Sebelum pukul 17.00 …Selepas membeli beberapa bahan yang diperlukan Lu Wan Wan untuk memasak, Yin bergegas mengayuhkan sepeda rentalnya menuju pinggiran Kota Shanghai.Bukan untuk kembali pulang ke tempat kediaman Keluarga Lu, melainkan ingin menemui Arthur Chen. Dia berpikir, dengan waktu empat puluh menit yang masih tersisa, dirinya mampu menjalani perjalanan pulang pergi dari supermarket menuju gedung apartemen Arthur, lalu pulang kembali ke rumah Keluarga Lu.“Aku harus menanyakan sesuatu pada lelaki tua itu,” batin Yin mengungkap alasan mengunjungi Arthur.KRING! KRING!Yin sengaja membunyikan bel sepedanya hanya karena dia menyukai suara itu. Lagi pula, karena suara yang dia mainkan tersebut, banyak pengguna kendaraan bermotor yang memberikan kesempatan kepadanya untuk jalan lebih dulu. Membuat mantan jenderal besar Dinasti Qing itu tertawa lepas dalam setiap perjalanan.Dua puluh menit!Itulah waktu yang diperlukan Yin untuk tiba di gedung apartemen Arthur.Kali ini Yin tidak
Lokasi sudah ditemukan dan hanya tinggal lelaki tua itu seorang yang masih berkutat dalam tombol-tombol papan keyboard serta beberapa layar monitor yang masih menyala. Direntangkannya kedua tangannya itu ke samping untuk meregangkan otot-otot tuanya yang sejak tadi menumpu di atas meja.Sambil menguap lebar, dia pun mengambil satu buah plum merah peninggalan Yin. Satu gigitan. Tiga kali kunyahan. Detik itu juga mata tua tersebut langsung terpejam dengan kuat.“Cih! Asam sekali!” Arthur langsung membuang sisa plum yang ada di dalam mulutnya ke tempat sampah. “Bisa-bisanya dia tahan dengan rasa asam seperti ini? Jangankan makan satu buah, satu gigitan saja tidak sanggup kuhabiskan.”“Coba kuhitung, Yin telah memakan berapa,” gumam Arthur seraya membawa sisa buah plum peninggalan Yin menuju lantai tiga.Begitu pintu lift terbuka di lantai tiga. Arthur Chen—si lelaki tua yang hanya terlihat serius jika berada di depan layar laptop itu terkaget-kaget ketika menyaksikan sendiri bagaimana ke
Bisikan Lu Fen Fen yang tak mendasar membuat sepasang manik mata Lu Wan Wan membeliak. Pernyataan yang baru saja diungkap itu seolah membuat Lu Wan Wan terbangun dari mimpi indah yang pernah dialaminya ketika melihat perubahan yang terjadi dalam diri Yin.Sebenarnya perubahan itu bukan sesuatu yang salah, hanya saja Lu Wan Wan terlanjur menyukai keberadaan Yin saat ini.Kehangatan seorang pria, tatapan mata yang saling berbalas saat berbicara, pertolongan-pertolongan Yin yang membuatnya senang, karena merasa dirinya tidak diabaikan di dalam rumah, serta guyonan receh pria itu yang mampu membuat hati Lu Wan Wan mendesir sekaligus tertawa.Sejak itulah Lu Wan Wan merasa memiliki seorang suami, bukan seorang pelayan, apalagi sebuah patung manekin yang tak berperasaan. Pada waktu itu juga, sebuah gelengan kepala yang kuat dari Lu Wan Wan membuat senyum Lu Fen Fen dan Lu Shen Shen memudar. Putri bungsu itu pun berucap kepada kedua kakaknya.“Kak, jangan fitnah Yin!”“Siapa yang memfitn
Cengkeraman kuat yang menahan tangannya untuk bergerak. Suara bariton yang terdengar menggelegar di telinga.Dan tepisan tangan yang kasar.Semua itu membuat wajah Li Na memucat. Dia yang semula ingin melayangkan telapak tangannya ke pipi Lu Wan Wan mendadak berdiri bagai patung. Bibir merah yang sejak tadi dia gunakan untuk memaki-maki putri bungsungnya itu mendadak hening dalam kebisuan. Menatap wajah samping Yin dalam kejanggalan.Yin yang dapat merasakan, bagaimana cara ibu mertua menatapnya memilih untuk mengalihkan perhatiannya pada selembar kain lap yang tergeletak begitu saja di atas meja.Keluarga munafik ini benar-benar keterlaluan!Selama ini Yin hanya mampu merasakan penderitaan yang dialami Lu Wan Wan melalui bekas luka yang mendadak muncul pada permukaan kulitnya, tetapi sore ini dia telah melihat semuanya dengan kepala mata sendiri.Sejak dalam perjalanan pulang menuju rumah mertua, Yin yang saat itu sedang mengayuh sepeda rentalnya di tengah padatnya lalu lintas Kota
Ketika senja mulai merayap di langit Kota Shanghai, satu per satu gedung pencakar langit yang menjulang tegak di sana sudah mulai bersiap-siap untuk menyambut kehidupan baru yang penuh energik.Tampak ribuan titik lampu sudah mulai mengisi kelamnya malam, seiring dengan jutaan manusia yang telah berkeriapan di sudut-sudut kota. Bukan hanya untuk mengisi perut mereka yang kosong, melainkan juga melegakan jiwa mereka yang haus. Adalah Ma Jia Wei—seorang pewaris Keluarga Ma yang saat ini sedang berada di dalam sebuah restoran bersama dengan seorang gadis cantik berusia 25 tahun, bernama Han Zhi Zhi. Mereka duduk saling berhadapan sambil menikmati makanan oriental yang disajikan di atas piring panas yang terbuat dari logam besi. Pertemuan mereka bukanlah atas inisiatif Jia Wei ataupun Zhi Zhi, melainkan berasal dari orangtua masing-masing yang menginginkan agar hubungan mereka semakin dekat.Tujuh tahun telah berlalu. Selama waktu itu pula, baik Ma Jia Wei maupun Han Zhi Zhi tidak pern
Pukul 18.45 waktu Shanghai.Mobil listrik yang dikemudikan Lu Dong telah berhenti di halaman depan. Pria paruh baya itu kemudian bergegas turun setelah salah seorang anak buahnya membukakan pintu untuknya.“Bagaimana keadaan di rumah?” tanya Lu Dong.“Semuanya aman, Tuan,” jawabnya, yang tidak mengetahui tentang pertengkaran yang terjadi antara Yin dan Li Na di dapur. Begitu mendengar kata “aman” diucapkan, Lu Dong menaikan kedua sudut bibirnya. Setidaknya perkataan anak buahnya itu sedikit mengurangi beban pikiran yang ditanggungnya selama beberapa hari ini.Sudah beberapa hari setelah berita kebangkrutan Group GT dan merosotnya nilai saham perusahaan mereka, Lu Dong mendatangi banyak perusahan besar di Shanghai. Dia berusaha melobi petinggi-petinggi perusahaan untuk sudi menanamkan sebagian modalnya di Group Lushang.Dan pada malam ini, wajah Lu Dong yang sebelumnya tampak bengis itu kini berubah kuyu. Karena tak satu pun dari petinggi-petinggi itu yang mau menemui dirinya, sekalipu
Suara tawa yang cekikikan serta suara sumbang yang sejak tadi membicarakan kesialan yang kelak akan menimpa Yin dan Lu Wan Wan mendadak berhenti. Tiga pasang mata yang berjarak cukup dekat satu sama lain itu mengikuti gerak-gerik Lu Dong yang baru saja memasuki ruang makan.Sungguh aneh, jika melihat betapa lebarnya kedua sudut bibir pria paruh baya itu tersenyum. Bukankah beberapa menit yang lalu, wajah suami serta ayah mereka tampak garang? Suara baritonnya yang selalu menggelegar itu juga terdengar menggema di dalam lorong saat berteriak memanggil sang menantu serta putri bungsunya?Apa yang terjadi? Semua pertanyaan mereka itu akhirnya terjawab dengan suara gelindingan roda yang meluncur di atas lantai.Mereka tahu, kalau roda-roda itu adalah bagian dari sebuah kereta kecil yang kerap kali digunakan oleh seseorang untuk membawa berbagai macam jenis makanan dengan satu kali antar.Kedua alis mereka pun tampak saling bertautan begitu melihat Yin mendorong sebuah kereta kecil memas
Masih di malam yang sama ketika kegiatan makan malam di rumah Keluarga Lu telah selesai.Yin membawa semua piring-piring kotor itu ke dapur. Membuang semua sisa-sisa makanan itu ke dalam tempat sampah yang berlubang kecil. Namun, alangkah terkejutnya Yin setelah penutup sampah itu dibuka. Dia sudah tidak lagi mendapati lima kotak bekas makanan milik sebuah restoran yang sebelumnya telah dibuang di sana.Terpikir olehnya mungkin saja Lu Wan Wan yang melakukan. Mungkin tanpa sepengetahuan dirinya, istri sang pemilik tubuh itu berjalan masuk ke dapur untuk membuang kotak tersebut di tempat pembuangan di luar.Akan tetapi, keterkejutan Yin semakin menjadi tatkala melihat Lu Shen Shen telah berdiri di hadapannya. Wanita berambut coklat pendek itu tersenyum sinis. “Dari awal aku sudah menduga, pasti ada yang tidak beres dengan masakan kalian. Dan ini buktinya,” beber Lu Shen Shen sembari memperlihatkan lima kotak bekas makanan itu kepada Yin.Yin menatap semua benda yang ada di tangan Lu
Suara dobrakan pintu yang disertai teriakan itu langsung direspon oleh sepuluh orang pria yang berada di dalam ruangan. Mereka yang sedang berdiri mengitari meja bilyard itu sekonyong-konyong menegakkan kepala lalu membusungkan dada.BRAKKK!Dua tongkat bilyard terlempar mendarat di atas meja dengan sempurna, membuyarkan beberapa barisan bola biru yang semula terdiam. Beberapa kaki itu pun mengayun santai, seakan tanpa beban begitu mendapati kehadiran seorang pemuda berpostur yang tak lebih dari 170 sentimeter.Feng Siyu mengenal seorang pria yang berada di barisan paling depan. Pria itu mengenakan setelan jas kemeja warna hitam. Dengan tiga barisan kancing teratas yang dibiarkan tetap terbuka, memperlihatkan otot-otot dadanya yang bergelombang.Pria itu mendapat julukan Black Dragon di lingkungan sekitar. Tidak, mungkin sepak terjangnya yang mengerikan dan tidak mengenal belas kasihan itu sudah terdengar seantero Shanghai. Tidak ada seorang pun yang tahu, siapa nama asli pria tersebu
Pada saat itu juga mundurlah Lu Wan Wan dari hadapan Yin alias Shun Yuan. Kegamangan segera menghampirinya seiring dengan mulutnya yang tertutup oleh telapak tangannya sendiri.Ingin rasanya dia tidak mempercayai perkataan pria yang telah mengambil kendali atas tubuh suaminya, tapi apa yang pria ini katakan tidak sepenuhnya salah. Karena dia sendiri juga telah membaca buku harian tersebut.“Siapa? Siapa yang telah mencelakainya?” tanya Lu Wan Wan dengan suaranya yang bergetar.Shun Yuan bisa saja langsung menyebutkan satu nama yang dicurigainya saat ini, tetapi dirinya belum yakin karena kurangnya bukti-bukti yang dimiliki. “Aku masih belum yakin, siapa saja yang telah terlibat. Tapi aku mulai mencurigai beberapa orang.”Tatapan mata Lu Wan Wan memicing. “Apa katamu? Beberapa? Itu artinya ….”“Lebih dari satu orang yang menginginkan kematiannya,” sambung Shun Yuan. “Entah mereka memiliki tujuan yang berbeda atau saling bekerja sama.”Kepala Lu Wan Wan menggeleng. “Aku sungguh tidak per
Tiga jam. Itulah waktu yang diperlukan Yin untuk diam termenung di atas Jembatan Sungai Yangtze. Menatap derasnya arus sungai yang tampak kelam dan pekat di waktu malam. Sepercik pertanyaan mendadak terbersit dalam sanubari sang mantan jenderal besar Dinasti Qing tersebut.Mungkinkah selama ratusan tahun, tubuhku tersimpan di dalam sana?Tiga ratus lima puluh empat tahun itu bukan waktu yang singkat. Pantas, keadaan sungai ini juga sudah sangat jauh berbeda dari zaman Dinasti Qing.Dan di dalam sungai inilah, kisah antara dirinya dan si pemilik tubuh terjadi.Mendadak sebuah suara ketukan tumit sepatu yang mengayun di atas trotoar membuat daun telinga Yin bergerak-gerak. Seperti biasa indera pendengaran yang tajam pemberian dari Dewa Kematian, mampu membuat mantan jenderal besar Dinasti Qing itu mampu mendengar suara semut yang berjalan hingga mampu memilah-milah jenis suara meskipun di belakang punggungnya terdengar hiruk pikuk kendaraan roda empat berlalu lalang. Kehad
“Denise, halo …. Halo …!” seru Feng Siyu.Selama beberapa saat pria muda berusia 27 tahun itu tampak tertegun menatap layar ponselnya yang masih menyala. Baru beberapa menit yang lalu, dia menerima panggilan dari adik tirinya yang bernama Denise Allard.Saudara perempuan namun berbeda ayah itu kerap menghubunginya di jam-jam malam. Selepas makan malam lebih tepatnya, karena pada saat itulah segala aktivitasnya di dunia kerja telah terhenti.Namun, apa yang baru saja terjadi?Feng Siyu justru tidak mendengar suara Denise. Bulu kuduknya mendadak dikejutkan dengan suara teriakan minta tolong, suara seorang atau beberapa orang pria dan suara gedebuk-gedubuk yang tak jelas.Jangan-jangan ….Pikiran Feng Siyu lantas tertuju pada panggilan ponsel yang diterimanya sore tadi di Gedung Madox Colour. Kedua tangannya langsung mengepal, mengingat ancaman si penelepon. Padahal mereka telah bersepakat, bahwa si penelepon akan memberinya sedikit waktu dan tidak akan mengganggu adiknya yang saat ini t
Begitu Mey Mey mendengar suara bariton itu berkata, jantungnya seakan hendak melompat keluar dari tubuhnya. Suara yang disertai dengan seringai dan langkah tegap itu benar-benar mengintimidasi dirinya.Menyihir gadis blasteran itu untuk berhenti, lalu bergerak mundur hingga akhirnya punggungnya yang terbungkus dengan selembar pakaian tidur tipis itu menempel di depan dinding ruang tamu.BUGH!Rasa dingin langsung menjalari telapak tangan Mey Mey begitu Lu Dong berhasil mengunci tubuhnya dengan kedua lengannya yang kekar. Manik mata birunya itu tampak bergerak-gerak.“Ma—mau apa kau … kemari?”Mendengar suara intonasi yang terbata-bata itu lantas membuat Lu Dong terkekeh. Puncak hidung kekasih kecilnya itu masih sama seperti dulu. Seperti sebuah papan luncur yang turun ke bawah, lalu menukik tajam ke atas. Dia tidak menyangkal, bahwa dia sangat menyukai hidung Mey Mey, selain dari apa yang tersembunyi di balik pakaian tidur gadis itu.Sembari memberi sedikit kecupan pada puncak hidung
Malam ini mobil listrik yang dikemudikan Lu Dong langsung meluncur membelah lalu lintas Kota Shanghai. Kendaraan roda empat itu bergerak menuju ke arah utara. Di mana terdapat tiga pulau aluvial dataran rendah yang berpenghuni di muara Sungai Yangtze. Salah satu dari ketiga pulau itu adalah Chongming.Lu Dong meninggalkan mobil listriknya di pelabuhan dan memilih menggunakan feri, agar lebih cepat tiba di tempat tujuan. Dia tidak ingin memberi kesempatan Mey Mey untuk kabur lagi dari hadapannya. Malam ini juga, dia harus menuntaskan masalahnya dengan tikus kecil itu.“Berapa lama kapal ini menuju Chongming?” tanyanya kepada nahkoda.“Jika cuaca bagus, dua puluh menit lagi kita akan tiba di sana. Apa Tuan akan berhenti di Desa Terapung Chu Zhang?”“Tidak. Turunkan aku di Chongming!”“Naiklah!” Nahkoda itu berseru kepada Lu Dong.Layar dibentangkan. Suara mesin menderu-deru di bawah alas kaki, diikuti dengan gumaman para penumpang yang sudah mulai berdesakan memasuki kapal. Jumlah mereka
Kegelapan baru saja muncul menyapa Shanghai. Meskipun Li Na tidak menyukai kedatangan Lu Dong, tetapi berkat Lu Shen Shenlah, pria paruh baya itu akhirnya memiliki tempat tinggal untuk meletakkan kepalanya malam ini.Lu Dong sudah tidak perlu repot-repot lagi memikirkan menu makan malamnya hari ini dan hari-hari selanjutnya. Dia juga tidak perlu risau akan angin malam yang kerap menusuk-nusuk persendiannya yang sudah tidak muda lagi.Tak masalah jika Li Na tidak mengizinkannya untuk tidur dalam kamar. Dia tahu, kalau kemarahan istrinya itu hanya sementara. Esok hari, wanita itu pasti akan kembali merajuk dan malam berikutnya, dia akan kembali menikmati empuknya busa kasur yang ada di apartemen ini, pikirnya. “Ayah, kami hanya punya ini.” Lu Shen Shen berkata sembari memberikan potongan selimut tipis kepada Lu Dong.“Tak masalah.” Lu Dong menarik kedua sudut bibirnya lebar ketika menerima pemberian putri keduanya itu. “Kau memang putri Ayah yang paling berbakti. Ngomong-ngomong … di
Yin tersenyum dingin, karena dia memiliki jawaban atas pertanyaan Arthur. Namun, dia tidak langsung memberitahu pria tua tersebut. Dia justru menanyakan topik utama mengenai kedatangannya kali ini."Lalu bagaimana dengan Denise Allard dan kakak laki-lakinya?"“Aku telah menemukan tempat tinggal Denise. Gadis itu sekarang tinggal di rumah Keluarga Feng.” Arthur menunjuk ke sebuah titik koordinat yang berkedip pada layar laptopnya.Yin menatap titik koordinat yang letaknya agak jauh dari tempat Kediaman Keluarga Lu. “Kau mendatanginya?”“Tentu saja! Aku membantumu sekaligus mengerjakan tugas yang diberikan Lu Dong. Untuk menemuinya, aku menyamar menjadi seorang nenek tua. Salah seorang tetangganya yang sedang kehabisan gula."Yin tergelak. Membayangkan bagaimana wajah maskulin yang keriput itu berubah menjadi seorang nenek tua dengan rambut putihnya yang tergelung ke belakang lengkap dengan selembar daster bermotif bunga yang menutupi tubuh atletis Arthur. "Melihat nenek-nenek jadian y
DEG!Kali ini bukan hanya wajahnya saja yang membeku, melainkan juga detak jantungnya serasa hampir berhenti mendadak tatkala mendengar suara bisikan tersebut. Perlu waktu beberapa detik untuk membuat Ma Yin Fei palsu menyadari bahwa ada seseorang yang mengetahui dosa masa lalunya.“Siapa kau?” teriak Ma Yin Fei palsu sembari mengarahkan pandangannya ke sekitar koridor.Pria yang memiliki tinggi tidak lebih dari 170 sentimeter itu memutar tumitnya beberapa kali, lalu bergerak ke sana kemari. Namun, apa yang dilakukannya itu tak kunjung mendapat jawaban. Koridor panjang itu terlihat kosong, dingin dan lengang. Dari kejauhan dia hanya mampu menangkap pintu ruang kerja Ma Zimo yang masih tertutup.Berarti mantan pustakawan itu masih berada di dalam, lalu siapa yang bicara tadi? Pikiran Ma Yin Fei palsu mulai berkecamuk. Embusan angin yang membelai tengkuk lehernya serta kebisuan yang tejadi di sekitar koridor, membuat sekujur tubuh Ma Yin Fei palsu meremang. Tatapan matanya mendadak beru