Lokasi sudah ditemukan dan hanya tinggal lelaki tua itu seorang yang masih berkutat dalam tombol-tombol papan keyboard serta beberapa layar monitor yang masih menyala. Direntangkannya kedua tangannya itu ke samping untuk meregangkan otot-otot tuanya yang sejak tadi menumpu di atas meja.Sambil menguap lebar, dia pun mengambil satu buah plum merah peninggalan Yin. Satu gigitan. Tiga kali kunyahan. Detik itu juga mata tua tersebut langsung terpejam dengan kuat.“Cih! Asam sekali!” Arthur langsung membuang sisa plum yang ada di dalam mulutnya ke tempat sampah. “Bisa-bisanya dia tahan dengan rasa asam seperti ini? Jangankan makan satu buah, satu gigitan saja tidak sanggup kuhabiskan.”“Coba kuhitung, Yin telah memakan berapa,” gumam Arthur seraya membawa sisa buah plum peninggalan Yin menuju lantai tiga.Begitu pintu lift terbuka di lantai tiga. Arthur Chen—si lelaki tua yang hanya terlihat serius jika berada di depan layar laptop itu terkaget-kaget ketika menyaksikan sendiri bagaimana ke
Bisikan Lu Fen Fen yang tak mendasar membuat sepasang manik mata Lu Wan Wan membeliak. Pernyataan yang baru saja diungkap itu seolah membuat Lu Wan Wan terbangun dari mimpi indah yang pernah dialaminya ketika melihat perubahan yang terjadi dalam diri Yin.Sebenarnya perubahan itu bukan sesuatu yang salah, hanya saja Lu Wan Wan terlanjur menyukai keberadaan Yin saat ini.Kehangatan seorang pria, tatapan mata yang saling berbalas saat berbicara, pertolongan-pertolongan Yin yang membuatnya senang, karena merasa dirinya tidak diabaikan di dalam rumah, serta guyonan receh pria itu yang mampu membuat hati Lu Wan Wan mendesir sekaligus tertawa.Sejak itulah Lu Wan Wan merasa memiliki seorang suami, bukan seorang pelayan, apalagi sebuah patung manekin yang tak berperasaan. Pada waktu itu juga, sebuah gelengan kepala yang kuat dari Lu Wan Wan membuat senyum Lu Fen Fen dan Lu Shen Shen memudar. Putri bungsu itu pun berucap kepada kedua kakaknya.“Kak, jangan fitnah Yin!”“Siapa yang memfitn
Cengkeraman kuat yang menahan tangannya untuk bergerak. Suara bariton yang terdengar menggelegar di telinga.Dan tepisan tangan yang kasar.Semua itu membuat wajah Li Na memucat. Dia yang semula ingin melayangkan telapak tangannya ke pipi Lu Wan Wan mendadak berdiri bagai patung. Bibir merah yang sejak tadi dia gunakan untuk memaki-maki putri bungsungnya itu mendadak hening dalam kebisuan. Menatap wajah samping Yin dalam kejanggalan.Yin yang dapat merasakan, bagaimana cara ibu mertua menatapnya memilih untuk mengalihkan perhatiannya pada selembar kain lap yang tergeletak begitu saja di atas meja.Keluarga munafik ini benar-benar keterlaluan!Selama ini Yin hanya mampu merasakan penderitaan yang dialami Lu Wan Wan melalui bekas luka yang mendadak muncul pada permukaan kulitnya, tetapi sore ini dia telah melihat semuanya dengan kepala mata sendiri.Sejak dalam perjalanan pulang menuju rumah mertua, Yin yang saat itu sedang mengayuh sepeda rentalnya di tengah padatnya lalu lintas Kota
Ketika senja mulai merayap di langit Kota Shanghai, satu per satu gedung pencakar langit yang menjulang tegak di sana sudah mulai bersiap-siap untuk menyambut kehidupan baru yang penuh energik.Tampak ribuan titik lampu sudah mulai mengisi kelamnya malam, seiring dengan jutaan manusia yang telah berkeriapan di sudut-sudut kota. Bukan hanya untuk mengisi perut mereka yang kosong, melainkan juga melegakan jiwa mereka yang haus. Adalah Ma Jia Wei—seorang pewaris Keluarga Ma yang saat ini sedang berada di dalam sebuah restoran bersama dengan seorang gadis cantik berusia 25 tahun, bernama Han Zhi Zhi. Mereka duduk saling berhadapan sambil menikmati makanan oriental yang disajikan di atas piring panas yang terbuat dari logam besi. Pertemuan mereka bukanlah atas inisiatif Jia Wei ataupun Zhi Zhi, melainkan berasal dari orangtua masing-masing yang menginginkan agar hubungan mereka semakin dekat.Tujuh tahun telah berlalu. Selama waktu itu pula, baik Ma Jia Wei maupun Han Zhi Zhi tidak pern
Pukul 18.45 waktu Shanghai.Mobil listrik yang dikemudikan Lu Dong telah berhenti di halaman depan. Pria paruh baya itu kemudian bergegas turun setelah salah seorang anak buahnya membukakan pintu untuknya.“Bagaimana keadaan di rumah?” tanya Lu Dong.“Semuanya aman, Tuan,” jawabnya, yang tidak mengetahui tentang pertengkaran yang terjadi antara Yin dan Li Na di dapur. Begitu mendengar kata “aman” diucapkan, Lu Dong menaikan kedua sudut bibirnya. Setidaknya perkataan anak buahnya itu sedikit mengurangi beban pikiran yang ditanggungnya selama beberapa hari ini.Sudah beberapa hari setelah berita kebangkrutan Group GT dan merosotnya nilai saham perusahaan mereka, Lu Dong mendatangi banyak perusahan besar di Shanghai. Dia berusaha melobi petinggi-petinggi perusahaan untuk sudi menanamkan sebagian modalnya di Group Lushang.Dan pada malam ini, wajah Lu Dong yang sebelumnya tampak bengis itu kini berubah kuyu. Karena tak satu pun dari petinggi-petinggi itu yang mau menemui dirinya, sekalipu
Suara tawa yang cekikikan serta suara sumbang yang sejak tadi membicarakan kesialan yang kelak akan menimpa Yin dan Lu Wan Wan mendadak berhenti. Tiga pasang mata yang berjarak cukup dekat satu sama lain itu mengikuti gerak-gerik Lu Dong yang baru saja memasuki ruang makan.Sungguh aneh, jika melihat betapa lebarnya kedua sudut bibir pria paruh baya itu tersenyum. Bukankah beberapa menit yang lalu, wajah suami serta ayah mereka tampak garang? Suara baritonnya yang selalu menggelegar itu juga terdengar menggema di dalam lorong saat berteriak memanggil sang menantu serta putri bungsunya?Apa yang terjadi? Semua pertanyaan mereka itu akhirnya terjawab dengan suara gelindingan roda yang meluncur di atas lantai.Mereka tahu, kalau roda-roda itu adalah bagian dari sebuah kereta kecil yang kerap kali digunakan oleh seseorang untuk membawa berbagai macam jenis makanan dengan satu kali antar.Kedua alis mereka pun tampak saling bertautan begitu melihat Yin mendorong sebuah kereta kecil memas
Masih di malam yang sama ketika kegiatan makan malam di rumah Keluarga Lu telah selesai.Yin membawa semua piring-piring kotor itu ke dapur. Membuang semua sisa-sisa makanan itu ke dalam tempat sampah yang berlubang kecil. Namun, alangkah terkejutnya Yin setelah penutup sampah itu dibuka. Dia sudah tidak lagi mendapati lima kotak bekas makanan milik sebuah restoran yang sebelumnya telah dibuang di sana.Terpikir olehnya mungkin saja Lu Wan Wan yang melakukan. Mungkin tanpa sepengetahuan dirinya, istri sang pemilik tubuh itu berjalan masuk ke dapur untuk membuang kotak tersebut di tempat pembuangan di luar.Akan tetapi, keterkejutan Yin semakin menjadi tatkala melihat Lu Shen Shen telah berdiri di hadapannya. Wanita berambut coklat pendek itu tersenyum sinis. “Dari awal aku sudah menduga, pasti ada yang tidak beres dengan masakan kalian. Dan ini buktinya,” beber Lu Shen Shen sembari memperlihatkan lima kotak bekas makanan itu kepada Yin.Yin menatap semua benda yang ada di tangan Lu
Nyonya Bai mengambil amplop putih yang baru saja diletakkan Yin di atas meja kerja. Dia membuka amplop besar berbentuk persegi panjang dengan seulas tali yang melilit bagian lidah. Selembar kertas putih yang dicetak dengan printer telah terpampang jelas di depan mata.Beberapa kerutan mulai muncul menghiasi kening Nyonya Bai. Sepasang matanya yang berada di balik kacamata merah itu tampak memicing. Menengadah menatap wajah Yin yang berdiri menjulang tinggi di hadapannya.“Kau akan berhenti?” tanyanya.“Aku harap Nyonya Bai segera menyetujuinya.” Yin menjawab.“Aku harus membicarakan ini kepada Tuan Chao. Kalau boleh tahu, apa alasanmu berhenti? Karena aku tidak melihat alasan itu tertulis dalam surat pengunduran dirimu.”“Hanya alasan pribadi.” Yin mengatakan seperti yang diajarkan Arthur padanya.“Alasan pribadi apa? Apa itu soal pengirim video misterius? Atau soal kau ada masalah dengan rekan kerjamu?” cecar Nyonya Bai, yang tidak mengetahui dan sebagian besar penduduk Shanghai, jug