mia, padahal dirinya sendiri yang menyuruh.
"Kamu ngapain ke Surabaya?" Tanya Mia saat motor sedang berhenti karena lampu merah.
"Ke rumah papaku." Jawab Radit singkat karena ia masih merasa gugup.
Mia terlihat seperti ingin menanyakan sesuatu kembali, tapi ia ragu. Namun meskipun begitu, Radit menyadari akan hal itu, padahal dirinya tidak sedang menatap langsung ke arah Mia.
"Kalau kamu mau nanya apa Rangga juga ikut, jawabannya iya, dia juga ikut." Radit menjawabnya dengan tenang. Perasaannya saat ini sudah lumayan baik daripada hari Sabtu dan hari Minggu kemarin.
"Aku nggak mau nanya itu," sela Mia dengan cepat, dan itu semakin membuat Radit yakin kalau Mia memang benar ingin menanyakan tentang Rangga.
"Terus kamu mau nanya apa?" Suara Radit sedikit kencang supaya Mia bisa mendengarnya.
Mia diam sebentar, lalu ia menjawab, "Aku nggak mau nanya apa-apa," namun suaranya pelan, jadi Radit tidak bisa mendengarnya.
"Apa?" Kali ini suaranya sangat kencang, Mia sampai reflek memukul pelan punggung Radit. "Salah siapa kamu ngomongnya pelan banget." Radit menyalahkan Mia.
"Aku nggak mau nanya apa-apa," suara Mia kali ini sedikit meninggi karena bercampur dengan perasaan kesal dan tidak sabar.
Mendengar jawaban Mia, Radit kembali tertawa, karena menurutnya Mia sangatlah tidak pandai berbohong, apalagi padanya. "Okelah," kata Radit dengan masih tertawa kecil.
Setelah itu sepanjang perjalanan menuju kantor Mia, mereka berdua hanya saling mengobrol tentang kehidupan sehari-hari mereka. Awalnya Radit ingin mengungkit tentang pengakuan Mia pada hari Sabtu kemarin, tapi karena ia melihat Mia sepertinya sedang tidak ingin membahas tentang Rangga, jadi Radit memilih mengurungkan niatnya.
Tidak lama kemudian, motor sudah mulai melambat, dan kemudian motor berhenti tepat di depan kantor Mia. Mia turun dari motor sambil melihat ke arah jam tangannya, dan jam tangannya menunjukkan pukul 7.57 WIB, itu menandakan Mia sampai di depan kantornya 3 menit sebelum jam masuk. Karena itu, Mia dengan cepat melepas helmnya dan menyerahkannya ke Radit, dan ia langsung berlari.
"Nanti aku jemput kamu!" Teriak Radit. Mia meresponnya hanya dengan lambaian tangan.
Setelah melihat sosok Mia sudah benar-benar masuk ke kantornya dan sudah tidak terlihat dalam jangkauan pandangannya, Radit segera menyalakan motornya kembali dan tidak lama kemudian motor kembali melaju cepat.
***
Sepuluh menit sebelum waktu pulang Mia, Radit sudah stand by di depan kantor Mia. Pikir Radit lebih baik dirinya yang menunggu daripada Mia yang menunggu dan ujung-ujungnya Mia akan pulang sendiri naik angkutan umum, dan akhirnya Radit kena marah Mia lagi. Radit menunggu kemunculan Mia dengan sabar, meskipun kakinya sudah kesemutan.
Ketika Radit memainkan ponselnya, sosok Mia sudah berdiri di depannya. Radit mendongakkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya dari ponselnya ke arah Mia, lalu ia tersenyum.
"Ngapain kamu jemput aku lagi?" Dan ternyata pertanyaan yang keluar pertama kali dari mulut Mia adalah pertanyaan itu.
Namun Radit sudah tidak mau terlalu baper, jadi ia menanggapinya dengan santai. "Tadi pagi aku kan udah bilang, kamu juga nggak jawab nggak mau, jadi aku anggap kamu setuju."
"Meskipun begitu, kan aku udah bilang jangan antar jemput aku lagi." Suara Mia memelan karena tidak ingin orang-orang yang berada di dekatnya mendengar perbincangan mereka berdua.
Radit mengabaikan ucapan Mia, ia menyerahkan helm yang biasa Mia pakai ke arahnya. "Jadi kamu sekarang mau pulang sama aku apa nggak?" Radit memastikannya lagi ke Mia dengan menatap langsung ke kedua mata Mia.
Karena Mia tidak mau dirinya menjadi pusat perhatian, jadi dirinya tidak punya keberanian untuk menolak uluran helm dari Radit. Mia menerima helm dan segera memasangnya. Ketika Mia sudah selesai memasang helmnya, Mia menatap ke arah Radit lagi, dan melihat Radit sedang tersenyum lebar.
"Aku pulang sama kamu, bukan karena memang aku mau, tapi aku nggak mau orang-orang menganggapku aneh." Kata Mia sebelum naik ke motor Radit.
Dengan masih tersenyum lebar, Radit menganggukkan kepala. Setelah memastikan pada Mia, apakah dirinya sudah duduk dengan benar di belakang Radit, dan sudah mendapat jawaban dari Mia, Radit pun dengan cepat melajukan motornya dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi.
***
Keesokan harinya, ketika Mia akan berangkat kerja, Mia melihat rumah Rangga dan Radit sudah terlihat sepi. Mia sempat berhenti di depan rumah mereka berdua, dan menatapnya lama sebelum ia melanjutkan langkah kakinya untuk berangkat kerja.
Tidak seperti ketika diantar Radit, Mia menghabiskan waktu cukup lama di perjalanannya menuju kantor. Mia menatap ke arah luar jendela yang berada di sebelahnya, dan tanpa diduga Mia, sosok bayangan pertama yang muncul di pikirannya adalah Radit. Cukup lama Mia tidak tersadar akan hal itu, sampai akhirnya Mia tersadar akan siapa yang sedang dipikirkannya, dengan cepat Mia menggelengkan kepalanya, seolah-olah setelah Mia menggelengkan kepala bayangan Radit bisa hilang dari pikirannya.
Ketika Mia berusaha menghilangkan bayangan Radit dari pikirannya, Mia hampir kelewatan dari halte yang biasa ia turun. Lamunan Mia buyar, dan Mia segera turun ketika angkutan umum yang ia naiki sudah berhenti di halte tersebut.
Mia membenarkan posisi tasnya terlebih dulu sebelum ia melangkahkan kakinya menuju kantornya. Sepanjang ia berjalan, Mia bertanya-tanya kenapa sosok Raditlah yang ada di pikirannya padahal Mia sangat yakin siapa yang ia sukai saat ini. Namun setelah ia berpikir lama, akhirnya Mia beranggapan kalau hal itu terjadi karena beberapa hari ini Raditlah yang lebih banyak menghabiskan waktu dengannya.
"Kamu mau kemana?" Tiba-tiba Mia mendengar suara Lina. "Kamu nggak langsung masuk?" Tanya Lina lagi.
Dengan masih terlihat linglung, Mia menoleh dan menatap ke arah Lina dengan bingung. Mendapat tatapan heran dari Mia, Lina langsung menunjuk ke arah kantor yang sudah berada jauh dari posisi Mia sekarang. Setelah menyadari tingkahnya, Mia menundukkan kepalanya karena kesal pada dirinya sendiri dan malu pada Lina. Mia memutar tubuhnya dan berjalan mendekati Lina.
"Lagi ada masalah?" Tanya Lina dengan menatap wajah Mia dengan serius.
Mia mendongakkan kepalanya dan balik menatap Lina, lalu ia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil, sangat terlihat kalau senyuman itu adalah senyuman tidak ikhlas.
"Terus kenapa bisa kelewatan?" Lina masih terlihat penasaran.
Kali ini Mia tersenyum lebih tulus dari sebelumnya. "Cuma lagi mikirin sesuatu," Mia tidak sepenuhnya bohong, karena memang dirinya sedang memikirkan sesuatu.
"Ohh," Lina sudah terlihat tidak penasaran lagi. Mia menghela napas lega, karena Lina sudah tidak mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedang tidak ingin didengar Mia.
Namun kelegaan hati Mia hanya bertahan selama beberapa menit, karena ketika mereka berdua akan masuk ke dalam ruangannya, Lina kembali bertanya sesuatu.
"Kamu lagi ada masalah sama pacarmu yaa?" Pertamanya Mia tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Lina.
"Pacar?" Mia memasang wajah sangat bingung.
Lina tersenyum memperlihatkan giginya yang tertata dengan rapi. "Yang aku temui di depan kantor waktu itu," kata Lina.
Mia memutar otaknya untuk mengingat siapa yang dimaksud Lina, lalu tidak lama kemudian Mia menyadari maksud ucapan Lina, ia adalah Radit, mau nggak mau bayangan Radit kembali muncul di pikirannya. Baru kali ini Mia merasa sangat kesal pada Lina, padahal kalau dipikir-pikir lagi, Lina tidak salah.
"Kan aku udah bilang, dia bukan pacarku." Suara Mia sangat terdengar kesal dan tegas, sampai Lina merasa sungkan.
"Sorry," ucap Lina benar-benar terdengar tulus.
Mia sudah duduk di kursinya terlebih dulu, baru setelah itu Lina duduk di kursinya yang berada di samping Mia.
"Nggak, nggak papa, cuma emang dia bukan pacarku, dan nggak bakal jadi pacarku." Ujar Mia sangat yakin.
Lina mendekatkan kursinya ke arah Mia. "Kenapa?" Tanyanya lagi dengan ekspresi wajah lebih serius dari tadi.
Melihat ekspresi wajah Lina yang seperti itu, membuat Mia tertawa. "Wajahmu gitu banget sih," Mia sengaja tidak menjawab pertanyaan Lina.
"Makanya kenapa?" Lina masih mencecarnya.
Mia diam sejenak, lalu ia menjawab, "Karena nggak mungkin, kita berdua sangat berbeda," suaranya terdengar sangat yakin, berbeda dengan raut wajahnya yang terlihat tidak meyakinkan.
Mendengar jawaban Mia, Lina terlihat kecewa. Lina memundurkan kursinya kembali dan mulai melakukan pekerjaannya. Mia lega karena Lina sudah menyerah.
Ketika Mia akan bekerja, tiba-tiba pak Adli menghampirinya. "Mia, kamu bisa ke ruangan saya sebentar?" Tanya pak Adli dengan masih membawa tasnya, menunjukkan kalau beliau masih belum masuk ke dalam ruangannya dan langsung menghampiri Mia.
"Bisa Pak." Jawab Mia tegas. Mia membuntuti pak Adli menuju ruangannya.
***
Tidak terasa sudah berjalan 4 hari sejak Mia ditinggal oleh Rangga dan Radit ke Surabaya, dan selama 4 hari itu Mia akhirnya menyadari kalau kehadiran mereka berdua sangat berarti baginya. Mungkin jika ada orang yang mendengarnya, ia akan menganggap Mia berlebihan, namun itulah yang dirasakan Mia selama 4 hari itu.
Mia sangat menunggu-nunggu hari esok, karena besok adalah waktunya Rangga dan Radit pulang, meskipun lebih tepatnya yang Mia tunggu-tunggu adalah Rangga. Mia berniat ingin mengajak Rangga dan Radit ke suatu tempat, tempat yang baru saja Mia datangi kemarin.
Hari ini Mia lebih semangat dari beberapa hari sebelumnya, penyebabnya adalah karena dari pagi Mia sudah membayangkan raut wajah Rangga yang berbinar ketika diberitahu tempat yang indah itu oleh Mia. Mia tidak terlalu memikirkan reaksi dari Radit, karena baginya itu tidak sepenting reaksi dari Rangga.
"Ngapain ketawa-ketawa sendiri," tiba-tiba sosok Roy, salah satu rekan kerjanya, sudah berada tepat di belakang kursi Mia.
Mia terkejut karena ia tidak menyadari kehadiran Roy. Mia tersipu malu sudah ketahuan ketawa-ketawa sendiri, Mia hanya bisa mengeluarkan senyum malunya.
Tidak mendapat jawaban dari Mia, Roy kembali mengatakan sesuatu, "Aku mau ngambil itu," kata Roy sambil menunjuk ke arah aksesoris yang sedang dipegang Mia.
Mia mengalihkan pandangannya menuju ke arah yang ditunjuk Roy, dan ia langsung tersadar, dirinya belum menjalankan tugasnya untuk memberikan aksesoris yang sedang dipegangnya ini, ke Roy. "Oh maaf, aku lupa." Mia mengucapkan maaf setulus mungkin.
Roy tersenyum. "Nggak masalah, sebenarnya akunya aja yang terlalu nggak sabaran." Roy menenangkan Mia.
Namun meskipun begitu, Mia masih merasa bersalah. "Maaf ya," ucapnya lagi sambil menyerahkan bungkusan yang berisi aksesoris pada Roy.
"Nggak papa," kali ini Roy berhasil meyakinkan Mia. Setelah itu Roy langsung kembali ke ruangannya sambil membawa bungkusan aksesoris itu.
Mia terduduk di kursinya dengan lemas, karena ia kesal dengan dirinya sendiri, kenapa bisa dia sampai lupa seperti itu hanya karena ia sedang memikirkan sesuatu yang nggak terlalu penting, bahkan sampai merepotkan orang lain.
Ketika Mia masih memasang wajah melas, sosok Lina datang menghampirinya, lebih tepatnya berjalan menuju tempatnya yang berada di sebelah tempat Mia.
"Kenapa?" Tanya Lina tidak sambil menatap ke arah Mia.
Mia menoleh ke arah Lina, Lina pun akhirnya menoleh ke arah Mia, dan menatapnya dengan tatapan yang membingungkan. Lina tidak tahu apa arti dari tatapan Mia. "Dimarahin pak Adli lagi?" Lina berubah menjadi serius.
Dengan cepat Mia menggelengkan kepalanya. "Nggak, aku lupa nggak bawa aksesoris ke ruang sebelah." Mia menjelaskan maksudnya pada Lina.
"Terus kenapa? Kan itu nggak terlalu buru-buru juga nggak papa," Lina balik menatap Mia dengan bingung.
"Sama aja," Mia menyesalinya karena dirinya biasanya termasuk tipe seseorang yang profesional.
Lina masih menatapi Mia dengan bingung, namun Mia sudah mengalihkan tatapannya dari Lina. Melihat Mia tidak bakal menatapnya lagi, Lina pun akhirnya mengalihkan tatapannya juga. Mereka berdua pun akhirnya sama-sama sibuk dengan tugasnya masing-masing.
***
Hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Mia akhirnya datang, dan Mia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, bahkan sejak bangun tidur. Saking semangat dan bahagianya, kejadian langka di hari Minggu terjadi, yaitu Mia bangun pagi dan mandi pagi.Setelah mandi, Mia berganti baju rumah, karena Mia tidak akan mengajak keluar Rangga dan Radit sepagi ini, apalagi sepertinya mereka berdua baru saja sampai. Mia berjalan menuju jendela yang berada di samping pintu. Ia mengintip dari balik tirai, dan ia bisa melihat rumah Rangga dan Radit masih terlihat sepi. Cukup lama Mia mengintip dan melihat situasi disana. Lalu tidak lama kemudian, sosok Radit keluar dengan baju dan celana yang berantakan. Senyum Mia langsung mengembang, ia berlari keluar.Radit mendengar suara gaduh dari kejauhan, lalu tidak lama sosok Mia muncul dari balik pintu rumahnya dengan senyuman yang sudah sangat ia rindukan, seketika itu juga senyuman juga muncul di wajah Radit.
Beberapa jam kemudian, Radit baru teringat permintaan tolong Mia, ia berjanji akan menanyakan pada Rangga, apakah dirinya sibuk. Dengan langkah malas, Radit berjalan menuju kamar Rangga. Sebelum ia masuk ke kamar Rangga, Radit lebih dulu mengetuk pintu kamarnya.Setelah Radit mengetuknya 3 kali, dan mendapat jawaban dari Rangga untuk masuk, Radit akhirnya membuka pintu itu dan segera masuk.Rangga yang sedang duduk di kasurnya sambil memegang ponselnya, langsung menoleh ke arah Radit."Ngapain?" Rangga terlihat masih kesal dengan Radit.Radit terlihat salah tingkah. "Mia ngajak jalan, tadi pagi dia tanya, elo sibuk nggak hari ini?" Radit menyampaikan pesan Mia.Rangga ingin ketawa melihat wajah salah tingkah kembarannya, namun ia memilih menahannya. "Gue ada janji sama Andini." Jawab jujur Rangga.Mendengar nama Andini disebut oleh Rangga, di saat mereka berd
Sudah beberapa hari berlalu setelah kejadian menegangkan antara Mia dan Rangga. Selama beberapa hari itu, Mia menjalani kehidupannya dengan murung, sampai beberapa orang di kantornya menanyakan alasan Mia seperti itu, tapi tentu saja Mia tidak menjawabnya dengan jujur.Beberapa kali Mia juga sempat bertemu dengan Rangga ataupun dengan Radit, tapi sebisa mungkin Mia menghindari mereka berdua. Ketika Mia menghindari Rangga dan Radit, mereka berdua juga tidak memaksa Mia untuk berhenti menghindarinya, mereka terlihat seperti mengerti maksud Mia sebenarnya.Hari ini Mia sama sekali belum keluar dari rumahnya, karena hari ini adalah hari libur nasional. Sejak semalam, Mia sudah merencanakan untuk tidak keluar dari rumah sama sekali, apalagi semua bahan makanan sudah tersedia di dalam kulkasnya. Namun istilah manusia bisa berencana, tapi Tuhan yang memutuskan dirasakan oleh Mia.Ketika Mia sedang bermalas-malasan di kasurnya dengan memain
Mia sudah membeli sabun mandi yang ia butuhkan, sekarang waktunya Mia untuk kembali ke rumahnya. Dalam perjalanannya menuju rumah, Mia merasa was-was, ia takut akan bertemu dengan Rangga ataupun Radit di jalan atau di depan rumah. Mia berusaha untuk menghilangkan perasaan was-was itu.Tinggal beberapa langkah lagi, Mia sampai di depan rumahnya, tapi langkah kaki itu langsung terhenti saat Mia melihat sosok Radit keluar dari rumahnya dan langsung menatapnya dengan tajam, namun tatapan mata itu bukan menunjukkan kemarahan, lebih kepada tatapan mata dari seseorang yang sedang merindukan sosok yang berada di depannya. Langkah kaki Mia yang sempat terhenti, kembali berjalan mendekati Radit karena Radit sudah berada tepat di depan rumah Mia."Kenapa kamu menghindariku?" Tanya Radit langsung ketika Mia sudah berada di depannya. "Apa kamu masih marah denganku?" Tanya Radit lagi.Mia yang awalnya hanya menundukkan kepalanya dan t
"Aku menyukaimu," kalimat yang keluar dari mulut Radit itu bukan hanya mengejutkan Mia, tapi juga Rangga dan Andini, karena tidak ada yang pernah menyangka Radit akan menyatakan perasaannya di depan Rangga dan Andini. Mia yang semula sudah membalikkan tubuhnya menghadap rumahnya, kembali menghadapkan tubuhnya ke arah Radit, dan mau nggak mau ia membelalakkan kedua matanya ke arah Radit. Mia yang awalnya berniat akan memaafkan Radit, menjadi kembali kesal pada Radit. "Aku menyukaimu," Radit mengulangi ucapannya, dan seperti memberitahu Mia kalau dirinya tidak salah dengar. Mia masih membeku di tempatnya dengan tatapan matanya yang tidak beralih dari Radit sama sekali. Andini menggandeng lengan Rangga dan meninggalkan Radit dan Mia berdua tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sepeninggal Andini dan Rangga, Radit dan Mia masih hanya saling tatap tanpa ada yang mengeluarkan kata-kata. Cukup lama me
Hari ini Mia tidak terlalu sibuk, dan Mia sangat menikmati kesehariannya di kantor, bahkan ia bisa melupakan kejadian tidak mengenakkan yang dialaminya semalam. Mood Mia kembali membaik setelah sekian lama, ia berharap tidak ada yang bisa merusaknya lagi.Waktu berjalan terasa lebih cepat dari biasanya, sekarang sudah waktunya Mia untuk pulang, Mia pun mulai beres-beres. Meja sebelah Mia sudah kosong dan rapi karena Lina sudah pulang lebih awal, tadi ia mengeluh sedang tidak enak badan. Mia beres-beres dengan semangat tanpa memikirkan apa-apa lagi.Setelah merasa semua barangnya sudah masuk ke dalam tasnya, Mia mulai melangkahkan kakinya untuk turun dan pulang. Senyuman di wajah Mia masih mengembang dengan baik, sesekali orang-orang di sekitarnya menatapnya dengan bingung. Tidak lama kemudian senyuman itu sirna begitu saja, saat dirinya sudah sampai di dekat pintu utama kantornya. Mia melihat sosok Radit bersama motornya sudah menunggunya di depan k
Beberapa menit kemudian, mereka berdua sudah mulai bisa melihat rumah mereka masing-masing, walaupun dari jarak yang cukup jauh. Motor masih tetap melaju dengan kecepatan yang sama untuk mendekati rumah mereka. Saat motor sudah benar-benar sampai di depan rumah Mia, Radit menghentikan laju motornya. Belum sempat Radit memarkir motornya dengan baik, Mia sudah turun dari motor, jadilah Mia hampir jatuh. Melihat Mia akan jatuh, kecepatan reflek tubuh Radit berjalan dengan baik, ia langsung meraih dan memegangi tangan Mia dengan erat supaya Mia tidak terjatuh."Pelan-pelan." Nada suara Radit terdengar marah, bahkan Mia merasa Radit tidak pernah semarah itu kepadanya."Maaf," dan anehnya Mia langsung merasa bersalah, makanya dirinya langsung meminta maaf."Ada yang sakit nggak?" Radit menghiraukan ucapan maaf Mia.Mia tidak langsung menjawab, ia melihat ke arah kakinya terlebih dulu karena tadi ia merasa
Tiga hari setelah kedatangan kedua orang tua Radit dan Rangga, akhirnya mereka berdua mengetahui alasan sebenarnya, mengapa secara tiba-tiba kedua orang tuanya memilih untuk memindahkan kedua anaknya dari rumah yang mereka tempati selama ini.Beberapa hari sebelum kejadian itu, kedua orang tua Radit dan Rangga bertemu dengan tante Mela secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Radit maupun Rangga. Saat pertemuan itu, kedua orang tua Radit dan Rangga merasa ada suatu hal yang tidak mereka sukai dari ajaran tante Mela, dan mulai saat itu mereka saling bertengkar, bahkan mama Radit yang juga kakak dari tante Mela, sangat marah pada tante Mela karena hal itu. Ajaran yang kedua orang tua tidak sukai itu adalah berkaitan dengan kuliah Radit dan Rangga, kedua orang tua mereka merasa tante Mela terlalu memanjakan Radit dan Rangga, sehingga mereka berdua bisa seenaknya bolos kuliah.Selama beberapa hari ini Radit mulai menjauhkan diri dari Mia, bahkan ke
Liburan Mia sudah berjalan selama 2 hari, dan selama 2 hari itu Mia sering dikejutkan dengan kejutan yang katanya sudah disiapkan Radit jauh-jauh hari. Mia tidak pernah menyangka Radit sosok yang seromantis ini, dirinya selalu mengira Radit adalah sosok yang jahil dan tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi romantis."Aku tidak pernah melihat Radit se-berusaha keras ini sebelumnya, sepertinya Radit benar-benar mencintaimu." Kalimat itu datang dari mulut Rangga ketika Mia dan Rangga duduk bersama di depan rumah, Andini dan Radit sedang mengambil makanan yang berada di dalam rumah.Mia menoleh sekilas ke arah Rangga, setelah itu ia kembali memfokuskan pandangannya ke arah piring dan sendok yang sudah ia tata rapi di atas meja. Senyuman Mia masih tidak bisa pergi dari wajahnya, justru senyuman itu semakin melebar setelah mendengar perkataan Rangga."Aku bersyukur kamu bisa menerima perasaan Radit, setidaknya dia tidak me
Perjalanan yang tidak disangka-sangka Mia itu membutuhkan waktu cukup lama, karena dilakukan ketika libur panjang, yaitu Jumat, Sabtu, dan Minggu, mereka bertiga ternyata memutuskan berlibur ke Bandung, bahkan tanpa meminta persetujuan dari Mia. Pantas saja Mia disuruh untuk membawa beberapa baju dan keperluan sehari-hari dirinya, namun awalnya Mia mengira mereka tidak berpergian sejauh ini. Karena mobil sudah terlanjur hampir sampai, Mia tidak bisa meminta pulang ataupun menolak begitu saja rencana yang telah dibuat.Ketika matahari sudah mulai naik dan sekarang sudah berada tepat di atas mereka berempat, mobil berhenti tepat di depan rumah atau mungkin vila, yang pemandangan di depannya terlihat sangat indah. Taman yang berada tepat di depan rumah itu dipenuhi dengan beragam tanaman, sangat pas dengan style rumah yang diinginkan Mia. Tanpa sadar Mia pun tersenyum senang ketika turun dari mobil dan melihat ke arah rumah itu."Kamu senang?"
Karena itulah kenapa sepagi ini Radit sudah stand by di depan rumah Mia bersama Andini dan Rangga. Tadi pagi Rangga meminjam mobil papanya, dan karena Ranggalah yang meminjam, papanya pun dengan cepat mengijinkannya. Awalnya Rangga yang duduk di bangku kemudi, namun setelah mereka berdua sampai di depan rumah Andini, Radit menyuruh Rangga untuk pindah ke bangku belakang supaya dirinya saja yang mengemudikan mobil, Radit tidak mau menjadi obat nyamuk di bangku belakang kalau Rangga dan Andinilah yang duduk di bangku depan. Karena Radit juga mengatakan alasannya pada Rangga, Rangga pun langsung menyetujui ucapan Radit, ia pindah ke belakang dengan tertawa.Sudah lumayan lama Radit, Rangga dan Andini menunggu Mia keluar dari rumahnya. Saat sampai di depan rumah Mia, Radit sengaja tidak turun dari mobil, ia hanya mengirim SMS ke Mia dan memberitahunya kalau mereka bertiga sudah sampai di depan rumahnya. Hanya butuh waktu sekitar 10 detik untuk Radit menerima balasan
"Udah sampai rumah?" Beberapa menit setelah Radit masuk ke kamarnya, dering telepon terdengar dari ponselnya. Radit mengambil ponselnya yang tadi ia geletakkan di meja yang berada di dekat lemari bajunya. Ketika Radit menatap ke arah layar ponselnya, dirinya langsung diperlihatkan foto Mia yang terlihat sangat cantik, itu pertanda dirinya sedang mendapat telepon dari Mia.Sebelum mendengar jawaban dari Mia, Radit sempat mendengar suara batuk yang samar. Udah, baru setelah itu Radit mendengar jawaban Mia."Kamu sakit?" Radit terdengar sangat khawatir.'Aku sedikit nggak enak badan, dari kemarin flu belum sembuh juga,' keluh Mia."Udah minum obat?" Radit masih terdengar khawatir, bahkan ia sempat berpikir untuk langsung pergi ke rumah Mia dan memastikannya sendiri kalau kekasihnya itu sudah makan dan minum obat.'Udah tadi waktu istirahat di kantor,' Mia memang tadi saat di kantor
Radit sudah siap siaga tepat di depan rumah Mia bahkan sebelum matahari benar-benar terbit. Radit tidak sendirian, ia juga bersama Rangga dan Andini. Radit duduk di bangku kemudi sedangkan Rangga dan Andini duduk bersebelahan di bangku belakang, sesekali mereka saling mengeluarkan candaan tanpa menghiraukan kehadiran Radit yang hanya bisa tersenyum kecut ketika menyaksikannya.***Beberapa hari yang lalu, Rangga, Radit dan Andini bertemu di rumah Radit dan Rangga. Di hari itu mereka bertiga mengobrol tentang banyak hal, hingga akhirnya Andini mengusulkan ide untuk double date."Kenapa nggak mau? Tanya Mia aja dulu, pasti dia mau." Kata Andini ketika mendengar Radit menolak ajakannya.Radit masih terlihat ragu, ia juga sangat tahu Mia pasti akan menerima ajakan Andini itu karena Mia sudah merasa baik-baik saja terhadap Rangga, tapi lain lagi dengan Radit, entah kenapa perasaan cemburunya tidak bisa hi
Hubungan antara Mia dan Radit sudah berjalan selama 4 bulan, dan selama 4 bulan itu, banyak hal yang terjadi di antara mereka berdua. Kebahagiaan, pertengkaran, kerinduan, dan lain sebagainya sudah mereka lalui bersama. Meskipun pertengkaran sering terjadi dalam hubungan mereka berdua, namun pertengkaran itu juga yang membuat hubungan mereka semakin kuat.Selama 4 bulan itu juga, hubungan Mia dengan Rangga juga membaik, Mia sudah bisa menghadapi Rangga tanpa merasa canggung. Beberapa hari yang lalu, Mia diajak Radit ke rumahnya, dan disana Mia bertemu dengan kedua orang tua Radit. Mia bertemu kedua orang tua Radit cukup singkat karena beliau harus berangkat ke suatu tempat saat itu juga, namun Mia justru bersyukur karenanya, Mia merasa dirinya masih belum siap untuk bertemu intens dengan kedua orang tua Radit.Ketika hari dimana Mia bertemu kedua orang tua Radit, Mia bertemu dengan Rangga juga, bahkan karena Radit harus ke kamar mandi, Mia d
Langit malam sudah berubah semakin pekat, hawa dingin juga semakin menyambar tubuh Mia yang tidak memakai jaket dan hanya memakai cardigan yang tipis. Motor melambat meskipun Mia merasa yakin kalau mereka belum sampai di rumah Mia. Motor berhenti tepat di depan sebuah halte, pikiran Mia langsung terarah ke perkataan Radit tadi yang berkata kalau dirinya tidak berniat mengantar pulang Mia, perasaan cemas langsung muncul di dalam pikiran Mia.Setelah menghentikan motornya, Radit turun dari motornya tanpa mengatakan apapun dan tanpa memedulikan perasaan cemas Mia. Radit melepas jaketnya dan mengulurkannya ke arah Mia yang masih menatapi Radit dengan tatapan harap-harap cemas. Karena tangannya yang sudah mulai capek menunggu Mia menerima jaketnya, Radit pun memilih langsung memakaikan jaket itu ke tubuh Mia. Setelah itu Mia baru terlihat tersadar dari lamunannya, senyuman malu Mia kembali muncul di wajahnya."Kenapa?" Tanya Radit dengan masih me
Senyum di wajah Radit semakin merekah dengan lebar, bahkan kali ini diiringi dengan pipinya yang memerah dan memanas. Radit yang menyadari perubahan kedua pipinya langsung memegangi kedua pipinya dengan malu.Baru kali ini Mia melihat Radit bertingkah seperti ini, namun entah kenapa Mia malah merasa gemas, karena sisi Radit yang seperti ini sangat tidak cocok dengan sisi Radit yang biasanya."Kamu jujur kan?" Radit masih merasa tidak percaya perasaannya akan terbalas secepat ini."Kamu nggak percaya?" Mia mulai kesal pada Radit karena ia masih merasa tidak percaya padanya."Bukan begitu," katanya dengan berusaha menghilangkan senyumnya yang terus berkembang di wajahnya. "Kukira semalam kamu cuma iseng." Radit menundukkan kepalanya."Aku kan nggak kayak kamu," canda Mia."Benar juga." Radit menerima candaan Mia dengan baik.Setelah itu mer
Radit yang sudah tidak sabar untuk lebih masuk, langsung merangkul bahu Mia dan mengajaknya mengikutinya. Kali ini Mia mengikuti Radit tanpa mengatakan apapun ataupun melakukan apapun, ia tidak merasa aneh ataupun salah tingkah dengan perlakuan Radit barusan, mungkin karena dirinya masih mengagumi kafe ini.Radit menuju ke arah tempat duduk yang berada di perbatasan tempat indoor dan outdoor. Radit mempersilahkan Mia duduk ke kursi yang sudah ia persiapkan, Mia pun duduk dengan tatapan matanya yang masih mengelilingi kafe."Apa kamu sekagum itu?" Tanya Radit sambil duduk di kursinya. Ia tidak menyangka Mia akan sekagum itu, ia hanya mengira Mia sekedar suka."Kafe seperti ini selalu ada di pikiranku, sangat persis seperti ini." Kata Mia dan sekarang tatapan matanya sedang menatap Radit dengan berbinar-binar.Radit langsung merasa usahanya berhasil, tapi dirinya juga merasa kagum dengan dirinya sendir